FARMASI INDUSTRI
FORMULASI SEDIAAN GEL LIDAH BUAYA SEBAGAI PRODUK SKIN
CARE
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dipanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan
makalah tentang sediaan gel lidah buaya ini.
Makalah ilmiah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Terlepas dari semua itu, masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata semoga makalah tentang sediaan gel lidah buaya ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ISI Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
I.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
I.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
ii
II.1.2.4 Ketidakstabilan Gel ............................................ 13
II.1.2.5 Uji Sediaan Gel .................................................. 14
II.1.3 Formula Sediaan Gel Lidah Buaya ................................. 15
II.1.3.1 HPMC ................................................................. 15
II.1.3.2 Propilen Glikol ................................................... 15
II.1.3.3 DMDM Hidantoin .............................................. 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 20
III.1 Alat dan Bahan ........................................................................... 20
III.1.1 Alat ................................................................................ 20
III.1.2 Bahan ............................................................................. 20
III.2Rancangan Penelitian ................................................................. 20
III.2.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................... 20
III.2.2 Jenis Metode Penelitian ................................................. 20
III.2.3 Variabel Penelitian ........................................................ 20
III.3 Jalannya Penelitia....................................................................... 21
III.3.1 Pengambilan Sampel ..................................................... 21
III.3.2 Determinasi Tanaman .................................................... 21
III.3.3 Pengolahan Lidah Buaya ............................................... 21
III.3.4 Pembuatan Gel Lidah Buaya ......................................... 21
III.3.5 Uji Sedian Gel ............................................................... 22
III.3.5.1 Uji Organoleptis ......................................................... 22
III.3.5.2 Uji Homogenitas ............................................. 22
III.3.5.3 Uji Daya Sebar ................................................ 22
III.3.5.4 Uji Daya Lekat ................................................ 23
III.3.5.5 Uji Viskositas.................................................. 23
III.3.5.6 Uji pH ............................................................. 23
III.3.5.7 Uji Konsistensi................................................ 23
III.3.5.8 Uji Sineresis .................................................... 24
iii
III.3.5.9 Uji Iritasi ......................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Lidah Buaya .................................................................................. 3
Gambar 2Struktur HPMC ................................................................................ 17
Gambar 3Rumus Bangun Propilenglikol ......................................................... 18
Gambar 4Struktur DMDM Hidantoin .............................................................. 19
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 1. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan farmasi ........................... 18
Table 2. Formulasi Gel Aloevera ..................................................................... 22
Table 3. Penilaian Uji Iritasi ............................................................................ 24
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
I.2 Rumusan Masalah
3. Evaluasi apa saja yang dilakukan pada sediaan gel lidah buaya?
I.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
II.1.1.2 Morfologi Tanaman
Tanaman lidah buaya memiliki daun berbentuk segitiga dan berdaging
dengan tepian bergerigi, bunga tubular kuning dan buah-buahan yang
mengandung banyak biji. Setiap daun terdiri dari tiga lapisan: 1) Gel bening
dalam yang mengandung 99% air dan sisanya terbuat dari glucomannans, asam
amino, lipid, sterol dan vitamin. 2) Lapisan tengah lateks yang merupakan getah
kuning pahit dan mengandung antrakuinon dan glikosida. 3) Lapisan tebal luar
15-20 sel yang disebut sebagai kulit buah yang memiliki fungsi pelindung dan
mensintesis karbohidrat dan protein. Di dalam kulit terdapat pembuluh yang
bertanggung jawab untuk transportasi zat seperti air (xilem) dan pati (floem).(4)
Tanaman lidah buaya mencapai kematangan setelah empat tahun. Dengan
panjang daun rata-rata 2-3 kaki dan lebar 3-5 inchi dengan berat masing-masing
daun 2-4 pounds. Siklus hidup tanaman berkisar 12 tahun dnegan menghasilkan
daun sebanyak 12-30 buah. Lidah buaya memiliki bau yang khas dan rasa yang
pahit dan mual.(3)
II.1.1.3 Kandungan Tanaman
Aloevera mengandung air sebanyak 96% dan 75 komponen senyawa aktif,
yaitu vitamin, enzim, sugar, mineral, saponin, lignin, asam salisilat dan asam
amino. Secara detail sebagai berikut (3,6):
a. Vitamin : Aloevera banyak mengandung vitamin yaitu vitamin A, C, dan
E yang merupakan antioksidan. Selain itu juga mengandung tiamin, niacin,
riboflavin, vitamin B12, kolin dan asam folat. Antioksidan sebagai
penangkal radikal bebas.
b. Enzim : Amylase, lipase, alkalin fosfatase, selulase, katalase dan
peroksidase adalah biokimia yang membantu pencernaan dengan memecah
lemak dan gula. Karboksi peptidase dan brakinase memberikan efek
antiinflamasi dengan mengaktivasi bradikin sehingga dalam mengurangi
peradangan berlebihan saat dioleskan ke kulit. Lektin memberikan efek
anti tumor.
c. Sugar : senyawa gula terletak di lapisan lendir tanaman dan dikenal
dengan mucilaginous yang berada dibawah kulit daun. Monosakarida
4
(glukosa dan fruktosa) dan polisakarida (glukomanan dan polymannose).
Monosakarida yang paling banyak yaitu mannoda-6-fosfat dan
polisakarida yang paling umum disebut glukomanan [beta (1,4) asetilated
manna]. Polisakarida bertindak sebagai modulator kekebalan sedangkan
glumannan sebagai pelembab yang bagik dan digunakan dalam prosuk
kosmetik. Baru-baru ini, glikoprotein dengan sifat nati alergi yang disebut
alprogen dan senyawa antiinflamasi baru, C-glukosil kromon, telah
berhasil diisolasi dari gel alovera.
d. Mineral : natrium, kalium, magnesium, selenium, mangan, tembaga, seng,
kromium dan besi semuanya ditemukan di tanaman Aloevera. Senyawa
tersebut berperan penting dalm fungsi enzim yang terlibat dalam jalur
metabolisme dan beberapa berperan sebagai antioksidan.
e. Saponin : merupakan zat penyabun yang memmilik sifat pembersih dan
antiseptik.
f. Lignin : Ini adalah zat inert yang ketika berada disedian topical dapat
meningkatkan efek penetrasi dari bahan lain ke dalam kulit.
g. Asam salisilat : Merupakan senyawa seperti aspirin yang memiliki sifat
anti inflamasi dan antibakteri.
h. Asam amino : aloevera menyediakan asam amino yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pertumbuhan yaitu 20 dari 22 asam amino nonesensial dan
7 dari 8 asam amino asensial.
i. Hormon : auxin dan gliberelin membantu dalam penyembuhan luka dan
memiliki tindakan sebagai antiinflamasi.
j. Antrakuinon : eksudat kuning kemerahan pahit yang terletak di bawah
kulit hijau luar mengandung antrakuinon dan turunannya yaitu barbaloin,
aloe-emodin-9-antron, isobarbaloin, antrhron-C-glikosida dan kromon.
Senaywa fenolik ini dikenal sebagai laksatif, dalam jumlah besar akan
memberikan efek pencahar yang kuat tetapi dalam jumlah sedikit
membantu penyerapan usus dan agen antimikroba yang kuat dam memiliki
efek analgesik.
5
k. Sterol / asam lemak : ini termasuk kolesterol, kampesterol, β-sitosterol dan
lupeol. Sebagai anti inflamasi dan lupeol memiliki sifat antiseptic dan
analgesik.
II.1.1.4 Khasiat Tanaman
Aloevera dalam pengobatan dapat digunakan sebagai sebagai antifungi,
antidiabetes, antiinlfamasi, analgesic, antikanker, antimicrobial, antiproliferatif,
proteksi mukosa lambung, hepatoprotektif, neuroprotektif, immunomodulator,
antimutagenik, antileishmanial, radioprotektif, laksatif efek dan penyembuh
luka.(3) Selain itu, aloevera juga biasa digunakan dalam skin care yang berfungsi
sebagai pelembab, anti acne, perbaikan kulit, antiaging, peremajaan kulit, hidrasi
kulit, antioksidan dan dapat menangani kulit terbakar akibat sinar.matahari.(3,6)
Aloevera memiliki efek antoksidan yang sangat besar. Aktivitas
peroksidase glutation, enzim dismutase superoksida dan antioksidan fenolik
ditemukan hasir dalam gel aloevera, yang mana bertanggung jawab sebagai
antioksidan meningkatkan sirkulasi darah sehingga pengangkutan oksigen dan
nutrisi lebih efektif.(6) Mukopolisakarida membantu meningkatkan kelembaban
kulit, aloe merangsang fibroblast yang menghasilkan serat kolagen dan elastin
yang membantu kulit lebih elastic dan mengurangi keriput. Selain itu, aloe juga
memiliki efek kohesif pad sel epidermis yang mengelupas pemukaan dan
melembutkannya. Asam amino juga dapat melembabkan sel kulit dan seng
bertindak sebagai astrigen untuk mengencangkan pori-pori.(4)
Aloevera saat ini digunakan dalam pembuatan lebih dari 95% produk
dermatologi. Hal ini dikarenakan memiliki sifat pelembab yang sangat baik,
meningkatkan kemampuan kulit untuk menghidrasi sendiri dan membatu
menghilangkan sel-sel kulit mati. Alovera memproduksi serat kolagen dan elastin,
sehingga kulit lebih elastic dan keriput berkurang, dengan demikian membalikkan
perubahan kulit degenerative. Aloe melembutkan kulit dengan tindakan
kohesifnya pada sel epidermis yang mengelupas lapisan kuilt aleh aksi asam
amino. Sehingga aloevera merupakan bahan yang ideal dalam kosmetik dan
prosedur dermatologi.(6)
6
II.1.2 Gel
II.1.2.1 Pengertian Gel
Gel didefinisikan sebagai sistem sami kaku di mana pergerakan media
pendispersi dibatasi oleh jaringna tiga dimensi yang saling tumpang tindih atau
makromolekul terlarut dari fase terdispersinya. Gel berdasarkan USP adalah
sistem semipadat yang mengandung suspense baik terdiri dari partikel anorganik
kecil atau molekul organic besar yang diinterpenetrasikan oleh cairan. Massa gel
kadang-kadang disebut magma jika fase terdispersinya relative besar.(7)
Sistem gel ada yang tampak transparan dan ada juga yang translucent,
karena bahannya mungkin tidak terdispersi secara sempurna atau membentuk
agrerat yang sedikit terdispersi.(8) Gel umumnya dianggap lebih kaku daripada jeli
karena gel mengandung lebih banyak ikatan silang kovalen, kepadatan ikatan fisik
yang lebih tinggi, atau lebih sedikit cairan. Polimer pembentuk gel menghasilkan
bahan yang memiliki rentang kekakuan, dimulai dengan sol dan peningkatan
kekakuan menjadi lendir, jeli, gel, dan hidrogel.Konsentrasi agen gelling sebagian
besar kurang dari 10%, biasanya dalam kisaran 0,5% hingga 2,0%, dengan
beberapa pengecualian. (7)
Keuntungan sediaan gel yaitu (9):
1. Kemampuan penyebaran baik pada kulit
2. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
3. Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
4. Kemudahan pencucian dengan air yang baik
5. Pelepasan obat baik
7
floccules partikel kecil daripada molekul yang lebih besar dan
struktur gel, dalam hal ini, sistem tidak selalu stabil. Mereka harus
membentuk semipadat thixotropic pada berdiri dan menjadi cair
pada agitasi.
b. Organik (sistem satu fase)
Ini terdiri dari molekul organik besar yang ada pada untaian
bengkok yang dilarutkan dalam fase kontinu. Molekul organik
yang lebih besar ini baik polimer alam atau sintetis disebut sebagai
pembentuk gel, mereka cenderung melibatkan satu sama lain
gerakan acak mereka atau terikat bersama oleh kekuatan dinding
Vander.
2. Klasifikasi berdasarkan sifat pelarut
a. Hidrogel
Hidrogel adalah jaringan rantai polimer yang hidrofilik, jarang
ditemukan sebagai gel koloid dimana air adalah medium
dispersinya. Mereka adalah jaringan polimer alam atau sintetik
ynag sangat menyerap. Sitem ini juga memiliki tongkat
fleksibilitas yang cenderung ke jaringan alami, karena kandungan
air mereka yang signifikan.
Hidrogel digunakan sebagai :
1) Sistem obat yang lepas lambat
2) Penggunaan obat rectal
3) Hidrogel-coated digunakan untuk kultur sel
4) Sebagai rekayasa jaringa
5) Sebagai detector sensitivitas lingkunga
6) Lensa kontak (hidrogel silicon, poliakriilamida,
polymacon)
7) Elektroda medis EKG
8) Peyembuhan
8
b. Organogel
Organogel adalah bahan padat termoreversibel non-kristal, non-
kaca yang terdiri dari fase organik cair yang terperangkap dalam
jaringan silang 3D. Cairan bisa, misalnya, minyak sayur, pelarut
organik atau minyak mineral. Kelarutan dan ukuran partikel dari
struktur adalah karakteristik yang signifikan untuk sifat elastis dan
keteguhan organogel. Seringkali, sistem ini didasarkan pada self-
assembly dari molekul struktural.
c. Xerogel
Ini adalah bentuk padat dari gel dengan pengeringan dengan
penyusutan tidak terbatas. Hal ini sering mempertahankan
porositas tinggi (15-50%) dan luas permukaan besar (150-900 m2 /
g), bersama dengan ukuran pori yang sangat kecil (1-10 nm).
Ketika pelarut dihapus dalam kondisi superkritis, jaringan tidak
menyusut dan material yang sangat berpori dan berdensitas rendah
yang dikenal sebagai aerogel diproduksi. Perlakuan panas xerogel
pada suhu yang lebih tinggi menghasilkan sintering kental dan
efisien mengubah gel berpori menjadi kaca tebal.
Misalnyapita Tragacanth, β-cyclodextrin, selulosa kering dan
polistirena, lembaran gelatin, dan getah akasia.
3. Klasifikasi berdasarkan sifat fisik
a. Gel elastik
Gel agar, pektin, gom Guar dan alginat menunjukkan perilaku
elastis. Molekul-molekul berserat yang dihubungkan pada titik
persimpangan oleh ikatan yang relatif lemah seperti ikatan
hidrogen dan tarik dipol. Jika molekul memiliki gugus -COOH
bebas maka ikatan tambahan terjadi oleh jembatan garam tipe -
COO-X-COO antara dua jaringan untai yang berdekatan. Misalnya
alginate dan karbopol
9
b. Rigid Gel
Ini dapat dibentuk dari makromolekul dimana kerangka
dihubungkan oleh ikatan valensi primer. Misalnya silica gel,
molekul asam silica dipegang oleh ikatan Si-O-Si-O untuk
menghasilkan struktur polimer yang memiliki jaringan pori-pori.
4. Klasifikasi berdasarkan sifat reologi
a. Plastis gel
Misalnya, tubuh Bingham, suspensi flocculated Aluminium
hidroksida menunjukkan aliran plastik dan plot rheogram
memberikan nilai hasil dari gel di atas yang gel elastis mendistorsi
dan mulai mengalir.
b. Pseudoplastis gel
Misalnya, dispersi cair tragakan, natrium alginat, Na CMC, dll.
Menunjukkan aliran pseudo-plastik. Viskositas gel ini menurun
dengan meningkatnya laju geser, tanpa nilai hasil. Hasil rogram
dari aksi geser pada molekul rantai panjang dari polimer linier.
Ketika tegangan geser meningkat, molekul-molekul yang
berantakan mulai menyejajarkan sumbu panjangnya ke arah aliran
dengan pelepasan pelarut dari matriks gel.
c. Tiksotropik gel
Ikatan antar partikel dalam gel ini sangat lemah dan dapat dipecah
dengan gemetar. Solusi yang dihasilkan akan kembali ke gel
karena partikel bertabrakan dan menghubungkan bersama lagi
(transformasi gel-sol-gel isotermal reversibel). Ini terjadi dalam
sistem koloid dengan partikel non-bola untuk membangun struktur
sepertiscaffold.Misalnya, Kaolin, bentonit, agar, dll.
10
1. Basis gel hidrofobik.
Basis gel hidrofobik terdiri dari partikel-partikel anorganik.
Apabila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana ada, hanya
sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik,
bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang
dengan prosedur yang khusus. Basis gel hidrofobik antara lain petrolatum,
mineral oil/gel polyethilen, plastibase, alumunium stearat, dan
carbowax.(13) Basis gel hidrofobik biasanya terdiri dari parafin cair dengan
polietilen atau minyak lemak dengan koloid silica. Minyak-minyak non
polar seperti minyak zaitun, parafin cair, atau isopropil miristat dapat
membentuk basis gel dengan penambahan bahan penebal colloidal silicon
dioxide (aerosil). Basis gel yang dibuat dari bahan ini menghasilkan gel
yang transparan. Pembentuk gel hidrofobik memberikan kontribusi dalam
meningkatkan adhesi pembawa.(14)
2. Basis gel hidrofilik
Basis gel hidrofilik umumnya adalah molekul-molekul organik
yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Pada umumnya
karena daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik
kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik,
sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki
stabilitas yang lebih besar.(13)
Basis gel hidrofilik antara lain bentonit, tragakan, derivate selulosa,
karbomer/karbopol, polivinil alkohol, alginate.(9) Karbopol adalah polimer
carboxyvinyl yang memiliki berat molekul yang besar. Karbopol relatif
dapat dapat membentuk gel pada konsentrasi yang rendah. Karbopol
digunakan sebagian dalam formulasi sediaan cair atau semisolid sebagai
pensuspensi atau peningkat viskositas. Karbopol biasanya digunakan
dalam krim, gel, salep untuk preparat mata, rektal, dan sediaan topical.(15)
Keuntungan gel hidrofilik antara lain:
11
a. daya sebarnya pada kulit baik, efek dingin yang ditimbulkan akibat
lambatnya penguapan air pada kulit
b. Tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiratio
sensibilis oleh karena tidak melapisi permukaan kulit secara kedap
dan tidak menyumbat pori-pori kulit,
c. Mudah dicuci dengan air dan memungkinkan pemakaian pada
bagian tubuh yang berambut
d. pelepasan obatnya baik(9)
II.1.2.3.2 Humektan
Humektan digunakan untuk mengurangi kehilangan air pada sediaan
semisolid. Pemilihan humektan tidak didasarkan hanya pada pengaruhnya
terhadap disposisi air tetapi juga memberikan efek terhadap viskositas dan
konsistensi dari produk akhir.(15)
Penahan lembab yang ditambahkan, yang juga berfungsi sebagai pembuat
lunak harus memenuhi berbagai hal. Pertama, harus mampu meningkatkan
kelembutan dan daya sebar sediaan, kedua melindungi dari kemungkinan menjadi
kering. Sebagai penahan lembab dapat digunakan gliserol, sorbitol, etilen glikol
dan propilen glikol dalam konsentrasi 10-20%.(9)
II.1.2.3.3 Pengawet
Disebabkan oleh tingginya kandungan air, sediaan ini dapat mengalami
kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan
bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial disamping
penggunaan bahanbahan pengawet seperti dalam balsam, sangat cocok pemakaian
metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan
pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan terhadap penguapan,
untuk menghindari mengeringnya. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih
baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol, meskipun telah tertutup baik
tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan. (9)
Pengawet seharusnya tidak toksik dan tidak memberikan reaksi alergi, dan
12
memiliki kemampuan sebagai bakterisid daripada bakteriostatik. Berikut adalah
pengawet yang secara luas digunakan pada krim, gel, dan salep yaitu kloroform:
asam organic, contohnya, asam benzoate, dan asam sorbat: senyawa ammonium
kuartener, contohnya cetrimide, dan ester hidroksibenzoat seperti metal paraben,
etil paraben, propel paraben dan butyl paraben.(15)
13
disebut sebagai sineresis, tidak terbatas pada hidrogel organik, tetapi telah
terlihat dalam organogel dan hidrogel anorganik juga. Biasanya, sineresis
menjadi lebih jelas ketika konsentrasi polimer menurun. (7)
Mekanisme kontraksi telah terkait dengan relaksasi tekanan elastis yang
dikembangkan selama pengaturan gel. Karena tekanan ini lega, ruang
interstitial yang tersedia untuk pelarut berkurang, memaksa ekspresi
cairan. Efek osmotik telah terlibat, karena baik pH dan konsentrasi
elektrolit mempengaruhi sineresis dari gel yang terdiri dari gel gelatin
pembentuk gel atau psyllium.(7)
14
4. Uji daya lekat
Tujuan dari uji daya lekat ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan gel melekat pada kulit dalam waktu tertentu sehingga
dapat berfungsi secara maksimal pada penghantaran obatnya. Tidak ada
persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat, namun
sebaiknya daya lekat sediaan semipadat adalah lebih dari 1 detik. (18)
5. Uji viskositas
Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,
maka semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya. Pada
sediaan dengan basis yang sama, semakin tinggi konsentrasi basis gel yang
digunakan maka semakin besar pula viskositasnya. (18)
6. Uji pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan suatu sediaan,
terutama sediaan topikal. Idealnya sediaan topikal mempunyai nilai pH
yang sama dengan pH kulit agar tidak terjadi iritasi pada permukaan kulit.
pH sedian gel yang aman untuk kulit yaitu 4,5-6,5. (18)
7. Uji konsistensi
Dilakukan dengan mengamati perubahan konsistensi dari sediaan
gel yang dibuat apakah terjadi pemisahan antara bahan pembentuk gel
dengan pembawanya yaitu air. Pengujian konsistensi menggunakan
pengujian sentrifugal test dimana sampel gel disentrifugasi pada kecepatan
3800 rpm selama 5 jam kemudian diamati perubahan fisiknya.(20)
8. Uji sineresis
Pengujian ini dengan mengamati adanya titik-titik air pada
permukaan sediaan gel sebelum dan setelah perlakuan penyimpanan
dipercepat dengan suhu 5oC dan 35oC selama 12 jam dalam 10 siklus. (20)
15
yang dapat digunakan adalah hidroksipropilmetilselulosa (HPMC). Dibandingkan
gelling agent yang lain, HPMC dapat memberikan stabilitas kekentalan yang baik
di suhu ruang walaupun disimpan pada jangka waktu yang lama. Selain itu,
HPMC merupakan bahan yang tidak beracun dan noniritatif.(16) Penelitian Nursiah
dkk. (2011) menunjukkan bahwa gelling agent HPMC memiliki kestabilan fisik
paling optimal pada sediaan gel dibandingkan dengan karbopol. Penggunaan
HPMC sebagai basis yang bersifat hidrofilik juga memiliki kelebihan di antaranya
menghasilkan daya sebar pada kulit yang baik, efeknya mendinginkan, tidak
menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air, dan pelepasan obatnya baik.
Selain itu, HPMC juga mengembang terbatas dalam air sehingga merupakan
bahan pembentuk hidrogel yang baik.(18)
Basis gel HPMC merupakan gellingagent yang sering digunakan dalam
produksi kosmetik dan obat, karena dapat menghasilkan gel yang bening, mudah
larut dalam air, dan mempunyai ketoksikan yang rendah.(21) Selain itu HPMC
(HidroxyPropyl Methyl Cellulose) menghasilkan gel yang netral, jernih, tidak
berwarna, stabil pada pH 3-11, mempunyai resistensi yang baik terhadap serangan
mikroba, dan memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit.(22)
Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan basis HPMC memiliki kecepatan
pelepasan obat yang baik, dan daya sebarnya luas.(23)
HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri
serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam
eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera
menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga
secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi
lainnya. (16)
16
Gambar 2. Struktur HPMC(16)
HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan
sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid
pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau
aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen. (16)
HPMC melarut sangat lambat dan sulit, metode yang disarankan sebagai berikut :
1. Sediakan air panas
o
2. Tambahkan air panas lebih dari 80 C sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari
jumlah HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di
sebar merata pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk
dan dinginkan campuran.
3. Tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minya
sebagai peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan
HPMC benar-benar larut.
17
iritasi kulit pada pemakaian propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah
2%.(24)
18
Gambar 4. Struktur DMDM Hidantoin(25)
DMDM hidantoin (dimethylol-5-5-dimethylhydantoin) sering digunakan
bahan pengawet dalam bidang kosmestik dan memiliki aktivitas antimikroba
spektrum luas, paling efektif melawan jamur, ragi dan bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif. (25)
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
20
III.3 Jalannya Penelitia
III.3.1 Pengambilan Sampel
Lidah buaya yang digunakan pada penelitian ini spesies Aloe barbadensis
Miller dikumpulkan pada bulan 10 Oktober 2018 di Taman Budidaya Lidah
Buaya Pontianak, Siantan Hulu Kecamatan Pontianak Utara Kota Pontianak.
Bagian lidah buaya yang diambil yaitu pelepah lidah buaya berumur 10-12 bulan
berwarna hijau. Selanjutmya dilakukan sortasi basah untuk memisahkan pengotor.
Lalu dicuci dengan air mengalir.
III.3.2 Determinasi Tanaman
Pengamatan identitas atau deskripsi ekstrak meliputi nama ekstrak, nama
latin tumbuhan, bagain tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan.
Tanaman yang digunakan penelitian diidentifikasi di Laboratorium Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Unversitas
Tanjungpura
III.3.3 Pengolahan Lidah Buaya
Lidah buaya yang telah dibersihkan dipisahkan antara daging buah dengan
kulit buah. Daging buah berwarna putih diblender hingga halus. Hasil blender
kemudian disaring dengan saringan agar halus yang didapat.
III.3.4 Pembuatan Gel Lidah Buaya
Penelitian ini dibuat dalam empat formulasi gel yang mengandung
aloevera sebagai zat aktif yang berbeda konsentrasi. Tabel 2.
Basis gel yang digunakan berdasarkan hasil optimasi dari tambe dkk 2009.
(26)
Pembuatan sediaan gel diawali dengan terlebih dahulu HPMC didispersikan
dalam aquadest yang sudah dipanaskan hingga suhu 80-900C, lalu digerus hingga
terbentuk disperse yang homogen di dalam mortir. Selanjutnya propilenglikol
dicampurkan dengan DMDM Hidantoin kemudian ditambahkan bubur aloevera.
Campuran tersebut ditambahakn sedikit demi sedikit ke dalam HPMC ynag telah
dikembangkan disertai dengan pengadukan hingga homogeny. Sisa air
ditambahkan sambil terus diaduk. Gel dihomogenkan dengan stirrer dengan
kecepaan 4-6 rpm hingga homogen.(18,27)
21
Tabel 2. Formulasi Gel Aloevera
Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4
Aloevera (%) 72 82 92 100
HPMC (%)(26) 3 3 3 3
Propilenglikol (%) 15 15 15 15
DMDM hidantoin (%) 0,5 0,5 0,5 0,5
Aquadest (add gram) 100 100 100 100
22
III.3.5.4 Uji Daya Lekat
Pengukuran daya lekat dilakukan terhadap sediaan gel yang telah dibuat
sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu pada suhu 5°C
dan 35°C masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Sebanyak 0,25 g gel
diletakkan di atas objek gelas yang telah ditentukan luasnya. Kemudian ojek gelas
lainnya diletakkan di atas.Objek gelas kemudian dipasang pada alat uji dan diberi
beban 1 kg selama 5 menit. Kemudian dilepas dengan beban seberat 80 gram.
Dicatat waktunya hingga kedua gelas obyek tersebut terlepas.(29)
III.3.5.5 Uji Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan terhadap sediaan gel yang telah dibuat
sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu pada suhu 5°C
dan 35°C masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Pengukuran
menggunakan Viskometer Rheosys. Sebanyak 15 mL basis gel dimasukkan
kedalam wadah silinder, kemudian viskositasnya diukur dengan viskometer yang
dilengkapi dengan spindel (25mm Concentric Cylinders) dengan kecepatan 10
rpm.(27)
III.3.5.6 Uji pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan terhadap sediaan gel yang telah dibuat
sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu pada suhu 5°C
dan 35°C masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Pengukuran pH
sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter, dengan cara alat terlebih
dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,00)
dan larutan dapar pH asam (pH 4,00) hingga alat menunjukan harga pH tersebut.
Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas
tissue. Selanjutnya elektroda dicelupkan kedalam basis gel, sampai alat
menunjukkan harga pH yang konstan. (27)
III.3.5.7 Uji Konsistensi
Uji konsistensi dilakukan terhadap sediaan gel yang telah dibuat sebelum
dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu pada suhu 5°C dan 35°C
masingmasing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Uji konsistensi dilakukan
dengan menggunakan pengujian sentrifugal test, dimana sediaan gel yang telah
23
dibuat disentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam kemudian diamati
perubahan fisiknya.(28)
III.3.5.8 Uji Sineresis
Pengujian ini dengan mengamati adanya titik-titik air pada permukaan
sediaan gel sebelum dan setelah perlakuan penyimpanan dipercepat dengan suhu
50C dan 350C selama 12 jam dalam 10 siklus. (28)
III.3.5.9 Uji Iritasi
Evaluasi daya iritasi sediaan emulgel dilakukan terhadap hewan uji
marmut dengan menggunakan metode Draize (1959). Dengan menggunakan 7
ekor marmut berumur rata-rata 2 bulan. Rambut marmut dicukur pada bagian
punggungnya sampai bersih. Untuk membantu menghilangkan bulu halus
digunakan veet. Punggung marmut dibagi menjadi 7 bagian dengan luas yang
sama kemudian diberikan perlakuan sediaan emulgel F1, F2, F3, F4, basis, kontrol
sakit dan kontrol sehat. Masing-masing sampel iritan sebanyak 0,5 gram dioleskan
pada bagian punggung marmut yang telah dicukur, lalu ditutup dengan kasa steril
kemudian direkat-kan dengan plester. Setelah 24 jam, plester dibuka dan
dibiarkan selama 1 jam, lalu diamati. Setelah diamati, bagian tersebut ditutup
kembali dengan plester yang sama dan dilakukan pengamatan kembali setelah 72
jam. (Irsan et al, 2013). Untuk setiap keadaan kulit diberi nilai seperti pada Tabel
3. (Draize, 1959).(29)
Tabel 3. Penilaian Uji Iritasi(29)
Eritema Edema Iritasi
Nilai Nilai Nilai
Karakteristik Karakteristik Karakteristik
0 Tidak ada 0 Tidak ada 0 Tidak ada
1 Sangat ringan 1 Sangat ringan 1 Sangat ringan
2 Ringan 2 Ringan 2 Ringan
3 Sedang 3 Sedang 3 Sedang
4 Berat 4 Berat 4 Berat
24
DAFTAR PUSTAKA
15. Lund W. The Pharmaceutical Codex. 12th ed. London: The Pharmaceutical
25
Press; 1994. 150, 152 p.
22. Suardi M, Armenia, Anita M. Formulasi dan Uji Klinik Gel Antijerawat
Benzoil Perosidase-HPMC. Universitas Udayana Denpasar; 2008.
23. Setyaningrum N. Pengaruh Variasi Kadar Basis HPMC Dalam Sedian Gel
Ekstrak Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L)
Terhadap Sidat Fisik dan Daya Antibakteri pada Staphylococcus aureus.
Muhamadiyah Surakarta; 2013.
24. Loden M. Hysrating Substance In Handbook of Cosmetic Science and
technology. 3rd ed. New York: Informa Healthcare USA; 2009.
26
Daun Botto-Botto (Chromolaena odorata L) Sebagai Obat Luka Terhadap
Stabilitas Fisik Sediaan. UIN Alauddin Makassar; 2014.
29. Sari DK, Sugihartini N, Yuwono T. EVALUASI UJI IRITASI DAN UJI
SIFAT FISIK SEDIAAN EMULGEL MINYAK ATSIRI BUNGA
CENGKEH ( Syzigium aromaticum ) IRRITATION TEST AND
PHYSICAL PROPERTIES EVALUATION OF ESSENTIAL OILS
CLOVE ( Syzigium aromaticum ) IN EMULGEL. Pharmaҫiana.
2015;5(2):115–20.
27