KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Immanuel
Bandung pada periode bulan Oktober 2019. Laporan Praktik Kerja PKPA ini
disusun untuk melaporkan kegiatan selama melaksanakan PKPA dan untuk
memenuhi persyaratan mengikuti Ujian Profesi Apoteker pada Program Studi
Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.
Disadari bahwa penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan oleh karena itu
diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di masa mendatang yang lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II PENATALAKSANAAN PKPA ............................................................. 3
BAB III TUGAS KHUSUS ................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
LAMPIRAN .......................................................................................................... 24
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
III. 1 Tanda – Tanda Vital Pasien .............................................................. 16
III. 2 Pemeriksaan Laboratorium pasien .................................................... 16
III. 3 Hasil Pemeriksaan Ekocardiografi .................................................... 16
III.4 Terapi Obat dan Regimen ................................................................. 17
III.5 Ketepatan Indikasi dan Dosis ............................................................ 18
III.6 Drug Related Problem ...................................................................... 20
III.7 Rasionalitas Pengobatan.................................................................... 20
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
v
BAB I PENDAHULUAN
1
2
3
4
2.3.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
i) Pemilihan
Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) di IFRS Immanuel berdasarkan formularium rumah sakit, efektifitas dan
keamanan pengobatan berbasis bukti, mutu, harga, ketersediaan di pasaran serta
hasil rapat tim farmasi dan terapi yang di laksanakan tiap sekali dalam sebulan.
iii)Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan perbekalan farmasi di IFRS Immanuel
dilakukan dengan perencanaan pembelian perbekalan farmasi yang secara umum
dilakukan oleh bagian pengadaan farmasi dengan memperhatikan anggaran rumah
sakit tahun berjalan, formularium rumah sakit, dan kunjungan pasien, pola
penyakit, program rumah sakit, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), program
pemerintah, mutasi/pergerakan barang, pemakaian bulan sebelumnya dan sisa
persediaan yang masih ada. Pembelian perbekalan farmasi secara rutin melalui
Pedagang Besar Farmasi yang resmi melalui surat pesanan. Prosedur pengadaan
perbekalan farmasi dengan membuat PO (Purchase Order)/Surat Pesanan
perbekalan farmasi berdasarkan data pengeluaran dari tiap satelit dan berdasarkan
DKB (Daftar Kebutuhan Barang) dari tiap bagian oleh pengatur gudang farmasi,
kecuali reagensia yang pemesanan dilakukan langsung oleh Laboratorium,
Purchase Order yang telah dibuat dicetak dan diserahkan kepada kepala Instalasi
Farmasi untuk diverifikasi dan ditanda tangani.
iv) Penerimaan
Penerimaan barang di IFRS Immanuel merupakan kegiatan untuk menjamin
kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Penerimaan barang yang datang ke IFRS Immanuel dilakukan dengan
pemeriksaan kesesuaian antara faktur, surat pesanan, serta barang yang datang ke
rumah sakit. Pengecekan yang dilakukan diantaranya yaitu: Keabsahan faktur
(nama distributor, alamat, dan TTD Apoteker Penanggung jawab), Memastikan
kesesuaian tujuan atau peruntukkan barang terhadap rumah sakit yang
bersangkutan, Memastikan kesesuaian nama, dosis, kekuatan, kemasan, jumlah
obat, nomor batch sesuai faktur, Kondisi fisik barang (kecacatan/kerusakan) dan
Tanggal kadaluarsa. Untuk penerimaan Cold Chain Product dipastikan
menggunakan cool box, coolpack dan thermometer dengan range suhu 2-8o C.
5
Jika barang yang datang sudah sesuai dengan faktur, maka barang akan langsung
diterima dan petugas yang bertugas dalam pengadaan akan memberikan tanda
terima berupa cap/stempel rumah sakit beserta paraf petugas, serta diberi nomor
urut penerimaan dan dicatat di buku penerimaan barang. Jika barang yang dikirim
tidak sesuai dengan SP atau terdapat kerusakan fisik, maka IFRS Immanuel akan
membuat nota pengembalian barang atau retur dan mengembalikan barang
tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan barang yang sesuai.
v) Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai di
gudang farmasi IFRS Immanuel diatur sedemikian rupa untuk mempertahankan
stabilitas sediaan farmasi dan untuk memudahkan pendistribusian sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Gudang Farmasi IFRS Immanuel
menyimpan semua sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
Bahan medis habis pakai disimpan didalam lemari khusus dan terpisah. Metode
yang digunakan dalam proses penyimpanan barang di gudang Instalasi Farmasi
yaitu berdasarkan stabilitas sediaan, bentuk sediaan, obat-obat narkotika,
psikotropika dan obat-obat tertentu (OOT) disimpan di lemari khusus terkunci,
kemudian disusun berdasarkan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan
FIFO serta dengan memperhatikan adanya obat-obat LASA (look alike sound
alike) yang ditandai dengan stiker kuning dan obat-obat High Alert dengan stiker
merah. Penulisan nama obat pada rak dibuat khusus dimana suku kata yang
berisiko tinggi mengalami kesalahan baca ditulis dengan huruf kapital dengan
variasi warna dan huruf yang berbeda. Kekuatan dosis juga ditulis jelas pada rak
dan diberi warna merah jika tersedia lebih dari satu kekuatan dosis. Bahan-bahan
yang mudah terbakar disimpan dalam ruangan khusus tempat penyimpanan
bahan-bahan mudah terbakar.
vi) Pendistribusian
Metode distribusi perbekalan farmasi yang terdapat di IFRS Immanuel yaitu
sebagai berikut:
1. Distribusi perbekalan farmasi dari gudang besar farmasi secara langsung
kepada satelit-satelit farmasi. Sistem pendistribusian perbekalan farmasi dari
gudang farmasi menuju satelit farmasi secara umum tertera pada Lampiran 2,
Gambar II.3. Permintaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai oleh unit pelayanan dalam bentuk DKB (Daftar Kebutuhan Barang)
yang dilakukan secara online, dimana DKB tersebut harus divalidasi oleh
kepala ruangan/kepala instalasi. Gudang farmasi mencetak SBBK (Surat Bukti
Barang Keluar) sebagai bukti pengeluaran barang, SBBK ditandatangani oleh
petugas gudang yang menyiapkan barang dan petugas unit pelayanan yang
menerima barang. Pengiriman barang dari gudang ke satelit dilakukan secara
manual, barang di antar lansung oleh petugas gudang. Selain itu, pengiriman
barang dapat menggunakan lift barang dan alat aerocom.
6
tersebut tidak terdapat dalam stok penyimpanan gudang. Alur distribusi dengan
sistem permintaan barang antar satelit tertera pada Lampiran 3 Gambar II.4.
4. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai bagi pasien rawat inap menggunakan kombinasi floor stock dan Unit
Dose Dispensing.
vii) Pemusnahan
Pemusnahan di IFRS Immanuel dilakukan pada produk yang telah kadaluarsa.
Pemusnahan obat di Rumah Sakit Immanuel dilakukan dengan bantuan pihak
ketiga. Produk obat yang dimusnahkan, di data dan pisahkan dalam 2 bentuk
sediaan yaitu padat (serbuk) dan cairan. Sebelum obat di musnahkan obat di
hancurkan terlebih dahulu oleh pihak gudang, untuk obat bentuk padat di gerus,
sementara untuk obat cair di encerkan terlebih dahulu. Kemudian diserahkan
kepada pihak ketiga (PT Pengolahan Limbah Indonesia) untuk di musnahkan.
Pemusnahan arsip resep dilakukan setiap 5 tahun.
viii) Pengendalian
Pengendalian bertujuan agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan
farmasi di unit pelayanan. Kegiatan pengendalian di IFRS Immanuel mencakup
pengendalian juga dengan melengkapi setiap item obat dengan kartu stok serta
dilengkapi dengan sistem komputer dan melakukan stok opname.
ix) Administrasi
Administrasi mencakup pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan
bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk
di lingkungan IFRS Immanuel. Pencatatan akan memudahkan penelusuran untuk
mengetahui perbekalan yang substandar dan harus ditarik dan peredaran.
7
Kegiatan dalam proses pengkajian dan pelayanan resep yang dilakukan di IFRS
Immanuel mencakup menerima dan memvalidasi resep dokter, mengerti dan
menginterpretasikan maksud dokter dalam resep atau order obat, membuat solusi
dengan dokter penulis resep jika terdapat masalah dalam resep, menyediakan atau
meracik dengan teliti, memberi wadah dan etiket dengan benar, dan menyerahkan
obat beserta pemberian informasi obat.
iii)Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan obat (Medication Error) seperti obat tidak diberikan,
duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Rekonsiliasi obat dilakukan pada
pasien baru yang mendapatkan pengobatan atau pasien transfer (pasien yang
berpindah ruangan dari ruang ICU ke ruang perawatan ataupun sebaliknya) dan
pasien yang akan keluar dari rumah sakit.
8
v) Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Apoteker
menyampaikan aspek yang berkaitan dengan obat yang diterima pasien
diantaranya nama obat, indikasi, rute pemberian, bentuk obat, efek yang
diharapkan dari obat tersebut. Untuk mengetahui tingkat pemahaman pasien,
apoteker meminta pasien untuk menjelaskannya kembali. Konseling dilakukan di
utamakan kepada pasien polifarmasi dengan penggunaan lebih dari 5 obat, pasien
yang mendapatkan obat dengan cara khusus, pasien TB dan untuk pasien baru.
vi) Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya. Visite di RSI dilakukan mandiri oleh
apoteker, maupun secara bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain. Visite
mandiri dilakukan secara rutin namun tidak terjadwal. Visite bersama dilakukan
setiap seminggu sekali dan diutamakan untuk pasien di ruangan perawatan ICU
dan HCU.
9
10
3.1 Pendahuluan
Insidensi di Amerika Serikat menunjukkan kardiomiopati peripatum terjadi pada 1
dari 2500-4000 persalinan, dan Afrika selatan 1 dari 1000 persalinan. Sedangkan
di Indonesia data mengenai insiden kardiomiopati peripartum masih minim.
Menurut penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung periode 1
Januari 2011 hingga 31 Desember 2013 adalah 80 orang (26.23%) dari total 305
penderita dengan komplikasi kardiovaskular selama kehamilan dan
pascapersalinan (Prameswari dkk., 2015). Meskipun demikian, kardiomiopati
peripartum dapat mengancam nyawa, sehingga harus dapat mendeteksinya sedini
mungkin. Berdasarkan hasil uraian tersebut, maka perlu diketahui penyakit,
penatalaksanaan kardiomiopati peripatum dan pengkajian rasionalitas pengobatan
menggunakan indikator 8 tepat dan 1 waspada tersebut adalah Tepat diagnosis,
Tepat Pemilihan Obat, Tepat Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara
dan lama pemberian, Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek
Samping Obat.
3.2.3 Patofisiologi
Perubahan beberapa hormon terjadi pada saat akhir dari kehamilan. Perubahan ini
terjadi pada hormon yang berasal dari plasenta dan kelenjar pituitari. Hal ini
merupakan waktu yang tepat dengan terjadinya kejadian kardiomiopati
peripartum. Prolaktin adalah hormon yang berguna untuk mengejekisan ASI
selama proses laktasi. Hormon prolaktin muncul dari akhir kehamilan hingga
akhir dari proses menyusui. Prolaktin adalah suatu hormon protein dengan berat
23 kilodalton (kD).
11
Pada saat kehamilan terjadi kondisi stress pada otot-otot jantung akibat beban
kerja yang berlebihan. Pada saat otot jantung bekerja lebih maka energi yang di
butuhkan untuk meyuplai ATP ke otot jantung juga lebih. Salah satu yang
berperan sebagai penghasil ATP di sel otot adalah mitokondria. Meningktnya
aktivitas otot jantung menyebabkan berkurangnya Signal Tranducer and Activator
of Transcription (STAT-3). Berkurangnya STAT-3 menyebabkan berkurangnya
Manganase Superoxide Dismutase (MnSOD). MnSOD berperan sebagai
superoksida yang berfungsi mengurangi ROS. Jika jumlah MnSOD berkurang
maka Reactive Oksigen Spesies (ROS) yang berperan sebagai radikal bebas dalam
tubuh mengalami kenaikan. Tingginya ROS menyebabkan terjadinya kenaikan
Cathepsin D dengan mekanisme yang belum diketahui.
3.2.4 Gejala
Gejala penyakit kardiomiopati peripartum muncul pada trimester 3 kehamilan
hingga bulan ke 5 masa postpartum. Gejala tersebut akibat jantung tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh. Volume akhir
diastolik yang semakin banyak tidak diimbangi dengan bertambahnya kekuatan
kontraktilitas dari otot miokardium. Sehingga menimbulkan gejala sebagai berikut
1. Fatigue adalah sensasi merasa lemas merasa mudah lelah dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.
2. Dispneu atau sesak napas adalah nafas cepat dan pendek yang berguna untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Biasa dispneu terjadi pada melakukan
aktivitas seperti berjalan satu blok.
3. Edema adalah meningkatnya cairan intertitial yang diakibatkan adanya retensi
cairan karena kemampuan kontraksi otot jantung. Edema biasa muncul pada
ektremitas bawah.
4. Orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu, tidur mengunakan 3 bantal
merupakan manifestasi klinis meningkatnya cairan di dalam jaringan intertisial
paru.
3.2.5 Diagnosis
a. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi adalah tes yang dilakukan dengan cara merekam aktivitas
listrik jantung selama periode tertentu untuk memeriksa fungsi jantung.
Pemeriksaan ini untuk menilai denyut jantung dan irama, untuk mencari konduksi
listrik yang abnormal, dan untuk menyingkirkan serangan.
12
b. Echocardiografi
Echocardiografi (USG jantung) adalah metode pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambar struktur organ
jantung. Ekokardiografi dilakukan pada pasien yang diduga menderita
kardiomiopati peripartum. Kriteria diagnosis ejeksi fraksi <45% dan fractional
shortening <30%. Ekokardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada
6 minggu, 6 bulan dan kemudian setiap tahun untuk menilai efikasi terapi medis.
c. Foto Thorak
Pada penyakit kardiomiopati peripartum foto torak pada penderita kardiomiopati
peripartum memberi gambaran seperti gagal jantung dengan kongesti pulmonal.
Pada foto ditemukan ventrikel kiri yang melebar disertai atrium kanan yang
melebar. Dapat juga ditemukan gambaran khas edema pulmonal disertai
komplikasi pneumonia dan efusi pleura.
b. Terapi Farmakologi
1. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiontensi I
membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penghambat ACE
mengurangi volume dan tekanan pengisian ventrikel kiri dan meningkatkan curah
jantung. ACEI merupakan terapi lini pertama pada wanita postpartum, tetapi
kontraindikasi pada ibu hamil karena efek teratogeniknya terutama pada trimester
kedua dan ketiga, adanya hubungan peningkatan angka abortus, fetopati karena
hipotensi fetus, oligohidramnionanuria, dan renal tubular dysplasia. ACEI dapat
digunakan pada pasien kardiomiopati peripatum masa postpartum dan aman untuk
wanita menyusui. Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya
hiperkalemia, karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian
K+ harus dengan hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian
diuretik berlebihan maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
Selain ACEI, ARB juga dikontraindikasikan pada saat kehamilan karena efek
toksisitasnya pada janin.
2. Antagonis Aldosteron
Spironolakton adalah obat yang berfungsi melakukan bloking pada reseptor
mineralokortikoid. Aldosteron berfungsi untuk meretensi garam dan air agar tetap
berada di dalam tubuh. Spironolakton adalah diuretik hemat kalium. Maka dari itu
monitoring kadar kalium dalam darah harus dilakukan secara ketat. Spironolakton
adalah diuretik yang pengunakannya aman bagi ibu dan anaknya. Selain itu
pengunakan diuretik harus memonitoring dengan ketat kadar kalium dalam darah
dan fungsi ginjal.
13
3. β-Blocker
Pasien dengan kardiomiopati peripatum dan gagal jantung terjadi peningkatan
kadar katekolamin (adrenalin dan hormon terkait), yang dapat meningkatkan
denyut jantung, tekanan darah, dan tekanan jantung dan vaskular secara
keseluruhan. β-Blocker digunakan untuk memblokir efek ini dan dapat
menyebabkan penurunan denyut jantung dan tekanan darah. β-blocker tertentu
lebih aman daripada yang lain selama kehamilan. β-blocker digunakan sebagai
terapi lini kedua karena penggunaan jangka panjang pada masa prenatal dapat
menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun β-blocker
relatif aman untuk wanita menyusui. Bisoprolol, karvediol dan metoprolol lepas
lambat yang dapat direkomendasikan untuk pengobatan gagal.
4. Diuretik
Diuretik pengobatan ini berguna untuk mengekresikan garam dan air yang
berguna untuk mencegah menumpuknya air di paru-paru, peritoneum, dan edema.
Diuretik digunakan untuk mengurangi sesak dan edama. Diuretik seperti
furosemid dapat menyebakan penurunan tekanan darah dan hilangnya kalium,
berlebihan dari dalam darah. Jika ingin melakukan terapi dengan mengunakan
diuretik maka tekanan darah, fungsi ginjal dan elektrolit harus rutin dilakukan
pemantuan secara ketat. Diuretik seperti tiazid dan furosemid merupakan pilihan
yang digunakan. Pengunaan diuretik harus diberikan dan dimulai dengan dosis
rendah dikarenakan furosemid dan tiazid dapat mengurangi perfusi darah kedalam
plasenta sehingga dapat membahayakan terhadap janin yang dikandung
5. Vasodilator
Vasodilator adalah pengobatan yang berguna untuk merelaksasi pembuluh darah.
Dengan pembuluh darah yang relaksasi maka jantung akan lebih mudah
memompa darah ke organ vital. Resistensi pembuluh darah yang berkurang maka
tekanan darah pun juga akan berkurang. Selama masa kehamilan obat yang
digunakan untuk vasodilatasi adalah hidralazine. Hidralazin dapat di berikan
secara tunggal atau di kombinasi dengan nitrat. Setelah masa kehamilan atau
postpartum ACEI dan ARB dapat digunakan sebagai relaksasi pembuluh darah
mengantikan hidralazine dan nitrat. ACEI dan ARB tidak diberikan pada masa
kehamilan dikarenakan menyebabkan defect pada fetus.
6. Digitalis
Digitalis merupakan obat yang berguna untuk memperkuat pompa jantung dan
dapat mengurangi stimulasi dari katekolamin. Digitalis juga dapat digunakan
untuk memperlambat detak jantung dan memperkuat pompa pada jantung. Jadi
digitalis dapat memperpanjang fase pengisian end diastolik sehingga volume
darah yang mengalir ke ventrikel lebih banyak. Selain itu digitalis juga dapat
memperkuat pompa yang dilakukan otot jantung. Sehinga kardiak output yang
dihasilkan oleh jantung lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan
oleh tubuh. Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik,dan mengurangi gejala
simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan dan menyusui
(dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi) dan kadar digoksin serum
harus dimonitor, terutama bila dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin
selama 6 - 12 bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari kardiomiopati
peripatum.
14
7. Antiaritmia
Antiaritmia diberikan pada pasien dengan kelainan irama jantung. Pengobatan
berguna untuk menyetabilkan irama jantung. Selama kehamilan b-bloker sotalol
dan intravena procainamid dapat diberikan. Amiodaron adalah second line yang
dapat diberikan secara intravena atau oral selama kehamilan ataupun masa
postpartum. Tetapi amiodaron dapat menyebabkan toxic kepada fetus dan
membutuhkan monitor secara hati-hati terhadap fungsi hati, tiroid, dan paru-paru
8. Antikoagulan
Pada pasien kardiomiopati peripartum resiko terjadinya pembekuan darah
semakin meningkat terutama jika ejection fraction sangat rendah. Antikoagulan
berfungsi untuk mengencerkan darah. Pada saat kehamilan heparin dapat
diberikan dengan injeksi subdermal atau intravena melalui infus. Setelah
postpartum warfarin dapat diberikan dalam bentuk pil sehari sekali. Seperti ACE
inhibitor, warfarin tidak diberikan pada saat proses kehamilan karena dapat
menyebabkan defect pada janin. Pemberian heparin dan warfarin harus dilakukan
monitoring faktor pembekuan darah agar menghindari terjadinya peradarahan.
15
3. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel III.2 Data Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Pemeriksaan Nilai Rujukan Satuan Hasil Pemeriksaan
(11 Oktober 2019)
Hemoglobin 11.7 – 15.5 g/dl 10.6
Hematocrit 35 – 47 % 36
Leukosit 4.00 – 10.00 10 /mm3
3
8.53
Trombosit 150 – 450 103/mm 466
Eritrosit 3.8 – 5.2 Juta/mm3 4.6
MCV 80 – 100 fL 78
MCH 26 – 34 Pg/mL 23
MCHC 32 – 36 g/dL 30
Glukosa darah < 140 mg/dL 105
Sewaktu
4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel III.3 Hasil Pemeriksaan Echocardiografi pasien
Keterangan
Dimensi ruang jantung dilatasi LV (Left Ventrikel)
Dinding LV (Left Ventrikel) tak menebal
Fungsi LV Sistolik menurun (EF : 40 % biplane)
Fungsi LV diastolik gangguan restriktif
Fungsi RV menurun (TAPSE > 20 mm)
Kesan
Kardiomiopati dilatasi dengan penurunan fungsi LV
16
17
Hidroklorotiazid 25 Hipertensi ringan hingga Sesuai 25 – 100 mg/hari Sesuai Gangguan elektrolit,
mg sedang, pengobatan edema dalam 1 -2 dosis; Hipokalemia,
1 x 1 tab pada gagal jantung maksimum 200 alkalosis dan
kongestif dan sindrom mg/hari Hiponatremia dapat
nefrotik terjadi
18
Nama Obat,
Kandungan dan Ketepatan Dosis Menurut Ketepatan
Kekuatan sediaan, Indikasi Indikasi Literatur dosis Efek Samping
aturan Pakai
Amlodipin 10 mg Hipertensi, Profilaksi Sesuai 2,5 – 10 mg Sesuai Gangguan tidur, sakit
1 x 1 tab Angina sekali sehari kepala, edema, letih,
nyeri, mual
Digoxin 0,25 mg Aritmia, Gagal Jantung Sesuai 0,125 – 0,5 mg sesuai Biasanya karena dosis
1 x 1 tab berlebihan, anoreksia,
mual, muntah diare
Car Q Membantu memelihara Sesuai Mual Muntah
3 x 1 tab kesehatan jantung,
Antioksidan
19
3. Rasionalitas Pengobatan
Tabel III.7 Rasional Pengobatan
No Indikator Penilaian Keterangan
1 Tepat Diagnosis Sesuai -
2 Tepat Pemilihan Obat Sesuai -
3 Tepat Indikasi Sesuai -
4 Tepat Pasien Sesuai -
5 Tepat Dosis Sesuai -
6 Tepat Cara dan Lama Sesuai -
Pemberian
7 Waspada Terhadap Efek Sesuai -
Samping
8 Tepat Informasi Sesuai -
20
3.4 Pembahasan
Pasien bernama Ny. S, berusia 37 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 11
oktober 2019 dengan didiagnosa penyakit kardiomiopati peripatum.
Kardiomiopati peripatum adalah gagal jantung yang terjadi pada trisemester akhir
kehamilan sampai 5 bulan setelah melahirkan. Gejala kardiomiopati peripartum
yang biasa terjadi mudah lelah, nyeri dada, batuk, jantung berdebar, sesak nafas
dan batuk. Pada pasien gejala yang dialami adalah sesak napas dan diketahui
pasien baru saja melahirkan 1,5 bulan yang lalu. Sesak napas pasien ditandai
dengan nilai pernapasan (Respiration Rate) pasien yang tinggi. Sesak napas terjadi
karena jantung tidak dapat memompa darah dengan baik akibatnya banyak darah
yang tertahan dijantung akibatnya darah yang dari paru-paru mau masuk jantung
lebih sulit sehingga darah menumpuk diparu-paru, tekanan diparu-paru meningkat
menyebabkan cairan banyak masuk keparu-paru dan menyebabkan sesak.
21
0,25 mg dan Car-Q 100. Maka Apoteker harus memberikan pelayanan informasi
obat (PIO) kepada pasien mengenai indikasi, aturan pakai, cara dan lama
penggunaan, serta penyimpanan obat tersebut.
Terdapat DRP’s pada kasus ini, yaitu interaksi obat antara digoksin dan furosemid
dimana interaksi ini bersifat moderat yang menyebabkan risiko hipokalemia dan
toksisitas digoxin, sehingga diperlukan pemantauan kadar digoxin dan kalium.
Adanya interaksi tersebut dapat diatasi dengan penggunaan kalium dan
magnesium dalam darah. Pencegahan kehilangan kalsium dan magnesium dengan
pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolakton. Penyesuaian dosis
digoxin mungkin diperlukan. Pasien disarankan untuk memberi tahu dokter
mereka jika mengalami tanda-tanda kemungkinan toksisitas digoxin atau
gangguan elektrolit, seperti lemah, lesu, nyeri otot atau kram, mual, anoreksia,
gangguan penglihatan, atau detak jantung tidak teratur.
3.5 Kesimpulan
Kardimiopati peripatum adalah bentuk kegagalan jantung yang terjadi pada wanita
hamil trisemester akhir dan 5 bulan setelah melahirkan. Berdasarkan studi kasus
penyakit kardiomiopati peripatum diketahui bahwa terapi yang diberikan kepada
pasien sudah tepat sesuai dengan kondisi pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA
Denise HK., Arash H., Justus N., dan Johann B. (2014): Peripartum
Cardiomiopathy: current management and future perspectives, Departmen
of Cardiology and Angiology. Medical School Hanover.
Dipiro, JT., et al. (2015): Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition. New York :
McGraw-Hill Education
Shah T., Ather S., Bavishi C., Bambhroliya A., dan Ma T, Bozkurt B. (2013):
Peripartum Cardiomyopathy: A contemporary review, Methodist Debakey
Cardiovasc J. 9(1).
23
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT IMMANUEL