DI PUSKESMAS SEDAYU II
ANGKATAN 31
DISUSUN OLEH:
JANUARI 2018
LEMBAR PENGESAHAN
DI PUSKESMAS SEDAYU II
TANGGAL 25 JANUARI
Disetujui Oleh:
Pembimbing
Mengetahui
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kesehatan menurut definisi diartikan sebagai suatu keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis(1). Dalam mengupayakan peningkatan kesehatan, perlu adanya fasilitas
kesehatan yang berguna untuk penyelenggaraan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan ataupun masyarakat.
Salah satu fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah Puskesmas(2).
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No 74 Tahun 2016 merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja(3). Puskesmas juga didefinisikan sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dalam upaya
peningkatan kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerja(2). Pelayanan di Puskesmas diantaranya yakni pelayanan klinis dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Didalam pelayanan klinis terdapat pelayan obat atau kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian merupakan sutatu pelayan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud untuk mencapai hasil yang pasti dalam
peningkatan mutu kehidupan pasien. Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
maka dibutuhkan apoteker yang memiliki kompetensi mampu menyediakan dan memberikan
pelayanan kefarmasian yang bermutu, mampu mengambil keputusan secara professional, mampu
berkomunikasi dengan baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lain menggunakan bahasa
verbal, non verbal maupun bahasa lokal serta selalu belajar sepanjang karir baik formal maupun
informal, sehingga ilmu dan ketrampilan yang dimiliki selalu baru(4).
Sebagaimana upaya dalam peningkatan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka dilakukan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) bagi calon apoteker yang diikuti oleh mahasiswa Program Pendidikan Profesi
Apoteker dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 2018 sampai
dengan tanggal 25 Januari 2018 di Puskesmas Sedayu 2 Bantul, sehingga diharapkan dengan
PKPA ini calon apoteker memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang dapat diterapkan
dalam berbagai kegiatan dalam rangka mengabdikan diri untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat.
1. Aspek Umum
Puskesmas Sedayu II berdiri pertama kali pada tahun 1981 dengan nama Puskesmas Sedayu.
Pada saat itu kecamatan sedayu hanya memiliki 1 puskesmas yang berada dibagian utara balai
Desa Argorejo, dan pada tahun 1985 Puskesmas Sedayu dirubah namanya menjadi Puskemas
Sedayu II.
a. Aspek Legal
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas
juga dapat berfungsi sebagai:
a. Unit Pelaksana Teknis: Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia.
b. Pembangunan Kesehatan: Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Penanggungjawab Penyelenggaraan: Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya
pembangunan kesehatan diwilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang
dibebankan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
d. Wilayah Kerja: Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah
kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan
atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota(5).
b. Struktur Organisasi dan SDM (Sumber Daya Manusia) di Puskesmas Sedayu 2
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing
puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan Peraturan Daerah (5).
Pola struktur organisasi puskesmas sedayu 2 dapat dilihat pada bagan struktur organisasi dibawah
ini:
Kepala Puskesmas
drg. Elmi Yudhapsari, MPH
KA.SUB.BAG.TATA USAHA
Joko Waluyo, SKM
KEPEGAWAIAN
Parjono
KEUANGAN
Bendahara BLUD : Joko W, SKM
Bendahara Penerimaan : D.A. Endang, Amd
Bendahara Pengeluaran : Sumilah, Amd
RUMAH TANGGA
Nanik Tejowati, Amd.Gz
UKM & Keperawatan Kesehatan Masyarakat UKP Kefarmasian dan Laboratorium Jaringan Yan Pusk & Jejaring Fasyankes
Nanik Tejowati, Amd.Gz dr. Kriessita Andiyanti drg. Ferika Ardiyawati
GIZI KEFARMASIAN
Nanik Tejowati, Amd.Gz E Lenni l, S.Farm,Apt JEJARING FASYANKES
Rohani, Amd.Keb
P2 LABORATORIUM
dr. Kriessita Andiyanti Anisah K, Amd.Ak
PERKESMAS FISIOTERAPI
Sartinah, Amd.Kep Anton Ferry, Amd.Fis
Kepala Puskemas sedayu II membawahi empat sub bagian tata usaha, Bidang UKM dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Bidang UKP Kefarmasian dan Laboratorium, serta Bidang Jaringan
Yan Pusk dan Jejaring Fasyankes.
Kepala sub bagian tata usaha dibantu oleh bagian kepegawaian, keuangan, sistem informasi
puskemas dan keuangan. Pada Bidang UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat membawahi bidang
Perkesmas, bidang Esensial (Promkes, Kesling, KIA-KB, Gizi, P2) dan bidang pengembangan (Lansia,
UKK, Kesehatan Jiwa). Pada Bidang UKP Kefarmasian dan Laboratorium membawahi Pem Umum, Kes
Gilut, KIA-KB, Kefarmasian, Laboratorium, dan Fisioterapi. Pada Bidang Jaringan Pusk dan Jejaring
Fasyankes membawahi Pustu, Pusling, Bedah Desa (Argorejo, Argodadi), dan jejaring Fasyankes.
Jenis Pelayanan yang ada di Puskesmas Sedayu II antara lain :
a. Rekam Medis
Pada Rekam Medis sistem pencatatan menggunakan sistem pencatatan manual, selain itu data rekam
medis juga disimpan dalam Sistem Informasi Puskemas (SIMPUS), sehingga rekam medis pasien dapat
di akses dengan cepat jika dibutuhkan.
b. Badan Pelayanan Umum (BPU) pelayanan rawat jalan
Pada bidang ini terdapat dokter dan perawat, dimana dokter melakukan pemeriksaan fisik, memberikan
tindakan dan pengobatan melalui penulisan resep, selanjutnya dokter menulis rekam medic secara
manual, sedangkan perawat membantu dokter dan melakukan pengisian rekam medik.
c. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Pada bidang ini dilakukan pelayanan seperti konsultasi kehamilan, pemberian vitamin dan tambahan
mineral bagi ibu hamil, pemantauan kesehatan janin dan ibu hamil, pemberian imunisasi pada bayi,
penyuluhan kesehatan ibu hamil dan bayi, penggunaan alat KB, dan lain-lain yang dilakukan oleh
bidan.
d. Pelayanan Konseling
e. Unit Gawat Darurat (UGD)
Pada bidang ini dilakukan pelayanan pada kasus emergency (darurat).
f. Pelayanan gigi
Pada bidang ini dilakukan pelayanan berupa pemeriksaan kelainan rongga mulut dan gigi, yang
dilakukan oleh dokter dan didampingi oleh perawat.
g. Pelayanan Laboratorium
Pada bidang ini dilakukan pelayanan berupa pemeriksaan dasar (kimia darah, hematologi, urin rutin,
feses rutin, imunoserologi, tes kehamilan, tes BTA, dan malaria).
h. Pelayanan Farmasi
Pada bidang ini dilakukan pelayanan berupa pelayan obat dan informasi tentang obat kepada pasien,
dokter ataupun tenaga kesehatan lain. Pada bidang ini juga dilakukan pengelolaan obat dan bahan medis
habis pakai serta pelayanan kefarmasian.
i. Pelayanan Gizi
Pada bidang ini dilakukan pelayanan berupa pemantauan status gizi masyarakat, terutama untuk balita
dan lansia.
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa obat yang paling banyak diresepkan adalah
parasetamol 500 mg. dan apabila dihubungkan dengan penyakit terbanak di urutan pertama adalah
common cold yang kemungkinan diobat dengan paracetamol 500 mg. Selain digunakan untuk common
cold, paracetamol 500 mg juga bisa menjadi obat untuk penyakit demam tanpa sebab, cephlagia ataupun
myalgia dimana penyakit tersebut masuk dalah 10 besar penyakit. Hal ini menyebabkan tingginya
penggunaan paracetamol 500 mg. Urutan kedua, captopril 25 mg yang indikasinya adalah obat
hipertensi dimana hipertensi masuk dalam 10 penyakit terbanyak dan ada pada urutan ke dua. Urutan
ketiga penggunaan obat terbanyak yaitu amlodipine yaitu obat untuk pasien hipertensi juga. Alasan
penggunaan captopril 25 mg penggunaannya lebih banyak dari amlodipine karena dosis captopril 25
mg yang diminum 2 kali sehari sedangkan amlodipine diminum 1 kali sehari. Sehingga peresepan untuk
2 minggu terapi yaitu captopril diresepkan 30 tablet dan amlodipine 15 tablet. Urutan keempat
penggunaan obat terbanyak yaitu amoksisilin 500 mg yang merupakan antibiotic yang biasa digunakan
untuk mengobati infeksi bakteri. Pada 10 besar penyakit , amoksisilin bisa digunakan untuk common
cold yang mengalami infeksi atau disturbance in tooth eruption ataupun penyakit lain yg mengalami
infeksi. Urutan kelima adalah metformin 500 mg yang merupakan obat diabetes mellitus. Jika dilihat
di 10 besar penyakit diabetes mellitus menempati urutan ke 6 dan metformin merupan pilihan pertama
obat diabetes mellitus hal ini yang menyebabkan penggunaan metformin 500 mg tinggi. Urutan keenam
yaitu vitamin C 50 mg pada penggunaan obat terbanyak. Alasannya karena vitamin C 50 mg juga
diresepkan bersama obat yang lain untuk kasus seperti common cold dimana merupakan penyakit
paling banyak dialami pasien dan demam tanpa sebab yang terjadi pada dewasa maupun anak-anak.
Urutan ketujuh adalah natrium diklofenak 50 mg yang bisa diindikasikan untuk kasus seperti common
cold, cephalgia, disturbance in tooth eruption, myalgia dan penyakit lainnya yang tidak masuk pada 10
penyakit terbanyak. Maka dari itu penggunaannya banyak. Urutan ke delapan yaitu vitamin b complex
yang biasa digunakan untuk terapi penyerta dalam pengobatan penyakit hipertensi primer, diabetes
mellitus, cephalgia, myalgia, dan penyakit lainnya selain 10 besar penyakit. Urutan terbanyak
selanjutnya yaitu ranitidine yang merupakan obat untuk kasus dyspepsia, dimana dyspepsia merupakan
kasus pada urutan keempat dalam 10 penyakit terbanyak. Dan urutan terakhir pada 10 penggunaan obat
terbanyak adalah asam mefenamat yang fungsinya sama juga denga natrium diklofenak digunakan
untuk meredakan nyeri ataupun pegal-pegal.
2. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas
a. Perencanaan dan Permintaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas(3).
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
1. Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
mendekati kebutuhan;
2. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional; dan
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat(3).
Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah (7).
Tahap Pemilihan
Pemilihan obat dan perbekalan kesehatan berfungsi untuk menentukan bahwa obat dengan
perbekalan kesehatan benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit
di daerah. Pengadaan obat yang baik diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat,
diantaranya adalah :
a) Obat dan perbekalan kesehatan yang dipilih harus memiliki izin edar dari pemerintah
Republik Indonesia.
b) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik, dan statistik yang memberikan efek
terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
c) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.
d) Ada bukti yang spesifik dari obat baru untuk terapi yang lebih efektif.
e) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai efek
yang lebih baik dibanding obat yang tunggal.
f) Apabila jenis obat banyak, obat dipilih berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari
penyakit yang prevalensinya tinggi.
1) Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan
masing-masing dari jenis obat di unit pelayanan kesehatan/Puskesmas selama setahun
dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi
pemakaian obat adalah:
a) Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan
kesehatan/Puskesmas.
b) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit
pelayanan kesehatan/Puskesmas.
c) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota.
Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Perhitungan kebutuhan obat yang membutuhkan perhatian khusus oleh tenaga farmasi
yang bekerja di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota maupun unit Pelayanan Kesehatan Dasar
(PKD). Masalah kekosongan obat atau kelebihan obat dapat terjadi jika dasar perhitungan
kebutuhan obat hanya berdasarkan informasi yang teoritis. Koordinasi dan proses perencanaan
dibutuhkan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti diatas, maka
diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu serta tersedia
pada saat yang dibutuhkan.
Metode yang dilakukan untuk merencanakan kebutuhan dapat obat diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Metode Konsumsi
Metode ini didasarkan pada data konsumsi obat tahun sebelumnya. Perhitungan
jumlah obat yang dibutuhkan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal di bawah ini :
1. Pengumpulan dan pengolahan data.
2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
b. Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit,
perkiraan kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu (lead time). Proses yang dilakukan
pada metode morbiditas adalah sebagai berikut :
1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.
3) Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas
Sedayu 2 ada dua yaitu perencanaan bulanan dan tahunan. Untuk perencanaan bulanan puskesmas
Sedayu 2 dilakukan setiap 2 bulan sekali yang dilakukan oleh apoteker di Puskesmas. Untuk
perencanaan tahunan di Puskesmas Sedayu 2 dilakukan di awal tahun berdasarkan penggunaan
obat pada tahun sebelumnya. Pertimbangan dalam melakukan perencanaan di Puskesmas Sedayu
2 yaitu berdasarkan pola penyakit dan pola konsumsi. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan
dengan pengobatan(3).
Perencanaan kebutuhan tahunan sediaan Farmasi di Puskesmas Sedayu 2 dilakukan
bersama dengan pembuatan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang selanjutnya dikirim ke
DINKES Kabupaten/Kota. Perencanaan tahunan dilakukan berdasarkan pola konsumsi dengan
memperhitungkan Buffer stock dengan rumus yaitu 18 bulan dikalikan dengan rata-rata
penggunaan sediaan farmasi per bulan. Perencanaan sediaan farmasi bulanan untuk periode
berikutnya, apoteker diminta untuk membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) yang selanjutnya dikirim ke DINKES Kabupaten/Kota. Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) yang selanjutnya diberikan ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk
kemudian dilakukan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya.
Kebutuhan sediaan Farmasi juga disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, memperhitungkan
waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih. (3).
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing Puskesmas diajukan
oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan
format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala Puskesmas dilakukan secara
periodik menggunakan LPLPO sub unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu
penyerahan obat kepada Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menyusun
petunjuk lebih lanjut mengenai alur permintaan dan penyerahan obat secara langsung dari Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota ke Puskesmas (8).
Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi
kebutuhan Sediaan Farmasi dan BahanMedis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaankebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada DinasKesehatan
Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
pemerintah daerah setempat(3).
Permintaan obat yang dilakukan di Puskesmas Sedayu II berdasarkan dari FORNAS
(Formularium Nasional), namun ada beberapa obat yang tidak terdapat didalam FORNAS seperti
Valved dan GG, hal ini terjadi karena permintaan dokter yang sangat tinggi serta banyaknya pasien
yang mengalami batuk dan flu. Valved mengandung pseudoefedrin Hcl dan tripolidine Hcl yang
berkhasiat menghilangkan gejala-gejala gangguan saluran nafas atas seperti rinitis vasomotor
alergika, selesma/pilek, dan flu dan GG yang berkhasiat sebagai ekspektoran dengan cara
meningkatkan volume dan mengurangi viskositas sekresi dalam trakea dan bronkus. Dengan
demikian, dapat meningkatkan efisiensi refleks batuk dan memperlancar pembuangan sekresi(24).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam permintaan obat adalah :
a. Menentukan jenis permintaan obat,
1) Permintaan Rutin : Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas. Jadwal rutin permintaan obat di
Puskesmas Sedayu 2 adalah setiap 2 bulan sekali menggunakan LPLPO. Setiap melakukan
permintaan harus mempertimbangkan waktu tunggu sampai obat datang ke Puskesmas
sehingga mencegah terjadinya kekosongan obat.
2) Permintaan Khusus : Dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila : ¾ kebutuhan
meningkat; ¾ terjadi kekosongan ; ¾ ada kejadian luar biasa (KLB/Bencana).
b. Menentukan jumlah permintaan obat
Data yang diperlukan antara lain :
1) Data pemakaian obat periode sebelumnya.
2) Jumlah kunjungan resep.
3) Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
4) Sisa stok.
c. Menghitung kebutuhan obat dengan cara :
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode
sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :
Permintaan = SO – SS
Keterangan :
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan)
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (lead time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa stok
Pasien yang baru berobat dan mendapatkan resep biasanya akan mengantarkan
resep ke apotek dan meletakannya di boks resep. Resep yang diterima dari pasien
diskrining oleh petugas mulai dari kelengkapan administratif, kelengkapan farmasetis
maupun kelengkapan persyaratan klinis. Kelengkapan administratif mencakup nama
dokter, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, berat badan pasien, tanggal resep serta
unit asal resep. Sedangkan kesesuaian farmasetis meliputi seperti bentuk dan kekuatan
sediaan, dosis, aturan pakai serta jumlah obat. Kelengkapan resep terakhir yang harus
di skrining adalah persyaratan klinis yang bertujuan untuk memastikan bahwa obat yang
diresepkan oleh dokter tepat untuk pasien, baik dari kesesuaian obat dengan diagnosa
pasien, dosis, rute, ada atau tidaknya interaksi obat yang signifikan bermakna klinis,
maupun kontraindikasi pada pasien.
Setelah Dilakukan Skrining resep, maka dilakukan kegiatan penyerahan
(Dispensing) meliputi menyiapkan/ meracik obat, memberikan etiket obat, dan
menyerahkan obat oleh apoteker kepada pasien disertai pemberian informasi obat dan
konseling obat kepada pasien mengenai cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pemakaian obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi(2). Setelah obat diserahkan kepada pasien, apoteker harus
melakukan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien kronis seperti pasien
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya(3).
Kegiatan pelayanan resep di puskesmas di Sendayu 2 dimulai dengan penerimaan
resep lalu dilakukan pengkajian administrasi resep. Resep dokter yang ada di
puskesmas sendayu 2 dari segi administratif meliputi nama dokter, usia pasien, dan paraf
dokter. Resep dokter tidak mencantumkan informasi berat badan pasien sehingga ketika
kita hendak menentukan dosis untuk anak, maka perlu ditanyakan terlebih dahulu ke
pasien bersangkutan terkait berat badan pasien. Pengkajian selanjutnya adalah
pengkajian farmasetis. Pengkajian farmasetis pada resep telah sesuai yaitu
mencantumkan bentuk sediaan obat, jumlah obat,kekuatan sediaan obat, dan aturan
pakai. Lalu untuk pengkajian terakhir yaitu pengkajian klinis. Pengkajian klinis pada
resep, dokter selalu mencantumkan informasi apabila pasien memiliki alergi obat.
Pengkajian klinis lainnya sudah sesuai. Pengkajian resep di Puskesmas Sendayu 2 tidak
memakai checklist khusus dikarenakan terbatasnya jumlah dokter di Puskesmas
Sendayu 2 sehingga apabila ada ketidaksesuaian informasi bisa langsung ditanyakan
dengan dokter bersangkutan.
Kegiatan selanjutnya setelah dilakukan pengkajian resep adalah dispensing, yaitu
meliputi :
1. Pengambilan obat dari rak penyimpanan obat kemudian dicek nama obat,
kekuatan sediaan, keadaan fisik obat, dan tanggal kadaluarsa obat.
2. Penyiapan obat di Puskesmas Sendayu 2 terdiri dari 2 macam yaitu obat
racikan (Salep dan Puyer) dan obat non racikan.
3. Pemberian etiket Puskesmas Sendayu 2 sudah sesuai yaitu etiket putih untuk
obat minum dan etiket biru untuk obat luar. Hanya saja untuk penulisan
etiket di Puskesmas Sendayu 2 tidak mencantumkan nama obat dan
kekuatan sediaan obat dikarenakan langsung ditempel pada kemasan obat.
4. Obat dimasukkan dalam plastik klip berbeda dengan etiket yang diklip pada
masing-masing obat. Hal ini untuk menghindari penggunaan obat yang
salah dan menjaga mutu obat.
5. Pengecekan kembali meliputi penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan, jenis dan jumlah obat.
6. Memastikan bahwasannya yang menerima obat adalah pasien itu sendiri
atau diwakilkan oleh keluarga pasien.
7. Penyerahan obat kepada pasien dilakukan dengan cara sopan, menggunakan
bahasa yang dapat dimengerti orang awam, suara terdengar jelas, baik,
terperinci agar informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh pasien.
8. Memberikan informasi obat meliputi nama obat, manfaat obat, jumlah obat,
bentuk sediaan obat, terapi non-farmakologi, kemungkinan efek samping,
dan cara penyimpanan obat.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menilai penggunaan obat di suatu fasilitas kesehatan sangat penting dilakukan khususnya
dalam mempromosikan penggunaan obat rasional di negara-negara berkembang dan
menggunakan indikator penggunaan obat (19). Sejak tahun 1985 World Healt Organization (WHO)
terus berupaya untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, salah satunya adalah
pengembangan indikator penggunaan obat (20).
Penggunaan obat dikatakan tepat atau rasional bila pasien diberikan obat sesuai dengan
kebutuhan klinisnya. Tujuan dari penggunaan obat yang rasional adalah meminimalisasi masalah
yang timbul akibat penggunaan obat yang tidak tepat dan agar pasien mendapatkan obat yang
sesuai dengan penyakit yang dideritanya, aman dan efektif. WHO mengembangkan tiga faktor
utama dari indikator penggunaan obat yaitu pola peresepan, pelayanan yang diberikan bagi pasien,
dan tersedianya fasilitas untuk merasionalkan penggunaan obat(20). Ketiga faktor tersebut berperan
penting pada tercapainya kerasionalan penggunaan obat.
Parameter Penilaian
Persentase peresepan antibiotik pada diare non spesifik adalah 8% menurut WHO, sampel
diambil sebanyak 30 resep dan diperoleh hasil:
Persentase injeksi pada myalgia: 1% menurut WHO, sampel diambil sebanyak 30 resep dan
diperoleh hasil:
Persentase injeksi pada 0 %
myalgia
Polifarmasi 2
Hasil dari Hasil dari perhitungan sampel resep persentase injeksi pada myalgia adalah 0%,
yang berarti adalah rasional. Karena meurut literatur adalah pemberian injeksi pada myalgia adalah
1%. Dan tidak ada polifarmasi karena manurut rerata jumlah obat perlembar resep adalah 2,6
sedangkan hasil yang diperoleh dari pengambilan sampel adalah 2.
Kasus I
Oleh :
Muhammad Sahindrawan Firmansyah
Leptospirosis
1. Definisi
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut dengan manifestasi klinis bervariasi,
disebabkan oleh mikroorganisme leptospira. Leptospira adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit dengan manifestasi gejala klinis yang sangat luas(1). Leptospirosis
memiliki penyebaran yang merata hampir di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik pada
negara dengan iklim tropis. Leptospirosis merupakan salah satu penyakit zoonosis yang paling
sering terjadi. Penyakit ini menyebar melalui kontak, baik langsung ataupun tidak langsung, antara
mukosa atau kulit manusia yang mengalami luka dengan hewan yang terinfeksi seperti tikus,
anjing, kucing, dan hewan rumahan lain(2). Penyakit Weil’s, muncul sebagai bentuk stadium ikterik
dari leptospirosis. Penyakit Weil’s merupakan suatu bentuk leptospirosis berat yang melibatkan
kegagalan beberapa organ seperti hati dan ginjal(3). Data dari Pusat Pengendalian Krisis
Departemen Kesehatan, pasien leptospirosis di seluruh Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok, dan
Bekasi mencapai 193 orang dengan 14 pasien meninggal selama Februari 2007(1).
Penyakit leptospirosis pada umumnya ringan namun akan menjadi berat ketika bacteremia
mampu mempengaruhi pembuluh darah kecil. Perbubahan transien pada fungsi ginjal serin
dijumpai. Pada umumnya akan membaik dalam 3 sampai 6 minggu. Pada kasus leptospirosis
pemeriksaan laboratorium penting dilakukan untuk melihat gambaran klinis.
2. Etiologi
Leptospira termasuk kedalam ordo Spirochaetales, family Leptospiracea dan genus spiroketa
berukuran 6–20 μm dengan karakteristik berpilin seperti spiral, tipis, lentur dengan panjang 10-20
mikron dan tebal 0,1 mikron serta memiliki 2 lapis membran dengan ujung yang berbentuk kait.
dengan motilitas yang tinggi. Genus Leptospira terdiri dari dua puluh jenis spesies, lima
diantaranya termasuk spesies yang menyebabkan penyakit misalnya L. interrogans yang memiliki
kurang lebih 250 serovar. Leptospira dideskripsikan dengan serovar untuk kepentingan klinis dan
epidemiologi(2,4,5).
Organisme Leptospira tidak dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa,
namun dapat dilihat dalam kultur dan spesimen klinis dengan menggunakan mikroskop lapangan
gelap. Kebutuhan nutrisi Leptospira yang khas menyebabkan Leptospira tidak dapat tumbuh pada
medium yang digunakan dalam proses kultur biasa. Leptospira secara khusus dapat dikultur pada
media EMJH (Ellinghausen–McCullough–Johnson–Harris) yang ditambahkan 0,1% agar. Kultur
dapat diperiksa dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap dalam interval mingguan(6).
Sebagaimana gambar diatas dapat dilihat bahwasanya manusia dapat terinfeksi Leptospira
melalui kontak langsung dengan urin, darah atau jaringan dari hewan karier leptospirosis . Kuman
Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa mulut,
hidung atau mata ketika berenang di dalarn air yang terkontaminasi Leptospira, karena bakteri
tersebut dapat bertahan hidup di dalam air bersifat basa sampai 6 bulan . Selain itu, penularan juga
terjadi jika kontak Iangsung dengan tanah basah atau tanaman yang terkontaminasi urin hewan
penderita leptospirosis(8).
5. Patofisiologi
Leptospira dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung antara kulit yang terluka atau mukosa tubuh seperti mukosa konjungtiva ataupun mukosa
oral dengan binatang ataupun ekskreta binatang yang terinfeksi Leptospira. Leptospira dapat
berproliferasi dan menyebar dalam aliran darah ke seluruh tubuh kemudian berproliferasi dalam
organ-organ. Masa inkubasi bervariasi antara dua hingga tiga puluh hari dengan rata-rata lima
hingga empat belas hari. Setelah antibody terhadap Leptospira terbentuk, Leptopspira mulai
menghilang dari darah namun tetap bertahan hidup pada berbagai organ seperti otak, hati, paru-
paru, jantung, dan ginjal. Siklus hidup Leptospira telah lengkap ketika Leptospira mempenetrasi
membran basalis dari tubulus ginjal proksimal dan berikatan dengan sel-sel tubulus dan kemudian
diekskresikan bersama dengan urin(6). L. interrogans dengan serovar icterohaemorrhagie adalah
salah satu serovar Leptospira yang berhubungan erat dengan kejadian penyakit Weil’s, yaitu suatu
kondisi leptospirosis berat yang melibatkan kegagalan beberapa organ seperti hati dan ginjal yang
ditandai dengan jaundice, gagal ginjal, syok dan perdarahan(3). Pada ginjal, kerusakan yang
disebabkan oleh Leptospira dapat mengakibatkan kerusakan tubulus distal dan tubulus konvulus
hingga menyebabkan gagal ginjal akut yang digambarkan dengan peningkatan kreatinin darah (9).
Pada hati, Leptospira menyebabkan kerusakan ikatan antar sel hepatosit, penyumbatan pada
kanalikuli hingga nekrosis fokal pada sel-sel periportal. Kerusakan intrahepatic ini dapat
memberikan gambaran jaundice pada penderita. Pada paru, dapat terjadi perdarahan pulmonal
yang diakibatkan lesi-lesi kapiler karena terjadinya aktivasi endotel yang diikuti dengan deposisi
imunoglobulin dan deposisi komplemen serta adhesi platelet(6).
6. Terapi
Terapi suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi,
hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Keseimbangan cairtan
akibat diare dan muntah-muntah memerlukan infus, anemia berat diperbaiki dengan transfusis
darah.Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan membaiknya
kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.
Selama perlu dilakukan pemantauan tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan respirasi secara berkala
tiap jam atau 4 jam serta pemantauan jumlah urin.
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari
setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Gambar 2. Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis(5)
A. Pengertian
Scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitifitas terhadap Sarcoptes scabiei varian homonis dan telurnya. Scabies terjadi baik
pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas
sosial. Penyakit scabies banyak diderita di masyarakat, maka tidak heran banyak penamaan
untuk penyakit ini sperti gudik, kudis, gatal agogo, dan budukan.\
B. Etiologi
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Scabies atau kudis adalah penyakit kulit
yang disebabkan oleh infestasi dan sensitifitas terhadap Sarcoptes scabiei varian homonis dan
telurnya. Siklus hidup tungau ini adalah: setelah kopulasi (perkawinan) di atas kulit, tungau jantan
akan mati, kadang-kadang masih dapat gidup
beberapa hari dalam terowongan yang digali
oleh tungau betina. Tungau betina dapat
bertahan hidup selama 1-2 bulan. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari, sambil
meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai
mencapai 40-50 telur. Selama itu tungau
betina tidak meninggalkan terowongan.
Setelah 3-4 hari, larva berkaki enam akan
muncul dari telur dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva kemudian
menggali terowongan pendek (moulting pockets) tempat mereka berubah menjadi nimfa. Setelah
itu nimfa berkembang menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidup mulai dari
telur sampai bentuk dewasa antara 8-12 hari.
Tungau scabies lebih memilih area tertentu untuk membuat terowongan dan
menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaceus. Biasanya, pada satu individu
terdapat 5-15 tungau, kecuali Norwegian scabies- individu bisa didiami lebih dari sejuta
tungau ini.
C. Tanda dan gejala
Gejala yang paling umum ketika seseorang terkena scabies adalah gatal intens
terutama pada malam hari, ruam seperti jerawat, lecet/luka yang disebabkan garukan.
Lubang tungau tampak sebagai garis bergelombang dengan panjang sampai 2,5 cm, kadang
pada ujungnya terdapat beruntusan kecil. Lubang/terowongan tungau dan gatal-gatal
paling sering ditemukan dan dirasakan di sela-sela jari tangan, pada pergelangan tangan,
sikut, ketiak, di sekitar puting payudara wanita, alat kelamin pria (penis dan kantung
zakar), di sepanjang garis ikat pinggang dan bokong bagian bawah. Infeksi jarang
mengenai wajah, kecuali pada anak-anak dimana lesinya muncul sebagai lepuhan berisi
air. Lama-lama terowongan ini sulit untuk dilihat karena tertutup oleh peradangan yang
terjadi akibat penggarukan.
D. Jalur penularan
Tungau parasit ditularkan terutama dengan kontak langsung antara kulit dengan
kulit. Kemudian juga dapat melalui tempat tidur atau fasilitas lainnya. Masa inkubasi
terjadi sekitar 1-2 bulan (terkadang beberapa bulan pada orang tua), gejala klisnis biasanya
akan muncul letusan pada benjolan. Pada kasus scabies/kudis crusted, lapisan kulitnya
sebagian besar mengandung S. scabiei. Dalam kasus tersebut tungau parasit dapat
ditularkan tidak hanya melalui kontak langsung dengan kulit, tetapi juga melalui
penyebaran tungau bersamaan dengan lapisan kulit yang mengering dan terkelupas. Hal
tersebut yang menyebabkan wabah besar infeksi S. scabiei di rumah sakit, pesantren atau
rumah. Masa inkubasi pada kasus tersebut kadang lebih pendek (4-5 hari) karena infeksi
dengan jumlah tungau parasit S. scabiei yang banyak.
E. Patofisiologi
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya memperlihatkan peran
yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap timbulnya gatal. S. Scabiei
melepaskan substansi sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-
sel Langerhans ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV dan
tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast
yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi
peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan
memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi
papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah
sel limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis
tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat
berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh
pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi sekunder.
F. Terapi farmakologi
Terdapat beberapa terapi untuk scabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang mempengaruhi dalam keberhasilan yang antara lain umur pasien,
biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang pernah diberikan
sebelumnya.
Terapi lini pertama pasien dewasa adalah skabisid topikal, dapat digunakan
permethrin krim 5%. Dioleskan di seluruh permukaan tubuh, kecuali area wajah dan kulit
kepala (daerah banyak terdapat kelenjar pilosebaceus), dan lebih difokuskan di selasela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada pasien
anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus diolesi. Pasien harus
diberitahu bahwa walaupun telah diberi terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal
di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu. Steroid topikal, anti-histamin, ataupun
steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada
pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid.
Presipitat sulfur 4-20%. Preparat sulfur tersedia dalam bentuk krim dan salep. Tidak
efektif untuk stadium telur. Pengobatan selama tiga hari berturut-turut, dapat dipakai untuk
bayi/anak kurang dari 2 tahun.
Benzil benzoat. Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau scabies.
Digunakan dalam bentuk emulsi 25% dengan periode kontak 24 jam, diberikan setiap
malam selama 3 hari. Terapi dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi
dan anak-anak.
Gamma benzene heksaklorida (Gammexana). Merupaka insektisida yang bekerja
pada sistem syaraf pusat (SSP) tungau. Tersedia dalam bentuk 1% krim, lotion, gel, tidak
berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari leher
ke bawah selama 12-24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih dan dapat diaplikasikan
kembali setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak
musnah oleh pengobatan sebelumnya. Tidak dianjurkan mengulang pengobatan dalam 7
hari, serta menggunakan konsentrasi selain 1% karena efek samping neurotoksik SSP
(ataksia, tremor dan kejang) akibat pemakaian berlebihan.
Crotamiton krim (crornyl-N-Ethyl-O-Toluidine). Sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50%-70%. Hasil terbaik diperoleh jika diaplikasikan
dua kali sehari setelah mandi selama lima hari berturut-turut. Tidak dapat digunakan untuk
wajah, disarankan mengganti semua pakaian dan sprei serta dicuci dengan air panas setelah
penggunaan critamiton untuk mencegah kembai tungau. Efek samping iritasi bila
digunakan jangka panjang; obat ini tidak mempunyai efek sistemik.
Ivermectin. Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti-parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolida, namun
tidak mempunyai aktivitas antibiotik, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit.
Diberikan oral dosis tunggal 200ug/kgBB untuk pasien umur lebih dari 5 tahun. Formulasi
Ivermectin topikal dilaporkan efektif. Efek samping yang sering ditimbulkan adalah adalah
dermatitis kontak, dapat juga terjadi hipotensi, edema laring dan ensefalopati.
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permethrin 5% krim Dioleskan selama 8-14 jam, diulangi Terapi lini pertama di AS dan
7 hari kemudian. Pemberian kehamilan kategori B
sebanyak 3 kali.
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam setelah itu Tidak dapat diberikan pada anak
(gammexane) dibersihkan, oleskan kedua 1 minggu umur 2 tahun ke bawah, wanita
kemudian. hamil, dan laktasi.
Crotamiton 10% krim Dioleskan selama 2 kali sehari, Memiliki efek anti-pruiritus,
selama 5 hari berturut-turut. tetapi efektivitasnya tidak sebaik
topikal lainnya.
Precipitatum Sulfur 5-10% Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak kurang dari2
dibersihkan. bulan dan wanita hamil dan
laktasi, tetapi tampak kotor dan
data efisiensi masih kurang.
Benzyl Benzoat 10% lotion Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif, namun dapat
dibersihkan. menyebabkan dermatitis pada
wajah.
Ivermectin 200ug/kg Dosis tunggal oral, dapat diulang Efektivitasnya tinggi dan aman.
setelah 10-14 hari Dapat digunakan pada kasus-
kasus skabies berkrusta dan
skabies resistensi.
- Pengobatan komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.
- Pengobatan simptomatik
Obat anti-histamin dapat mengurangi gatal yang menetap selama beberapa
minggu setelah terapi anti-scabies yag adekuat. Untk bayi, dapat diberikan
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient
pada lesi yang kurang aktif, pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1%.
G. Terapi non-farmakologi
Memberikan edukasi pada pasien scabies:
- Mandi air hangat dan keringkan badan.
- Mengoleskan salep/obat topikal pada kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
- Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
- Ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan, selalu mencuci dengan teratur
dan bila perlu direndam/direbus menggunakan air panas.
- Jangan ulangi penggunaan skabidid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasanya gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
- Setiap anggota keluarga sebaiknya mendapatkan pengobatan yang sama dan
ikut menjaga kebersihan.
Daftar Pustaka
1. Anonim, 2008, Guidline for the diagnosis and treatment of scabies in Japan (second
edition), Executive Committee of Guidline for the Diagnosis and Treatment of Scabies,
The Japanese Dermatological Association, Tokyo, Japan.
2. Tansil S.T., Angelina J., Krisnataligan, 2017, Scabies: Terapi Berdasarkan Siklus Hidup,
Continuing Medical Education, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta.
3. https://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/ss/slideshow-scabies-overview
4. https://www.medicalnewstoday.com/articles/16961.php
5. https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact
=8&ved=0ahUKEwiYw_WYn-7YAhVDsJQKHWxzB-
IQFghPMAY&url=http%3A%2F%2Fdokterpost.com%2Fterapi-skabies-permetrin-vs-
salep-2-4%2F&usg=AOvVaw1eHC1hhRuxHmm8hdNCHTTG – Terapi scabies:
permetrin vs salep 2-4
Subjektif - Nama : An. HA
- Keluhan : kaki kiri terasa gatal sejak 1 minggu yang lalu. Sudah
diberi salep salep gentamisin namun belum membaik.
- Tinggal di pesantren.
Objektif - Umur : 12 tahun
- BB : 40,6 kg
- UKK (ujud kelainan kulit): Ada papula berukuran kecil, t. Pedies
at manus (infeksi jamur dermatofit pada kaki), dextra et sinistra
(ukurannya normal, permukaannya rata, tidak tampak masa)
Assessment - Pasien terdiagnosa scabies
- Pasien mendapatkan terapi salep 2-4 sebanyak 1 tube dioleskan 3
kali sehari tipis-tipis dan terapi cetirizine syrup sebanyak 1 botol
diminum 1 kali sehari 2 sendok takar.
- Tidak ada DRP
- Tidak ada ADR
- Tidak terdeteksi adanya bakteri sekunder
Plan
Kasus III
Nama : Rosmalina
NIM : 17811208
GONOCOCCAL INFECTION
A. Definisi
Infeksi Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang
dapat menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih
mata (konjungtiva) dan bagian tubuh yang lain.
B. Etiologi
Bakteri penyebab gonore adalah N gonorrhoeae. Bakteri N gonorrhoeae adalah bakteri gram
negatif, intraselular, aerobic diplococcus, dan lebih dikenal sebagai Gonokokus.
C. Jalur Penularan
Penularan infeksi gonore dapat melalui hubungan seksual, menyentuh bagian yang terinfeksi
dengan tangan secara langsung (tanpa sarung tangan) dan pada neonatus,infeksi gonore dapat
ditularkan pada saat neonatus berada pada jalan kelahiran disaat ibu si neonatus sedang menderita
infeksi gonore.
D. Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan adhesi pada sel mukosa ( urethra, vagina, rectum,
tenggorokan)kemudian penetrasi ke submukosa dan menyebar baik secara langsung maupun
hematogen.
1. Langsung pada pria menyebabkan prostatitis dan epididymitis, sedangkan pada
wanita langsung menyebar ke kelenjar Bartholin, paraserviks, tuba falopii, dst.
2. Hematogen
Hanya 1% kasus, kebanyakan dari asymptomatic infection pada wanita. Inidisebabkan
adanya kelainan pertahanan tubuh, misalnya. Defisiensi C6-9 atau bakteri yang kebal
terhadap antibodi dan komplemen, bakteri dengan protein porin A pada dinding sel
kemudian menginaktivasi C3b. Manifestasi berupa arthritis, lesi kulit, dan
tenosynovitis.
E. Terapi Farmakologi
No. Usia Infeksi Rekomendasi
1. Pasien Infeksi gonokokus Ceftriaxone (Rocephin), 250 mg IM
Dewasa uretra, serviks, atau dalam dosis tunggal ditambah
rektum yang tidak Azitromisin (Zithromax), 1 g secara
rumit. oral dalam dosis tunggal, atau
doksisiklin, 100 mg per oral dua kali
sehari selama 7 hari *;
Jika ceftriaxone tidak tersedia, gunakan
cefixime (Suprax), 400 mg secara oral
dalam dosis tunggal ditambah
Azitromisin, 1 g secara oral dalam dosis
tunggal, atau doksisiklin, 100 mg per
oral dua kali sehari selama 7 hari lalu di
kesembuhan dalam satu minggu.
Infeksi Gonokokus Untuk pasien dengan alergi sefalosporin
yang sudah berat, gunakan azitromisin, 2 g secara
menyebar oral dalam dosis tunggal ditambah
(disarankan rawat Uji kesembuhan dalam satu minggu
inap) Ceftriaxone, 1 g IM atau IV setiap 24
jam sampai 24 sampai 48 jam setelah
perbaikan dimulai
atau
Cefotaxime (Claforan), 1 g IV setiap 8
jam sampai 24 sampai 48 jam setelah
perbaikan dimulai
atau
Ceftizoxime (Cefizox), 1 g IV setiap 8
jam sampai 24 sampai 48 jam setelah
perbaikan dimulai 24 sampai 48 jam
setelah perbaikan dimulai, beralih ke
sefiksim, 400 mg per oral dua kali per
hari, untuk setidaknya satu minggu
pengobatan antimikroba total.
Konjuktivitis Ceftriaxone, 1 g IM dalam dosis tunggal
Gonokokus
Menginitis Ceftriaxone, 1 sampai 2 g IV setiap 12
Gonokokus dan jam selama 10 sampai 14 hari untuk
endokarditis meningitis dan setidaknya 4 minggu
untuk endokarditis
Infeksi Faring Ceftriaxone, 250 mg IM dalam dosis
Gonokokus tunggal ditambah Azitromisin, 1 g
secara oral dalam dosis tunggal, atau
doksisiklin, 100 mg per oral dua kali
sehari selama 7 hari *
2. Pasien Hamil Ceftriaxone, 250 mg IM dalam dosis
tunggal
Untuk pasien dengan alergi penisilin,
gunakan azitromisin, 2 g secara oral
dalam dosis tunggal
3. Pasien Anak- Infeksi gonokokus Anak-anak dengan berat> 45 kg (100 lb):
Anak pankreas, serviks, sama seperti rekomendasi orang dewasa
rektum, atau Anak dengan berat ≤ 45 kg: ceftriaxone,
faringeal 125 mg IM dalam dosis tunggal
Bakteremia atau artritis
Anak-anak dengan berat> 45 kg:
ceftriaxone, 50 mg per kg IV atau IM per
hari selama 7 hari
Anak dengan berat ≤ 45 kg: ceftriaxone,
50 mg per kg IV atau IM per hari (tidak
melebihi 1 g per hari) selama 7 hari
4. Pasien Bayi yang lahir dari Bayi yang lahir dari ibu dengan gonore
Neonatus ibu dengan infeksi tidak diobati tanpa tanda-tanda infeksi
gonore yang tidak dapat diberikan Ceftriaxone, 25 sampai
diobati dan tanpa 50 mg per kg IV atau IM dalam dosis
tanda-tanda infeksi tunggal, tidak melebihi 125 mg
Infeksi gonokokus yang disebarluaskan
neonatus atau abses kulit kepala
dapat diberikan Ceftriaxone, 25 sampai
50 mg per kg IV atau IM per hari selama
7 hari
Infeksi Gonokokus Ceftriaxone, 25 sampai 50 mg per kg IV
yang sudah atau IM per hari selama 7 hari atau
menyebar atau Cefotaxime, 25 mg per kg IV atau IM
abses pada kulit setiap 12 jam selama 7 hari
kepala Meningitis neonatal diberikan
Ceftriaxone, 25 sampai 50 mg per kg IV
atau IM per hari selama 10 sampai 14
hari atau
Cefotaxime, 25 mg per kg IV atau IM
setiap 12 jam selama 10 sampai 14 hari
Ophthalmia neonatorum diberikan
Ceftriaxone, 25 sampai 50 mg per kg IV
atau IM dalam dosis tunggal, tidak
melebihi 125 mg
F. Terapi Non-Farmakologi
1. Hindari melakukan hubungan seksual dengan penderita infeksi gonore.
2. Menggunakan pengaman seperti kondom untuk mencegah penularan.
Daftar Pustaka
Subjektif Nama : Sulis Lestari
Keluhan : Keputihan (cair, ada gumpalan putih), gatal (-)
Alergi : Tidak ada
Objektif Diagnosis : Gonococcal infection, unspesicified
Umur : 22 tahun 2 bulan
BB : -
Tinggi : -
Alamat : Dingkikan RT.07
Jenis kelamin : Perempuan
Assesment 1. Pasien diberikan Nistin Vaginal Suppo untuk mengatasi
keputihannya.
2. Pasien diberikan doksisiklin untuk mengatasi jerawatnya
Planning 1. Lanjutkan penggunaan Nistin Vaginal Suppo
2. Monitoring keputihan pasien apakah masih berlanjut atau tidak
setelah menggunakan Nistin Vaginal Suppo
Kasus IV
Oleh :
Femmy Orshidina G
Scabies
1. Definisi
Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan
sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006),
dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras dan level sosial ekonomi (Raza et al.
2009). Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang,
menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh
inang (Triplehorn dan Johnson, 2005). Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes
scabiei var hominis.
2. Etiologi
Tungau jantan dan betina berkopulasi pada terowongan yang dangkal pada kulit,9 setelah
melakukan kopulasi S.scabei jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa
hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari terutama
pada malam hari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari. Telur akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang setelah 2-3 hari akan menjadi nimfa.
Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum
granulosum.10 Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari. 2,4,5,6,8
Telur yang dihasilkan skabies betina ditularkan melalui kontak fisik yang erat, misalnya
melalui pakaian dalam, handuk, sprei, dan tempat tidur. Skabies dapat hidup di luar kulit hanya
2 -3 hari dan pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relative 40-80% (Harahap M., 2000).
Penyebaran terjadi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung atau dua orang yang
menggunakan tempat tidur yang sama. Penyebaran biasa terjadi di tempat-tempat yang padat
populasi atau di rumah -rumah yang dihuni oleh banyak orang (Sembel, 2009).
Faktor yang menyebabkan scabies adalah keterkaitan antara faktor sosio demografi dengan
lingkungan (Baur et al. 2013). Penyakit scabies berasosiasi secara kuat dengan kemiskinan dan
kepadatan penduduk (Heukelbach et al. 2006). Faktor yang mengakibatkan tinggginya prevalensi
scabies antara lain kelembaban yang tinggi, rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi (Onayemi 2005),
personal higiene yang buruk, pengetahuan, sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat
(Ma’rufi 2005). Baur (2013) juga melaporkan faktor personal higiene, ketersediaan air bersih, status
sosial ekonomi berpengaruh terhadap prevalensi skabies di India. Rendahnya status gizi mempengaruhi
sistem imun, sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh juga menyebabkan tingginya prevalensi
skabies (Melton 1978). Kebiasaan tidur, berbagi baju, handuk, praktek hygiene yang tidak benar, sering
berpergian ke tempat yang beresiko dan berpotensi sebagai sumber penularan scabies merupakan faktor
ganda yang menyebabkan scabies (Raza et al. 2009). Sanitasi lingkungan yang buruk di merupakan
faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit Scabies
(Ma’rufi et al. 2005).
Lampiran
Diare
OLEH : Rosmalina
Jumlah
Injeksi Dosis Lama
Tgl No Nama Umur Item Nama Obat
(Ya/Tidak) Obat Pemakaian
Obat
44 Parasetamol
1. Tien Syofiah 4 Tidak 3x500mg 3 hari
tahun 500mg
Attapulgit 2 tab/
2 hari
02- 600mg diare
12- Domperidone
3x5mg 3 hari
2017 5mg
Oralit suc
Parasetamol
3x500mg 3 hari
500mg
05- 2
42 Attapulgit 2 hari
12- 2. Yatini 3 Tidak tab/diare
tahun
2017 Ranitidine
2x150mg 5 hari
150mg
Common Cold
MYALGIA
OLEH : MUHAMMAD SAHINDRAWAN FIRMANSYAH
Jumlah
Injeksi Dosis Lama
Tgl No Nama Umur Item Nama Obat
(Ya/Tidak) Obat Pemakaian
Obat
02- 4 Hadi 52 th 2 Tidak Ibuprofen 2x1
12- Sumargono 400 mg
2017 Vitamin BC 2x1
Daftar Pustaka