Penatalaksanaan kejang demam dibagi menjadi tata laksana akut saat anak sedang kejang,
tata laksana rumatan, dan tata laksana pencegahan kejang demam berulang. Tata laksana akut
umumnya menggunakan antikonvulsan diazepam, yang dapat diberikan intravena atau per
rektal
Manajemen awal untuk anak yang datang dalam keadaan kejang demam adalah:
Diazepam intravena, dosis 0,3−0,5 mg/kgBB, diberikan bolus secara perlahan 1−2
mg/menit atau sekitar 3−5 menit. Dosis maksimal 20 mg
Diazepam rektal yang dapat diberikan bila belum terpasang akses intravena atau pasien
masih di rumah, diberikan dengan dosis 0,5−0,75 mg/kgBB. Dosis dapat diberikan 5 mg
untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk BB >10 kg[1,17]
Di rumah, diazepam rektal dapat diberikan 2 kali dengan jarak waktu 5 menit. Jika kejang masih
belum berhenti, maka anjurkan anak untuk dibawa ke rumah sakit dan diberikan diazepam
intravena.
Bila kejang belum berhenti setelah tata laksana awal, maka lanjutkan dengan:
Fenitoin intravena kembali diberikan dengan dosis 4‒8 mg/kgBB/hari pada waktu 12 jam
setelah dosis awal[1,17]
Kejang Demam
Pendahuluan
Patofisiologi
Etiologi
Epidemiologi
Diagnosis
Penatalaksanaan
Prognosis
Edukasi dan Promosi Kesehatan
Penatalaksanaan kejang demam dibagi menjadi tata laksana akut saat anak sedang kejang, tata
laksana rumatan, dan tata laksana pencegahan kejang demam berulang. Tata laksana akut
umumnya menggunakan antikonvulsan diazepam, yang dapat diberikan intravena atau per rektal.
[1,17]
Manajemen awal untuk anak yang datang dalam keadaan kejang demam adalah:
Diazepam intravena, dosis 0,3−0,5 mg/kgBB, diberikan bolus secara perlahan 1−2
mg/menit atau sekitar 3−5 menit. Dosis maksimal 20 mg
Diazepam rektal yang dapat diberikan bila belum terpasang akses intravena atau pasien
masih di rumah, diberikan dengan dosis 0,5−0,75 mg/kgBB. Dosis dapat diberikan 5 mg
untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk BB >10 kg[1,17]
Di rumah, diazepam rektal dapat diberikan 2 kali dengan jarak waktu 5 menit. Jika kejang masih
belum berhenti, maka anjurkan anak untuk dibawa ke rumah sakit dan diberikan diazepam
intravena.[1,17]
Bila kejang belum berhenti setelah tata laksana awal, maka lanjutkan dengan:
Fenitoin intravena kembali diberikan dengan dosis 4‒8 mg/kgBB/hari pada waktu 12 jam
setelah dosis awal[1,17]
Tata laksana rumatan disarankan oleh IDAI untuk kejang demam yang berpotensi menjadi
epilepsi atau kejang demam kompleks. Kriteria pemberian tata laksana rumatan adalah jika
ditemukan salah satu kondisi berikut:
Asam Valproat: dosis 15‒40 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 2‒3 dosis, tetapi memiliki
risiko gangguan fungsi hati terutama pada usia <2 tahun
Fenobarbital: dosis 3‒4 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 1‒2 dosis
Konsensus penatalaksanaan kejang demam dari IDAI, tata laksana intermiten merupakan terapi
antikonvulsan pencegahan pada anak demam. Terapi intermiten diberikan pada anak demam
dengan indikasi berikut:
Pilihan obat untuk terapi intermiten yang diberikan saat anak mengalami demam adalah:
Kejang Demam
Pendahuluan
Patofisiologi
Etiologi
Epidemiologi
Diagnosis
Penatalaksanaan
Prognosis
Edukasi dan Promosi Kesehatan
Penatalaksanaan kejang demam dibagi menjadi tata laksana akut saat anak sedang kejang, tata
laksana rumatan, dan tata laksana pencegahan kejang demam berulang. Tata laksana akut
umumnya menggunakan antikonvulsan diazepam, yang dapat diberikan intravena atau per rektal.
[1,17]
Manajemen awal untuk anak yang datang dalam keadaan kejang demam adalah:
Diazepam intravena, dosis 0,3−0,5 mg/kgBB, diberikan bolus secara perlahan 1−2
mg/menit atau sekitar 3−5 menit. Dosis maksimal 20 mg
Diazepam rektal yang dapat diberikan bila belum terpasang akses intravena atau pasien
masih di rumah, diberikan dengan dosis 0,5−0,75 mg/kgBB. Dosis dapat diberikan 5 mg
untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk BB >10 kg[1,17]
Di rumah, diazepam rektal dapat diberikan 2 kali dengan jarak waktu 5 menit. Jika kejang masih
belum berhenti, maka anjurkan anak untuk dibawa ke rumah sakit dan diberikan diazepam
intravena.[1,17]
Bila kejang belum berhenti setelah tata laksana awal, maka lanjutkan dengan:
Tidak semua anak kejang demam membutuhkan tata laksana rumatan. Berdasarkan konsensus
penatalaksanaan kejang demam dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tata laksana rumatan
diberikan sampai tercapai 1 tahun periode bebas kejang, dan diberhentikan bertahap (tapering
off) dalam waktu 1‒2 bulan.
Tata laksana rumatan disarankan oleh IDAI untuk kejang demam yang berpotensi menjadi
epilepsi atau kejang demam kompleks. Kriteria pemberian tata laksana rumatan adalah jika
ditemukan salah satu kondisi berikut:
Asam Valproat: dosis 15‒40 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 2‒3 dosis, tetapi memiliki
risiko gangguan fungsi hati terutama pada usia <2 tahun
Fenobarbital: dosis 3‒4 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 1‒2 dosis. Penggunaan setiap
hari meningkatkan risiko terjadinya kesulitan belajar dan gangguan perilaku[1,14]
Konsensus penatalaksanaan kejang demam dari IDAI, tata laksana intermiten merupakan terapi
antikonvulsan pencegahan pada anak demam. Terapi intermiten diberikan pada anak demam
dengan indikasi berikut:
Pilihan obat untuk terapi intermiten yang diberikan saat anak mengalami demam adalah:
Namun, perlu dipertimbangkanan efek samping obat yang dianggap lebih berbahaya bila
dibandingkan dengan risiko yang terjadi akibat kejang demam sederhana. Oleh sebab itu,
diperlukan pertimbangan yang baik sebelum memberikan terapi intermiten atau rumatan.[3,4,18]
Pemberian obat antipiretik berfungsi untuk meningkatkan kenyamanan anak. Antipiretik yang
dianjurkan IDAI untuk anak adalah:
Paracetamol: dosis 10‒15 mg/kgBB/kali, peroral dapat diberikan sampai 4 kali sehari
Ibuprofen: dosis 5‒10 mg/kgBB/kali, peroral dapat diberikan 3‒4 kali sehari[1]
Pemberian antipiretik tidak dapat menurunkan rekurensi kejang pada periode demam yang sama,
tetapi tetap direkomendasikan untuk diberikan. Meta analisis tahun 2021 menyimpulkan bahwa
manfaat antipiretik dalam mencegah kekambuhan kejang demam dalam episode demam yang
sama memiliki bukti yang sangat terbatas, dan tidak ada bukti untuk penggunaannya dalam
episode demam yang jauh.[19]
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa anak kejang demam memiliki kadar zink rendah
daripada anak kejang tanpa demam. Oleh karena itu, zink diduga berperan dalam patogenesis
kejang demam. Namun, hingga saat ini tidak ditemukan adanya rekomendasi dalam pemberian
zink dalam tatalaksana kejang demam.[20, 21]