Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT IMMANUEL

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Praktik Kerja Profesi Apoteker


pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani

BRIGITA ANUGRAH PERTAMA, S.Farm


3351181504

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019

 
 
 
 

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Immanuel
Bandung pada periode bulan Oktober 2019. Laporan Praktik Kerja PKPA ini
disusun untuk melaporkan kegiatan selama melaksanakan PKPA dan untuk
memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Profesi Apoteker pada Program Studi
Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.

Penulis menyadari bahwa pelaksanaan PKPA sampai penyusunan laporan ini


dapat terlaksana dengan lancar berkat kerjasama, bantuan, pengarahan, dan
dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Rumah Sakit Immanuel Bandung, tempat dilaksanakannya Praktik Kerja


Profesi Apoteker.
2. Ibu Prof. Dr. Afifah B. Sutjiatmo, MS., Apt., Dekan Fakultas Farmasi,
Universitas Jenderal Achmad Yani.
3. Ibu Dr. Sri Wahyuningsih, M.Si., Apt., Ketua Program Studi Profesi
Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.
4. Ibu Dra. Pudjiastuti Kartidjo., M.Si., Apt. Koordinator Praktik Kerja Profesi
Apoteker dibidang Rumah Sakit
5. Ibu Dra. Ambarsundari, M.M., Apt., Pembimbing PKPA Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani.
6. Ibu Tiara Wahyuni, S.Farm., Apt., Pembimbing PKPA di Rumah Sakit
Immanuel Bandung
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal
Achmad Yani.
8. Kedua orang tua dan keluarga yang tiada henti mendukung dan mendoakan
serta memberikan dukungan moril maupun materil dalam penyusunan laporan
ini.
9. Teman-teman apoteker angkatan XXVII dan para senior terima kasih atas
dukungan dan motivasi serta bantuannya sehingga terselesaikannya
pembuatan laporan ini.
10. Semua pihak yang telah membantu yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Disadari bahwa penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan oleh karena itu
diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di masa mendatang yang lebih baik.

Cimahi, Oktober 2019

Penulis

i
 
 
 

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II PENATALAKSANAAN PKPA ............................................................. 3
BAB III TUGAS KHUSUS ................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
LAMPIRAN .......................................................................................................... 24

ii
 
 
 

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
III. 1 Tanda – Tanda Vital Pasien .............................................................. 16
III. 2 Pemeriksaan Laboratorium pasien .................................................... 16
III. 3 Hasil Pemeriksaan Ekocardiografi .................................................... 16
III.4 Terapi Obat dan Regimen ................................................................. 17
III.5 Ketepatan Indikasi dan Dosis ............................................................ 18
III.6 Drug Related Problem ...................................................................... 20
III.7 Rasionalitas Pengobatan.................................................................... 20

iii
 
 
 

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

II. 1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Immanuel ..................................... 24


II. 2 Struktur Organisasi IFRS Immanuel ................................................. 25
II. 3 Alur Penyaluran Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP dari Gudang
Ke Satelit ........................................................................................... 26
II. 4 Alur Permintaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP Antar Satelit
Farmasi .............................................................................................. 27

iv
 
 
 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

II. 1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Immanuel ..................................... 24


II. 2 Struktur Organisasi IFRS Immanuel ................................................. 25
II. 3 Alur Penyaluran Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP dari Gudang
Ke Satelit ........................................................................................... 26
II. 4 Alur Permintaan Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP Antar Satelit
Farmasi .............................................................................................. 27
 

v
 
 

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumberdaya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk itu pengembangan sumber daya manusia (SDM) kesehatan, khususnya
Apoteker, mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan layanan
kesehatan yang bermutu.

Untuk menghasilkan apoteker yang kompeten, diperlukan kurikulum yang dapat


memberikan gambaran implementasi ilmu kefarmasian di era globalisasi.
Perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug oriented ke patient
oriented menuntut apoteker untuk bermitra dan berinteraksi dengan profesi
kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan dengan tujuan akhir
meningkatkan kualitas hidup pasien. Kemitraan ini seyogyanya dimulai saat
menjalani praktik kerja pendidikan profesi Apoteker, sehingga pengalaman belajar
praktik kefarmasian ini selanjutnya dapat membekali apoteker dalam melakukan
praktik kefarmasian yang sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang
ditetapkan oleh pemerintah. Kolaborasi yang produktif antara akademisi dan
praktisi sangat diperlukan untuk membangun metoda yang pragmatis, efisien,
efektif, relevan dan sesuai kebutuhan, sehingga interaksi peserta didik, ilmu
pengetahuan dan praktik mempunyai orientasi bagi tercapainya kompetensi
profesi.

Dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan


kemampuan apoteker dalam menjalankan peran dan fungsi apoteker di rumah
sakit serta dalam bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya, maka Program
Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani
bekerja sama dengan Rumah Sakit Immanuel menyelenggarakan PKPA bagi para
calon apoteker. Program PKPA ini diharapkan mampu memberikan pengenalan
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.

1.2 Tujuan PKPA


Tujuan dilakukannya praktik kerja profesi apoteker di Rumah Sakit adalah :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tengtang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di rumah sakit.

1
 
 

3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari


strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktik farmasi komunitas di rumah sakit.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
rumah sakit

1.3 Waktu dan Tempat PKPA di Rumah Sakit


Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Rumah Sakit Immanuel yang
terletak di Jalan Kopo Nomor 161 Bandung, pada tanggal 1 Oktober 2019 sampai
tanggal 31 Oktober 2019.

2
 
 

BAB II PELAKSANAAN PKPA

2.1 Profil Rumah Sakit Immanuel


2.1.1 Status Rumah Sakit
Rumah sakit Immanuel adalah Rumah Sakit Umum Swasta milik Yayasan Badan
Gereja Kristen Pasundan dengan klasifikasi B dan telah terakreditasi paripurna.
Sejak tahun 1965 sampai sekarang Rumah Sakit Immanuel digunakan oleh
Universitas Kristen Maranata sebagai Rumah Sakit Pendidikan.

2.1.2 Tim Farmasi Dan Terapi (TFT)


Tim Farmasi dan Terapi (TFT) Rumah Sakit Immanuel diketuai oleh dokter;
apoteker sebagai sekretaris; anggotanya dokter, apoteker dan tenaga kesehatan
lainnya. Fungsi dari Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Immanuel terdiri dari:
pelaksanaan, pembuatan dan revisi sistem formularium, penasehat bagi staf
medik dalam semua hal yang berkaitan dengan penggunaan obat, pemantauan dan
evaluasi reaksi obat merugikan dan membuat rekomendasi yang sesuai untuk
mencegah terjadinya kembali, dan pemberian saran kepada instalasi farmasi
rumah sakit untuk menerapkan prosedur pengendalian distribusi obat yang
efektif.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Immanuel merupakan instalasi farmasi
yang memberikan pelayanan kefarmasian mulai dari pengelolahan sediaan
farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan farmasi klinik. IFRS
Immanuel dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa apoteker
dan tenaga pendukung lainnya yang memenuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku, kompeten dan profesional.

2.2.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Tugas dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Immanuel (IFRS) terdiri dari:
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yaitu
meliputi :
a. Pemilihan
b. Perencanaan kebutuhan
c. Pengadaan
d. Penerimaan
e. Penyimpanan
f. Pendistribusian
g. Pemusnahan dan penarikan
h. Pengendalian
i. Administrasi

2. Pelayanan farmasi klinik yaitu meliputi:


a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat,
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat,
c. Melaksanakan rekonsiliasi obat,

3
 
 

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep


maupun obat non resep kepada pasien/ keluarga pasien,
e. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain,
f. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya,
g. Melaksanakan pemantauan terapi obat (PTO),
h. Monitoring efek samping obat (MESO),
i. Evaluasi penggunaan obat (EPO).

2.2.2 Sumber Daya Kefarmasian


i) Sumber daya Manusia
Kualifikasi Sumber daya manusia yang bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Immanuel terdiri dari pekerjaan kefarmasian 18 apoteker dan 65 tenaga teknis
kefarmasian. Sedangkan untuk pekerjaan penunjang terdiri dari 10 tenaga
administrasi. Struktur organisasi Instalasi Farmasi di Rumah Sakit (IFRS)
Immanuel tertera pada Lampiran 2 Gambar II.2.

ii) Sarana Dan Peralatan


IFRS RSI memiliki sarana antara lain kantor IFRS yang terdiri dari ruang kepala
IFRS Immanuel, ruang kepala pengatur gudang, ruang kepala pengatur rawat inap,
ruang kepala pengatur rawat jalan, ruang gudang penyimpanan obat, ruang
perencanaan, ruang penerimaan, ruang farmasi klinik, dan ruang konseling, dan 5
satelit farmasi yaitu:
1. Satelit Farmasi Rawat Inap, BPJS dan Pusat Medik
2. Satelit Farmasi Rawat Jalan: Diagnostic Center 2
3. Satelit Farmasi IGD dan Satelit Farmasi OKB
4. Satelit Farmasi Klinis
5. Satelit Gudang Farmasi
Peralatan yang dimiliki IFRS RSI antara lain: pneumatic tube (Aerocomb®),
trolley emergency, lift barang, trolley barang, ESCO Negative Isolator, lemari
khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika, lemari pendingin, dan cool box.

2.3 Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker


Pelaksanaan praktik kerja profesi apoteker di rumah sakit dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Standar pelayanan
pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien. Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2
(dua) standar, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.

4
 
 

2.3.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
i) Pemilihan
Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) di IFRS Immanuel berdasarkan formularium rumah sakit, efektifitas dan
keamanan pengobatan berbasis bukti, mutu, harga, ketersediaan di pasaran serta
hasil rapat tim farmasi dan terapi yang di laksanakan tiap sekali dalam sebulan.

ii) Perencanaan Kebutuhan


Perencanaan di IFRS Immanuel berdasarkan metode konsumsi epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi, disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai dilakukan dengan melihat hasil pemakaian bulan sebelumnya
Penentuan jumlah barang yang harus dibeli dibagi dalam perencanaan barang
yang dilakukan setiap 10 hari dengan memperhatikan stok barang yang terdapat di
satelit dan gudang farmasi. Jika jumlah barang dalam kartu stok sudah kurang,
pembelian barang segera dilakukan.

iii)Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan perbekalan farmasi di IFRS Immanuel
dilakukan dengan perencanaan pembelian perbekalan farmasi yang secara umum
dilakukan oleh bagian pengadaan farmasi dengan memperhatikan anggaran rumah
sakit tahun berjalan, formularium rumah sakit, dan kunjungan pasien, pola
penyakit, program rumah sakit, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), program
pemerintah, mutasi/pergerakan barang, pemakaian bulan sebelumnya dan sisa
persediaan yang masih ada. Pembelian perbekalan farmasi secara rutin melalui
Pedagang Besar Farmasi yang resmi melalui surat pesanan. Prosedur pengadaan
perbekalan farmasi dengan membuat PO (Purchase Order)/Surat Pesanan
perbekalan farmasi berdasarkan data pengeluaran dari tiap satelit dan berdasarkan
DKB (Daftar Kebutuhan Barang) dari tiap bagian oleh pengatur gudang farmasi,
kecuali reagensia yang pemesanan dilakukan langsung oleh Laboratorium,
Purchase Order yang telah dibuat dicetak dan diserahkan kepada kepala Instalasi
Farmasi untuk diverifikasi dan ditanda tangani.

iv) Penerimaan
Penerimaan barang di IFRS Immanuel merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Penerimaan barang yang datang ke IFRS Immanuel dilakukan dengan
pemeriksaan kesesuaian antara faktur, surat pesanan, serta barang yang datang ke
rumah sakit. Pengecekan yang dilakukan diantaranya yaitu: Keabsahan faktur
(nama distributor, alamat, dan TTD Apoteker Penanggung jawab), Memastikan
kesesuaian tujuan atau peruntukkan barang terhadap rumah sakit yang
bersangkutan, Memastikan kesesuaian nama, dosis, kekuatan, kemasan, jumlah
obat, nomor batch sesuai faktur, Kondisi fisik barang (kecacatan/kerusakan) dan
Tanggal kadaluarsa. Untuk penerimaan Cold Chain Product dipastikan
menggunakan cool box, coolpack dan thermometer dengan range suhu 2-8o C.

5
 
 

Jika barang yang datang sudah sesuai dengan faktur, maka barang akan langsung
diterima dan petugas yang bertugas dalam pengadaan akan memberikan tanda
terima berupa cap/stempel rumah sakit beserta paraf petugas, serta diberi nomor
urut penerimaan dan dicatat di buku penerimaan barang. Jika barang yang dikirim
tidak sesuai dengan SP atau terdapat kerusakan fisik, maka IFRS Immanuel akan
membuat nota pengembalian barang atau retur dan mengembalikan barang
tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan barang yang sesuai.

v) Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di
gudang farmasi IFRS Immanuel diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan
stabilitas sediaan farmasi dan untuk memudahkan pendistribusian sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Gudang Farmasi IFRS Immanuel
menyimpan semua sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Bahan medis habis pakai disimpan didalam lemari khusus dan terpisah. Metode
yang digunakan dalam proses penyimpanan barang di gudang Instalasi Farmasi
yaitu berdasarkan stabilitas sediaan, bentuk sediaan, obat-obat narkotika,
psikotropika dan obat-obat tertentu (OOT) disimpan di lemari khusus terkunci,
kemudian disusun berdasarkan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan
FIFO serta dengan memperhatikan adanya obat-obat LASA (look alike sound
alike) yang ditandai dengan stiker kuning dan obat-obat High Alert dengan stiker
merah. Penulisan nama obat pada rak dibuat khusus dimana suku kata yang
berisiko tinggi mengalami kesalahan baca ditulis dengan huruf kapital dengan
variasi warna dan huruf yang berbeda. Kekuatan dosis juga ditulis jelas pada rak
dan diberi warna merah jika tersedia lebih dari satu kekuatan dosis. Bahan-bahan
yang mudah terbakar disimpan dalam ruangan khusus tempat penyimpanan
bahan-bahan mudah terbakar.

vi) Pendistribusian
Metode distribusi perbekalan farmasi yang terdapat di IFRS Immanuel yaitu
sebagai berikut:
1. Distribusi perbekalan farmasi dari gudang besar farmasi secara langsung
kepada satelit-satelit farmasi. Sistem pendistribusian perbekalan farmasi dari
gudang farmasi menuju satelit farmasi secara umum tertera pada Lampiran 2,
Gambar II.3. Permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai oleh unit pelayanan dalam bentuk DKB (Daftar Kebutuhan Barang)
yang dilakukan secara online, dimana DKB tersebut harus divalidasi oleh
kepala ruangan/kepala instalasi. Gudang farmasi mencetak SBBK (Surat Bukti
Barang Keluar) sebagai bukti pengeluaran barang, SBBK ditandatangani oleh
petugas gudang yang menyiapkan barang dan petugas unit pelayanan yang
menerima barang. Pengiriman barang dari gudang ke satelit dilakukan secara
manual, barang di antar lansung oleh petugas gudang. Selain itu, pengiriman
barang dapat menggunakan lift barang dan alat aerocom.

2. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem permintaan barang antar


satelit. Sistem distribusi ini dilakukan apabila terdapat kekosongan atau
kekurangan perbekalan farmasi pada suatu satelit dan perbekalan farmasi

6
 
 

tersebut tidak terdapat dalam stok penyimpanan gudang. Alur distribusi dengan
sistem permintaan barang antar satelit tertera pada Lampiran 3 Gambar II.4.

3. Distribusi perbekalan farmasi dengan sistem floor stock dilakukan pada


beberapa tempat seperti ruangan Rawat Inap.

Sistem distribusi obat terhadap pasien dibagi menjadi 3 diantaranya:


1. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)
Sistem distribusi floor stock dilakukan di Instalasi Gawat Darurat, poliklinik
rawat jalan, ruangan rawat inap, ruangan perawatan intensif dan kamar operasi.

2. Sistem Resep Perorangan


Sistem distribusi perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem resep perorangan
dilakukan di satelit farmasi rawat jalan (diagnostic center 2), satelit farmasi
rawat jalan BPJS dan rawat inap.

3. Sistem Unit Dosis


Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
berdasarkan resep perseorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis pada pasien. Sistem unit dosis ini
digunakan untuk pasien rawat inap. Sistem distribusi rawat inap dilakukan
dengan sistem unit dosis (UDD/Unit Dose Dispensing)

4. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai bagi pasien rawat inap menggunakan kombinasi floor stock dan Unit
Dose Dispensing.

vii) Pemusnahan
Pemusnahan di IFRS Immanuel dilakukan pada produk yang telah kadaluarsa.
Pemusnahan obat di Rumah Sakit Immanuel dilakukan dengan bantuan pihak
ketiga. Produk obat yang dimusnahkan, di data dan pisahkan dalam 2 bentuk
sediaan yaitu padat (serbuk) dan cairan. Sebelum obat di musnahkan obat di
hancurkan terlebih dahulu oleh pihak gudang, untuk obat bentuk padat di gerus,
sementara untuk obat cair di encerkan terlebih dahulu. Kemudian diserahkan
kepada pihak ketiga (PT Pengolahan Limbah Indonesia) untuk di musnahkan.
Pemusnahan arsip resep dilakukan setiap 5 tahun.

viii) Pengendalian
Pengendalian bertujuan agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan
farmasi di unit pelayanan. Kegiatan pengendalian di IFRS Immanuel mencakup
pengendalian juga dengan melengkapi setiap item obat dengan kartu stok serta
dilengkapi dengan sistem komputer dan melakukan stok opname.

ix) Administrasi
Administrasi mencakup pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan
bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk
di lingkungan IFRS Immanuel. Pencatatan akan memudahkan penelusuran untuk
mengetahui perbekalan yang substandar dan harus ditarik dan peredaran.

7
 
 

Pencatatan dapat dilakukan dengan sistem komputer dan manual. Pencatatan


dilakukan pada kartu pencatatan yaitu kartu stok. Pelaporan bertujuan untuk
menyediakan data yang akurat sebagai bahan evaluasi, infomasi yang akurat, arsip
yang memudahkan penelusuran surat dan laporan, data yang lengkap untuk
membuat perencanaan.

2.3.2 Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Rumah Sakit Immanuel Bandung
diantaranya

i) Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan.

Kegiatan dalam proses pengkajian dan pelayanan resep yang dilakukan di IFRS
Immanuel mencakup menerima dan memvalidasi resep dokter, mengerti dan
menginterpretasikan maksud dokter dalam resep atau order obat, membuat solusi
dengan dokter penulis resep jika terdapat masalah dalam resep, menyediakan atau
meracik dengan teliti, memberi wadah dan etiket dengan benar, dan menyerahkan
obat beserta pemberian informasi obat.

ii) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien. Penelusuran riwayat penggunaan obat
di Rumah Sakit Immanuel dilakukan pada pasien rawat inap dengan melakukan
kunjungan keruangan-ruangan dan melakukan wawancara langsung dengan
pasien.

iii)Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat (Medication Error) seperti obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Rekonsiliasi obat dilakukan pada
pasien baru yang mendapatkan pengobatan atau pasien transfer (pasien yang
berpindah ruangan dari ruang ICU ke ruang perawatan ataupun sebaliknya) dan
pasien yang akan keluar dari rumah sakit.

iv) Pelayanan Informasi obat


Pelayanan informasi obat di Rumah Sakit Immanuel diberikan kepada pasien pada
saat penyerahan obat. Informasi obat tersebut meliputi cara penggunaan obat,
waktu konsumsi dan tempat penyimpanan apabila diperlukan. Informasi obat
kepada dokter dan profesional kesehatan lain dilakukan apabila terdapat obat baru
yang harus segera diketahui oleh profesional kesehatan.

8
 
 

v) Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Apoteker
menyampaikan aspek yang berkaitan dengan obat yang diterima pasien
diantaranya nama obat, indikasi, rute pemberian, bentuk obat, efek yang
diharapkan dari obat tersebut. Untuk mengetahui tingkat pemahaman pasien,
apoteker meminta pasien untuk menjelaskannya kembali. Konseling dilakukan di
utamakan kepada pasien polifarmasi dengan penggunaan lebih dari 5 obat, pasien
yang mendapatkan obat dengan cara khusus, pasien TB dan untuk pasien baru.

vi) Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya. Visite di RSI dilakukan mandiri oleh
apoteker, maupun secara bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain. Visite
mandiri dilakukan secara rutin namun tidak terjadwal. Visite bersama dilakukan
setiap seminggu sekali dan diutamakan untuk pasien di ruangan perawatan ICU
dan HCU.

vii) Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien, dengan
tujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Pemantauan terapi obat di RSI dilakukan
oleh apoteker dengan berkeliling setiap hari ke semua ruangan. Kegiatan PTO
diawali dengan melakukan Clinical Pathway (CP) selanjutnya dilakukan skrining
awal pemantauan meliputi 7 kriteria: polifarmasi, obat dengan indeks terapi
sempit, geriatri/pediatri, HIV/TB, pasien dengan DRP, Polifarmasi, mendapatkan
terapi dari tiga jenis antibiotik, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. Jika
minimal 3 dari kriteria dimiliki oleh pasien maka perlu dilakukan pemantauan
terapi obat.

viii) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Laporan
efek samping obat dapat diketahui dari laporan perawat ruangan. Laporan
tersebut kemudian akan ditindak lanjuti oleh apoteker dengan datang ke ruang
perawatan pasien dan melakukan wawancara, serta menyesuaiakan dengan
Medical Therapy Record (MTR) pasien untuk melihat obat-obatan yang didapat
oleh pasien dan mencari tahu obat yang diduga menyebabkan efek samping dan
berdiskusi dengan dokter penanggung jawab pasien berkaitan masalah efek
samping yang dialami oleh pasien.
Setelah mendapatkan laporan tentang efek samping tersebut apoteker akan
mengkaji tentang efek samping obat dengan menanyakan perkembangan

9
 
 

penggunaaan obat apakah didapat keluhan, bagaimana bentuk keluhan tersebut,


apakah keluhan terjadi selama pasien menggunakan obat dan bagaimana jika
obat berhenti digunakan. Setelah dikaji masukan dalam laporan penilaian
dengan Algoritma Naranjo dan dicari literatur pendukung tentang efek samping
yang didapat dari obat, jika literatur pendukung tidak didapat, laporan MESO
dicatat dan dilaporkan pada pusat MESO Nasional di Jakarta. Pelaporan MESO
di Rumah Sakit Immanuel Bandung diadakan setiap 6 bulan.

ix) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi
penggunaan obat di Rumah Sakit Immanuel Bandung dilakukan pada obat-obatan
antara lain obat antibiotik dengan metode Gyssen.

x) Dispensing sediaan steril


Dispensing sediaan steril harus dillakukan di instalasi farmasi dengan teknik
aseptik untuk menjamin sterilisasi dan stabilitas produk dan melindungi petugas
dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian
obat. Di Rumah Sakit Immanuel Bandung melakukan dispensing sediaan steril
yaitu:
a. Pencampuran Obat Suntik
Rumah Sakit Immanuel untuk pencampuran obat suntik dilakukan oleh pihak
farmasi yang telah terlatih yang telah mengikuti pelatihan dan mendapatkan
sertifikat.
b. Penanganan Sediaan Sitostatik
Di Rumah Sakit Immanuel penanganan sediaan sitostatik dilakukan oleh
apoteker yang telah mengikuti pelatihan dan mendapat sertifikat. Penanganan
dilakukan diruangan khusus yang dirancang dengan kondisi sesuai,
pencampuran obat dilakukan didalam alat ESCO Negative Isolator, dimana
petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti head cap, masker,
sarung tangan, serta sepatu, dan baju khusus.

2.3.3 Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinik adalah faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien seperti
umur, gender, ras, status kehamilan, fungsi ginjal, fungsi hati, status sistem imun.
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien dan faktor risiko yang terkait
farmakoterapi pasien seperti toksisitas, profil reaksi obat yang tidak dikehendaki,
rute dan teknik pemberian dan ketepatan terapi.

10
 
 

BAB III TUGAS KHUSUS

PENGKAJIAN RASIONALISASI PENGOBATAN PASIEN


KARDIOMIOPATI PERIPATUM DI RUANG ELISABETH RS
IMMANUEL PERIODE OKTOBER 2019

3.1 Pendahuluan
Insidensi di Amerika Serikat menunjukkan kardiomiopati peripatum terjadi pada 1
dari 2500-4000 persalinan, dan Afrika selatan 1 dari 1000 persalinan. Sedangkan
di Indonesia data mengenai insiden kardiomiopati peripartum masih minim.
Menurut penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung periode 1
Januari 2011 hingga 31 Desember 2013 adalah 80 orang (26.23%) dari total 305
penderita dengan komplikasi kardiovaskular selama kehamilan dan
pascapersalinan (Prameswari dkk., 2015). Meskipun demikian, kardiomiopati
peripartum dapat mengancam nyawa, sehingga harus dapat mendeteksinya sedini
mungkin. Berdasarkan hasil uraian tersebut, maka perlu diketahui penyakit,
penatalaksanaan kardiomiopati peripatum dan pengkajian rasionalitas pengobatan
menggunakan indikator 8 tepat dan 1 waspada tersebut adalah Tepat diagnosis,
Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara
dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek
Samping Obat.

3.2 Tinjauan Pustaka


3.2.1 Definisi
Kardiomiopati peripartum adalah gagal jantung yang timbul pada trisemester
akhir kehamilan sampai dengan 5 bulan setelah melahirkan, tidak ada faktor lain
yang menyebabkan gagal jantung, tidak ada riwayat penyakit jantung sebelumnya,
adanya disfungsi sistolik ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh ekokardiografi
dengan kriteria fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%.

3.2.2 Faktor Risiko


Faktor risiko kardiomiopati peripatum diidentifikasi berupa penyakit yang
menyebabkan gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah lebih
140/90 mmHg setelah kehamilan minggu ke-20), diabetes melitus, dan merokok.
Sedangkan faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur
saat hamil lebih dari 32 tahun, multipara (lebih dari 3 kali hamil), preeklampsia,
penggunaan obat-obatan untuk membantu proses melahirkan, dan malnutrisi
terutama obesitas.

3.2.3 Patofisiologi
Perubahan beberapa hormon terjadi pada saat akhir dari kehamilan. Perubahan ini
terjadi pada hormon yang berasal dari plasenta dan kelenjar pituitari. Hal ini
merupakan waktu yang tepat dengan terjadinya kejadian kardiomiopati
peripartum. Prolaktin adalah hormon yang berguna untuk mengejekisan ASI
selama proses laktasi. Hormon prolaktin muncul dari akhir kehamilan hingga
akhir dari proses menyusui. Prolaktin adalah suatu hormon protein dengan berat
23 kilodalton (kD).

11
 
 

Pada saat kehamilan terjadi kondisi stress pada otot-otot jantung akibat beban
kerja yang berlebihan. Pada saat otot jantung bekerja lebih maka energi yang di
butuhkan untuk meyuplai ATP ke otot jantung juga lebih. Salah satu yang
berperan sebagai penghasil ATP di sel otot adalah mitokondria. Meningktnya
aktivitas otot jantung menyebabkan berkurangnya Signal Tranducer and Activator
of Transcription (STAT-3). Berkurangnya STAT-3 menyebabkan berkurangnya
Manganase Superoxide Dismutase (MnSOD). MnSOD berperan sebagai
superoksida yang berfungsi mengurangi ROS. Jika jumlah MnSOD berkurang
maka Reactive Oksigen Spesies (ROS) yang berperan sebagai radikal bebas dalam
tubuh mengalami kenaikan. Tingginya ROS menyebabkan terjadinya kenaikan
Cathepsin D dengan mekanisme yang belum diketahui.

Hormon prolaktin suatu hormon protein yang mempunyai berat 23 kilodalton


(kD) yang disekresikan pada trisemester akhir kehamilan. Cathepsin D dapat
menyebabkan hormon prolaktin membelah yang semula mempunyai berat 23 kD
sehingga menjadi 16 kD. 16 kD prolaktin ini juga di kenal sebagai vasoinhibin.
Vasoinhibin mempengarui pembuluh darah agar melakukan apotosis dan memicu
keluarnya eksosom mikroRNA (miRNA146a). Eksosom miRNA146a menekan
kerja dari neuregulin (ErbB). ErbB di butuhkan untuk kelangsungan hidup otot-
otot jantung. Ketika terjadi supresi ErbB maka kelangsungan hidup dan fungsi
otot-otot jantung juga akan terganggu. Terganggunya fungsi otot-otot jantung
dapat menyebabkan kardiomiopati.

3.2.4 Gejala
Gejala penyakit kardiomiopati peripartum muncul pada trimester 3 kehamilan
hingga bulan ke 5 masa postpartum. Gejala tersebut akibat jantung tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh. Volume akhir
diastolik yang semakin banyak tidak diimbangi dengan bertambahnya kekuatan
kontraktilitas dari otot miokardium. Sehingga menimbulkan gejala sebagai berikut
1. Fatigue adalah sensasi merasa lemas merasa mudah lelah dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.
2. Dispneu atau sesak napas adalah nafas cepat dan pendek yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Biasa dispneu terjadi pada melakukan
aktivitas seperti berjalan satu blok.
3. Edema adalah meningkatnya cairan intertitial yang diakibatkan adanya retensi
cairan karena kemampuan kontraksi otot jantung. Edema biasa muncul pada
ektremitas bawah.
4. Orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu, tidur mengunakan 3 bantal
merupakan manifestasi klinis meningkatnya cairan di dalam jaringan intertisial
paru.

3.2.5 Diagnosis
a. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi adalah tes yang dilakukan dengan cara merekam aktivitas
listrik jantung selama periode tertentu untuk memeriksa fungsi jantung.
Pemeriksaan ini untuk menilai denyut jantung dan irama, untuk mencari konduksi
listrik yang abnormal, dan untuk menyingkirkan serangan.

12
 
 

b. Echocardiografi
Echocardiografi (USG jantung) adalah metode pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambar struktur organ
jantung. Ekokardiografi dilakukan pada pasien yang diduga menderita
kardiomiopati peripartum. Kriteria diagnosis ejeksi fraksi <45% dan fractional
shortening <30%. Ekokardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada
6 minggu, 6 bulan dan kemudian setiap tahun untuk menilai efikasi terapi medis.

c. Foto Thorak
Pada penyakit kardiomiopati peripartum foto torak pada penderita kardiomiopati
peripartum memberi gambaran seperti gagal jantung dengan kongesti pulmonal.
Pada foto ditemukan ventrikel kiri yang melebar disertai atrium kanan yang
melebar. Dapat juga ditemukan gambaran khas edema pulmonal disertai
komplikasi pneumonia dan efusi pleura.

3.2.6 Penatalaksanaan Terapi


a. Terapi Non Farmakologi
Penatalaksanaan awal kardiomiopati peripatum adalah istirahat, pembatasan
garam, dan terapi diuretik. Oksigen dapat diberikan lewat face mask atau
continuous positive airway pressure (CPAP) dengan tekanan 5-7,5 cm H2O untuk
membantu meringankan cardiac output dan mendapatkan saturasi oksigen arteri ≥
95%. Pembatasan garam kurang dari 2 g/hari.

b. Terapi Farmakologi
1. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiontensi I
membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penghambat ACE
mengurangi volume dan tekanan pengisian ventrikel kiri dan meningkatkan curah
jantung. ACEI merupakan terapi lini pertama pada wanita postpartum, tetapi
kontraindikasi pada ibu hamil karena efek teratogeniknya terutama pada trimester
kedua dan ketiga, adanya hubungan peningkatan angka abortus, fetopati karena
hipotensi fetus, oligohidramnionanuria, dan renal tubular dysplasia. ACEI dapat
digunakan pada pasien kardiomiopati peripatum masa postpartum dan aman untuk
wanita menyusui. Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya
hiperkalemia, karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian
K+ harus dengan hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian
diuretik berlebihan maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
Selain ACEI, ARB juga dikontraindikasikan pada saat kehamilan karena efek
toksisitasnya pada janin.

2. Antagonis Aldosteron
Spironolakton adalah obat yang berfungsi melakukan bloking pada reseptor
mineralokortikoid. Aldosteron berfungsi untuk meretensi garam dan air agar tetap
berada di dalam tubuh. Spironolakton adalah diuretik hemat kalium. Maka dari itu
monitoring kadar kalium dalam darah harus dilakukan secara ketat. Spironolakton
adalah diuretik yang pengunakannya aman bagi ibu dan anaknya. Selain itu
pengunakan diuretik harus memonitoring dengan ketat kadar kalium dalam darah
dan fungsi ginjal.

13
 
 

3. β-Blocker
Pasien dengan kardiomiopati peripatum dan gagal jantung terjadi peningkatan
kadar katekolamin (adrenalin dan hormon terkait), yang dapat meningkatkan
denyut jantung, tekanan darah, dan tekanan jantung dan vaskular secara
keseluruhan. β-Blocker digunakan untuk memblokir efek ini dan dapat
menyebabkan penurunan denyut jantung dan tekanan darah. β-blocker tertentu
lebih aman daripada yang lain selama kehamilan. β-blocker digunakan sebagai
terapi lini kedua karena penggunaan jangka panjang pada masa prenatal dapat
menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun β-blocker
relatif aman untuk wanita menyusui. Bisoprolol, karvediol dan metoprolol lepas
lambat yang dapat direkomendasikan untuk pengobatan gagal.

4. Diuretik
Diuretik pengobatan ini berguna untuk mengekresikan garam dan air yang
berguna untuk mencegah menumpuknya air di paru-paru, peritoneum, dan edema.
Diuretik digunakan untuk mengurangi sesak dan edama. Diuretik seperti
furosemid dapat menyebakan penurunan tekanan darah dan hilangnya kalium,
berlebihan dari dalam darah. Jika ingin melakukan terapi dengan mengunakan
diuretik maka tekanan darah, fungsi ginjal dan elektrolit harus rutin dilakukan
pemantuan secara ketat. Diuretik seperti tiazid dan furosemid merupakan pilihan
yang digunakan. Pengunaan diuretik harus diberikan dan dimulai dengan dosis
rendah dikarenakan furosemid dan tiazid dapat mengurangi perfusi darah kedalam
plasenta sehingga dapat membahayakan terhadap janin yang dikandung

5. Vasodilator
Vasodilator adalah pengobatan yang berguna untuk merelaksasi pembuluh darah.
Dengan pembuluh darah yang relaksasi maka jantung akan lebih mudah
memompa darah ke organ vital. Resistensi pembuluh darah yang berkurang maka
tekanan darah pun juga akan berkurang. Selama masa kehamilan obat yang
digunakan untuk vasodilatasi adalah hidralazine. Hidralazin dapat di berikan
secara tunggal atau di kombinasi dengan nitrat. Setelah masa kehamilan atau
postpartum ACEI dan ARB dapat digunakan sebagai relaksasi pembuluh darah
mengantikan hidralazine dan nitrat. ACEI dan ARB tidak diberikan pada masa
kehamilan dikarenakan menyebabkan defect pada fetus.

6. Digitalis
Digitalis merupakan obat yang berguna untuk memperkuat pompa jantung dan
dapat mengurangi stimulasi dari katekolamin. Digitalis juga dapat digunakan
untuk memperlambat detak jantung dan memperkuat pompa pada jantung. Jadi
digitalis dapat memperpanjang fase pengisian end diastolik sehingga volume
darah yang mengalir ke ventrikel lebih banyak. Selain itu digitalis juga dapat
memperkuat pompa yang dilakukan otot jantung. Sehinga kardiak output yang
dihasilkan oleh jantung lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan
oleh tubuh. Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik,dan mengurangi gejala
simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui
(dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi) dan kadar digoksin serum
harus dimonitor, terutama bila dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin
selama 6 - 12 bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari kardiomiopati
peripatum.

14
 
 

7. Antiaritmia
Antiaritmia diberikan pada pasien dengan kelainan irama jantung. Pengobatan
berguna untuk menyetabilkan irama jantung. Selama kehamilan b-bloker sotalol
dan intravena procainamid dapat diberikan. Amiodaron adalah second line yang
dapat diberikan secara intravena atau oral selama kehamilan ataupun masa
postpartum. Tetapi amiodaron dapat menyebabkan toxic kepada fetus dan
membutuhkan monitor secara hati-hati terhadap fungsi hati, tiroid, dan paru-paru

8. Antikoagulan
Pada pasien kardiomiopati peripartum resiko terjadinya pembekuan darah
semakin meningkat terutama jika ejection fraction sangat rendah. Antikoagulan
berfungsi untuk mengencerkan darah. Pada saat kehamilan heparin dapat
diberikan dengan injeksi subdermal atau intravena melalui infus. Setelah
postpartum warfarin dapat diberikan dalam bentuk pil sehari sekali. Seperti ACE
inhibitor, warfarin tidak diberikan pada saat proses kehamilan karena dapat
menyebabkan defect pada janin. Pemberian heparin dan warfarin harus dilakukan
monitoring faktor pembekuan darah agar menghindari terjadinya peradarahan.

3.3 Pengkajian Rasionalitas Pengobatan


Data dikumpulkan dari catatan rekam medik pasien dari tanggal 11 sampai dengan
13 Oktober 2019 di di Ruang Perawatan Elisabeth RS Immanuel Bandung. Salah
satu metode sistematis yang dapat digunakan adalah Subjective Objective
Assesment Planning (SOAP).

3.3.1 Subjective (S)


Identitas Pasien Ruang Rawat : Elisabeth
Nama : Ny. S No.Rekam Medik : xxx
Usia : 37 Tahun 10 bulan Tgl. Masuk : 11-10-2019
Alamat : Bandung, Jawa Barat Tgl. Keluar : 13-10-2019
Status : BPJS Status pulang : Pulang dengan perbaikan
Dokter : xxx
Apoteker : xxx
Alergi:
Paracetamol
Pemeriksaan Penunjang Awal :
Laboratorium
Alasan Masuk RS/ Keluhan Utama : Sesak nafas, Pasien mengeluh sesak
napas 2 hari sebelum masuk rumah sakit, bertambah bila beraktivitas, berkurang
bila istirahat, dirasakan sesak dibagian dada dirasakan seperti ditimpa beban
berat dan terus menerus
Riwayat Penyakit Dahulu :
Post SC 1,5 bulan anak ke 3
Riwayat Penyakit Pengobatan :
Omeprazole 1 x 1 tablet
Sukralfat 1 x 15 ml
Diagnosa Awal : CHF ec Kardiomiopati Peripatum
Diagnosa Utama : CHF ec Kardiomiopati Peripatum
Diagnosa Tambahan : Hipertensi.

15
 
 

3.3.2 Objective (O)


1. Hasil Diagnosa Dokter : CHF ec Kardiomiopati Peripatum dan Hipertensi
2. Pemeriksaan Fisik
Tabel III.1 Tanda-Tanda Vital Pasien
Tanggal Pemeriksaan
Pemeriksaan Nilai Normal
11/10 12/10 13/10
Tekanan Darah 120/80 mmHg 160/112 130/80 110/80
Nadi 60-100/menit 127 107 94
Respirasi 16-20 x 27 20 20
Suhu Tubuh 36,5-37,2 oC 36,2 36,6 36,3
Saturasi Oksigen 95-100% 94 96 96

3. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel III.2 Data Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan Hasil Pemeriksaan
(11 Oktober 2019)
Hemoglobin 11.7 – 15.5 g/dl 10.6
Hematocrit 35 – 47 % 36
Leukosit 4.00 – 10.00 10 /mm3
3
8.53
Trombosit 150 – 450 103/mm 466
Eritrosit 3.8 – 5.2 Juta/mm3 4.6
MCV 80 – 100 fL 78
MCH 26 – 34 Pg/mL 23
MCHC 32 – 36 g/dL 30
Glukosa darah < 140 mg/dL 105
Sewaktu

4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel III.3 Hasil Pemeriksaan Echocardiografi pasien
Keterangan
Dimensi ruang jantung dilatasi LV (Left Ventrikel)
Dinding LV (Left Ventrikel) tak menebal
Fungsi LV Sistolik menurun (EF : 40 % biplane)
Fungsi LV diastolik gangguan restriktif
Fungsi RV menurun (TAPSE > 20 mm)
Kesan
Kardiomiopati dilatasi dengan penurunan fungsi LV

16
 
 

5. Terapi Obat dan Waktu Pemberian


Tabel III.4 Terapi Obat dan Regimen
Rute Aturan Tanggal Pemberian
Nama Obat
Pemberian Pakai 11/10 12/10 13/10
Furosemid Stat stat √ - -
Spironolakton tab 25 mg Po 1x1 √ √ √
HCT tab 25 mg Po 1x1 √ √ √
Amlodipin tab 10 mg Po 1x1 √ √ √
Digoxin tab 0,25 mg Po 1x1 - √ √
Furosemid amp Iv 2x2 - √ -
Furosemid tab 40 mg Po 1x1 - - √
Car-Q Po 3x1 - - √

17
 
 

3.3.3 Assesment (A)


1. Ketepatan Indikasi dan Dosis
Tabel III. 5 Ketepatan Indikasi dan Dosis
Nama Obat,
Kandungan dan Dosis Menurut Ketepatan Efek Samping
Kekuatan sediaan, Indikasi Ketepatan Indikasi Literatur dosis
aturan Pakai
Furosemid Manajemen Edema terkait Sesuai Oral : 20 - 80 Sesuai Gangguan elektrolit,
IV 1 x 2 amp CHF, gangguan hati atau mg/hari Hipokalemia,
Oral 1 x 1 tab ginjal IV : 20 – 40 Hipokalsemia
mg/dosis

Spironolakton 25 mg Manajemen edema dan Sesuai 12,5 – 25 mg/hari, Sesuai Hiperkalemia,


1 x 1 tab retensi natrium pada CHF maksimum 50 Hiponatremia,
pada pasien yang hanya mg/hari kantuk, kelesuan,
sebagian responsif atau kebingungan,
tidak toleran terhadap hiperurisemia
tindakan terapeutik lainnya

Hidroklorotiazid 25 Hipertensi ringan hingga Sesuai 25 – 100 mg/hari Sesuai Gangguan elektrolit,
mg sedang, pengobatan edema dalam 1 -2 dosis; Hipokalemia,
1 x 1 tab pada gagal jantung maksimum 200 alkalosis dan
kongestif dan sindrom mg/hari Hiponatremia dapat
nefrotik terjadi

18
 

Nama Obat,
Kandungan dan Ketepatan Dosis Menurut Ketepatan
Kekuatan sediaan, Indikasi Indikasi Literatur dosis Efek Samping
aturan Pakai
Amlodipin 10 mg Hipertensi, Profilaksi Sesuai 2,5 – 10 mg Sesuai Gangguan tidur, sakit
1 x 1 tab Angina sekali sehari kepala, edema, letih,
nyeri, mual
Digoxin 0,25 mg Aritmia, Gagal Jantung Sesuai 0,125 – 0,5 mg sesuai Biasanya karena dosis
1 x 1 tab berlebihan, anoreksia,
mual, muntah diare
Car Q Membantu memelihara Sesuai Mual Muntah
3 x 1 tab kesehatan jantung,
Antioksidan

19
 
 

2. Masalah Terkait Obat


Tabel III.6 Drug’s Related Problem
No. Jenis DRP’s Penilaian Keterangan
Ada indikasi tidak
1. Tidak ada -
diobati
Pemberian obat tanpa
2. Tidak ada -
indikasi
3. Dosis rendah Tidak ada -
4. Dosis tinggi Tidak ada -
5. Kejadian efek samping Tidak ada -
Digoxin – Furosemid (dapat
6. Kejadian interaksi obat Ada menyebabkan hipokaemia
dan toksisitas digoxin)
7. Ketidakpatuhan pasien Tidak ada -
Pemilihan obat tidak -
8. Tidak Ada
tepat

3. Rasionalitas Pengobatan
Tabel III.7 Rasional Pengobatan
No Indikator Penilaian Keterangan
1 Tepat Diagnosis Sesuai -
2 Tepat Pemilihan Obat Sesuai -
3 Tepat Indikasi Sesuai -
4 Tepat Pasien Sesuai -
5 Tepat Dosis Sesuai -
6 Tepat Cara dan Lama Sesuai -
Pemberian
7 Waspada Terhadap Efek Sesuai -
Samping
8 Tepat Informasi Sesuai -

3.3.4 Planning (P)


Adapun beberapa rekomendasi yang dapat diberikan yaitu
- Monitoring kadar kalium
- Monitoring efek samping digoxin
- Pemantauan tekanan darah
- Terapi non Farmakologi seperti istirahat yang cukup, mengatur gaya hidup
lebih sehat dengan diet DASH, olahraga ringan dan teratur seperti jalan kaki

20
 

3.4 Pembahasan
Pasien bernama Ny. S, berusia 37 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 11
oktober 2019 dengan didiagnosa penyakit kardiomiopati peripatum.
Kardiomiopati peripatum adalah gagal jantung yang terjadi pada trisemester akhir
kehamilan sampai 5 bulan setelah melahirkan. Gejala kardiomiopati peripartum
yang biasa terjadi mudah lelah, nyeri dada, batuk, jantung berdebar, sesak nafas
dan batuk. Pada pasien gejala yang dialami adalah sesak napas dan diketahui
pasien baru saja melahirkan 1,5 bulan yang lalu. Sesak napas pasien ditandai
dengan nilai pernapasan (Respiration Rate) pasien yang tinggi. Sesak napas terjadi
karena jantung tidak dapat memompa darah dengan baik akibatnya banyak darah
yang tertahan dijantung akibatnya darah yang dari paru-paru mau masuk jantung
lebih sulit sehingga darah menumpuk diparu-paru, tekanan diparu-paru meningkat
menyebabkan cairan banyak masuk keparu-paru dan menyebabkan sesak.

Diagnosis kardiomiopati peripatum dapat dilakukan echocardiografi. Kriteria


diagnosis kardiomiopati peripatum dengan echocardiografi ditandai dengan
disfungsi sistolik dengan kriteria fraksi ejeksi ventrikel kiri < 45 %. Hasil
echocardiografi pasien menunjukkan adanya dilatasi pada ruang ventrikel kiri
(LV) jantung. Keadaan ini bisa terjadi karena tekanan darah tinggi, serangan
jantung dan lain-lain. Pembesaran ini akan diikuti dengan fungsi yang menurun
pada ruang tersebut yang ditandai dengan pemompaan darah yang tidak optimal.
Fraksi ejeksi (EF) ventrikel kiri 40 % hal ini berarti sebanyak 40% darah ventrikel
kiri memompa keluar dalam sekali kontraksi, semakin kecil nilai EF nya
menandakan jantung tidak berfungsi dengan baik dalam memompa darah
sehingga mendukung data diagnosis kardiomiopati peripatum.

Pada pasien kardiomiopati peripatum lini pertama dari terapi menggunakan


diuretik. Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala seperti edema perifer dan sesak nafas. Penggunaan obat ini dapat
berisiko dalam menganggu kadar kalium darah. Dimana efeknya terhadap pasien
yaitu pasien akan merasa tidak berenergi. Untuk menghindari hal tersebut perlu
senyawa lain untuk menyeimbangkan kadar kalium dalam darah. Spironolakton
diharapkan dapat menyeimbangkan kadar kalium.

Penggunaan digoxin paling sering digunakan dalam pengobatan kongestif pada


kegagalan jantung. Pada pasien fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama
sinus digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel, digoxin dapat
mengurangi gejala, terutama karena memburuknya gagal jantung. Kelemahan
utama pada terapi glikosida yaitu indeks terapeutik sempit. Digoxin menurunkan
ketegangan jantung dan membantu agar denyut jantung tetap normal, teratur, dan
kuat. Untuk mengatasi hipertensi yang dialami oleh pasien, maka diberikan
Amlodipin 10 mg. Untuk terapi suportif dalam memelihara jantung pasien
diberikan Car-Q 100.

Setelah 3 hari dalam perawatan, pasien mengalami perkembangan yang baik,


sesak nafas yang dirasakan telah berkurang dari sebelumnya. Pada tanggal 13
oktober 2019 pasien diperbolehkan pulang oleh dokter dan diresepkan obat
Furosemid 40 mg, Spironolakton 25 mg, HCT 25 mg, Amlodipin 10 mg, digoxin

21
 

0,25 mg dan Car-Q 100. Maka Apoteker harus memberikan pelayanan informasi
obat (PIO) kepada pasien mengenai indikasi, aturan pakai, cara dan lama
penggunaan, serta penyimpanan obat tersebut.

Terdapat DRP’s pada kasus ini, yaitu interaksi obat antara digoksin dan furosemid
dimana interaksi ini bersifat moderat yang menyebabkan risiko hipokalemia dan
toksisitas digoxin, sehingga diperlukan pemantauan kadar digoxin dan kalium.
Adanya interaksi tersebut dapat diatasi dengan penggunaan kalium dan
magnesium dalam darah. Pencegahan kehilangan kalsium dan magnesium dengan
pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolakton. Penyesuaian dosis
digoxin mungkin diperlukan. Pasien disarankan untuk memberi tahu dokter
mereka jika mengalami tanda-tanda kemungkinan toksisitas digoxin atau
gangguan elektrolit, seperti lemah, lesu, nyeri otot atau kram, mual, anoreksia,
gangguan penglihatan, atau detak jantung tidak teratur.

Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan menggunakan


Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Tepat Diagnosis, pasien didiagnosis
kardiomiopati peripatum hal ini sesuai dengan terapi pengobatan yang diberikan
terhadap pasien dengan diagnosis penyakit tersebut, tepat pemilihan obat, tepat
indikasi, tepat pasien, tepat dosis, tepat cara dan lama pemberian dan tepat harga,
tepat informasi dan waspada efek samping obat seperti penggunaan obat
furosemide yang dapat menyebabkan hipokalemia.

3.5 Kesimpulan
Kardimiopati peripatum adalah bentuk kegagalan jantung yang terjadi pada wanita
hamil trisemester akhir dan 5 bulan setelah melahirkan. Berdasarkan studi kasus
penyakit kardiomiopati peripatum diketahui bahwa terapi yang diberikan kepada
pasien sudah tepat sesuai dengan kondisi pasien.

22
 

DAFTAR PUSTAKA

Arany Z dan Elkayam U. (2016): Peripartum Cardiomiopathy. Division of


Cardiovasculer Medicine and Department of Obstetric and Gynecology.
University of Southren California, Philadelphia.

Denise HK., Arash H., Justus N., dan Johann B. (2014): Peripartum
Cardiomiopathy: current management and future perspectives, Departmen
of Cardiology and Angiology. Medical School Hanover.

Dipiro, JT., et al. (2015): Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York :
McGraw-Hill Education

Johnson-Coyle L., Jensen L., dan Sobey A. (2012): Peripartum cardiomyopathy:


Review and practice guidelines. Am J Crit Care, 21(2).

Kementerian Kesehatan RI. (2016): Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit. Jakarta.

Medscape.com. (2019) diakses 11 Oktober 2019, dari


https://www.reference.medscape.com/drug-interactionchecker.html

Michael M dan Givert. (2013): Peripartum Cardiomyopathy. Cardiovasculer


division, Brimingham Women Hospital. Boston.

Pearson G., Veille J dan Rahimtoola S. (2000): Peripartum cardiomyopathy:


National Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare Diseases
(National Institutes of Health) workshop recommendations and review.
JAMA. 283(9).

Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia. (2015): Pedoman Tatalaksana


Gagal Jantung. In Heart Association. Jakarta.

Prameswari, H.S., Augustine P dan Toni M.P. (2015): Prevalence, Characteristics,


and Risk Factor of Patient with Peripartum Cardiomyopathyin Hasan
Sadikin Hospital Bandung. Jurnal Kardiologi Indonesia. 36(3).

Shah T., Ather S., Bavishi C., Bambhroliya A., dan Ma T, Bozkurt B. (2013):
Peripartum Cardiomyopathy: A contemporary review, Methodist Debakey
Cardiovasc J. 9(1).

Sliwa K. (2012): Position statement on current state of kowledge on aetiology,


diagnosis, management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: a
position statement from the Heart Failure Association of the European
Society of Cardiology Working Group on Peripartum Cardiomyopathy.
European J. Heart Failure. 12

23
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT IMMANUEL

Gambar II. 1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Immanuel


KEPALA INSTALASI
FARMASI

PENGATUR PENGATUR PENGATUR


PENGATUR FARMASI RANAP, FARMASI
FARMASI
GUDANG BPJS DAN PUSAT KLINIK DAN
RAJAL DAN
MEDIK KAMAR BEDAH
IGD

PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA PELAKSANA


Satelit Farmasi melakukan input Pihak gudang menerima
secara komputerisasi permintaan DKB dan membuka DKB
barang dengan mengisi Daftar secara online
Kebutuhan Barang (DKB)

SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) Pihak gudang mencetak DKB


tersebut

Pihak gudang mengantarkan


Pihak gudang menyiapkan barang perbekalan farmasi tersebut
berdasarkan dengan SBBK kepada masing-masing satelit

Serah terima barang dari


gudang ke satelit farmasi
Satelit farmasi Satelit farmasi membuat Pemindahan stok barang
memeriksa stok barang surat permintaan barang dari satelit yang
satelit farmasi lain (SPB) untuk meminta memberikan kepada
secara komputerisasi barang kesatelit farmasi satelit yang menerima
lain

Pengiriman barang dilakukan


melalui aerocom atau lift barang,
atau bisa juga pengambilan barang
oleh pihak satelit

Anda mungkin juga menyukai