Anda di halaman 1dari 56

Dr.

Diky Mudhakir

Pendahuluan
Definisi:
Sediaan padat yang ditujukan untuk diberikan
melalui rektum, vagina, uretra; baik meleleh
ataupun terlarut dan mempunyai efek terapetik
lokal ataupun sistemik.
Suppositoria rektal:
Panjang sekitar 3,2 cm,
Bentuk silindris, torpedo
Beratnya untuk dewasa c.a 2 g, anak-anak dan
bayi c.a 1 g (bentuk seperti pensil)

Suppositoria vaginal (pessari):


Bentuk globular, oviform
Beratnya c.a 5 g
Suppositoria uretral (bougie):
Bentuk seperti pensil
Untuk pria: diameter 3-6 mm, panjang 140 mm
berat c.a 4 g
Untuk wanita: panjang 70 mm, berat c.a 2 g

Penggunaan rute rektal


Alasan pemilihan rute rektal untuk pemberian obat:
1. Pasien tidak dapat menggunakan rute oral.
@ Pasien mengalami masalah dengan saluran
pencernaan spt. Nausea.
@ Pasien tidak sadar (unconscious).
@ Katagori khusus, spt. Bayi, lanjut usia,
gangguan mental.
2. Obat tidak cocok diberikan dengan rute oral.
@ Obat yang menghasilkan efek samping pada GI
@ Obat tidak stabil pada pH GI
@ Obat yang rentan terhadap enzim pada GI
@ Obat yang mempunyai rasa tidak enak

Kerugian suppositoria:
Penggunaan tidak nyaman
Terjadinya variasi pada proses absorpsi
Mengiritasi mukus yang disebabkan oleh
beberapa obat atau basisnya

Efek terapetik supositoria


Efek lokal
Suppositoria akan meleleh, melunak atau
terlarut dan melepaskan obat.
Ditujukan untuk pengobatan:
Konstipasi (laksatif: gliserin)
Menghilangkan nyeri, iritasi, gatal, inflamasi
berkaitan dengan hemorroid

Suppositoria antihemorroid mengandung:


anestetik lokal, vasokontriktor, astringen)
Suppositoria vaginal:
Kontrasepsi (mis. Nonoxynol-9)
Antiseptik
Antivaginitis (mis. Trichomonacides untuk
patogen Trichomonas vaginalis, Candida
albicans)
Suppositoria uretral:
Antibakteri
Anestetik lokal preparatif

Efek sistemik
Rektum sering digunakan sebagai tempat
absorpsi secara sistemik, lain halnya dg vagina.
50-70% obat akan diabsorpsi dalam sirkulasi
darah setelah dimasukkan ke dalam rektal.
Obat yang diberikan untuk tujuan sistemik:
Proklorperazin dan klorpromazin untuk mual,
muntah dan trankuilizer
Oksimorfon HCl: narkotik analgetik
Ergotamin tartrate: migrain
Indometasin: analgetik dan antipiretik

Efek sistemik (lanjutan):


Efek bergantung pada waktu tinggal supositoria
dan pelepasan obat dari basisnya
Zat aktif termasuk morfin, antiemetik, teofilin,
NSAID (mereduksi iritasi di lambung)

Kerugian (pemberian sistemik)


Bioavailabilitasnya tidak dapat diprediksi
Lambat dan erratic: cairan, feses, efek
variasi basis (oleum cacao, PEG)
Patologi (hemorroid) dapat menyebabkan
iritasi dan pengeluaran
Dapat mengalami metabolisme first pass
effect di hati tergantung dari lokasi
penempatan suppositoria dalam rektum

Anatomi dan Fisiologi Rektum


Rektum merupakan bagian dari kolon
Panjang: 15-20 cm dari saluran pencernaan akhir
Permukaan dinding dalam rektum datar, tidak
bervilli
Volum mukus terbatas (2-3 mL)
Luas permukaan rektum 300 cm2
pH lapisan mukus: 6,8 - 7,5
Kapasitas dapar rendah

Absorpsi obat di rektum


Tiga vena utama di rektum:
Vena hemorroid atas (no.6)
Vena hemorroid tengah (no.1)
Vena hemorroid bawah (no.4)
Vena hemorroid tengah
dan bawah menuju
aliran darah umum
Vena hemorroid atas
menuju liver

Luas permukaan yang rendah menyebabkan


absorpsi yang rendah dibandingkan dengan
saluran pencernaan
Zat aktif dapat langsung memasuki sirkulasi
darah umum atau melalui metabolisme di hati
Bergantung basis, zat aktif terlarut di cairan
rektal, atau meleleh pada lapisan mukosa
Volume cairan rektal sedikit disolusi zat
aktif terhambat
Efek osmotik basis larut air air tertarik,
mengakibatkan sensasi rasa sakit pada pasien

Proses pelepasan obat di rektum

Zat aktif yang terlarut dalam basis akan


berdifusi menuju membran rektal
Zat aktif tersuspensi dalam basis lemak,
pengaruh gravitasi/pergerakan motilitas
zat aktif terlarut dalam cairan rektum
difusi melalui lapisan mukus melewati epitelium
(pembentuk dinding rektum)

Faktor fisiologi yang


mempengaruhi proses absorpsi
Ketersediaan jumlah cairan mukus
Pada keadaan non-fisiologi (penarikan osmotik
basis larut air, diare) volume cairan tinggi
Karakteristik mukus rektum
Komposisi, viskositas, tegangan permukaan
Isi rektum
Motilitas pada dinding rektum
Berasal dari kompleks motor kolonik, gelombang
kontraksi menyebar pada dinding kolon

Formulasi supositoria
Ukuran supositoria berkisar 1-4 g
Komposisi zat aktif bervariasi: 0,1-40%

Komposisi umum supositoria:


Basis
Zat aktif
Zat tambahan

Basis supositoria
Terdapat 2 golongan utama basis:
1. Basis lemak (hidrofobik)
@ Oleum cacao
@ Gliserida semisintetik
2. Basis hidrofilik
@ Basis glisero-gelatin
@ Polimer polietilen glikol (PEG, macrogols,
carbowax)

Persyaratan basis:
1. Supositoria harus meleleh dalam tubuh atau
terlarut dalam cairan rektum.
Basis lemak diharapkan meleleh < 37oC
2. Jarak lebur harus kecil agar proses pemadatan
cepat untuk mencegah suspensi terutama BJ
tinggi, partikel obat, agglomerasi.

3. Stabil secara fisika dan kimia selama


penyimpanan.
4. Kompatibel dengan zat aktif.
5. Memberikan pelepasan zat aktif yang optimal.
6. Volume kontraksi yang cukup kemampuan
pelepasan supositoria dari cetakan.
7. Viskositas yang cukup penuangan ke dalam
cetakan, pencegahan pemisahan zat aktif, dan
pengaruh terhadap kecepatan absorpsi.
8. Tidak mengabsorpsi/mengiritasi.
9. Mudah dalam penanganannya.

Persyaratan basis (lanjutan):


10. Ekonomis
11. Non-toksik
12. Tidak mempunyai bentuk metastabil
13. Dapat dimanufaktur dengan pencetakan
secara manual atau mesin

Basis lemak
Basis lemak original: oleum cacao, mengandung
asam oleat yang tidak jenuh
Kerugian:
Mempunyai sifat polimorfik
Kontraksi yang tidak cukup pada proses
pendinginan
Titik pelunakan yang rendah
Tidak stabil secara kimia
Kekuatan absorpsi zat aktif rendah

Theobroma oil, oleum cacao

Sumber alam, meleleh pada 30-36


Bentuk semisolida, warna kuning
Terdiri atas gliseril ester dari asam
lemak spt stearat, palmitat, asam oleat
Tidak cocok untuk negara tropis

Oleum cacao (lanjutan):


1. Polimorfisme dan ketengikan saat panas
2. 4 bentuk kristal theobroma
kristal beta (TL. 34-36)
kristal beta (TL. 27)
kristal alfa (TL. 22)
kristal gamma (TL. 18)
3. Proses lubrikasi
4. Titik leleh rendah. Setelah dicampur dengan
volatile oil, kloral hidrat, metil paraben, fenol,
kamfora

Persyaratan untuk basis lemak


Nilai asam kurang dari 0.2
Nilai saponifikasi 200-245
Nilai iodin kurang dari 7
Interval antara titk leleh dan titik
pemadatan kecil

Basis lemak semisintetik


Campuran trigliserida dengan asam C12-C18 yang jenuh
Angka hidroksil: jumlah mono- dan digliserida yang terkandung
dalam basis semisintetik. Angka hidroksil tinggi kemampuan
menarik air tinggi dapat menyebabkan penguraian zat aktif
yang mudah terhidrolisa (asam asetilsalisilat)
Angka iodin: jumlah kandungan asam tidak jenuh. Makin tinggi
mudah teroksidasi, mengakibatkan ketengikan

Ol. Cacao

Jarak
lebur

Kandungan
asam

Angka
hidroksil

Angka iodin

3131-34

<5

3434-38

<2

< 55-30

<3

Semisinteti 3333-37.5
k

Gliserida semisintetik (lanjutan)


Minyak tumbuhan + hidrogenasi
gliserida tidak jenuh gliserida jenuh
Menurut BP, EP dikenal sebagai lemak padat (hard
fat)
Basis lemak yang beredar di pasaran
(semisintetik):
Witepsol: W-H 15, W-H 25, W-H 55
Wacobee series
Suuposire series

Keuntungan gliserida semisintetik

1. Tidak ada polimorfisme


2. Toleransi terhadap oksidasi
3. Pemadatan yang cepat
4. Penampilan yang lebih baik

Basis larut air


Basis gliserol gelatin untuk tujuan laksatif
Macrogols: campuran PEG dengan beda BM
Titik leleh melebihi suhu tubuh bercampur
dengan cairan tubuh
Cocok digunakan untuk negara beriklim tropis
Bersifat higroskopis dan menarik air
memberikan rasa sakit pada pasien.
Pemecahan: incorporasi min. 20% air dan
pelembab

Inkompatibilitas dengan beberapa obat


(fenol, sulfonamid)
Konstanta dielektrik basis rendah zat
aktif tertahan pada basis sehingga
pelepasannya lambat

Basis glisero-gelatin
USP: gliserin 70%, gelatin 20%+ air 10%
BP: gliserin70%, gelatin 14% + air 16%
2 jenis gelatin:
1. Gelatin A untuk asam/ zat kation
2. Gelatin B untuk zat aktif bersifat
basa/anion

Basis glisero-gelatin:
1. Bersifat laksatif
2. Banyak proses perlakuan yang harus dihadapi
3. Bersifat higroskopis (dari gliserin)
4. Inkompatibilitas dengan asam tannat
5. Pada pemanasan tinggi (overheat): gliserin
melepaskan gas toksik volatil

PEG
Produk sintetik
Mis. PEG 400, PEG 1500, PEG 4000
Keuntungan:
1. TL 40 C
2. Lambat meleleh dan melepaskan zat aktif juga lambat
3. Dapat dilakukan kombinasi PEG untuk mendapatkan
basis yang cocok
4. Viskositas tinggi
Kerugian:
1. Inkompatibilitas dengan garam bismut, tanin, fenol,
mengurangi aktivitas antimikroba, melarutkan beberapa
plastik
2. PEG BM tinggi menyebabkan pelepasan zat aktif rendah

Zat aktif
Faktor yang mempengaruhi formulasi zat aktif:
1. Kelarutan dalam air dan basis
Bentuk: terlarut atau tersuspensi
Koefisien partisi basis/air tinggi
konsentrasi di basis tinggi kecenderungan
meninggalkan basis rendah kecepatan
pelepasan ke cairan rektum lambat
absorpsi lambat

Kelarutan obat dan formulasi supositoria


Kelarutan dalam
Lemak
Air
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah

Pilihan basis
Basis lemak
Basis larut air
Intermediate

Supositoria emulsi tipe air/minyak sangat tidak


diinginkan. Transfer obat ke keadaan terlarut
sangat lambat proses absorbsi sangat
tertahan.
Pada basis lemak, zat aktif larut air sebaiknya
terdispersi

2. Karakteristik permukaan
Penting dalam transfer zat aktif dari 1 fasa
ke fasa lain.
Zat aktif harus tersebar pada batas
permukaan basis dan cairan rektum (hindari
agglomerat).
Homogenitas zat aktif dalam supositoria.
Penambahan surfaktan terhadap zat aktif
hidrofob untuk menyediakan obat dalam
keadaan terlarut siap diabsorpsi.

3. Ukuran partikel
Penting dalam pencegahan sedimentasi
selama atau setelah pembuatan supositoria
(z.a < 150 um sedimentasi).
4. Jumlah zat aktif
@ Jumlah partikel meningkat agglomerasi
@ Penggunaan suspending agent
meningkatkan viskositas
@ Zat aktif dengan ukuran partikel kecil
menghasilkan bioavailabilitas tinggi

Zat tambahan
Untuk memperbaiki kualitas
Peningkat viskositas: koloid silikon dioksida (1-2%),
Al-monostearat (1-2%), lechitin
Plastisizer: setil alkohol, propilen glikol, antioksidan
Surfaktan: peningkat absorpsi

Pembuatan supositoria
Tiga (3) metode pembuatan:
1. Pencetakan (molding)
2. Kompresi
3. Hand rolling and shaping

1. Metode Pencetakan (molding)


Merupakan proses panas/fusion
Keuntungan:
Penampilannya elegan
Tidak membutuhkan skill yang tinggi
Kerugian:
Panas
Peralatan: membutuhkan cetakan
Memerlukan penghitungan khusus

Proses pembuatannya melibatkan:

Pelelehan basis
Inkorporasi zat aktif
Penuangan lelehan ke dalam cetakan
Pengeluaran supositoria dari cetakan

Cetakan supositoria
Tersedia di perdagangan variasi jumlah (6, 12, 48
lubang), bahan (stainless steel, alumunium,
plastik)

Penanganan terhadap
cetakan: goresan pada
cetakan stainless steel
berefek pada penampilan
supositoria

Lubrikan pada cetakan


Digunakan untuk memudahkan pengeluaran
suppositoria dari cetakan.
Jarang digunakan untuk basis oleum cacao
dan PEG.
Digunakan pada pembuatan suppositoria
gelatin tergliserinasi

Kalibrasi cetakan
Bilangan pengganti:
Berat dari zat aktif yang menempati 1 bagian basis
Perhitungan bilangan pengganti:
a. Bobot rata-rata supositoria hanya berisi basis = 1,9922 g
b. Bobot rata-rata supositoria berisi basis + 10% z.a = 2.0545 g
Jumlah z.a dalam supositoria (b) = 0,1 x 2,0545 g
= 0,20545 g
Jumlah basis dalam supo (b) = (2,0545 0,20545) g
= 1,84905 g
Jumlah z.a dalam supo (b) sebanding dengan basis supo (a) =
(1,9922 1,84905) g = 0,14315 g
Jadi 0,14315 g basis setara dengan 0,20545 g z.a atau
1 g z.a setara dengan 0,697 g basis

Perhitungan bobot supositoria z.a dengan


kandungan 25 mg
Bobot rata-rata supositoria hanya berisi basis = 1,9922 g
Bobot zat aktif (z.a) = 0,025 g
0,025 g z.a setara dengan basis = 0,025 x 0,697 g
= 0,017425 g
Basis yang ditambahkan ( 1 supo) = (1,9922 0,017425) g
= 1,974775 g
Bobot 1 supositoria yang sebenarnya = (0,025 + 1,974775) g
= 1,9998 g
Untuk pembuatan 20 supositoria:
Bobot z.a = (0,025 x 20) g = 0,5 g
Bobot basis = (1,9998 x 20) g = 39,9955 g

Contoh pembuatan supositoria dengan cetakan

1
3

2
1 = Bahan dilelehkan dan
dituangkan ke cetakan
2 = Cetakan supositoria
dipisahkan setelah proses
pendinginan
3 = Supositoria dikeluarkan
dari cetakan

2. Metode Kompresi
Pembuatan supositoria dengan pengkompresian
campuran massa basis + z.a ke dalam cetakan
khusus menggunakan mesin pembuat supositoria.
Merupakan proses dingin, digunakan untuk basis
oleum cacao dan PEG.
Cocok untuk zat aktif yang labil terhadap panas
dan zat aktif tidak larut dalam basis.
Kerugian:
Diperlukan mesin khusus pembuat supositoria.

3. Metode Hand Rolling dan Shaping


A historical part of the art of the pharmacist.
Dilakukan dengan menggunakan basis oleum cacao.

Keuntungan:
Tidak membutuhkan peralatan canggih
Tidak memerlukan penghitungan khusus
Tidak menggunakan pemanasan
Kerugian:
Sulit pada proses pembuatannya
Nilai estetika penampilan supositoria yang
diharapkan: kurang

Pengujian supositoria
1. Pengujian jarak lebur (macromelting range test)
Pengukuran waktu yang diperlukan supositoria
untuk meleleh saat dicelupkan dalam penangas
air bersuhu 37oC.
2. Uji penetrasi
Untuk mengontrol kualitas supositoria atau
mengukur stabilitas fisik terhadap waktu.
Supositoria ditempatkan dalam suatu chamber yang dicelupkan
dalam penangas air 37oC. Permukaan atas supositoria
ditempatkan suatu tungkai yang akan menembus supo setelah
supositoria meleleh.

Pada uji penetrasi: dilakukan pengukuran waktu yang


diperlukan oleh tungkai untuk menembus supositoria

3. Uji kekerasan
Metoda untuk mengukur kerapuhan supositoria. Uji
dilakukan dengan menempatkan supositoria pada platform
600 g. Selang interval 1 menit dilakukan penambahan pelat
200 g. Penambahan berat total hingga supositoria retak
menggambarkan kekerasan/kekuatan supositoria.

Alat uji kekerasan


supositoria

4. Uji waktu hancur


Uji ini menentukan waktu supositoria melunak atau hancur
saat ditempatkan dalam medium cair.
Kriteria penerimaan:
Terlarut sempurna.
Komponen supositoria terpisah: lelehan basis lemak
mengapung di permukaan medium, komponen larut medium
dan zat tidak larut yang berada di dasar wadah medium.
Supositoria melunak dan berubah dari bentuk awalnya
tanpa terjadi pemisahan komponen secara sempurna.
Tidak ada residu yang tersisa pada alat perforasi uji,
kalaupun ada berupa massa lunak yang tidak mempunyai
inti padat

Alat uji waktu hancur


supositoria

Masalah khusus dalam formulasi


Air dalam suppositoria
Higroskopisitas
Inkompatibilitas
Viskositas
Kerapuhan

Densitas
Volume kontraksi
Lubrikan
Faktor bilangan pengganti

Anda mungkin juga menyukai