Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

FARMAKOLOGI 1

CASE STUDY

Oleh :

ALQO RISAL PRATAMA


NIM : 1704049

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2022
1. PERTEMUAN 9 SISTEM SARAF SIMPATIS DAN PARASIMPATIS

KASUS
TN. AR (56 tahun) datang ke poli endokrin dengan keluhan mudah lelah seperti tidak
bertenaga, sering mengantuk, malas melakukan aktivitas, sering BAK malam hari, mudah
lapar dan haus yang terjadi kurang lebih selama 3 bulan belakangan. Diketahui 1 tahun yang
lalu pasien didiagnosis atrial fibrillation dan mendapatkan terapi amiodaron 200 mg
sehari sekali dan bisoprolol 2,5 mg sehari sekali.

PENYELESAIAN
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, didapatkan data:
•Nadi 90x/menit
•Terdapat sedikit pembesaran tiroid dan exophthalmos
•HbA1c 8.0%
•TSH 0.01 mIU/L (0.35-4.5 mIU/mL)
•Free T4 2.7 ng/mL (0.6-1.2 ng/mL)
•Free T3 2.2 pg/mL (2.1-4.1 pg/mL
Hentikan penggunaan amiodarone
Penghentian : amiodarone selama 3-5 bulan dapat mengembalikan pada kondisi euthyroid
The best treatment options AIT2 → oral glucocorticoid →mengurangi inflamasi pada thyroid
gland (yg merupakan mekanisme utama dari AIT2) → Prednison dosis 40-60 mg/hari,
tappering dose ketika free T4 normal

Penatalaksanaan
Pemberian thionamides → block sintesis hormon tiroid →Dosis tinggi methimazole 40-60
mg/hari atau propylthiouracil 100-150 mg qds →Dosisnya diturunkan setelah 6-12 minggu
tergantung pada kadar free T4

•Penggunaan thionamides jangka panjang direkomendasikan jika penggunaan amiodarone


dilanjutkan → umumnya digunakan selama 3-6 bulan

2. PERTEMUAN 10 OBAT EPILEPSI

KASUS
An. Manis berusia 8 tahun, berat badan 40 kg, tiba-tiba terjatuh, kehilangan kesadaran dan
mengalami kejang disekolahnya. Kejang terjadi kurang lebih 5 menit setelah An.
Manisbermain kejar-kejaran denga teman sekelasnya. Ibu guru langsung membawa An.
Manis ke Ruang Kesehatan. 15 menit kemudian An. Manis kembali kejang dan segera An.
Manis dilarikan ke RS. Berdasarkan informasi dari orang tua An. Manis, kejang yang
dialamai An. Manis sudah terjadi sejak 2 tahun yang lalu akibat demam tinggi. Tetapi kejang
terjadi hanya beberapa detik saja.hampir 3 bulan terakhir kejang sudah tidak lagi terjadi
sehingga ornag tua An. Manis tidak memerikan obat yang biasa diminumnya (DilantinTM 300
mg/hari) untuk mengontrol kejangnya.

PENYELESAIAN
SUBJEKTIF
Nama Pasien : An. Manis
Umur : 8 tahun
Berat Badan : 40 kg
Keluhan : Tiba-tiba terjatuh, hilang kesadaran, dan mengalami kejang
disekolahnya kurang lebih 5 menit. dan kejang kembali setelah 15 menit.
Riwayat penyakit: 2 tahun yang lalu sudah mengalami kejang akibat demam tinggi
selama beberapa detik saja.
Riwayat pengobatan: DilantinTM 300 mg/hari

ASSESMENT

Berdasarkan keluhan pasien, diduga pasien bernama An. Manismenderita status


epileptikus. Hal ini dapat dilihat dari keadaan An. manis yang tiba-tiba terjatuh lalu
kehilangan kesadaran dan mengalami kejang lebih kurang 5 menit, dimana 15 menit
kemudian An. Manis kembali mengalami kejang. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pasien
terkena bangkitan status epileptikus, karena adanya dua rangkaian kejang tanpa adanya
pemulihan kesadaran diantara kejang, dan kesadarannya belum pulih setelah 5 menit.

Status epileptikus yang dialami An. Manis dapat disebabkan oleh faktor pencetus yang
diduga disebabkan oleh pengobatan yang tiba-tiba dihentikan 3 bulan terakhir dan kejang
akibat demam tinggi. Hal ini dapat menimbulkan bangkitan epilepsi yang lama bahkan bisa
menjadi buruk.

Terapi non-farmakologi

 Pembedahan
 Diet ketogenik

Terapi farmakologi

 Prehospital :
Pada kasus diatas, dapat diberikan diazepam rectal 10 mg yang merupakan terapi
utama dan pertahankan patensi jalan napas, berikan oksigen, periksa fungsi
kardiorespirasi.
 In hospital :
Lorazepam 0,1 mg/kg intravena diberikan 4 mg bolus, diulang satu kali setelah
10-20 menit jika tidak ada dapat diberikan diazepam intravena 0,5 mg/kg. Berikan
obat antiepilepsi yang biasa digunakan bila pasien sudah pernah mendapat terapi obat
antiepilepsi.Terapi obat darurat tambahan mungkin tidak diperlukan jika kejang
berhenti dan penyebab status epileptikus cepat diperbaiki.
PEMILIHAN OBAT RASIONAL

NAMA INDIKASI MEKANISME KETERANGAN


OBAT AKSI

DIAZEPAM Status meningkatkan Tepat Indikasi


FENITOIN epileptikus hambatan dari
Epilepsi GABA oleh
semua jenis ikatan pada
kecuali petit benzodiazepine
mal dan status – GABA dan
epileptikus kompleks
reseptor
barbiturate.
Sehingga
kejang
berhenti.
Inaktivasi kanal
Na sehingga
menurunkan
kemampuan
syaraf untuk
menghantarkan
muatan listrik

TEPAT OBAT

Nama obat Alasan sebagai Drug of choice Keterangan

Diazepam Dapat mengobati serangan status Tepat Obat


Fenitoin epileptikus dan banyak digunakan
dalam pengobatan
Merupakan OAE yang pernah
digunakan oleh pasien dan digunakan
untuk terapi pemeliharaan dan
pengontrolan
TEPAT PASIEN

Nama obat kontraindikasi keterangan

Diazepam Hipersensitif dengan Tepat pasien tidak ada


diazepam dan fenitoin riwayat alergi
Fenitoin

nama obat Dosis yang diberikan Dosis standart

Diazepam 0,5 mg/kg i.v 0,3-0,5 mg/kg i.v


Fenitoin 300 mg/hari 200-300 mg/hari

WASPADA EFEK SAMPING OBAT

Nama obat Efek samping obat Saran

Diazepam Menimbulkan rasa kantuk, Beristirahat yang cukup dan


fenitoin konsentrasi berkurang, mual, jangan melakukan aktivitas
edema. diluar rumah. Untuk
Nyeri kepala, insomnia, mengatasi demam yang bila
ruam, akne demam efek timbul dapat diberikan
hematologic ibuprofen syrup. Dan
berikan vit B complex jika
efek samping fenitoin
anemia terjadi.

3. PERTEMUAN 11 OBAT PARKINSON

KASUS
Seorang perempuan berusia 53 tahun yang berprofesi sebagai guru datang dengan
keluhan utama berupa kesulitan berjalan. Pasien mengeluhkan kesulitan melangkah dan
berjalan, langkah kaki pelan-pelan, sering terjatuh, kesulitan saat akan berputar, serta tubuh
terasa kaku terutama sisi kanan. Keluhan dirasakan sejak 4 bulan terakhir muncul mendadak,
di mana ini merupakan keluhan pertamanya. Keluhan neurologis lainnya berupa adanya
wajah tanpa ekspresi, tidak didapatkan gejala tremor, gangguan visual, menelan, bicara pelo,
wajah perot, gangguan sensoris, ataupun gangguan kognitif. Pada riwayat penyakit dahulu
didapatkan pasien diketahui memiliki penyakit hipertensi dan diabetes nellitus sejak 3 tahun
terakhir. Pasien terdiagnosis menderita stroke pada November 2019, sejak 5 bulan yang lalu.
Dari riwayat keluarga pasien tidak ditemukan anggota keluarga yang memiliki keluhan yang
sama. Pasien juga bukan seorang perokok atau pengonsumsi obat-obatan tertentu

PENYELESAIAN :
Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan GCS E4-V5-M6. Pupil bulat isokor 3 mm/3
mm, reflek cahaya +/+, Gerak bola mata bisa segala arah, tidak didapatkan fasial dan lingual
palsi. Pemeriksaan motorik didapatkan adanya hemiparese pada sisi kanan dengan kekuatan
motorik 4. Tonus otot didapatkan hasil berupa hipertonia ekstremitas kanan dengan kesan
lead pipe. Untuk pemeriksaan sensoris dalam batas normal.
Refleks patologis yaitu Hoffman Tromner ditemukan positif pada sisi kanan. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil sebagai berikut: Hemoglobin=14,1 g/dL,
Hematocrit= 43,6%, WBC= 7.180/uL, RBC+= 5.210.000/uL, Platelet= 380.000, Basophil=
0.3, Eosinophil= 1,1, Neutrophil= 66.1, Lymphocyte= 25,4, Monocyte= 7,1.
Pemeriksaan imunologi juga dilakukan pada pasien ini. Pemeriksaan HbsAg: non
reaktif, HIV rapid test: non reaktif. Untuk pemeriksaan kimia darah didapatkan hasil berupa;
Na/K/Cl: 134/4,1/105, SGOT/SGPT: 16/17, BUN: 9 mg/dL, Creatinine: 0.68 mg/dL,
Albumin: 3,8 g/dL, GDP: 271, GD2JPP: 294, HbA1C: 8,1, Kol. Total: 177, TG: 141, LDL:
124, HDL: 54.
Hasil pencitraan menunjukkan foto x-ray dada didapatkan gambaran cor dan pulmo
dalam batas normal. Untuk pemeriksaan MRI kepala didapatkan hasil berupa tampak
multiple small vessel ischemic dengan lesi kecil-kecil batas tegas yang hiperintens pada
FLAIR di sentrum semiovale, korona radiata kanan kiri hingga kortikal subkortikal lobus
occipital kanan kiri serta pada periventrikel lateralis kanan kiri, sulci dan gyri di luar lesi
tampak normal, serta sistem ventrikel dan sisterna tampak baik.
Berdasarkan sistem skoring yang dikembangkan oleh Winikates dan Jankovic kami
dapatkan pasien memiliki jumlah skor 3 yang terdiri dari timbulnya parkinsonisme dalam 1
bulan setelah klinis suatu stroke (1 poin), riwayat terjadinya satu serangan stroke (1 poin),
dan riwayat dua atau lebih faktor risiko stroke yaitu hipertensi dan diabetes mellitus (1 poin)
yang makin mengarahkan diagnosis suatu VaP pada pasien. Pasien kemudian diberikan
terapi berupa Pramipexole ER 0,375 mg/24 jam, Asam Asetil Salisilat 100 mg/24 jam,
Lisinopril 10 mg/24 jam, Glikuidon 30 mg/24 jam, Metformin 500 mg/8 jam, dan Konsul TS
Rehabilitasi Medik. Dari terapi yang diberikan, didapatkan perbaikan kondisi pada pasien
yang cukup baik.

4. PERTEMUAN 12 ANALGETIK, ANTIPIRETIK, ANTIINFLAMASI

KASUS
Seorang wanita usia 34 tahun, datang ke Unit Gawat Drurat (UGD) Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Hi. Abdul Moeloek (RSUDAM) pada tanggal 12 Januari 2015 dengan keluhan
nyeri perut menjalar ke pinggang sejak 18 jam yang lalu. Keluhan perut mules dirasakan
hilang timbul, makin lama makin sering. Pasien juga mengeluh keluar air-air dari
kemaluannya sejak ±18 jam, warnanya keruh, tidak berbau, sebanyak 3 kali ganti pembalut.
Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat trauma (+), riwayat bersenggama sebelumnya (-),
riwayat keputihan (+), riwayat minum jamu atau obatobatan (-). Pasien mengatakan hamil
cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan. Riwayat haid didapatkan menarche pada
usia 14 tahun, siklus 28 hari, lama haid 5 hari, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut, hari
pertama haid terakhir (HPHT) 22 April 2014 dan taksiran persalinan 29 Januari 2015.
Riwayat perkawinan sebanyak 1 kali, selama 8 tahun. Riwayat obstetri pada tahun 2008
pasien melahirkan anak pertama secara pervaginam, jenis kelamin perempuan dengan berat
lahir 2800 gram. Pasien mendapat suntikan imunisasi selama kehamilan sebanyak 1 kali.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien komposmentis, tekanan darah 130/80 mmHg,
nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36 0 C. Pemeriksaan status generalis dalam
batas normal. Pemeriksaan status obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 4 jari bawah
processus xyphoideus (29 cm), letak memanjang punggung kiri, presentasi bokong,
penurunan 4/5, His (+), denyut jantung janin (DJJ) 126 x/menit, taksiran berat janin (TBJ)
2635 gram.
Pemeriksaan inspekulo didapatkan portio livide, ostium uteri terbuka, flour (-), fluksus
(+), laserasi (-), polip (-), tes lakmus (+). Pada pemeriksaan dalam di dapatkan, portio lunak,
medial, effissment 30 %, pembukaan 2 cm, ketuban (-), terbawah bokong, penunjuk sakrum
kiri, Hodge II. Penilaian ZA Score = 5. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10,7 gr
%, leukosit 16.200/ul dan LED 39 mm/jam. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang
telah dilakukan, diagnosa yang didapat pada pasien adalah G2P1A0 hamil 33 minggu inpartu
kala I fase laten janin tunggal hidup (JTH) presentasi bokong dengan ketuban pecah dini
(KPD). Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu secara ekspektatif dengan observasi DJJ, tanda
vital ibu (TVI), His, USG, IVFD RL gtt XX/m, injeksi nifedipin 10 mg/6 jam, injeksi
deksametason 1x12 mg (2 hari), injeksi sefotaksim 2x1 gr (IV), cek laboratorium (darah
rutin, urin rutin), evaluasi dengan partograf WHO modifikasi.

PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosa sebagai G2P1A0 hamil 33 minggu inpartu kala I fase
laten janin tunggal hidup (JTH) presentasi bokong dengan ketuban pecah dini (KPD). Dasar
diagnosis pasien ini adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis, pasien
mengatakan tanggal HPHT yaitu 22 April 2014. Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua
bagi pasien. Pasien tidak memiliki riwayat abortus. Pasien datang ke RSUDAM dengan
keluhan nyeri perut menjalar kepinggang makin lama makin sering disertai dengan keluarnya
air-air.
Dari pemeriksaan fisik obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 4 jari bawah processus
xyphoideus (29 cm), letak memanjang punggung kiri, presentasi bokong, penurunan 4/5, His
(+). Pada pemeriksaan dalam didapatkan portio lunak, medial, effisment 30%, pembukaan 2
cm, ketuban (-), bagian terbawah bokong. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat.
Pasien ini ditatalaksana secara ekspektatif dengan rencana persalinan pervaginam jika sudah
cukup bulan. Hal tersebut dilakukan karena pasien dengan hamil 33 minggu, ≤37 minggu
dan riwayat KPD lebih dari 10 jam yaitu dalam kasus ini 18 jam.
Pemilihan persalinan pervaginam pada pasien ini dengan kehamilan presentasi bokong
yaitu dengan menggunakan indeks Zatuchni Andros dimana hasil yang didapat 5 sehingga
dilakukan rencana persalinan secara pervaginam. Pemberian antibiotik diberikan untuk
mencegah infeksi intrauterin akibat terhubungnya cavum intrauterine dengan dunia luar
akibat pecahnya selaput ketuban. Pada pasien ini dilakukan observasi terhadap DJJ dan tanda
vital ibu. Hal ini dilakukan guna untuk mengetahui keadaan janin dan juga keadaan ibu. DJJ
di pantau untuk mengetahui jika ditemukan adanya gawat janin yang dapat mengancam
janin. Morbiditas dan mortilitas pada KPD mencakup gawat janin yang dapat terjadi karena
adanya penekanan pada plasenta dikarenakan oligohidramnion, intra uterin fetal death (1-2
% kasus). Pemantauan tanda vital ibu untuk mengetahui kondisi ibu atau keadaan yang dapat
mengancam nyawa ibu seperti terjadinya infeksi. Infeksi ibu yang ditandai dengan
temperatur >38 o C, 2 atau lebih dari tandatanda nyeri uterus, kontraksi, ketuban bau,
leukosit meningkat dan kultur menunjukkan nilai positif.
Pada pasien ini dilakukan injeksi deksametason 1x12 mg selama 2 hari. Pemberian ini
bertujuan untuk membantu pamtangan paru janin. Janin dengan usia 33 minggu tidak dapat
memproduksi surfaktan seperti bayi aterm. Surfaktan berfungsi dalam proses pernapasan
bayi saat lahir. Defisiensi surfaktan akan mengakibatkan terjadinya kegagalan
pengembangan paru berupa hialin membran disease pada bayi-bayi prematur. Pada pasien ini
diberikan tablet nifedipin 10mg/6 jam. Penggunaan nifedipin pada pasien ini ditujukan untuk
mengurangi intensitas kontraksi yang terjadi. Berdasarkan prevalensinya, terjadinya KPD
sebagian besar ditemukan pada wanita berumur diatas 35 tahun, dimana pada pasien ini
usianya mendekati 35 tahun, yakni 34 tahun. Selain itu, terdapat beberapa etiologi yang
dapat mencetuskan terjadinya KPD, seperti berkurangnya kekuatan membran ketuban akibat
infeksi, terutama infeksi ascenden dari vagina atau serviks; adanya peningkatan tekanan intra
uterine pada OUI seperti serviks inkompeten, kehamilan kembar, hidramnion, kontraksi
myometrium meningkat, DKP, HAP, malposisi, dan lain-lain meliputi: sosial ekonomi
rendah, defisiensi gizi dan vitamin C, merokok, keturunan, dan antagonis golongan darah
ABO.
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, pasien mengatakan adanya riwayat trauma yaitu
terpleset saat akan berangkat ke RS, pasien mengaku adanya keluar air-air sewaktu turun dari
motor, adanya kemungkinan ketuban pecah akibat adanya trauma yang mengakibatkan
berkurangnya kekuatan membran ketuban. Pada janin usia 33 minggu bentuk janin ovoid
berusaha menyesuaikan diri dengan bentuk kavum uteri menjadi letak memanjang dan titik
berat janin berada di dekat kepala sehingga kepala mengarah kebawah dan terjadilah
presentasi kepala. Presentasi bokong akan terjadi bila terdapat faktor-faktor yang
mengganggu penyesuaian diri tersebut dan perubahan titik berat janin. 6,7,8
Faktor-faktor tersebut antara lain faktor ibu seperti panggul sempit, tumor jalan lahir,
uterus yang lembek (grande multipara), kelainan uterus (uterus arkuatus/bikornus), letak
plasenta di atas atau di bawah (plasenta previa); faktor janin seperti janin kecil/prematur,
janin besar, hamil ganda, cacat bawaan (hidrosefalus/anensefalus), hidramnion,
oligohidramnion, dan kaki menjungkit. Pada kasus ini presentasi bokong disebabkan oleh
faktor janin yang berupa janin kecil pada TBJ.

5. PERTEMUAN 13 OBAT GANGGUAN SALURAN CERNA RGE

KASUS
Ny. A , 30 tahun datang ke KDK FKUI kiara pada tanggal 11 juni 2013 dengan keluhan
sesak nafas disertai nyeri dada, perut perih, batuk, tenggorokan terasa asam dan pahit. Hal ini
dirasakan setiap saat sejak 2 minggu yang lalu. Pada tanggal 14 juni 2013 pada saat
kunjungan, pasien dalam keadaan dapat berjalan aktif, duduk aktif, tampak pucat. Keluhan
yang masih dirasakan adalah badan masih terasa lemas. Aspek personal dari pasien berupa
keluhan sesak nafas sejak ± 2 minggu. Harapan pasien keluhan sesak dapat sembuh. Pasien
khawatir sesak dapat berakibat lebih buruk. Persepsi tentang sesak berasal dari nyeri perut.
Faktor internal yaitu wanita, dewasa muda (30 th), kebiasaan pola makan yang tidak teratur,
kebiasaan terlalu memikirkan masalah sampai stress.
Pada pemeriksaan fisik tampak sakit ringan, tekanan darah : 110/70 mmHg, Nadi : 80
x/menit, Frekuensi napas 16 x/menit, suhu 36,6oC. Berat badan 73 kg, tinggi badan 157 cm,
IMT 29,6. Konjungtiva sedikit anemis. Telinga, hidung, tenggorok, paru, dan jantung dalam
batas normal. Abdomen cembung simetris, nyeri tekan sekitar ulu hati, perkusi timpani dan
auskultasi bising usus normal.
Riwayat pengobatan : salbutamol, teofilin, dan antasida doen.
Tetapi gejala sesak nafas juga belum membaik.
Diagnosa dokter pasien menderita GERD.

PENYELESAIAN
ANALISIS KASUS
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,Assement,
dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
SUBYEKTIF
Nama : Ny. A
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat :-
Keluhan Utama : Sesak nafas disertai nyeri dada perut perih, batuk, tenggorokan terasa
asam dan pahit, dan keluhan sesak nafas sejak ± 2 minggu. Badan masih
terasa lemas.
OBYEKTIF
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 73 kg
Tekanan darah : 110/70 mmHg,
Nadi : 80 x/menit
Respiration rate : 16x/ menit
Suhu : 36,60C
IMT : 29,6

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 30 thn
Jenis kelamin : Wanita
Alamat :-
Riwayat Penyakit Terdahulu : -
Riwayat Sosial

Kegiatan
Pola makan/diet Tidak teratur
Merokok Ya / tidak..................batang/hari
Meminum Alkohol Ya / tidak
Meminum Kopi Ya / tidak
Meminum Obat herbal Ya/ tidak

Riwayat Alergi : -

Riwayat Penyakit Dan Pengobatan

Riwayat obat
Nama penyakit Tanggal/tahun
sebelumnya
Salbutamol, Teofilin,
- -
dan Antasida Doen

Keluhan / Tanda Umum


TGL Subyektif Obyektif Normal Ket.
- sesak nafas disertai nyeri Tekanan darah 120/80 Normal
dada perut perih, batuk, 110/70 mmHg mmHg
tenggorokan terasa asam
Nadi 80 x/menit 60-100 Normal
dan pahit, dan keluhan
x/menit
sesak nafas sejak ± 2
Respiration rate 16-20x/ Normal
minggu. Badan masih
16x/ menit menit
terasa lemas
Suhu 36,60C 36,5 0C - Normal
37,50C
IMT 29,6 22,7 Pra obesitas
B. Obat yang digunakan saat ini
Rute
No. Nama Indikasi Dosis Interaksi ESO Outcome
Obat Pemberian
1. Salbutamol Meredakan Tidak dijelaskan Tidak dijelaskan - Tremor, ketegangan, sakit Meringankan/
bronkospas dikasus tetapi dosis di kasus, tetapi kepala, kram otot, palpitasi, meng hilangkan
me pada sediaan salbutamol rute yang dapat takikardi, aritmia, urtikaria sesak nafas
asma dan antara lain tablet 2 mg diberikan secara
obstruksi dan 4 mg PO
saluran
nafas
reversibel
lainnya
2. Teofilin Obstruksi Tidak dijelaskan PO - Reflux aggravation, Meringankan/
saluran nafas dikasus tetapi dosis takikardi, palpitasi, mual, meng hilangkan
reversible, sediaan teofilin antara sakit kepala, insomia, sesak nafas
asma akut dan lain kapsul 130 mg dan aritmia dam konvulsi
berat tablet 150 mg
3. Antasida Meringankan Tidak dijelaskan Tidak dijelaskan - Gangguan saluran cerna, Mengurangi atau
doen gejala kelebihan dikasus tetapi dosis di kasus, tetapi gangguan absorpsi fosfat meringankan sakit
asam lambung, sediaan antasid yaitu rute yang dapat GERD
GERD tablet 200 mg dan diberikan
suspensi 200 mg/5 ml secara PO
C. Assasment

Problem
medic Subyektif Objektif Terapi DRP Analisis

GERD Nyeri dada, perut perih, - Antasida Terapi kurang Terapi kurang tepat, dimaksudkan bahwa
tenggorokan terasa asam tepat penggunaan obat sebenarnya sudah sesuai
doen
dan pahit dengan guideline (Dipiro ed. 9) tetapi pada
saat kunjungan 3 hari setelah diperiksa
kondisi pasien belum ada perubahan,
sehingga perlu diberikan terapi acid
suppression yang lebih kuat.
Terapi acid suppression yang tepat pada
pasien GERD yaitu golongan Proton
Pump Inhibitor (PPI) dimana PPI lebih
cepat dalam menurunkan gejala GERD
dan lebih efektif menyembuhkan mukosa
esofageal dibandingkan H2-receptor
antagonis pada pasien GERD (Level
Evidence I) (Dipiro ed. 8).

Asma Sesak nafas sejak ± 2 minggu RR: 16 x/menit Salbutamol Terapi tidak Pemberian teofilin pada pasien ini
dan batuk dan tepat menyebabkan penurunan tekanan LES
Teofilin (Lower Esophageal Spincter) sehingga
pasien mengalami GERD.

Anemia Konjungtiva sedikit - Belum Indikasi tanpa Karena konjungtiva pasien sedikit
anemis, pucat, dan obat anemis, pucat dan lemas (merupakan
diterapi
tampak lemas gejala dari anemia) sehingga perlu
diberikan supplemen penambah darah.
D. Care Plan
1. Untuk mengatasi GERD dapat diberikan terapi dengan perubahan gaya hidup +
antasida dan atau H2RA/PPI (Dipiro ed. 9). Namun, pada kasus pasien saat kunjungan
3 hari setelah periksa, kondisi pasien belum ada perubahan, sehingga perlu diberikan
terapi acid suppression yang lebih kuat. Terapi acid suppression yang tepat pada
pasien GERD yaitu golongan Proton Pump Inhibitor (PPI) dimana PPI lebih cepat
dalam menurunkan gejala GERD dan lebih efektif menyembuhkan mukosa esofageal
dibandingkan H2-receptor antagonis pada pasien GERD (Level Evidence I) (Dipiro
ed. 8). Golongan PPI yang direkomendasikan yaitu omeprazole 20 mg sehari sekali
sebelum makan (Dipiro ed. 9) (Diagnosis dan Tatalaksana GERD, 2017).
2. Untuk mencegah adanya kerusakan pada esofagus akibat paparan asam lambung,
maka direkomendasikan untuk pemberian sukralfat 1 g 2 kali sehari untuk melindungi
mukosa esofagus.
3. Salah satu faktor yang menyebabkan pasien mengalami GERD yaitu penggunaan
teofilin. Adanya teofilin memicu penurunan tekanan LES, sehingga spincter tidak
dapat tertutup dengan baik dan akhirnya dapat terbuka sehingga asam lambung dapat
keluar melalui esofagus dan mencapai tenggorokan, dimana hal ini menyebabkan
timbulnya heartburn. Sehingga, penggunaan teofilin disarankan untuk dihentikan pada
kasus ini.
4. Untuk terapi asma pada pasien,dapat diberikan salbutamol saja dengan dosis 2 mg 3
kali sehari 1 tablet.
5. Karena pasien mengalami tanda-tanda anemia seperti pucat, lemas, dan konjungtiva
sedikit anemis, maka dapat diberikan sangobion dengan dosis 1 kali sehari satu tablet.
E. Monitoring
1. Monitoring tanda vital pasien (RR, Tekanan Darah, Heart rate, dan suhu badan)
2. Monitoring frekuensi dan keparahan gejala – gejala yang non spesifik seperti batuk,
non alergi asma atau sakit pada dada dan juga gejala spesifik seperti Heartburn.
3. Monitoring apakah kondisi pasien masih lemas atau tidak.
4. Monitoring apakah konjungtiva masih anemis atau tidak.
5. Monitoring jika terjadi alarm symptoms seperti disphagia (gangguan pada esophagus
sehingga kesulitan dalam menelan) dan odinophagia (nyeri saat menelan).
6. Dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk melihat apakah terjadi erosi pada mukosa
esogafus atau tidak.
7. Monitoring kepatuhan pasien dalam penggunaan setiap obat.

F. Terapi Non-Farmakologi
1. Sarankan kepada pasien untuk menurunkan berat badan untuk agar mengurangi gejala
GERD.
2. Menjelaskan kepada pasien untuk mengurangi stress dan mengatur pola makan yang
teratur karena stress dan pola makan yang tidak teratur dapat meningkatkan produksi
asam lambung sehingga dapat memperparah kondisi GERD pada pasien.
3. Menjelaskan kepada pasien untuk mengurangi makan makanan yang mengandung
lemak, coklat, peppermint dan spearmintkarena dapat menyebabkan penurunan tekanan
LES.
4. Hindari makan-makanan tinggi protein seperti telur, daging sapi, dada ayam, susu dan
keju karena dapat memperbesar penurunan tekanan LES.
5. Hindari makan-makanan pedas dan minum jus jeruk, jus tomat dan kopi karena dapat
mengiritasi mukosa esofagus.
6. Menjelaskan kepada pasien bahwa makan tidak boleh terlalu kenyang dan makan
malam paling lambat 3 jam sebelum tidur.
7. Pasien disarankan untuk tidak terlalu stress dengan melakukan kegiatan positif yang
disukai pasien serta hindari tidur setelah makan.
8. Meninggikan kepala ketika tidur untuk meningkatkan klirens esofagus.
9. Sarankan pasien agar tidak memakai pakaian yang ketat.
10. Sesuai dengan guideline pasien diharapkan melakukan modifikasi pola hidup/merubah
gaya hidup dan ditambah dengan terapi-terapi obat diatas supaya terapi dapat maksimal
6. PERTEMUAN 14 OBAT GANGGUAN SARAN CERNA ULKUS PEPTIK

Identitas penderita

Nama :IWS
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Keladian, Rendang, Karangasem
Pendidikan : Tamat SD
Tanggal MRS : 4 Mei 2015

Anamnesis
Keluhan Utama

Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh keluarga ke UGD Puskesmas Rendang. Pasien mengeluh sakit
perut sejak kemarin. Nyeri dirasakan di seluruh perut namun paling berat di ulu hati.
Nyeri dirasakan menusuk-nusuk dan berlangsung terus menerus serta memberat bila
pasien makan. Hal ini menyebabkan nafsu makan pasien menurun drastis dan membuat
pasien takut untuk makan. Minum air tidak memperberat rasa nyeri.
Pasien juga mengeluh mual dan muntah yang muncul setelah nyeri timbul. Rasa mual
semakin memberat bilamana pasien makan dan umumnya disertai muntah. Muntahan
berisi makanan yang dimakan sebelumnya dan air tanpa warna kehitaman. Riwayat BAB
hitam disangkal oleh penderita.
Riwayat Pengobatan
Keluarga pasien belum pernah mencari pengobatan atau berusaha mengobati penyakit
pasien saat ini. Namun pasien sering minum obat-obatan penghilang rasa sakit untuk
penyakit rematiknya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering menderita nyeri perut sebelumnya terutama bila telat makan. Nyeri perut
umumnya tidak berlangsung lama dan akan hilang beberapa saat setelah pasien makan.
Pasien juga memiliki riwayat penyakit rematik pada lutut yang sering kumat.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada riwayat nyeri perut atau tumor abdomen pada keluarga pasien.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai petani. Pasien sering telat
makan dan jarang sarapan pagi sebelum bekerja. Pasien umumnya makan jam 11.00 dan
18.00 atau 19.00 sore harinya. Makanan yang dimakan umumnya berbumbu pedas karena
pasien sendiri gemar makan pedas.
Pemeriksaan fisik

Status Present

Keadaan umum : Kesan lemah

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 110 kali/ menit, reguler, isi cukup

SAO2 : 98%

Respirasi rate : 28 kali/ menit, reguler

Tempt axilla : 36,5 C

Skala Nyeri :6

Status Generalis

Mata : konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , reflek pupil +/+ isokor
THT :Telinga : sekret -/-
Hidung : sekret -/-, napas cuping hidung (-), cyanosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-)
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Paru-paru
Inspeksi : simetris, gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : bronchovesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Aksila : pembesaran kelenjar (-)
Abdomen : Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Palpasi : hepar-lien tidak teraba, nyeri tekan (+) epigastrik dan hipokonriak
kiri
Perkusi : timpani
Kulit : turgor normal

Ekstremitas : akral hangat (+), cyanosis (-), edema (-), CRT < 2 detik

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (4 Mei 2015)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

WBC 14,2 K/uL 4,5-10,0

RBC 4,96 M/uL 3,0-5,3

HGB 13,8 g/dL 9,5-15,0

HCT 43,6 % 29,0-43,0

MCV 87,9 fL 70,0-110

MCH 27,8 pg 24-38

MCHC 31,7 g/dL 32-36

RDW 11,8% 0,0-0,6

PLT 355 K/uL 200-600

MPV 6,97 fL 0-100

Diagnosis klinis
 Observasi abdominal pain e.c suspect Ulkus Peptikum dd/ Gastritis Akut
 Low Intake

Penatalaksanaan
 IVFD D5% 16 tetes/menit makro
 Injeksi Ranitidin IM per 8 jam
 Omeprazole 2 x 20 mg  Habis
 Antasida syrup 3 x 2 cth
 Domperidon 3 x 1 tab

Prognosis : Dubius ad Bonam


7. PERTEMUAN 15 OBAT GANGGUAN SALURAN CERNA IBD

KASUS
Tn. S laki-laki berusia 55 tahun datang mengeluhkan buang air besar cair sejak kurang
lebih 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan terdapat peningkatan frekuensi BAB > 5
kali sehari dengan volume sedikit. Pasien mengeluhkan terkadang BAB terlihat kemerahan
dan berlendir. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun, penurunan berat badan,
lemas dan nyeri pada seluruh lapang perut. pasien memiliki riwayat dispepsia dan memiliki
kebiasaan merokok. Pada pemeriksaan fisik pasien keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis dengan GCS E4M6V5. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan
Tekanan darah 110/70, nadi 72x/menit (teratur, isi dan tegangan cukup), frekuensi pernafasan
24x/menit, suhu 36,8o C. Pada pemeriksaan mata konjungtiva terlihat anemis pada kedua
mata, dan sklera tidak ikterik pada kedua mata. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi
didapatkan abdomen yang datar dan simetris, pada auskultasi didapatkan bising usus (+)
normal 3- 5x/ menit, pada perkusi didapatkan timpani pada seluruh lapang abdomen, dan
pada palpasi didapatkan nyeri tekan diseluruh lapang perut, dan teraba massa di perut kiri
atas. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien berupa pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan serologi/imunologi antibodi HIV SD, feses lengkap, kolonoskopi, dan biopsi.

PEMBAHASAN
 Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit 7.800/uL, eritrosit 3,27 juta/uL,
hemoglobin 6,7 g/dL, Hematokrit 22,4%, MCV 68,5 fL, MCH 20,5 pg, MCHC 29,9
g/dL, dan trombosit 823 ribu/uL.
 Pemeriksaan serologi/imunologi antibodi HIV SD negatif, pemeriksaan feses lengkap
didapatkan feses berwarna coklat, konsistensi lembek, lendir negatif, darah negatif,
cacing negatif, leukosit negatif, parasit negatif, lemak negatif, serat positif. Pada
pemeriksaan kolonoskopi didapatkan hasil pemeriksaan dilakukan hingga 48 cm,
tidak dilanjutkan karena terdapat penyempitan lumen.
 Mukosa granulomatosa circumference spastik dengan eksudasi dan ulcerasi rapuh,
mudah berdarah, kemudian dilakukan biopsi di 48 cm tersebut, dengan kesimpulan
pemeriksaan suspek granulomatosa prochto colitis (chron’s). Biopsi didapatkan hasil
sediaan berupa mukosa terdiri dari stroma dan kelenjar dilapisi epitel torak
bersebukan sel radang limfosit, sel plasma dan histiosit membentuk granuloma,
dengan kesimpulan pemeriksaan crohn’s disease dan tidak ditemukan sel malignancy.
 Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi penatalaksaan farmakoterapi dan non
farmakoterapi. Non farmakoterapi yang lakukan berupa bed rest, diet lunak, dan
transfusi packed red cell (PRC) sampai hemoglobin meningkat ≥ 10.
 Tatalaksana farmakoterapi yang diberikan berupa pemberian intravenous fluid drip
(IVFD) asering 30 tetes permenit, injeksi omeprazol 1 x 1 ampul, infus metronidazol
3 x 500 mg, dan metil prednisolone 1 x 4 mg.

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis yaitu dengan Tn. S, laki-laki berusia 55


tahun. Hal ini sesuai pada gambaran epidemiologi pada crohn’s disease yaitu pasien laki-laki
memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan perempuan (1,1-1,8:1), dan usia 15-30 atau >60 tahun.
Selain itu, faktor resiko pada crohn’s disease yaitu riwayat merokok, kontrasepsi oral,
appendectomy, kembar monozigot, dan kembar dizigot.2,5
Pasien mengeluhkan BAB cair sejak kurang lebih 6 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan terdapat peningkatan frekuensi BAB > 5 kali sehari dengan volume
sedikit. Pasien mengeluhkan terkadang BAB terlihat kemerahan dan berlendir. Pasien juga
mengeluhkan nafsu makan menurun, penurunan berat badan, lemas dan nyeri pada seluruh
lapang perut. Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengaku memiliki riwayat dyspepsia. Hal ini
sesuai dengan manifestasi pada penyakit crohn’s disease berupa inflamasi bowel akut atau
kronik, inflamasinya merupakan proses perkembangan satu dari dua tanda penyakit yaitu tanda
obstruksi fibrostenotik, atau fistula penetrasi. 2,5
Gejala terkait kerusakan saluran cerna dapat berupa diare, konstipasi, nyeri atau
perdarahan rektal dengan pergerakan usus, urgency pergerakan usus, tenesmus, nyeri atau kram
perut, dan mulat muntah. Gejala umum terkait crohn’s disease pada beberapa kasus berupa
demam, hilang nafsu makan, penurunan berat badan, kelelahan, keringat malam, dan
pertumbuhan terhambat.
Pemeriksaan fisik pada pasien, tampak pasien sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis. Pasien memiliki tanda vital sebagai berikut tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72
kali/menit, respirasi 24 kali/menit, dan suhu 36,8 o C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan
tampak konjugtiva terlihat anemis. Pada pemeriksaan thorax, pasien dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen tampak datar, bising usus terdengar normal, pada perkusi didapatkan
suara timpani pada seluruh lapang abdomen, dan pada palpasi ditemukan nyeri tekan pada
seluruh lapang abdomen. Hal ini sesuai dengan salah satu gambaran pada crohn’s disease, letak
penyakit menentukan manifestasi klinik yang timbul. Letaknya dibagi menjadi 2 :
1. Ileocolitis
Riwayat kronik episode ulangan nyeri kuadran kanan bawah dan diare. Terkadang gejala
awal mirip dengan apendisitis akut dengan nyeri pada kuadran kanan bawah, teraba
massa, demam dan leukositosis. Nyeri biasanya seperti kolik sebelum defekasi dan reda
ketika defekasi. Demam derajat rendah, bila tinggi mungkin bentuk abses
intraabdominal. Kehilangan berat badan akibat diare, anoreksia, dan sulit makan.
Disuria akibat pembesaran massa inflamasi yang menekan ureter atau kandung kemih.
2. Jejunoileitis
Penyakit inflamasi yang luas terkait dengan hilangnya permukaan absorpsi dan digesti,
menyebabkan malabsorpsi dan steatorrhea. Defisiensi nutrisi menyebabkan buruknya
intake dan kehilangan protein dan nutrisi lain. Malabsorpsi intestinal dapat
menyebabkan anemia, hipoalbuminemia, hipocalcemia, hipomagnesemia, koagulopati,
dan hiperoksaluria pada pasien dengan kolon intak. Defisiensi vitamin D dan
hipokalsemia (fraktur vertebrae), defisiensi niasin (pellagra), defisiensi vitamin B12
(anemia megaloblastik dan gangguan neurologis).
3. Penyakit kolitis dan perianal
Demam derajat rendah, diare, malaise, nyeri perut kram, dan terkadang hematoskezia.
Toksik megakolon jarang tapi dapat terlihat pada inflamasi berat. Striktur dapat terjadi
dalam kolon dan menimbulkan gejala obstruksi usus.
4. Penyakit gastrodudenal Gejala berupa penyakit saluran cerna bagian atas seperti mual,
muntah dan nyeri epigastrium. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan serologi/imunologi antibodi HIV SD, feses
lengkap, kolonoskopi, dan biopsi. Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan
eritrosit, hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH, MCHC, dan peningkatan trombosit dari
nilai normal. Pemeriksaan serologis/imunologis HIV SD didapatkan negatif.
Pemeriksaan feses lengkap didapatkan hasil konsistensi feses lembek dan lainnya
dalam batas normal. Pada pemeriksaan kolonoskopi dilakukan hingga 48 cm, tidak
dilanjutkan karena terdapat penyempitan lumen. Mukosa granulomatous circumference
spastik dengan eksudasi, dan ulcerasi, rapuh, mudah berdarah. Dilakukan biopsi di 48
cm. kesimpulannya suspek granulomatous prochto colitis (Chron’s).
Pemeriksaan biopsi didapatkan hasil sediaan berupa mukosa terdiri dari stroma
dan kelenjar dilapisi epitel torak bersebukan sel radang limfosit, sel plasma dan histiosit
membentuk granuloma, dengan kesimpulan crohn’s disease, dan tidak ditemukan sel
malignancy. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan rontgen. Hal ini sesuai gambaran
laboratorium pada crohn’s disease, pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
keadaan hipoalbuminemia, anemia, dan leukositosis. Pada pemeriksaan serologis dapat
membantu menentukan penyakit crohn’s disease dengan pemeriksaan anti
saccharomyces cerevisiae antibody (ACSA), dan adanya target antigen mikroba khusus
seperti Eschericia coli outer membrane porin (OmpC), I2, dan flagellin CBir1 pada
sebagian pasien crohn’s disease. Selain pemeriksaan tersebut, pada pemeriksaan
endoskopi didapatkan rectal sparring, aphthous ulceration, fistula, dan skip lesions.
Biopsi pada lesi masa atau striktur dan biopsi dari ileum terminal. Penemuan radiografi
pada crohn’s disease pada awalnya berupa penebalan lapisan, dan aphthous ulceration.
Cobblestoning dari ulserasi longitudinal dan transversal sering terjadi pada usus halus.
Pada penyakit lanjutan, striktur, fistula, massa inflamasi, dan abses dapat ditemukan.
Penemuan biopsi makroskopis dapat berupa penebalan dinding kolon, dengan stenosis,
ulkus serpiginosa linier, dan cobblestoning mukosa. Penemuan mikroskopis
biopsimenunjukan infkamasi kronik dan akut bercampur, atrofi kripta, dan granuloma
epiteloid kecil multiple.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini berupa Non farmakoterapi yang
lakukan berupa bed rest, diet lunak, dan transfusi packed red cell (PRC) sampai
hemoglobin meningkat ≥ 10 dan Tatalaksana farmakoterapi berupa pemberian
intravenous fluid drip (IVFD) asering 30 tetes permenit, injeksi omeprazol 1 x 1 ampul,
infus metronidazol 3 x 500 mg, metil prednisolone 1 x 4 mg, omeprazole 1 x 1,
ondansentron 2 x 1, dan asam folat 2 x 1.
Hal ini sesuai dengan tatalaksana pada crohn’s disease, dimana pentalaksanaan crohn’s
disease yaitu Tindakan awal untuk crohn’s disease dapat berupa :
1. Pemberian antibiotik (metronidazole dalam dosis terbagi 1500-3000 mg/hari),
2. Lavase usus dengan cairan fisiologis maupun dengan sukralfat cair,
3. Probiotik (mengikat produksi bakteri),
4. Mengistirahatkan kerja usus (atur pola diet hindari wheat, cereal, yeast dan produk
peternakan.

Pengobatan saat peradangan dengan tujuan menginduksi remisi secepat mungkin


menggunakan:

1. Obat golongan kortikosteroid (prednisone 40-60 mg, atau metil prednisolone 0,5-1,0
lalu tapering off dose setelah remisi tercapai dalam waktu 8-12 minggu.
2. Obat golongan asam aminosalisilat (5-ASA murni atau derivatnya yaitu olsalazine
atau mesalazine dengan dosis 2-4 gram/hari setelah remisi 16-24 miggu kemudian
diberikan dosis pemeliharaan 1,5-3,0 g/hari) terapi jangka panjang untuk mencegah
kanker kolorektal dengan cara apoptosis dan menurunnya proliferasi mukosa
kolorektal.

Pengobatan pencegahan peradangan berulang terdiri :

1. 5-ASA/Mesalazine,
2. Immunomodulators seperti azathioprine (dosis initial 50 mg dinaikan bertahap 2,5
mg/kgBB) atau 6-mercaptopurine 1,5 mg/kgBB atau siklosporin IV (untuk kasus
refrakter steroid berat) atau methotrexate (untuk kasus PC-steroid dependant dan
dikenal untuk mempertahankan remisi pada KU, induksi 25 mg secara parenteral per
minggu sampai selesai tapered off steroid),
3. Agen biologik, antibiotik, dan probiotik yaitu infliximab, adalimumab, atau
certolizumab (anti-TNF untuk PC fistulated sedang dan berat atau refrakter steroid),
metronidazole dan/atau siprofloksasin (PC-perianal), dan probiotik,
4. Memperbaiki gaya hidup seperti keadaan merokok, malnutrisi dan AIDS,
5. Pengobatan pencegahan komplikasi dengan cara memperbaikin kondisi malnutrisi,
resusitasi cairan, mengistirahatkan kolon, supportasi nutrisi dalam bentuk parenteral
nutrisi total, atau pembedahan cito bila perlu,
6. Prosedur bedah Pemberian asam folat dapat digunakan untuk memperbaiki keadaan
defisiensi folat. Keadaan defisiensi asam folat dapat disebabkan oleh asupan makanan
yang tidak adekuat khususnya pada pasien ini. Selain itu, keadaan defisiensi asam
folat dapat dikarenakan obat-obatan, ketergantuangan alkohol, penyakit hati, dan
pasien dialisis ginjal. Pemberian omeprazol, sukralfat dan ondansentron untuk
mengurangi gejala simtomatik yang diderita oleh pasien. Omeprazol merupakan salah
satu obat penghambat pompa proton (PPI). Proton pump inhibitor menghambat 90-
98% sekresi asam-24 jam, dan dapat digunakan pada gastroesofageal refluks disease
(GERD), penyakit ulkus peptik, dispepsia non ulkus, dan pencegahan perdarahan
mukosa akibat stress. Sukralfat merupakan agen mukoprotektor. Sukralfat digunakan
dalam pencegahan perdarahan akibat stress pada saluran cerna. Ondansentron
merupakan salah satu obat antagonis 5-HT3, digunakan pada terapi penderita
sindroma usus iritabel berat dengan diare. Ondansentron dapat digunakan pada
pencegahan dan terapi mual muntah.

Anda mungkin juga menyukai