Anda di halaman 1dari 5

NATURAL MEDICINE

1. Tanaman yang berkhasiat


a. Struktur zat aktif tanaman temulawak

Curcuma xanthorrhiza mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti


xanthorrhizol, curcumin, dan senyawa yang mudah menguap atau sering juga
dikenal dengan volatil subtances. Xanthorrhizol merupakan suatu senyawa
seskuiterpenoid golongan bisabolen (bisabolane-type sesquiterpenoid) (Devaraj
et al. 2010). Rhizoma Curcuma xanthorrhiza juga mengandung gula, saponins,
flavonoids, glikosida jantung ( cardiac glycosides), terpenoids, anthraquinones
dan tidak memiliki alkaloids, steroids, tannins, dan phlobatannin.
Xanthorrhizol merupakan senyawa sesquiterpene dengan berat molekul 218.
Rhizoma Curcuma xanthorrhiza disamping kaya akan sesquiterpenes (seperti
xanthorrizol, bisacumol, bisacurol, bisacurone, dan zingiberene) juga
mengandung curcuminoids sebesar 1-2% (Silalahi marina 2017).
b. Khasiat temulawak
Tanaman herbal yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat luas sebagai obat
tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit termasuk penyakit hati
adalah tumbuhan dari golongan curcuma, diantaranya adalah temulawak
(Curcuma xanthorriza roxb) dan kunyit (Curcuma domestica Val.).
temulawak memiliki efek farmakologi melancarkan darah dan vital energi,
emmenagogue, anti inflamasi, mempermudah persalinan, carminative,
antibakteri, kolagogum, adstringent. Kurkumin pada temulawak mempunyai
efek anti peradangan, antioksidan, antibakteri,imunostimulan, kolagogum,
hipolipidemik, hepatoprotektor, dan tonikum. Rimpang temulawak mengandung
senyawa yang berkhasiat obat yaitu kurkuminoid, yang terdiri atas kurkumin,
desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin. Senyawa kurkumin ini yang
diduga mampu melindungi sel-sel hati dari bahan toksik (Hadi, 2000).
c. Sifat fisika kimia
Kurkumin merupakan senyawa flavonoid yang tidak larut dalam air
tetapi larut dalam ethanol, dimethilsulfoxid dan aseton. Curkumin mempunyai
titik didih 183o C dan Rumus molekul C21H20O6, Berat molekul 368, 37
g/mol . Ada 3 jenis kurkumin yaitu kurkumin I (kurkumin), kurkumin II
(Demethoxykurkumin), kurkumin III (bisdemethoxykurkumin) secara
spektrofotometri kurkumin mempunyai absorbansi maximal pada panjang
gelombang 430 nm yang mengikuti hukum Lambert-Beer pada range
konsentrasi 0,5 sampai 5 µg/mL.larutan kurkumin 1% dalam pelarut aceton
pada λ 415-420 nm memberikan absorbansi 1650. (sethi et al, 2009).
2. Mekanisme kerja zat aktif
Hepatotoksisitas yang ditandai dengan kenaikan kadar Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT), kadar bilirubin serum, enzim laktat dehidrogenase, serta perpanjangan
masa protrombin. Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGOT) adalah
enzim yang terdapat di dalam sel hati. Fungsinya adalah mengkonversi
senyawa aspartat dan alfaketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamat, dan
sebaliknya. SGOT disebut juga dengan AST atau aspartate aminotransferase.
Jika sel hati normal, maka SGOT dan SGPT tetap berada di dalam sel. Tidak ada
atau hanya sedikit yang keluar dari sel dan masuk ke pembuluh darah. Lain
halnya jika sel hati rusak dan dindingnya pecah, SGOT dan SGPT akan keluar sel
dan masuk ke aliran darah. Akibatnya, kadar SGOT dan SGPT yang harusnya
tidak ada atau rendah dalam darah, menjadi tinggi. Keadaan-keadaan yang dapat
menyebabkan kerusakan sel hati antara lain penyakit hepatitis virus,
perlemakan hati, keracunan obat, dan lain sebagainya. Keadaan ini, seringkali
menyebabkan kadar SGOT dan SGPT tinggi.
Transaminase adalah sekelompok enzim yang bekerja sebagai biokatalisator
dalam proses pemindahan gugusan amino antara suatu asam alfa amino
dengan asam alfa keto Alanin amino transaminase (ALT) atau Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT) dan Aspartat amino transaminase (AST) atau
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) terdapat dalam jumlah
besar di hepatosit. Serum transaminase adalah indikator yang peka pada
kerusakan sel-sel hati. SGOT atau AST adalah enzim sitosolik, sedangkan
SGPT atau ALT adalah enzim mikrosomal, kenaikan enzim-enzim tersebut
meliputi kerusakan sel-sel hati oleh virus, obatobatan atau toksin yang
menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalan jantung, dan penyakit
hati granulomatus dan yang disebabkan oleh alkohol.(husada. 1996)
curcuma xanthorrhiza mengandung beberapa curcuminoid pigmen yaitu:
curcumin, demetoxicurcumin, dan bisdemetoxicurcumin. Efek protektif
ekstrak Curcuma terhadap cedera hepatotoksisitas parasetamol melalui
berbagai mekanisme. Mekanisme hepatoproteksi melalui ikatan langsung
dengan metabolit toksik parasetamol, menurunkan metabolit parasetamol.
Pemberian jangka panjang ekstrak Curcuma meningkatkan GSH hepatik dan
meningkatkan aktivitas Glutathione STransferase yang meningkatkan ekskresi
metabolit aktif parasetamol. Curcumin mencegah peroksidasi lipid. Pemberian
curcumin pada tikus ditreatmen parasetamol menunjukkan peningkatan level
GSH, dan GSH-Px, aktivitas CAT, dan SOD jaringan renal.( Widagdo Cindy
Tamara. 2016)
3. Patofisiologi penyakit
Asetilasi I NH didapatkan dar i pembentukan acetylisoniazid, yang mana
selanjutnya, dapat dihidrolisis menjadi asetil hidrazin dan kemudian menjadi
nontoxic diacetyl hidrazin oleh NAT2. Jalur alternatif hipotetis lain untuk
sintesis asetil hidrazin adalah hidrolisis INH ke hidrazin beracun yang
mungkin diasetilasi menjadi (mungkin beracun) monoacetyl hidrazin.
Meskipun mekanisme tidak jelas, hidrazin telah terbukti hepatotoksik pada
hewan.
Pada suatu penelitian menunjukkan bahwa oksidasi CYP2E1 dimediasi dari
monoacetyl hidrazin dapat menghasilkan hepatotoksin seperti acetyldiazene,
ion acetylonium, asetil radikal atau ketena. Hepatotoksin ini dapat
didetoksifikasi oleh kehadiran GSTs dalam hati. Secara alternatif, monoacetyl
hidrazin juga selanjutnya dapat di asetilasi oleh NAT2 menjadi (mungkin
tidak beracun) diacetyl hidrazin. INH juga dihidrolisis oleh isoniazid
hidrolase menjadi asam isonikotinat yang dapat dikonjugasi dengan glisin
dan diekskresikan oleh ginjal. RMP adalah inducerkuat dari CYP2E1, sehingga
dapat meningkatkan aktivitas enzim ini dan dapat mengatur produksi agen
hepatotoksik. Hal ini bisa menjadi salah satu mekanisme yang memungkinkan
dimana RMP meningkatkan toksisitas INH. Dikatakan bahwa INH diubah
menjadi diacetyl hidrazin secara cepat dalam asetilator cepat dan diekskresikan
dari tubuh, sehingga asetilator cepat kurang rentan untuk hepatitis imbas OAT.
Namun, karena lambatnya proses asetilasi, sebagian kecil monoacetyl hidrazin
diubah menjadi diacetyl hidrazindi asetilator lambat dan sebagian besar
monoacetyl hidrazindioksidasi menjadi produk beracun oleh CYP2E1.
Karenanya asetilator lambat menjadi rentan terhadap hepatitis imbas OAT
apabila produk beracun tidak dihilangkan dari hati. Pada NAT2 asetilator lambat,
karena hidrolisis, sebagian INH mungkin juga dikonversi ke hidrazin beracun,
yang dapat meningkatkan hepatotoksisitas OAT.

DAFTAR PUSTAKA
Devaraj, S., Esfahani, A.S., Ismail, S., Ramanathan, S., & Yam, M.F. (2010).
Evaluation of the antinociceptive activity and acute oral toxicity of
standardized ethanolic extract of the rhizome of Curcuma
xanthorrhiza Roxb. Molecules 15: 2925-2934
Hadi, S., 2000, Hepatologi, Mandar Maju, Bandung.
Mutiah roihatul .2015. EVIDENCE BASED KURKUMIN DARI TANAMAN
KUNYIT (Curcuma longa) SEBAGAI TERAPI KANKER PADA
PENGOBATAN MODERN. Jurnal Farma Sains Vol.1

Andri Dwi Wahyudi, Soedarsono 2015. Farmakogenomik Hepatotoksisitas Obat


Anti Tuberkulosis. JURNAL RESPIRASI Vol. 1 No. 3
Agung Adi Candra.2013. Hepatoprotector Activity of Curcuma in Chickens was
Induced By Paracetamol. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13
(2): 137-143ISSN 1410-5020
Silalahi marina. 2017. CURCUMA XANTHORRHIZA ROXB.
(PEMANFAATAN DAN BIOAKTIVITASNYA). JDP Volume 10,
Nomor 3, November 2017: 248-260
Cindy Tamara Widagdo. 2016. THE EFFECT OF CURCUMA LONGA
EXTRACT PRETREATMENT WITH TOXIC DOSE OF
PARACETAMOL IN GASTER, HEPAR AND RENAL OF MALE
MICE STRAIN SWISS. VOLUME : 01 – NOMOR 02 ISSN : 2460 –
9684.
Husadha Y. Fisiologi dan pemeriksaaan biokimia hati.In: Noer S, Waspadji S,
Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk (editor).
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 3 volume 1. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 1996: 224-32.

Anda mungkin juga menyukai