Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL PENELITIAN

EKSTRAKSI KLOROFIL DARI DAUN KAKAO DENGAN METODE


ULTRASONIC ASSISTED EXTRACTION (UAE)

Oleh:

Nadhilah Shabrina
(171910401027)

PROGAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2020
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nadhilah Shabrina
NIM : 171910401027
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal penelitian yang berjudul
“Ekstraksi Klorofil Dari Daun Kakao Dengan Metode Ultrasonic Assisted
Extraction (UAE)” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam
pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada
institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember,
Yang menyatakan,

(Nadhilah Shabrina)
(171910401027)
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal penelitian dengan judul Ekstraksi Klorofil Dari Daun Kakao


Dengan Metode Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) karya Nadhilah Shabrina
Program Studi S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Jember telah
dinilai dan disahkan oleh Dosen Pembimbing Utama dan Dosen Pembimbing
Anggota.

Jember,

Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Anggota

Istiqomah Rahmawati, S.Si., M.Si Helda Wika Amini, S.Si., M.Si., M.Sc.

NRP. 760017101 NRP. 760018071


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa
negara. Kakao juga berperan penting dalam mendorong pengembangan
wilayah dan agroindustri. Perkebunan kakao di Indonesia mengalami
perkembangan cukup pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, dimana pada
tahun 2015 luas areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1,72 juta dan
Sulawesi Tenggara adalah salah satu sentra produksi utama kakao nasional
(Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015) (Sadimantara, M. S et
al, 2019).
Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Ivory Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton per
tahun. Tanaman kakao merupakan famili sterculiaceae yang menghasilkan biji
kakao sebagai penghasil utama yang dapat diolah menjadi produk cokelat.
Sedangkan daun tanaman kakao dianggap sebagai limbah dan dijadikan
sebagai pakan ternak, padahal daun kakao sendiri memiliki potensi untuk
diolah menjadi produk pangan yang bermanfaat karena kandungan gizi dalam
daun kakao cukup banyak. (Rusnayanti, Y, 2018).
Daun kakao yang selama ini diperoleh dari hasil pemangkasan belum
dimanfaatkan dengan baik, hanya sebagian saja yang telah dimanfaatkan
untuk pakan ternak, padahal daun kakao sendiri berpotensi untuk diolah
menjadi produk yang lebih berguna lagi yaitu untuk kepentingan pangan.
Misalnya, apabila dalam 1 kali pemangkasan diperoleh 0,5 kg daun kakao per
pohon maka jika terdapat 90 pohon kakao dalam lahan 1 ha akan dihasilkan
45 kg daun kakao, sehingga dalam 100 ha kebun kakao dapat diperoleh daun
kakao sebanyak 4.500 kg. Hal ini merupakan potensi yang baik bagi
masyarakat khususnya petani kakao untuk memanfaatkan peluang yang ada
(Supriyanto, S et al, 2014).
Klorofil dan pewarna turunan klorofil telah terdaftar dalam Codex
Alimentarius Commision di Uni Eropa sebagai pewarna alami dengan kode
E140. Sedangkan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, klorofil dan
senyawa turunannya termasuk sebagai BTP alami. Klorofil merupakan
pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan
karoten dan xantofil pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan
fotosintesis(Aryanti, N et al, 2016).
Pembentukan klorofil daun ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya gen, cahaya, oksigen, karbohidrat, unsur-unsur makro dan mikro,
air, dan temperatur. Kandungan klorofil pada daun kakao digunakan dalam
proses fotosintesis yaitu reaksi dimana klorofil merupakan salah satu pigmen
yang penting dalam proses fotosintesis, karena klorofil berfungsi sebagai
penangkap cahaya matahari. Jika jumlah molekul klorofil pada daun semakin
banyak, maka aktivatis fotosintensis yang terjadi pada tanaman akan
meningkat. (Gogahu, Y et al, 2016).
Klorofil merupakan sebagian besar pigmen yang ditemukan dalam
membran tilakoid kloroplas. Menurut Richardson et al. (2002) pigmen yang
berperan penting dalam fotosintesis adalah pigmen yang dapat menyerap
radiasi matahari dan dapat melepaskan elektron dalam proses fotokimia,
sehingga dapat mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Pigmen yang
dimaksud adalah klorofil a dan klorofil b. Dengan demikian konsentrasi
klorofil akan mempengaruhi berlangsungnya proses fotosintesis dalam
tumbuhan. Warna hijau pada daun terjadi karena adanya pigmen pemberi
warna hijau, yaitu klorofil (Gogahu, Y et al, 2016).
Metode UAE merupakan suatu metode alternatif yang dikembangkan
untuk mengoptimalkan proses ekstraksi. Menurut Sujana Saxena dengan
menggunakan alat ultrasonik, proses ekstraksi menjadi lebih efektif karena
dapat mengurangi kuantitas kebutuhan pelarut, waktu dan suhu ekstraksi.
Dalam beberapa proses ekstraksi zat warna alami, metode ultrasonik
digunakan sebagai alat untuk menaikkan transfer massa zat warna dari bahan
tumbuhan dan mentransportkannya ke pelarut. Oleh karena itu, penelitian
ekstraksi klorofil dari daun kakao menggunakan metode UAE memiliki
potensi yang besar untuk dikembangkan (FR, E.N et al, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana pengaruh variasi waktu, rasio bahan dan pelarut terhadap
proses esktraksi klorofil pada daun kakao ?
 Bagaimana hasil komponen pigmen dari zat warna yang dihasilkan
pada ekstraksi klorofil daun kakao ?

1.3 Tujuan Penelitian


 Mengetahui pengaruh variasi waktu, rasio bahan dan pelarut terhadap
proses ekstraksi klorofil pada daun kakao.
 Mengetahui hasil komponen pigmen dari zat warna yang dihasilkan
pada ekstraksi klorofil daun kakao.

1.4 Manfaat Penelitian


 Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variasi
waktu, rasio bahan dan pelarut terhadap proses ekstraksi klorofil pada
daun kakao.
 Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hasil komponen
pigmen dari zat warna yang dihasilkan pada ekstraksi klorofil daun
kakao.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)


Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman
perkebunan yang terus dibudidayakan hingga saat ini, karena tanaman kakao
(T. cacao L.) mempunyai nilai ekonomi yang tinggi yang dapat dijadikan
sebagai sumber pendapatan perkebunan ataupun kelompok masyarakat. Kakao
merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting
dalam menunjang peningkatan ekspor non-migas di Indonesia. Provinsi
Sumatera Barat produksi kakao tercatat pada tahun 2015 yaitu 80,001 ton
dengan luas perkebunan 150,319 Ha. (Masro’atun et al, 2017).

Gambar 1. Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)


(Sumber: wikepidia, 2013)

Klasifikasi tanaman kakao, diantaranya :


Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub-division : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Sub-Class : Dialypetalae
Order : Marvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L

Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya


panjang, dengan ukuran 7,5-10cm, sedangkan pada tunas plagiotrop panjang
tangkai daunnya hanya berukuran sekitar 2,5cm. Bentuk tangkai daunnya
yaitu silinder dan bersisik halus, tetapi bergantung pada tipenya. Salah satu
sifat khusus dari daun kakao yaitu adanya dua persendian, yang terletak di
pangkal dan ujung tangkai daun (Sadimantara, M. S et al, 2019).

2.1.1 Kandungan Daun Kakao


Daun kakao mengandung senyawa bioaktif berupa senyawa fenolat,
yang juga memiliki peran sebagai antioksidan. Menurut Minifie (1970), daun
kakao mengandung theobromine, kafein, anthocianin, leucoanthocianin dan
catechol, yang jumlahnya bervariasi, dipengaruhi oleh umur daun dan umur
tanaman. Selain itu dalam penelitian Yang et al., (2011) menyebutkan juga
bahwa daun kakao memiliki komponen yang sama dengan daun teh (Camellia
sinensis dan Camellia assmica) yaitu berupa tea polyphenol 3,60%; flavonoid
glycoside1,91%; theobromine ,71%; catechins; dan tea pigments. Osman et al.,
, (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa daun kakao mengandung
polifenol yang terdiri atas epigalo katekin galat (EGCG), epigalo katekin
(EGC), epi katekin galat (ECG), dan epi katekin (EC). Jumlah dari masing-
masing senyawa tersebut dipengaruhi oleh umur daun.
Pada daun muda (pucuk daun ditambah 3 daun dibawahnya)
mengandung total polifenol 19,0% dan kafein 2,24% dari ekstrak daun kakao,
total katekin 9,75% dari total polifenol Pada daun tua (daun nomer 5 sampai
dengan 8) mengandung total polifenol 28,4%, dan kafein 1,33% dari ekstrak
daun kakao, total katekin 5,25% dari total polifenol. Sementara itu pada teh
hijau sebagai pembanding, mengandung total polifenol 17,3%, dan kafein
3,34% dari ekstrak daun kakao, total katekin 15,2% dari total polifenol. Daun
kakao juga mengandung Se (selenium) yang lebih tinggi dari daun teh
(Sadimantara, M. S et al, 2019).

2.2 Klorofil
Pada awal tahun 1782, seorang ilmuan bernama Senebier menemukan
suatu senyawa kimia berwarna hijau, kemudian pada tahun 1818 oleh Pelletier
dan Caventou diberi nama pigmen hijau alami tumbuhan bernama klorofil.
Pada tahun 1906, Tsweet merupakan peneliti yang pertama kali dapat
memisahkan klorofil dengan cara kromatografi yang dikembangkan oleh
Fischer dan Rothemund dalam pengembangan senyawa turunan klorofil dan
penamaan dari gugus yang melekat di klorofil itu sendiri. Setiap sel tumbuhan,
terdapat organel sel yang dinamakan kloroplas. Dalam kloroplas akan
dihasilkan pigmen yang menyebabkan warna hijau pada tumbuhan (klorofil)
(Prasetyo, S, 2012).
Klorofil terdapat pada daun dan permukaan batang, yaitu di dalam
lapisan sponge di bawah kutikula. Klorofil berikatan dengan lipid, protein, dan
lipoprotein. Kloroplas kering mengandung sekitar 10% klorofil dan 60%
protein. Klorofil sangat sensitif terhadap cahaya, terutama sinar dengan warna
ungu atau biru dan jingga atau merah. Klorofil yang terdapat pada daun kakao
terdiri dari klorofil a dan b. (Prasetyo, S, 2012).

Tabel 2.1
Rasio klorofil a dan b pada berbagai Jenis Daun

KLOROIL
KLOROFIL KLOROFIL
NO BAHAN TOTAL
a(mg/l) b(mg/l)
(mg/l)
Daun kakao
1 1,051 0,605 0,769
(Theobroma cacao) T
Daun kakao
2. 0,088 0,357 0,121
(Theobroma cacao) M
Daun Jagung (Zea
3. 0,193 1,335 0,378
Mays) T
Daun Jagung (Zea
4. 0,982 0,486 0,647
Mays) M

Klasifasi pada klorofil ada dua tipe utamaklorofil, klorofil a dan


klorofil b . Namun,paparan molekul klorofil ke asam lemah, oksigenatau
cahaya mempercepat oksidasi mereka dan menghasilkanpembentukan
berbagai produk degradasi [ 2 , 4 , 5 ].Kerangka molekul klorofil
adalahporphyrin macrocycle, yang terdiri dari empat cincin
pirol[ 6 , 7 ]. Sebuah lampiran cincin isosiklik tunggal ke salah satucincin
pirol memunculkan struktur phorbin [ 6 ]. Setiapcincin pirol mengandung
empat atom karbon dan satu nitrogenatom. Semua atom nitrogen menghadap
ke dalam menciptakan sebuah pusatlubang di mana ion logam Mg 2+ dengan
mudah mengikat [ 7 ]. Dalam klorofilb , gugus metil di cincin II
klorofil a digantioleh kelompok formil [ 5 , 7 ]. (Hosikian, A et al, 2010).

Gambar 2. Struktur kimia klorofil dan konstituennya, diekstraksi dari


[ 2 ]. (a) siklus makro porfirin. (b) phorbin. (c) klorofil a , klorofil b adalah
varian dengan gugus metil pada posisi 3 digantikan oleh gugus formil.
Klorofil a memiliki rumus: C55H72O4N4Mg, sedangkan rumus klorofil
b: C55H70O6N4Mg. Perbedaan klorofil a dan klorofil b terletak pada jumlah
atom H dan O. Selain itu perbedaannya terletak pada kemampuan
mengabsorbsi cahaya. Klorofil a dapat mengabsorpsi panjang gelombang
panjang dan sedikit panjang gelombang pendek. Sedangkan klorofil b hanya
mengabsorpsi panjang gelombang pendek. (Prihastanti, E, 2010).
Sifat fisik pada klorofil yaitu menerima dan memantulkan cahaya
dengan gelombang yang berlainan (berfluoresensi). Klorofil juga dapat
menyerap sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm, terutama pada
sinar merah dan biru. Sedangan sifat kimia pada klorofil yaitu, tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik polar, seperti etanol dan
kloroform. Klorofil pada inti Mg akan tergeser oleh 2 atom H, apabila dalam
kondisi asam, sehingga membetuk suatu persenyawaan yang disebut feofitin
yang berwarna coklat. (Song, A.N et al, 2011).
Kegunaan klorofil sangat bermanfaat di alam, karena perannya yaitu
dalam “memanen cahaya” fotosintesis, dan sangat penting untuk kelangsung
hidup tumbuhan dan hewani. Klorofil adalah senyawa penting dalam banyak
produk sehari-hari. Klorofil tidak hanya digunakan sebagai aditif dalam
farmasi dan produk kosmetik, tetapi juga sebagai pewarna makanan
alami. Klorofil juga memiliki sifat antioksidan dan antimutagenik (Hosikian,
A et al, 2010).

2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses
pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah
massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan
dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan
pelindihan atau leaching. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari
tiga tahap, yaitu :
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan
dipisahkan komponen – komponennya.
2. Proses pembentukan fase setimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase setimbang.
Di bidang industri, penggunaan ekstraksi sangat luas, terutama jika
larutan yang akan dipisahkan, terdiri dari beberapa komponen – komponen,
diantaranya :
1. Sifat penguapan relatif yang rendah.
2. Titik didih yang berdekatan.
3. Sensitif terhadap panas.
4. Merupakan campuran azeotrop.
Komponen – komponen yang terdapat dalam larutan tersebut sebagai
penentu jenis/macam solvent yang digunakan dalam ekstraksi. Pada
umumnya, proses ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi –
operasi lain sepeti proses pemungutan kembali solven dari larutannya
(terutama fase ekstrak), hingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai tenaga
pemisah. Dengan maksud tersebut, banyak cara yang dapat dilakukan
misalnya dengan metode distilasi, pemanasan sederhana atau dengan cara
pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya. (FR, E.N et al, 2017).

2.4 Macam – macam Metode Ekstraksi


2.4.1 Maserasi atau Dispersi
Maserasi merupakan metode yang sederhana dan dapat digunakan
untuk skala kecil maupun ska industri. Pada metode maserasi atau dispersi,
zat aktif padatan yang akan diekstrak dan dilarutkan, dilakukan dengan
cara perendaman dalam cairan pelarut yang sesuai pada temperatur kamar
dan terlindung dari cahaya. Pada saat perendaman padatan dengan pelarut,
dilakukan pengadukan dan penggantian pelarut. Pada maserasi, peralatan
yang digunakan cukup sederhana, namun kekurangan dari maserasi ini
membutuhkan waktu yang cukup lama. (Prasetyo, S, 2012).
Kerugian metode maserasi yaitu membutuhkan waktu yang cukup
lama, penggunaan pelarut cukup banyak dan memungkinkan beberapa
senyawa akan hilang serta beberapa senyawa juga akan sulit diekstraksi
pada suhu kamar. Keuntungan metode maserasi selain pelaratannya yang
sederhana, juga dapat menghindari adanya kerusakan senyawa – senyawa
yang bersifat termolabil. (Mukhriani, 2014).

2.4.2 Perkolasi
Pada metode perkolasi atau imersi, pelarutan dilakukan dengan
mengalirkan pelarut ke dalam padatan. Pelarut dipanaskan terlebih dahulu
hingga temperatur mendekati titik didihnyna. Decoction merupakan
penggunaan pelarut pada titik didihnya. Kelebihan dari metode ini yaitu,
ekstrak yang diperoleh telah terpisah dari sampel padatan, sehingga tidak
perlu melakukan proses tambahan untuk pemisahan ekstrak dan rafinat.
Namun, kekurangan dari metode ini yaitu kontak antara sampel padat
tidak merata, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi, sehingga
komponen tidak larut. (Prasetyo, S, 2012).

2.4.3 Soxhlet
Metode soxhlet dilakukan dengan meletakkan serbuk sampel dalam
sarung selulosa (dapat menggunakan kertas saring) dalam klongsong yang
ditempatkan di atas labu dan dibawah kondensor. Pelarut dimasukkan ke
dalam labu dengan suhu penangas dibawah suhu reflux.
Kelebihan penggunaan Soxhlet, yaitu :
1. Dapat digunakan dalam skala besar
2. Proses ekstraksi kontinyu
3. Keamanan kerja dengan alat ini lebih tinggi
4. Tenaga yang dikeluarkan lebih efisien, karena hanya menunggu hasil
dari proses sirkulasi dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
5. Pelarut dapat diperoleh kembali, meskipun telah digunakan.
Kekurangan penggunaan Soxhlet, yaitu :
1. Senyawa bersifat termolabil yang dapat terdegradasi karena ekstrak
diperoleh terus-menerus dengan jumlah total senyawa-senyawa yang
diekstraksi akan melewati batas kelarutannya dalam pelarut tertentu
2. Apabila dilakukan dalam skala besar, penggunaan pelarut dengan titik
didih tinggi tidak terlalu cocok.
(Prasetyo, S, 2012).

2.4.4 Reflux dan Destilasi Uap


Metode reflux dilakukan dengan sampel dimasukkan bersama pelarut
ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor dan pelarut
dipanaskan hingga mencapai titik didih. Maka uap terkondensasi dan akan
kembali ke dalam labu. Sedangkan destilasi uap prosesnya hampir sama
dan biasanya digunakan untuk ekstraksi minyak esensial. Prosesnya,
selama pemanasan uap terkondensasi dan destilat (terpisah menjadi 2
bagian yang tidak bercampur) lalu ditampung ke dalam wadah yang
terhubung dengan kondensor. Kerugian dari 2 metode ini yaitu senyatwa
bersifat termolabil yang dapat terdegradasi. (Mukhriani, 2014).

2.4.5 Microwave Assisted Extraction


Metode ekstraksi salah satunya adalah dengan teknik MAE
(Microwave Assisted Extraction). MAE merupakan teknik untuk
mengekstraksi bahan-bahan terlarut di dalam bahan tanaman dengan
bantuan energi gelombang mikro. MAE cocok untuk pengambilan
senyawa yang bersifat thermolabil karena memiliki kontrol terhadap
temperatur yang lebih baik dibandingkan proses pemanasan konvensional.
MAE juga memiliki kelebihan lain selain kontrol suhu yang lebih baik,
diantaranya adalah waktu ekstraksi yang lebih cepat, konsumsi energi dan
solvent yang lebih sedikit, yield yang lebih tinggi, akurasi dan presisi yang
lebih tinggi, adanya proses pengadukan sehingga meningkatkan
phenomena transfer massa, dan setting peralatan yang menggabungkan
fitur sohklet dan kelebihan dari mikrowave. (Purwanto, H et al, 2010).
Teknik Ekstraksi MAE merupakan teknik ekstraksi yang
memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk memanaskan pelarut secara
cepat dan efisien. Ekstraksi MAE juga sangat cocok digunakan untuk
mengekstraksi senyawa yang tidak tahan terhadap panas. Metode MAE
dapat membantu meningkatkan jumlah rendemen ekstrak kasar dalam
waktu ekstraksi dan jumlah pelarut yang lebih rendah dibanding dengan
metode ekstraksi konvensional. Panas radiasi gelombang mikro ini dapat
memanaskan dan menguapkan air pada sel sampel sehingga tekanan pada
dinding sel meningkat dan mengakibatkan sel membengkak (swelling) dan
tekanan tersebut mendorong dinding sel dari dalam, meregangkan, dan
memecahkan sel tersebut. (Kristanti, Y et al, 2019).

2.4.6 Ultrasonic Assisted Extraction


Salah satu metode ekstraksi modern yang yang telah
dikembangkan yaitu metode Ultrasounic Assisted Extraction (UAE). UAE
merupakan metode yang menggunakan gelombang ultrasonik dengan
frekuensi >16 kHz. UAE memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode
ekstraksi lainnya, diantaranya yaitu pelarut yang digunakan lebih sedikit
dan hasil ekstrak yang diperoleh lebih pekat, serta zat aktif yang didapat
akan lebih banyak. Selain itu, UAE berlangsung lebih aman dan proses
ekstraksi berjalan lebih cepat. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan
bantuan gelombang ultrasonik dapat meningkatkan permeabilitas dinding
sel, menimbulkan gelembung spontan (kavitasi) dalam fase cair dibawah
titik didihnya dan meningkatkan kerusakan pada sel. (Andriani, M et al,
2019). Metode Ultrasounic Assisted Extraction (UAE) dilakukan dengan
wadah yang berisi serbuk dan larutan ditempatkan dalam ultrasonic, hal ini
dilakukan untuk memberi tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan
rongga pada sampel. (Mukhriani, 2014).
Pada metode ini apabila liquid diradiasikan dengan ultrasonik,
gelembung-gelembung mikro bermunculan, dan gelembung tersebut
kemudian tumbuh dan bergerak dengan sangat cepat dan saling
berbenturan satu sama lain, apabila tekanan yang terjadi cukup tinggi.
Benturan tersebut terjadi pada bagian permukaan dari bahan yang akan
diekstraksi dan akan menghasilkan pancaran mikro dan kejutan
gelombang. Dalam fase larutan yang menyelimuti partikel – partikel,
pencampuran mikro yang tinggi akan meningkatkan panas dan transfer
massa bahkan difusi dari kandungan di dalam pori dari solid. Menurut
Sujana Saxena dengan menggunakan alat ultrasonik, proses ekstraksi
menjadi lebih efektif karena dapat mengurangi kuantitas kebutuhan
pelarut, waktu dan suhu ekstraksi.

Gambar 3. Alat Ultrasonic Assisted Extraction (UAE)


(Sumber: hielscher.com)
Dalam beberapa proses ekstraksi zat warna alami, metode
ultrasonik digunakan sebagai alat untuk menaikkan transfer massa zat
warna dari bahan tumbuhan dan mentransportkannya ke pelarut. Oleh
sebab itu, metode Ultrasounic Assisted Extraction(UAE) dapat
menguntungkan untuk mengekstraksi pewarna alami dan metode ini
merupakan metode paling tepat untuk melakukan penelitian ini (FR, E.N
et al, 2017).
2.5 Uji Fenolik
Fenol memiliki senyawa yang berasal dari tumbuhan dengan ciri
yang sama, seperti cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus
hidroksil. Golongan fenol terbesar yaitu flavonoid. Senyawa yang larut
dalam senyawa polar dan sedikit polar yaitu senyawa fenol. Fenolik
memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (-OH) dan
gugus-gugus lain penyertanya. (Hernes, I. P. F et al, 2018).

2.6 Spektrofotometri Ultra Violet-Visible (UV-Vis)


Spektrofotometri UV-vis adalah teknik analisis spektroskopi yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm)
dan pada sinar tampak (380- 780 nm).Secara umum prinsip kerja UV-vis
pada penyerapan sinar didasarkan pada fenomena oleh jenis senyawa
kimia pada daerah dekat cahaya (ultraviolet) dan daerah tampak (visible)
di mana klorofil a lebih banyak menyerap cahaya ungu, biru dan merah,
sedangkan klorofil b banyak menyerap cahaya biru dan cahaya orange.
(Mil, G et al, 2017).
Panjang gelombang spektofotometri UV Vis yaitu 200-800 nm.
Spektrum UV juga disebut spektrum elektronik, karena terjadi sebagai
hasil interaksi radiasi UV terhadap molekul yang menyebabkan molekul
tersebut mengalami transisi elektronik. Radiasi elektromagnetik yang
dikenakan pada molekul atau atom, maka beberapa dari radiasi tersebut
akan diserap oleh molekul atau atom tersebut sesuai dengan struktur yang
memiliki gugus kromofor. (Mukhriani, 2014).
Gambar 3. Pita serapan sinar visible

2.7 Penelitian Terdahulu

Bahan Senyawa yang Referensi


Metode yang
Yang diekstraksi dan hasil
Digunakan
Diekstrak yang diperoleh
Daun Ekstraksi Daun Pelarut yang Pengaruh Suhu
Belimbing Belimbing Wuluh digunakan yaitu dan Waktu
Wuluh menggunakan Etanol. Hasil Ekstraksi Daun
(Averrhoa metode Ultrasonic penelitian ini yaitu, Belimbing Wuluh
bilimbi L.) Assisted Extraction perlakuan suhu dan (Averrhoa bilimbi
(UAE) dengan waktu ekstraksi L.) Terhadap
suhu yaitu 30°C, berpengaruh nyata (P Aktivitas
40° C, dan 50°C. <0,05) terhadap total Antioksidan
Dan variasi waktu fenol, flavonoid total, dengan Metode
yaitu 10 menit, 20 total tannin. Hasil Ultrasonic
menit, dan 30 terbaik terdapat pada Assisted
menit. suhu 40 ° C dengan Extraction
waktu 20 menit. Hasil (UAE).
penghambatan radikal (Andriani1, M et
bebas yaitu 89,66% al, 2019).
dengan nilai IC50
25,74 mg/L,
rendemen 15,49%,
total fenol ekstrak
437,79 mgGAE/g,
total flavonoid 393,00
mgQE/g ekstrak, dan
total tanin 402,27
mgTAE / g
Daun
pandan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia Dasar Fakultas
Teknik Universitas Jember pada September 2020 hingga November 2020.

3.2 Variabel Penelitian


3.2.1 Variabel Bebas
 Lama Ekstraksi (Waktu)
 5, 10, 15, 20, 25 menit
 Rasio Bahan Baku : Pelarut(gr/mL)
 1:15 ; 1:20 ; 1:25 ; 1:30 ; 1:35
 Daya
 60,90,120,150,180 watt
3.2.2 Variabel Kontrol
 Etanol konsentrasi 96%

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
 Erlenmeyer
 Ultrasonic Assisted Extraction
 Labu ukur
 Pipet
 Spatula
 Beaker Glass
 Ayakan 60 mesh
 Blender
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Spektrofotometri UV-Vis
 Penggaris
 Pensil
 Botol Vial
 Neraca Analitik

3.3.2 Bahan
 Daun Kakao 2 kg
 Etanol 96%
 Aquades
 Asam Galat
 N2CO3
 Reagen Folin-Cicocalteu
 Kertas saring
 Alumunium Foil

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Preparasi Sampel
 Daun kakao diperoleh dari daerah Pakusari, Jember. Daun kakao yang
telah terpilih dibersihkan dengan cara dibilas menggunakan air untuk
menghilangkan kotoran-kotoran, tanah, atau bahan asing lainnya.
 Daun kakao dikeringkan tanpa sinar matahari (hanya diangin-
anginkan)
 Daun kakao dihaluskan dengan blender agar diperoleh daun kakao
dengan ukuran cukup halus.
 Mengayak serbuk daun kakao menggunakan ayakan 60 mesh
 Bahan ditimbang dengan rasio yang telah ditetapkan didesain expert
yakni bahan baku sesuai variasi yang telah ditetapkan

3.4.2 Desain Expert

Table 3.1
Desain Expert Penelitian
Std Run A: B: Power C:Rasio Yield (%)
Time:mi (watt) g/ml
n
1 1 15 120 0,04 31,09
8 2 5 120 0,06 47,17
13 3 5 60 0,04 22,83
5 4 25 120 0,06 62,3
12 5 15 120 0,04 30,3
14 6 25 120 0,02 9,78
7 7 15 120 0,04 31,43
10 8 15 180 0,02 12,65
2 9 15 60 0,02 7
4 10 15 60 0,06 27,43
16 11 5 120 0,02 7,7
3 12 25 180 0,04 47,17
11 13 15 120 0,04 30,91
15 14 5 180 0,04 24,57
9 15 25 60 0,04 21,87
17 16 15 180 0,06 65,26
6 17 15 120 0,04 32,13

3.4.3 Proses Ekstraksi


 Merangkai alat Utrasonic Assisted Extraction
 Bahan baku dimasukkan ke dalam gelas beaker
 Pelarut (etanol) dimasukkan ke dalam gelas beaker
 Dilakukan waktu ekstraksi yaitu (5, 10, 15, 20, 25 menit) dengan rasio
bahan baku (1:15 ; 1:20 ; 1:25 ; 1:30 ; 1:35)
 Dimasukkan ke dalam ultrasonic dengan daya yang telah divariasikan
 Hasil disaring menggunakan kertas saring .
 Filtrat dialiri aquades terlebih dahulu
 Filtrat didapatkan
3.4.4 Proses Pemisahan Klorofil
Langkah - Langkah dalam menentukan komponen dengan
menggunakan analisa Klorofil dan Analisa fenolik, yaitu :
1. Analisa Klorofil
 Disiapkan alat – alat terlebih dahulu
 Dilakukan pengenceran
 Sampel yang telah didapatkan dari proses ekstraksi dimasukkan
sebanyak 1ml ke dalam labu ukur 10ml
 Etanol ditambahkan sampai tanda batas dan dikocok
 Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
 Dilakukan hal yang sama untuk setiap runnya
 Dicari absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dengan panjang gelombang 663 dan 645
 Larutan blanko menggunakan etanol
 Didapatkan absorbansi tiap runnya
 Dihitung konsentrasi klorofil a dan klorofil b
2. Analisa Fenolik
 Membuat larutan induk asam galat 100 ppm dengan melarutkan
0,01 gr asam galat dalam labu ukur 100 ml
 Ditambahkan 1 ml etanol dan ditambahkan aquades sampai tanda
batas
 Membuat larutan Na2CO3 10% dengan memasukkan 10gr Na2CO3
kedalam labu ukur 100ml dan ditambahkan aquades sampai tanda
batas
 Larutan induk asam galat 100 ppm diambil masing2 1 ml; 3 ml; 5
ml; 7 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
 Diencerkan dengan aquades sampai tanda batas pada labu ukur 10
ml
 Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diperoleh larutan dengan
konsentrasi 10 ppm; 30 ppm; 50 ppm; 70 ppm.
 Larutan yang telah diperoleh, masing-masing dipipet sebanyak 0,2
ml (200micro) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
 Ditambahkan 1 ml reagen Folin-Cicocalteu dan dikocok sampai
homogen
 Didiamkan selama 8 menit
 Ditambahkan 3 ml larutan Na2CO3 10% lalu dikocok sampai
homogen
 Didiamkan 30 menit pada suhu kamar
 Diukur serapan panjang gelombang serapan maksimum nm,
menggunakan panjang gelombang 756nm
 Larutan blanko yang digunakan yaitu aquades
 Dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = bx + a, jika R 2
mendekati 1 atau 0,9, maka percobaan dapat dikatan berhasil
3. Analisa Kandungan Fenolik Total
 Dipipet 0,2 ml ekstrak daun kakao dan ditambahkan 15,8 ml
aquades dan 1 ml reagen Folin-Ciocalteu, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan dikocok
 Didamkan selama 8 menit
 Ditambahkan 3 ml larutan Na2CO3 10% ke dalam campuran
 Didiamkan selama 1 jam pada suhu kamar
 Diukur serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 756nm
 Blanko yang digunakan yaitu aquades

3.4.5 Proses Analisasa Kualitatif dan Kuantitatif Ektraksi Klorofil


yang telah dipisahkan
Analisa yang akan didapatkan yaitu :
1. Mengidentifikasi komponen pigmen dari zat warna yang terdapat
pada ekstraksi klorofil daun kakao yang dihasilkan.
2. Menguji nilai absorbansi hasil ekstrak zat warna alami pada
panjang gelombang maksimum.
BAB IV
PEMBAHASAN

5.1 Preparasi Sampel


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun kakao
yang diambil di daerah Pakusari Jember. Penelitian ini dilakukan
dengan langkah awal preparasi sampel, yaitu dengan cara daun kakao
dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir sampai bersih, hal ini
dilakukan agar kotoran seperti tanah dan debu yang menempel pada
daun tersebut dapat hilang. Daun kakao yang telah dicuci, kemudian
dikeringkan tanpa sinar matahari kurang lebih 1 minggu. Pengeringan
tanpa sinar matahari ini dilakukan karena zat warna alami mudah
terdegradasi oleh cahaya dan untuk menghilangkan kadar air.
Daun kakao yang telah dikeringkan, kemudian diblender agar
memperoleh serbuk dengan ukuran kecil dan lebih halus, sehingga
proses ekstraksi akan berlangsung lebih mudah. Sampel yang telah
diblender kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh. Hal ini
dilakukan, karena luas permukaan bahan akan mempengaruhi
ekstraksi. Jika ukuran sampel semakin kecil, maka luas permukaannya
akan semakin besar, sehingga interaksi antara sampel dan pelarut akan
semakin besar dan ekstraksi akan berlangsung semakin cepat.
Kemudian sampel yang sudah diayak, ditimbang menggunakan neraca
analitik sesuai variasi yang telah ditetapkan, yaitu ada 17x
penimbangan dengan variasi 2 gram, 4 gram, dan 6 gram. Setelah
penimbangan selesai akan dilakukan ekstraksi menggunakan
Ultrasonic.

5.2 Ekstraksi Daun Kakao dengan Metode UAE


Ektraksi dilakukan dengan metode UAE (Ultrasonic Assisted
Extraction). Ektraksi dilakukan dengan variasi waktu yaitu 5,15,25
(menit). Waktu yang ditetapkan dapat mempengaruhi hasil ekstraksi,
dimana jika waktu ekstraksi semakin lama, akan meningkatkan jumlah
ekstraksi, maka dari itu penggunaan waktu 5,15, dan 25(menit)
menghasilkan ekstraksi yang cukup baik. Dan hasil ekstraksi dengan
absorbansi yang paling besar terdapat pada waktu 15 menit, dengan
daya 180 watt dan rasio bahan baku 6gram. Hal ini terjadi sesuai
dengan literatur, dimana dengan daya dan bahan baku yang semakin
besar, akan menghasilkan absorbansi yang besar juga. Pada ekstraksi
ini menggunakan pelarut etanol. Penambahan etanol disetiap ekstraksi
dilakukan untuk melarutkan sampel, dan etanol ini sering digunakan
dalam mengekstrak pigmen alami dari tumbuhan, serta etanol
merupakan pelarut yang sifatnya polar. Etanol juga memiliki dua
gugus yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang
bersifat non polar, sehingga etanol dapat melarutkan senyawa yang
bersifat polar hingga non polar (Titis et al, 2013). Oleh karena itu,
penggunakan etanol sangat tepat digunakan sebagari pelarut. Ekstraksi
yang telah selesai dilakukan, akan disaring hasil ekstraknya untuk
memisahkan filtrat dan endapan.

Gambar 4.1 Hasil Running 17 kali Ekstraksi

Gambar 4.2 Ektraksi menggunakan Metode UAE

5.3 Uji Absorbansi


Absorbansi merupakan besarnya cahaya yang diserap oleh
suatu bahan. Uji absorbansi ini dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi pigmen dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Analisa klorofil ini dilakukan pengukuran pada panjang gelombang
645 nm dan 663 nm, hal ini dilakukan karena ekstrak yang diamati
berwarna hijau, dan ekstrak yang berwarna hijau digunakan pada
daerah warna merah yaitu pada panjang gelombang 645 nm dan 663
nm. Dengan absorbansi pada panjang gelombang 645 dan 663 dapat
mengetahui kandungan klorofil yang terdapat dalam ekstrak tersebut.
Pengukuran ini menggunakan larutan blanko berupa etanol.
Etanol digunakan sebagai blanko, karena etanol yang lebih banyak
digunakan pada perlakuan ini. Blanko ini digunakan untuk mengetahui
besarnya absorbansi terhadap larutan dan untuk kalibrasi sebagai
larutan pembanding. Nilai absorbansi pada panjang gelombang 645
dan 663 mendapatkan hasil yang sama dengan hasil paling besar
terdapat pada perlakuan ke-16, dengan absorbansi pada gelombang 645
yaitu 0,376 dan pada gelombang 663 yaitu 0,819. Konsentrasi terbesar
juga terdapat pada perlakuan ke-16 dengan klorofil a yaitu 9,39 dan
klorofil b yaitu 4,78.

Tabel 4.1
Data Absorbansi dan Konsentrasi Uji Klorofil
Absorbansi Konsentrasi
Run klorofil klorofil
645 nm 663 nm
a b
1 0,213 0,511 5,92 2,49
2 0,317 0,714 8,22 3,92
3 0,155 0,411 4,80 1,63
4 0,322 0,723 8,32 3,99
5 0,313 0,567 6,36 4,51
6 0,143 0,225 2,47 2,22
7 0,27 0,507 5,71 3,81
8 0,156 0,273 3,05 2,29
9 0,164 0,282 3,14 2,44
10 0,348 0,649 7,31 4,63
11 0,146 0,252 2,81 2,16
12 0,237 0,558 6,45 2,82
13 0,216 0,513 5,93 2,55
14 0,226 0,55 6,38 2,60
15 0,187 0,538 6,33 1,76
16 0,376 0,819 9,39 4,78
17 0,224 0,544 6,31 2,58

5.4 Analisa Fenol


Uji Penentuan senyawa kandungan total fenolik pada daun samama
dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteau. Prinsip metode ini adalah
oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam
alkali), mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-
tungsten (Mo-W). Uji fenol ini menggunakan metode Folin-Ciocalteau,
karena merupakan metode yang paling umum digunakan untuk
menentukan kandungan total fenolik, karena dalam perlakuannya metode
ini lebih sederhana dan reagen Folin Ciocalteau digunakan karena senyawa
fenolik dapat bereaksi dengan Folin membentuk larutan yang dapat diukur
absorbansinya.
Selama reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan
pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstat-
fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui dan
dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan
semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk,
artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak
ion fenolat yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru
yang dihasilkan semakin pekat.
Gambar 4.3 Hasil Analisa Fenol dengan warna semakin pekat
jika absorbansinya semakin besar

Penentuan kandungan total fenolik ekstrak dilakukan berdasarkan


kurva standar asam galat. Penggunaan asam galat sebagai standar atau
pembanding karena merupakan salah satu fenolik yang alami dan stabil.
Menurut Viranda (2009) asam galat merupakan turunan dari hidrobenzoat
yang merupakan suatu asam fenol sederhana yang bersifat murni dan
stabil. Asam galat yang direakiskan dengan reagen Folin-Ciocalteau akan
menghasilkan warna kuning, maka dengan adanya warna kuning
menandakan bahwa hal tersebut mengandung fenol, setelah itu
ditambahkan dengan larutan Na2CO3 dan menghasilkan warna biru.
Senyawa fenolik bereaksi dengan reagen Folin-Ciocateau dalam keadaan
basa, agar terjadi proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat (Apsari
et al, 2011).
Pembuatan kurva baku asam galat ditentukan dengan mengulang
pengukurannya sebanyak 2 kali pengulangan, sampai memperoleh nilai
koefisien korelasi yang mendekati 1(R2 = 1 atau mendekati 1) atau dari
range 0,995-1 yang nantinya akan digunakan untuk penentuan total fenolik
ekstrak etanol daun kakao. Berdasaran hal tersebut, didapatkan persamaan
linear 0,0115x + 0,1605 dengan koefisien korelasi atau r yaitu 0,9954,
yang artinya dapat memenuhi syarat kelayakan metode analisis. Kurva
standar yang disajikan pada gambar berikut:

Tabel 4.2
Data
Chart Title
Standar
1.2
Uji Total 1
f(x) = 0.01 x + 0.16
Fenol 0.8 R² = 1
0.6
konsentrasi absorbansi
0.4 10 0,288
0.2 30 0,478
0 50 0,753
0 10 20 30 40 50 60 70 80
70 0,963

Gambar 3. Kurva kalibrasi asam galat pada panjang gelombang 663nm

Dengan hasil kurva yang telah didapatkan, maka dilanjutkan


dengan perhitungan konsentrasi total fenol, dengan menggunakan
perhitungan berikut :

y = 0.0115x + 0.1605
R² = 0.9954

x = konsentrasi
y = absorbansi
y−0.1605
x¿
0.0115
absorbansi−0.1605
maka, konsentrasi ¿
0.0115

Tabel 4.3
Data Absorbansi dan Konsentrasi Total Fenol
Konsentrasi total
Run absorbansi
fenol (ppm)
1 0,518 31,09
2 0,703 47,17
3 0,423 22,83
4 0,877 62,30
5 0,509 30,30
6 0,273 9,78
7 0,522 31,43
8 0,306 12,65
9 0,241 7,00
10 0,476 27,43
11 0,249 7,70
12 0,703 47,17
13 0,516 30,91
14 0,443 24,57
15 0,412 21,87
16 0,911 65,26
17 0,53 32,13

5.5 Hasil Design Expert


Semakin lama waktunya, maka dayanya semakin tinggi pula dan yieldnya
semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M., Permana, I. D. G. M., & Widarta, I. W. R. (2019). Pengaruh Suhu


dan Waktu Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap Aktivitas Antioksidan dengan Metode Ultrasonic Assisted
Extraction (UAE). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan (ITEPA), 8(3), 330-
340.
Anggraeni, D. (2015). Karakter Fisiologis dan Agronomis Bibit Kakao
(Theobroma cacao L.) yang Berasosiasi dengan Synechococcus sp. pada
Media dengan Berbagai Kadar Bahan Organik.
Aryanti, N., Nafiunisa, A., & Willis, F. M. (2016). Ekstraksi dan karakterisasi
klorofil dari daun suji (Pleomele angustifolia) sebagai pewarna pangan
alami. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(4).
Buanasari, B., Eden, W. T., & Sholichah, A. I. (2017). Extraction of Phenolic
Compounds from Petai Leaves (Parkia speciosa Hassk.) using Microwave
and Ultrasound Assisted Methods. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 6(1),
25-31.
Dewi, N., Trisna, L., Wrasiati, G., & Putra, P. (2016). Pengaruh Konsentrasi
Pelarut Etanol dan Suhu Maserasi terhadap Rendemen dan Kadar Klorofil
Produk Enkapsulasi Ekstrak Selada Laut (Ulva lactuca L). Jurnal
Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 4(3), 59-70.
FR, E. N., & Azmi, D. D. (2017). Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Kayu Secang
(Caesalpinia Sappan Linn) Dengan Metode Ultrasound Assisted
Extraction Untuk Aplikasi Produk Pangan. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Gogahu, Y., Nio, S. A., & Siahaan, P. (2016). Konsentrasi klorofil pada beberapa
varietas tanaman Puring (Codiaeum varigatum L.). Jurnal MIPA, 5(2), 76-
80.
Hernes, I. P. F., Suhendra, L., & Wrasiati, L. P. (2018). Pengaruh perbandingan
bahan dengan pelarut aseton terhadap total fenolik, warna dan klorofil
ekstrak Sargassum polycystum. Jurnal Rekayasa dan Manajemen
Agroindustri, 6(2), 103-114.
Hosikian, A., Lim, S., Halim, R., & Danquah, M. K. (2010). Chlorophyll
extraction from microalgae: a review on the process engineering aspects.
International journal of chemical engineering, 2010.
Masro’atun, D. N. R. S. (2017). EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KAKAO
TERHADAP Phytopthora palmivora EFFECTIVENESS OF KAKAO
LEAF EXTRACTS TO Phytopthora palmivora. Bioma: Jurnal Biologi
dan Pembelajaran Biologi, 2(1).
Mil, G., Kasman, K., & Iqbal, I. (2017). Analisa Kualitas Klorofil Daun Jarak
Kepyar (Ricinus comunis L) Sebagai Bahan Pewarna Pada Dye Sensitized
Solar Cell (DSSC). G ravitasi, 16(2).
Mukhriani. (2014). Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa
aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2).
Novitasari, A. E., & Adawiyah, R. (2018). PERBANDINGAN PELARUT PADA
EKSTRAKSI TOTAL KLOROFIL DAUN MANGKOKAN DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI. Jurnal Sains, 8(15).
Prasetyo, S. (2012). Pengaruh rasio massa daun suji/pelarut, temperatur dan jenis
pelarut pada ekstrasi klorofil daun suji secara batch dengan pengotakan
dispersi.
Prihastanti, E. (2010). Kandungan klorofil dan pertumbuhan semai kakao
(Theobroma cacao L.) pada perlakuan cekaman kekeringan yang berbeda.
Bioma, 12(2), 35-39.
Purwanto, H., Hartati, I., & Kurniasari, L. (2010). Pengembangan microwave
assisted extractor (MAE) pada produksi minyak jahe dengan kadar
zingiberene tinggi. MAJALAH ILMIAH MOMENTUM, 6(2).
Putra, M. D., Darmawan, A., Wahdini, I., & Abasaeed, A. E. (2017). Extraction of
chlorophyll from pandan leaves using ethanol and mass transfer study.
Journal of the Serbian Chemical Society, 82(7-8), 921-931.
Rusnayanti, Y. (2018). Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Mutuh
Teh Hijau Daun Kakao (Theobroma cacao L.): Skripsi Fakultas Teknologi
Pangan dan Agroindustri Mataram. Mataram.
Sadimantara, M. S., Asranudin, A., Sadimantara, F. N., Suwarjoyowirayatno, S.,
& Rhenyslawaty, R. (2019). KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK,
SIFAT KIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TEH FORMULASI
DAUN KAKAO DAN KAYU MANIS. Jurnal Sains dan Teknologi
Pangan, 3(5).
Sari, I. A., Sobir, S., Faizal, I., Susilo, A. W., Marcelinus, A., Adhiwibawa, A., &
Nugroho, R. (2016). Anthocyanin and chlorophyll content in flush as
selection markers on fine flavor cocoa (Theobroma cacao L.). Pelita
Perkebunan, 32(3), 171-180.
Song, A. N., & Banyo, Y. (2011). Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator
kekurangan air pada tanaman. Jurnal ilmiah sains, 11(2), 166-173.
Sugesti, K. D. (2010). Modifikasi Teknik Kromatografi Kolom Untuk Pemisahan
Trigliserida dari Ekstrak Pandanus Conoideus Lamk Varian Buah Kuning.

Anda mungkin juga menyukai