Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS

EPILEPSI

OLEH:
KELOMPOK 2 / 6B
LUH MADE JYOTI WAHYUNI (2009482010045)
LUH MADE DEWI ARIANI (2009482010046)
LUH RISTA WAHYUNINGSIH (2009482010047)
PUTU YUNIKA DIAN SUCAHYA (2009482010048)
ANAK AGUNG AYU ARI MAHADEWI (2009482010049)

S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
PHARMACEUTICAL CARE
Patient’s Database
Nama pasien: Miel
Tgl MRS: -

Umur: 16 tahun Sex: Perempuan TB: BB:

Diagnosa Awal: Epilepsi


Diagnosa Akhir: Epilepsi

Riwayat Pasien MRS (Masuk Rumah Sakit):


-
Riwayat penyakit terdahulu:
Epilepsi
History of presenting complaint:
-
Riwayat pengobatan:
saat berusia 11 tahun pernah memperoleh phenobarbital selama 2 minggu.

Family history: -

Social history: -

Allergic history/ Adverse drug reaction history: -

Data-data vital sign: -


-
Hasil Laboratorium:-
-
Problem List
Problem (Medical/DRP) Pharmaceutical

Epilepsi Manajemen terapi epilepsi


PROBLE DATA TERAPI DRP PLAN MONITORING MONITORIN
M MEDIS PASIEN YANG EFEKTIVITAS G EFEK
DIPEROLE SAMPING
H
Epilepsi Kejang Phenobarbita Problem : Farmakologi: - Lakukan Beberpa efek
seluruh l P1.2 Obat yang tidak Phenobarbital pemantau samping yang
tubuh yang optimal dengan dosis an durasi muncul dari
berlangsung Penjelasan : awal kejang obat ini :
selama Penggunaan 1-3mg/kg/hari setelah
sekitar 1-2 phenobarbital yang (10-20mg/kg pemberia - Hipotensi,
menit dihentikan tanpa LD) untuk n obat.
- Gangguan
dilakukan secara dosis - Pastikan
bertahap setelah 2 maksimal 180- saluran
pasien
minggu durasi terapi 300 mg tidak pernapasan,
saat Miel mengalami kembali - dan depresi
perbaikan Non mengala SSP
menyebabkan efek Farmakologi: mi kejang
terapi obat yang tidak Terapi berulang.
optimal sehingga nonfarmakolo - Di
kejang masih dapat gis untuk perhatika
kambuh kembali. epilepsi n apakah
meliputi diet ada
ketogenic, muncul
Cause : stimulasi saraf efek
C1.5 Gejala belum vagus (VNS), samping
selesai, namun dan dari obat
pengobatan pembedahan yang
dihentikan di antara diberikan
C4.1 Durasi terapi modalitas .
terlalu pendek lainnya.
Penjelasan :
Durasi terapi
pengobatan epilepsi
tidak sekedar dijalani
selama 2 minggu
seperti di kasus,
setelah kondisi pasien
membaik dan
frekuensi kejang
berkurang, lakukan
penghentian secara
bertahap dengan
konsultasi ke dokter
terkait pengurangan
dosisnya.

Kesimpulan :
Lanjutkan
penggunaan
phenobarbital starting
dose 1–3 mg/kg/day
(10–20 mg/kg LD).
Karena sempat
dihentikan, maka
penggunaan
selanjutnya dilakukan
dengan “Slow taper”.
Phenobarbital dipilih
untuk dilanjutkan
karena merupakan
pilihan terapi untuk
kejang umum (DiPiro
et al., 2020)
Epilepsi Kejang Levetireceta Problem : Farmakologi: - Lakukan Beberpa efek
seluruh m P2.1 Efek samping Phenobarbital pemantau samping yang
tubuh yang 500mg/hari obat mungkin terjadi dengan dosis an durasi muncul dari
berlangsung Penjelasan : awal kejang obat ini :
selama Dari data pada kasus, 1-3mg/kg/hari setelah
sekitar 1-2 Miel mengalami (10-20mg/kg pemberia - Hipotensi,
menit. gelisah dan agitasi LD) untuk n obat.
- Gangguan
setelah 6 minggu dosis - Pastikan
Setelah menerima maksimal 180- saluran
pasien
penggunaan pengobatan dengan 300 mg tidak pernapasan,
Levetireceta Levetirecetam. kembali - dan depresi
m, Miel Keluhan tersebut Non mengala SSP
merasa kemungkinan Farmakologi: mi kejang
gelisah dan merupakan efek Terapi berulang.
agitasi. samping dari nonfarmakolo - Di
Levetirecetam. gis untuk perhatika
epilepsi n apakah
Cause meliputi diet ada
C1.6 Terlalu banyak ketogenic, muncul
obat/zat aktif yang stimulasi saraf efek
diresepkan untuk 1 vagus (VNS), samping
indikasi dan dari obat
Penjelasan : pembedahan yang
Levetirecetam dan di antara diberikan
Phenobarbital modalitas .
merupakan obat yang lainnya.
termasuk dalam
golongan obat
antikonvulsan/atikeja
ng. Pada kasus, selain
menerima terapu
Phenobarbital, Miel
juga mengkonsumsi
Levetirecetam,
sehingga ada lebih
dari 1 obat yang
diresepkan untuk
pengobatan Miel
(DiPiro et al., 2020)

Kesimpulan:
Pengobatan dengan
phenobarbital
dilanjutkan dan
Levetirecetam
dihentikan.
MESO (MONITORING EFEK SAMPING OBAT)
1. Levetirecetam
Levetiracetam merupakan obat golongan antikonvulsan untuk mengontrol kejang onset
parsial, kejang miklonik, dan kejang tonik klonik. Levetiracetam (LEV) adalah salah satu
AED terbaru, dipasarkan di seluruh dunia hanya sejak tahun 2000. Awalnya disetujui di
AS hanya sebagai terapi tambahan untuk kejang onset parsial. Namun, uji coba yang
lebih baru mendapatkan persetujuan sebagai terapi tambahan untuk kejang tonik-klonik
umum primer dan kejang mioklonik pada epilepsi mioklonik remaja, dan uji coba
monoterapi komparatif baru-baru ini mendapatkan persetujuan untuk digunakan sebagai
monoterapi awal di Uni Eropa.
Informasi peresepan merekomendasikan dosis awal dewasa 1000 mg/hari (500 mg dua
kali sehari), dengan peningkatan selanjutnya sebesar 1000 mg setiap 2 minggu hingga
1500 mg dua kali sehari. Rekomendasi ini didasarkan pada dosis yang digunakan dalam
uji coba penting. Pada pasien dengan risiko lebih tinggi untuk perilaku efek samping
psikiatrik, dosis awal bahkan bisa lebih kecil, pada 250 mg pada waktu tidur.
Pedoman dosis yang sama dapat diterapkan pada anak-anak: Informasi resep resmi
merekomendasikan mulai dari 20 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi, dengan peningkatan
selanjutnya 20 mg/kg setiap 2 minggu hingga 60 mg/kg/hari (Abou-Khalil, 2008)
Naranjo Scale Levetirecetam
Scale

No. Pertanyaan/Questions Tidak


Ya/Yes Tidak/No Diketahui
/Unknown

1. Apakah ada laporan efek samping obat 1 0 0


yang serupa? (Are there previous √
conclusive reports on this reaction?)

2. Apakah efek samping obat terjadi 2 -1 0


setelah pemberian obat yang dicurigai?

(Did the ADR appear after the
suspected drug was administered?)

3. Apakah efek samping obat membaik 1 0 0


setelah obat dihentikan atau obat √
antagonis khusus diberikan? (Did the
ADR improve when the drug was
discontinued or a specific antagonist
was administered?)

4. Apakah efek samping obat terjadi 2 -1 0


berulamg setelah obat diberikan

kembali? (Did the ADR recure when the
drug was readministered?)

5. Apakah ada alternative penyebab yang -1 2 0


dapat menjelaskan kemungkinan

terjadinya efek samping obat? (Are
there alternative causes that could on
their own have caused the reaction?)

6. Apakah efek samping obat muncul -1 1 0


kembali ketika placebo diberikan? (Did

the ADR reappear when a placebo was
given?)

7. Apakah obat yang dicurigai terdeteksi di 1 0 0


dalam darah atau cairan tubuh lainnya

dengan konsentrasi yang toksik? (Was
the drug detected in the blood (or other
fluids) in concentrations known to be
toxic?)

8. Apakah efek samping obat bertambah 1 0 0


parah ketika dosis obat ditingkatkan

atau bertambah ringan ketika obat
diturunkan dosisnya? (Was the ADR
more severe when the dose was
increased or less severe when the dose
was decreased?)

9. Apakah pasien pernah mengalami efek 1 0 0


samping obat yang sama atau dengan

obat yang mirip sebelumnya? (Did the
patient have a similar ADR to the same
or similar drugs in any previous
exposure?)

10. Apakah efek samping obat dapat 1 0 0


dikonfirmasi dengan bukti yang √
obyektif? (Was the ADR confirmed by
objective evidence?)

Skor Total 4

Kesimpulan Naranjo Scale = Possible


Artinya, keluhan gelisah dan agitasi yang dialami oleh Miel kemungkinan merupakan efek
samping dari Levetirecetam.

SOAP EPILEPSI
Subjective

Pasien mengalami kejang pada seluruh tubuh selama 1-2 menit, merasa gelisah dan
mengalami agitasi, timbul jerawat di wajah.

Objective

 -

Analysis

Epilepsi/ kejang adalah kondisi neurologis umum dimana seseorang rentan terhadap
serangan epilepsi/ kejang berulang. Ada banyak jenis epilepsi yang ditandai dengan jenis
kejang yang berbeda, mulai dari tingkat keparahan dan etiologi. Proses patofisiologi umum
yang mendasari epilepsy adalah gangguan regulasi aktivitas listrik di otak yang
mengakibatkan pelepasan neuron yang berlebihan (DiPiro et al., 2020)

a. Assesment Pasien

Miel seorang remaja wanita berusia 16 tahun mengalami “black out spell” saat
berusia 11 tahun dan memperoleh phenobarbital selama 2 minggu. Setelah
pengobatan dihentikan, Miel mengalami kejang selama 1-2 menit kemudian diberikan
Levetiracetam 500mg/hari oleh dokter. Namun, Miel merasa gelisah dan mengalami
agitasi. Miel juga memiliki jerawat di wajah yang diberikan pengobatan gel
Eritromizin dan Benzyl peroxide pada pagi dan malam hari.

b. Prinsip Pengobatan

 Menghilangkan terjadinya kejang dalam durasi waktu sesingkat mungkin dan


dengan dampak minimal pada kualitas hidup.
 Kebebasan kejang atau pengurangan frekuensi kejang dengan meminimalkan
efek samping

c. Prinsip pengobatan jerawat


Pengobata dilakukan untuk mengendalikan dan mengurangi gejala dengan
mengurangi jumlah dan keparahan lesi, memperlambat perkembangan jerawat,
membatasi durasi penyakit dan kekambuhan, pencegahan cacat jangka panjang dan
menghindari penderitaan psikologis. Rejimen pengobatan harus diturunkan dari waktu
ke waktu menyesuaikan dengan respon, kemanjuran dinilai dari adanya komedo dan
inflamasi jumlah lesi, kontrol atau perkembangan keparahan dan manajemen
kecemasan atau depresi yang terkait (DiPiro et al., 2020)

d. Rekomendasi Terapi Epilepsi

Obat Brand Name Dosis Awal Dosis Maksimum

First Generation

Carbamazepine Tegretol 400 mg/day 400-1,600 mg


Tegretol XR
Clonazepam Klonopin 1,5 mg/day 20 mg

Ethosuximide Zarotonin 500 mg/day 500-1.500 mg

Phenobarbital Various 1-3 mg/kg/day 180-300 mg


(10-20 mg/kg
LD)

Phenytoin Dilatin 3-5 mg/kg 300-600 mg


(200-400 mg)
(15-20 mg/kg
LD)

Primidone Mysoline 100-125 750-2.000 mg


mg/day

Valproate acid Depakene 15 mg/kg (500- 60 mg/kg (3.000-


1.000 mg) 5.000 mg)
(Depakene Depakote
DR/ER
Depakote DR/ER
Depacon
Depacon)

Second Generation

Felbamate Felbatol 1.200 mg/day 3.600 mg

Gabapentin Neurontin 300-900 4.800 mg


mg/day

Lamotrigine Lamictal 25 mg every 100-200 mg if on


other day if on VPA; 300-500 mg if
Lamictal XR
VPA; 25-50 not on VPA
mg/day if not
on VPA

Levetiracetam Keppra 500-1.000 3.000 mg


mg/day
Keppra XR

Oxcarbazepine Trileptal 300-600 1.200-2.400 mg


mg/day
Oxtellar XR

Tiagabine Gabitril 4 mg/day 56 mg

Topiramate Topamax 25-50 mg/day 200-400 mg


Trokendi XR

Zonisamide Zonegran 100 mg/day 600 mg

Third Generation
Brivaracetam Briviact 100 mg/day 200 mg/day

Cannabidiol Epidiolex 5 mg/kg/day 10-20 mg/mg/kg/day

Clobazam Onfi ≤30 kg 5 ≤30 kg 20 mg;


mg/day;
>30kg 40 mg
>30kg 10
mg/day

Eslicarbazepine Aptiom 400 mg/day 800-1.600 mg

Lacosamide Vimpat 100 mg/day 400 mg

Perampanel Fycompa 2 mg/day 8-12 mg

Pregabalin Lyrica 150 mg/day 600 mg

Rufinamide Banzel 400-800 3.200 mg


mg/day

Vigabatrin Sabril 1.000 mg/day 3.0

(DiPiro et al., 2020)

e. Rekomendasi Terapi Jerawat


- Retinoid topikal atau kombinasi tetap dengan retinoid (ex : adapalene dengan
benzoil peroksida)
- Benzoil peroksida/asam azelaic/asam salisilat (dipertimbangkan sebagai
alternatif dengan rekomendasi kekuatan yang lebih rendah)
- Untuk jerawat papulopustural ringan hingga sedang
- Kombinasi adapalen dengan benzoil peroksida atau monoterapi benzoil
peroksida atau retinoid topikal atau asam azelaic (dianjurkan sebagai terapi
pilihan pertama dengan kekuatan rekomendasi tinggi)
- Untuk inflamasi papulopustural sedang, dosis tetap kombinasi lebih disukai,
dengan atau tanpa terapi hormonal dan/atau antibiotic
- Untuk papulopustural sedang atau parah atau jerawat nodular sedang
- Kombinasi dosis tetap dengan antibiotik oral lebih disukai
- Isotretinoin oral atau terapi hormonal oral dapat ditambahkan sebagai
alternative
- Antiandrogen oral dalam kombinasi dengan antibiotik oral atau topical
- Antibiotik sistemik dalam kombinasi dengan benzoil peroksida
(DiPiro et al., 2020)

Plan:
 Terapi Farmakologi
- Pemilihan levetiracetam 500 mg/hari dihentikan dikarenakan obat tersebut
merupakan terapi tambahan (adjunctive therapy) sehingga pasien berpotensi
tidak mendapatkan efek terapi yang diharapkan serta pasien mengalami efek
samping obat yang tidak dapat ditoleransi yaitu agitasi dan gelisah. Merujuk
pada guideline, jika penggunaan second generation ASD tidak efektif maka
pasien direkomendasikan mendapatkan terapi first generation ASD yaitu
Phenobarbital dengan dosis awal 1-3mg/kg/hari (10-20mg/kg LD) untuk dosis
maksimal 180-300 mg
- Gel Erythromycin dan Benzoyl peroxide untuk mengatasi jerawat dilanjutkan
penggunaanya. Kombinasi antibiotik topikal dengan benzoyl peroxide
memiliki efektivitas yang baik dalam membunuh dan mengahambat
perkembangan bakteri

 Terapi Non Farmakologi


- Diet ketogenic
Diet ketogenic, menyatakan tidak ada asupan gula yang diperbolehkan, cairan
keseluruhan juga dikontrol serta vitamin dan mineral harus terlengkapi.
Mengingat pembatasan ini membutuhkan kontrol ketat dan kepatuhan karena
diet ini sering digunakan dalam bentuk epilepsi masa kanak-kanak.

- Stimulasi saraf vagus


VNS adalah perangkat medis implan yang telah disetujui FDA untuk
digunakan sebagai terapi tambahan dalam mengurangi frekuensi kejang pada
orang dewasa dan remaja yang lebih tua dari 12 tahun. Studi klinis manusia
telah menunjukkan bahwa VNS mengubah konsentrasi penghambatan cairan
serebrospinal (CSF) dan neurotransmiter stimulator dan mengaktifkan area
tertentu di otak yang menghasilkan atau mengatur aktivitas kejang kortikal
melalui peningkatan aliran darah. Penting untuk diperhatikan bahwa efek VNS
tidak segera diketahui dan lebih bersifat jangka panjang. Selain itu VNS juga
tidak mungkin menyebabkan kebebasan kejang tetapi memungkinkan untuk:
mengurangi frekuensi kejang dan mengurangi beban pengobatan.

- Operasi
Pembedahan adalah pengobatan pilihan pada pasien tertentu dengan refrakter
epilepsi fokal, terutama pasien dengan kejang yang berasal dari lobus
temporal.
Monitoring:
 Monitoring Efektivitas
- Lakukan pemantauan durasi kejang setelah pemberian obat.
- Pastikan pasien tidak kembali mengalami kejang berulang.
- Di perhatikan apakah ada muncul efek samping dari obat yang diberikan.
 Monitoring Efek Samping Obat
a. Phenobarbital: Hipotensi, Gangguan saluran pernapasan, dan depresi SSP
b. Levetiracetam: Hipotensi, Gangguan saluran pernapasan, dan depresi SSP
DAFTAR PUSTAKA
Abou-Khalil, B. (2008) ‘Levetiracetam in the treatment of epilepsy’, Neuropsychiatric
Disease and Treatment, 4(3), pp. 507–523. doi: 10.2147/ndt.s2937.
DiPiro, J. T. et al. (2020) Book Review: Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
6th Edition, Annals of Pharmacotherapy. doi: 10.1345/aph.1h160.

Anda mungkin juga menyukai