Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

FARMAKOTERAPI II
Kasus Epilepsi & Liver

KELOMPOK 6
1. Asri Dwi Endah Dewi Pramesthi / 1513015105
2. Jesica Dwi Fatmawati Erlindi / 1513015088
3. Mulia Indah Kusuma Dewi / 1513015110
4. Lefinia Putri Pirade / 1513015092
5. Rachman Shafar / 1513015098
6. Wahyu Ikhsanul Muttaqin / 1513015086

S1 C 2015
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2018
Kasus Epilepsi:
Ny. NS, 52 th, 65 kg, 157 cm, MRS dengan kejang yang lama dan sering berulang. Pengakuan pasien menyebutkan bahwa dia
memiliki riwayat penyakit DM sudah 5 tahun dengan obat yang diminum gliclazide 1-1/2-0 dan metformin 3 x 500 mg serta epilepsi
dengan obat karbamazepin 2 x 200 mg selama 2 tahun. Pasien juga mengaku bahwa dia tidak meminum obat secara teratur beberapa
hari terakhir. Hasil pemeriksaan lab GDA 315 mg/dL. Selanjutnya pasien diterapi dengan diazepam iv, namum tetap kejang, maka
terapi dialihkan menjadi fenitoin 3 x 100 mg iv.
Bagaimana rencana pelayanan kefarmasian yang akan dilakukan? (Gunakan Metode SOAP)

Data Pasien
a. Nama Pasien : Ny. Ns
b. Umur Pasien : 52 th
c. Berat badan pasien : 65 kg
d. Tinggi badan pasien : 157 cm
e. Riwayat Penyakit : Penyakit Diabetes Melitus selama 5 tahun
f. Riwayat Pengobatan :
– Karbamazepin 2 x 200 mg (selama 2 tahun)
– Metformin 3 x 500 mg
– Gliclazide 1-1/2-0 (selama 2 tahun)
g. Telah diterapi diazepam iv tetapi kejang tak kunjung berhenti sehingga dialihkan menjadi fenitoin 3x 100 mg iv
h. Data Lab : GDA 315 mg/dL (Tidak Normal)
Problem Subjek Objek Assesment Planning Monitoring
Medik
Epilepsi Kejang lama, - - Carbamazepin 2x 200 mg -Terapi dengan pemberian -Dilakukan monitoring
dan sering Digunakan sebagai pilihan diazepam secara iv diganti frekuensi kejang
pertama pada terapi kejang dengan fenitoin karena -Dilakukan monitoring
berulang
parsial dan tonik-klonik, kejang pada pasien yang efek samping obat.
tidak berhenti
Mekanisme kerja : -Terapi fenitoin dilanjutkan
mengurangi aktivitas
sampai kejang menghilang,
nukleus ventralis dari
talamus atau mengurangi -Setelah kejang menghilang
transmisi sinaptik atau terapi diganti kembali
penjumlahan rangsangan menjadi karbamazepin.
temporal yang mengarah
ke pelepasan saraf

Efek samping :
Ataksia, mengantuk,
pusing, mual muntah,
mulut kering

- Fenitoin 3 x 100 mg iv
Digunakan sebagai obat
pilihan pertama untuk
epilepsi dengan kejang
umum, kejang tonik-
klonik, dan pencegahan
kejang pada pasien trauma
kepala atau bedah saraf.
Mekanisme kerja :
Meningkatkan
pengeluaran Na + atau
mengurangi masuknya Na
+ dari membran di neuron
korteks motorik;
menstabilkan membran
saraf

Efek samping :
Mengantuk, pusing, sakit
kepala

- Diazepam iv
Merupakan salah satu obat
anti epilepsy dari golongan
Benzodiazepin yang
digunakan sebagai terapi
awal pada kondisi pasien
dengan status konvulsi atau
kejang demam

Mekanisme kerja :
Memodulasi efek
postsynaptic dari transmisi
GABA-A, menghasilkan
peningkatan inhibisi
presinaptik. Bertindak pada
sistem limbik, serta di
talamus dan hipotalamus,
untuk menginduksi efek
menenangkan.

Efek samping :
Ataksia, euphoria,
mengantuk, diare, nyeri
kepala, hipotensi,
gangguan saluran cerna

DM Riwayat DM GDA = 315 -Gliclazid 1-1/2-0 -Pemberian terapi Gliclazid - Dilakukan


tetap dilanjutkan karena monitoring kadar GDA
sudah 5 tahun mg/dl Mekanisme kerja :
dapat menurunkan gula -Dilakukan monitoring
meningkatkan sekresi
darah dan hanya efektif bila
insulin oleh sel beta efek samping obat.
sel beta pancreas masih
pankreas
dapat berproduksi.
Efek samping : -Pemberian terapi
Metformin dilanjutkan
dapat menyebabkan bersamaan dengan gliklazid
hypoglikemia (sedang), karena pada pemberian
penurunan berat badan, terapi fenitoin dapat
mual-muntah. menurunkan aktivitas obat
antidiabetes oral maupun
-Metformin 3x 500 mg insulin.
Mekanisme kerja :
Bekerja dengan
menghambat
gluconeogenesis dan
meningkatkan penggunaan
glukosa di jaringan. Dan
meningkatkan sekresi
insulin fase pertama,
mengurangi produksi
glukosa hepatic,
mengurangi absorbs
glukosa di GI track,
meningkatkan sensitifitas
insulin.

Efek samping :

Hypoglikemia, mual-
muntah.

Non Farmakologi :
1. Diamati faktor pemicu dari keadaan kejang yang terjadi
2. Dihindari faktor pemicu kejang, seperti : stress, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
3. Istirahat yang cukup

Konseling :
1. Carbamazepin digunakan dengan dosis 2 x sehari 200 mg diminum bersamaan dengan makanan untuk menghindari mual-muntah
2. Fenitoin digunakan dengan dosis 3 x 100 mg secara intra vena
3. Gliclazid digunakan dengan dosis 1-1/2-0 atau 1 x sehari 160 mg diminum pada pagi hari bersamaan dengan makanan
4. Metformin digunakan dengan dosis 3 x sehari 500 mg diminum pada pagi, siang, dan malam bersamaan saat makan

Daftar Pustaka :
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, vol. 1. EGC. Jakarta, 506-531.

Lacy, Charles F. 2009 . Drug Information Handbook. American Pharmacists Association.


Levetiracetam and its Cellular Mechanism of Action in Epilepsy Revisited Rainer Surges. Therapeutic Advances in Neurological
Disorders, 1(1) 13-24.
Sukandar Yulinah Elin. 2013. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI. Jakarta.

Kasus Liver:

Tn RN 58 thn, 58 kg, 164 cm MRS dengan keluhan mual, muntah, gelisah. Keluarga mengaku bahwa pasien memiliki riwayat
penyakit DM dan minum obat glibenklamid 1-1-0 selama 10 tahun. Hasil lab cito: GDS 280 m/dL, Bil total : 4,3 mg/dL, SGOT/SGPT
79/83 mg/dL, alb 2,9 mg/dL, Chol T 295 mg/dL TG (Normal), Cr/BUN (Normal). Selanjutnya pasien didiagnosa dokter dengan CH
dengan HE dan DM.
Bagaimana Pharmaceutical care pada kasus ini ?

Data Pasien
a. Nama Pasien : Tn. RN
b. Umur Pasien : 58 th
c. Berat badan pasien : 58 kg
d. Tinggi badan pasien : 164 cm
e. Riwayat Penyakit : Penyakit Diabetes Melitus selama 10 tahun
f. Riwayat Pengobatan :
– Glibenklamid 1-1-0 selama 10 tahun
g. Diagnosa Dokter : CH dengan HE dan DM
h. Data Lab :
– GDS 280 mg/dL (Lebih dari Normal)
– Bil total : 4,3 mg/dL (Lebih dari Normal)
– SGOT/SGPT 79/83 mg/dL (Lebih dari Normal)
– Albumin 2,9 mg/dL (Kurang dari Normal)
– Cholesterol Total 295 mg/dL (Lebih dari Normal)
– Trigliserida (Normal)
– Creatinin/BUN (Normal)

NILAI NORMAL :

GDS : Kurang dari 200 mg/dL & Penderita diabetes lebih dari 200 mg/dL
Bilirubin total : 0,3 – 1,0 mg/dL atau kurang dari 1,5 mg/dL.
SGOT/SGPT : 3 – 45 µL / 0 – 35 µL.
Albumin : 3,4 – 4,8 g/dL.
Kolesterol Total : Kurang dari 200 mg/dL

FIR :

1. Apakah pasien memiliki riwayat alergi pada obat-obatan tertentu ?


2. Berapakah lama gejala yang dirasakan pasien AH?
3. Disarankan untuk melakukan pengukuran HbA1c
PROBLE SUBJEK OBJEK ASSESMENT PLAN MONITORING
M MEDIK
CH (Cluster Gelisah - Pasien didiagnosa Ibuprofen 400 mg 2-4 Apabila CH semakin
Headache) mengalami CH dan belum kali sehari 1 tablet parah, perlu dilakukan
diberikan terapi untuk pemeriksaan lebih
mengatasi diagnosa tersebut. Ibuprofen mampu lanjut dengan
mengatasi CH dimana pemeriksaan MRI
dengan mekanisme serebral maupun MRI
kerja berupa angiography (MRA)
penghambatan secara
reversibel pada enzim Efek samping obat :
COX-1 dan COX-2, Edema
dimana mampu Gatal dan kemerahan
menurunkan sintesis pada kulit
dari prostaglandin yang Retensi cairan
merupakan mediator
rasa nyeri.
HE Mual, muntah GDS 280 mg/dL Pasien didiagnosa Lactulose 90-150 ml Perlu dilakukan
(Hepatik mengalami HE dan belum peroral perhari pengukuran secara
(Lebih dari Normal)
ensefalopati) diberikan terapi untuk diberikan dalam 3 berkala pada kadar
Bil total : 4,3 mg/dL mengatasi diagnosa tersebut. dosis terbagi Bilirubin, SGOT/
SGPT, Albumin,
(Lebih dari Normal)
Lactulose diberikan Cholesterol, dan kadar
SGOT/SGPT 79/83 untuk mengatasi elektrolit pada serum
ketidakseimbangan
mg/dL (Lebih dari
elektrolit yang dialami Efek samping obat :
Normal) oleh pasien. Diare
Perut kembung
Albumin 2,9 mg/dL
Laktulosa menghambat
(Kurang dari produksi amonia usus
melalui sejumlah
Normal)
mekanisme. Konversi
Cholesterol Total Laktulosa menjadi
asam laktat berfungsi
295 mg/dL (Lebih
dalam pengemasan
dari Normal) lumen usus, konversi
NH4 + ke NH3 dan
Trigliserida
perpindahan NH3 dari
(Normal) jaringan ke lumen,
serta menghambat
Creatinin/BUN
difusi balik ammonia
(Normal) ke sirkulasi.
Pengasaman usus
menghambat bakteri
koliform
ammoniagenik,
mendorong
peningkatan
Laktobalisus non-
ammoniagenik.
Diabetes - GDS 280m/dL Glibenklamid 1-1-0 (10thn) Jika kadar glukosa Outcome terapi :
Melitus (Tidak normal) Glibenklamid (Sulfonilurea) darah sewaktu GDS<180 mg/dL
diganti dengan pioglitazone meningkat hingga 3 Kadar HbA1c < 7%
15 mg 1 kali sehari kali lipat, maka perlu
(Thiazolindione), hal ini dipertimbangkan Efek samping obat:
berkaitan dengan efek pemberian insulin Hipoglikemia
samping dari glibenklamid, Lantus (insulin Edema
dimana pada usia lanjut glargine-long acting) di Sakit kepala
dapat menyebabkan ganggun malam hari sebelum Penambahan berat
fungsi hati dan ginjal. tidur 1x1 sebanyak 3 badan
mL. Anemia
Obat glibenklamid juga tidak
adekuat karena GDS masih Dilakukan pengukuran
diatas normal. kadar HbA1c secara
bertahap sejak awal
Mekanisme kerja dari diberikan terapi
pioglitazone yaitu mampu
meningkatkan kepekaan Dilakukan pemeriksaan
tubuh terhadap insulin. urinalisis berkala guna
Berikatan dengan PPARγ mengawali pengujian
(peroxisome proliferator skrining pada
activated receptor-gamma) di albuminuria, jika
otot, jaringan lemak, dan hati urinalisis menunjukkan
untuk menurunkan resistensi hasil negative
insulin. Jika dibandingkan mengandung protein,
dengan glibenklamid dengan maka perlu dilakukan
mekanisme kerja yang pengukuran kadar
mampu merangsang sekresi mikroalbuminuria.
insulin di kelenjar pankreas,
sehingga hanya efektif pada
penderita diabetes yang sel-
sel β pankreasnya masih
berfungsi dengan baik, dapat
diperkirakan jika pasien
memiliki fungsi sel β
pankreas yang telah
menurun, hal ini ditandai
dengan kadar glukosa darah
sewaktu yang tetap tinggi
meskipun pasien telah
menerima terapi
glibenklamid selama 10
tahun.
TERAPI NON FARMAKOLOGI : Pasien disarankan agar dapat melakukan modifikasi gaya hidup (tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol, tidak merokok, jaga pola tidur)

KONSELING :
1. Pioglitazone diberikan 1 kali sehari sebanyak 15 mg, dosis maksimum 45 mg per hari. Pioglitazone diberikan bersamaan dengan
makanan. Apabila diminum bersamaan dengan insulin dapat memungkinkan terjadinya hipoglikemia.
2. Lactulose diberikan 90 mL per hari, dengan 3 kali dosis terbagi, maka dalam 1 kali pemberian sebanyak 30 mL.
3. Ibuprofen diberikan 2-4 kali sehari sebanyak 1 tablet 400 mg.

DAFTAR PUSTAKA :

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp
for the American Pharmacists Association

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta; DepKes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hati. Jakarta; DepKes RI.

Freitag, Frederick G. dan Jonathan Florczak. 2017. Clusther Headache.Wisconsin, USA; Medical College of Wisconsin

Manganotti, Jacopo Fantini Arianna Sartori Antonio Granato Paolo. 2017. The reappearance of hemiplegic cluster headaches: A case
report and review of the literature. Clinical Neurology and Neurosurgery Journal; j.clineuro.2017.04.005

Prio A., Prayudo, Adityo Wibowo. 2017. Ensefalopati Hepatik pada Pasien Sirosis Hepatik. J. Medula Unila Vol. 7 No. 2

Wells, Barbara G., Joseph T. DiPiro, Terry L. Schwinghammer, Cecily V. DiPiro. 2012. Pharmacoteraphy Handbook 9th Edition.
New York; Mc. Graw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai