Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terjadinya Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi
mikroorganisme(virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh
faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan)
lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel
darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)
yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior,
yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam.
Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga
suhu tubuh jarang sekali melebihi 41ºC. (Soeparman, dkk 2006).
Febris/ demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkardian yang
normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak
dalam hipotalamus anterior (Isselbacher, 1999).
Salah satu kondisi tersebut yaitu demam/febris adakalanya demam
ringan hingga demam panas sekali, sehingga usaha mengobatinya pun
bermacam-macam, mulai dari cara sederhana sampai ada yang pergi ke dokter
, /Rumah sakit ,namun jarang orang mengetahui apa penyebabnya. Beberapa
hal yang mempercepat penyebaran demam dinegara urbanisasi kepadatan
penduduk . Sumber air minum dan standar hygiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah. (Soegijanto, 2002).
1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) Di Rumah Sakit

Angkatan Laut Dr. Mintoharjo Adalah:

a. Mengetahui jenis penyakit dan pengobatan pasien pada kasus yang dipilih.
b. Mengawasi dan mengkaji pengobatan pada pasien.
c. Memberikan intervensi bila ditemukan masalah dalam pengobatan.

1
1.3 Pelaksanaan PKPA

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan atas kerja sama

antara Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945 jakarta Utara

dengan Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintoharjo. Kegiatan ini

berlangsung dari tanggal 1 November sampai dengan 30 Desember 2016.

2
BAB II
TINJAU PUSTAKA

2.1 Definisi dan Etiologi Febris


2.1.1 Definisi

Demam adalah peningkatan titik patokan (set poin) suhu di


hipotalamus. Dengan meningkatkan titik patokan tersebut, maka
hipotalamus mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh, tubuh
berespon dengan menggigil dan meningkatlkan metabolisme basal.
Demam atau febris adalah keadaan dimana ter adi kenaikan suhu
hingga 37 0C atau lebih. Ada uga yang yang mengambil batasan lebih
dari 37,5 0C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40 0C disebut
demam tinggi (hiperpireksia) (Julia,2003). Produksi panas dapat
meningkat atau menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab,
misalnya penyakit atau sters, suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik
panas ataupun dingin dapat memicu kematian (Hidayat, 2008).
Febris atau demam merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia
dalam usaha manusia untuk melakukan perlawanan terdapat beragam
penyakit yang masuk atau yang berada di dalam tubuh manusia.
Normalnya suhu tubuh manusia berkisar antara 360 - 37 0C, di mana
pada suhu tersebut diartikan sebagai keseimbangan antara produksi
panas tubuh yang diproduksi dan panas yang hilang dari tubuh.
Penyakit febris atau demam Tidakhanya diderita pada anak-anak,
tetapi pada manusia dewasa maupun lansia juga, tergantung dari sistem
imun setiap individu itu sendiri (Hidayat, 2008)
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama terjadinya demam yaitu Infeksi virus, bakteri,
fungus dan parasit lainnya. Hal ini merupakan penyebab demam yang
utama. Demam dihasilkan oleh pirogen endogen yang bekerja pada
mekanisme pengatur suhu tubuh di sistem saraf pusat. Pirogen

3
terpenting yang bertanggung jawab atas demam adalah interleukin 1.
Produksi hasil bakteri, virus, serta jamur merangsang pelepasan
interleukin 1 dari makrofag, serta juga produksi sitokin-sitokin lain,
sehingga menghasilkan demam dan manifestasi lain respon radang
(Rudolph, 2006).
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi
tergantung pada fase demam meliputi:
 Fase 1 awal ( dingin/ menggigil)
Tanda dan gejala
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembulu
h. darah
 Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala
a. Proses mengigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas / dingin
d. Peningkatan nadi
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi
g. Kelemahan
h. Kehilangan nafsu makan (jika demam meningkat)
i. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
 Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala
a. Kulit tampak merah dan hangat

4
b. Berkeringat
c. Mengigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi (Ilmu kesehatan, 2013)
2.2 Manifestasi Klinik
Banyak gejala yang menyertai demam yaitu :
1. Demam
2. Suhu meningkat
3. Menggigil
4. Lesu, dan gelisah
5. Berkeringat, wajah merah
6. Selera makan turun
7. Peningkatan frekuensi pernafasan
8. Dehidrasi
9. Hangat pada sentuhan (Julia, 2003)
2.3 Penatalaksanaan Penyakit
Pada saat demam ini, terdapat beberapa cara-cara untuk
penatalaksanaannya. Cara penatalaksanaan ini di bagi menjadi 2 yaitu dengan
obat atau metode farmakologi dan non-obat atau metode terapi. Dalam
memberikan penanganan secara obat, penderita dapat diberikan parasetamol
karena parasetamol ini adalah suatu obat antipiretik yang sifatnya dapat
mengurangi suhu atau menurunkan panas. Namun harap diperhatikan bahwa
obat ini hanya mengurangi gejala penyakit dan bukan untuk mengobati
penyakit. Selain itu ada juga asetosal selain fungsinya sebagai analgesik atau
pengurang rasa nyeri juga sebagai penurun demam yang merupakan salah
satu gejala suatu peradangan atau infeksi (Aziz, 2008). Penatalaksanaan
febris atau demam menurut (Shvoong2010), untuk menurunkan suhu tubuh
dalam batas normal tanpa mengunakan obat yaitu dengan cara di kompres :
1. Menyiapakan air hangat
2. Mencelupkan waslap atau handuk kecil ke dalam baskom dan
mengusapnya ke seluruh tubuh
3. Melakukan tindakkan diatas beberapa kali (setelah kulit kering)

5
4. Mengeringkan tubuh dengan handuk
5. Menghentikan prosedur bila suhu tubuh sudah mendekati
Penurunan suhu tubuh terjadi saat air menguap dari permukaan kulit.
Oleh karena itu, anak jangan “dibungkus” dengan lap atau handuk basah atau
didiamkan dalam air karena penguapan akan terhambat. Tambah kehangatan
airnya bila demamnya semakin tinggi. Sebenarmya mengompres kurang
efektif dibandingkan obat penurun demam. Karena itu sebaiknya
digabungkan dengan pemberian obat penurun demam, kecuali anak alergi
terhadap obat tersebut (Nita, 2004).

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Identitas Pasien

Nama Pasien Ny. P


Tanggal Lahir 9 November 1990
Jenis Kelamin Perempuan
Usia 26 Tahun
Berat Badan -
Tinggi Badan -
Penjamin BPJS
No. Rekam Medik 169xxx
Nama Dokter dr. E

3.2 Data Pemeriksaan Pasien

3.2.1 Subjective

Demam sejak 4 hari SMRS


Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan demam
Riwayat penyakit sekarang
sejak 4 hari, naik sore hari, muntah 1
kali, batuk keras, nyeri lambung
Riwayat penyakit dulu
-
Riwayat penyakit keluarga
-
Riwayat Alergi
-
Diagnosa saat masuk
Obs Febris + Hyperpirexia
Tanggal masuk
04 Desember 2016
Tanggal keluar

7
08 Desember 2016

3.2.2 Objective

a. Hasil Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Nilai 4/12/16 5/12/16 6/12/16 7/12/16 8/12/16


Normal
Suhu 36-37˚C 36 37,7 36 36 36
Tekanan 128/90 110/70 90/70 100/60 110/80 110/70
darah mmHg
Nadi 60-80 80 84 84 84 84
x/menit

b. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil
Pemeriksaan Nilai rujukan
4/12/16 5/12/16 6/12/16 7/12/16 8/12/16
Leukosit 5.000 - 10.000
2.700 2.700 2.900 3.900 5.200
10^3/µL
4.6 – 6.2 juta/
Eritrosit 4.24 4.32 4.57 4.63 4.46
µL

Hemoglobin 14 -16 mg/ µL 12.5 12.8 13.6 13.8 14

Hematokrit 40 – 48 % 38 38 40 41 42

150.000 –
Trombosit 450.000 ribu/ 149.000 129.000 104.000 102.000 138.000
µL
SGOT (AST) <35 U/l 35

8
SGPT (ALT) <55 U/l 40

c. Hasil Pemeriksaan Widal tanggal 3 Desember 2016

Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil


S. typhi – H Negatif Negatif
S. paratyphi H-A Negatif Negatif
S. paratyphi H-B Negatif Negatif
S. paratyphi H-C Negatif Negatif
S. typhi – O Negatif Negatif
S. paratyphi O-A Negatif Negatif
S. paratyphi O-B Negatif Negatif
S. paratyphi O-C Negatif Negatif

9
3.3 Pemantauan Terapi Obat

Hasil
Nama Obat Aturan pakai Rute 4/12/16 5/12/16 6/12/16 7/12/16
P S M P S M P S M P S M
Ringer Laktat 20 Tpm IV          
Parasetamol 3 x 1 tab Oral          
Ondansetron 4 mg amp IV       
Ambroxol 3 x 1 tab Oral         
Cefixime 2 x 1 tab Oral      
Antasida 3 x 1 tab Oral           

3.3.1 Obat Pulang

Nama Obat Aturan pakai Rute


Cefixime 200 mg 2 x 1 tab Oral
Ambroxol 3 x 1 tab Oral
Curcuma 1 x 1 tab Oral
Antasida 3 x 1 tab Oral
Cistenol K/P K/P

10
11
3.3.2 Asessment dan Plan

a. Drug Related Problem

No Kategori DRP Asessment Planing


1. Indikasi yang tidak di tangani
2. Gagal Menerima Obat - -
3. Pilihan Obat yang kurang tepat
4. Penggunaan Obat tanpa indikasi - -
5. Dosis terlalu kecil - -
6. Dosis terlalu besar - -
7. Reaksi Obat yang tidak
- -
dikehendaki
8. Interaksi Obat Kandungan dari antasida Diberi jeda waktu
Membantu khelat yang pada pemberian
tidak larut sehingga dapat obat antasida
mempengaruhi efektifitas diminum 1 jam
dari cefixime dan dapat sebelum makan dan
menurunkan absorbsi cefixime 2 jam
cefixime hingga 80 % sesudah makan

3.3.3 Uraian Obat

1. Ringer Laktat (RL)

Golongan Elekttrolit
Setiap liter mengandung 3,10 gram
natrium laktat, 6 gram NaCl, 0,30
Komposisi
gram KCL, 0,20 gram CaCl 0,2 gram
dan air untuk injeksi ad 1000 ml
Indikasi Mengembalikan keseimbangan

12
elektrolit pada kondisi dehidrasi
Kontraindikasi Hypernatremia, kelaianan ginjal,
kerusakan sel hati, asidosis laktat
Infuse intravena sesuai dengan
Dosis
kondisi pasien
Panas, infeksi pada tempat

Efek Samping penyuntikan,


thrombosisvena/phlebitis yang meluas
dari tempat penyuntikan, ekstravasasi
Interaksi Larutan yang mengandung fosfat.

2. Paracetamol (MIMS; 2010-2011)

Komposisi Parasetamol
Indikasi Meringankan rasa sakit kepala, sakit
gigi serta menurukan demam
Kontraindikasi Gangguan fungsi hati berat
Dosis Dewasa 1 tablet 3-4 kali sehari, Anak-
anak 6-12 tahun ½ -1 tablet 3-4 kali
sehari.
Efek samping Kerusakan hati (dosis besar, terapi
jangka lama).
Mekanisme kerja Sebagai inhibitor prostaglandin yang

lemah. Jadi mekanisme kerjanya

dengan menghalangi produksi

prostaglandin, yang merupakan bahan

kimia yang terlibat dalam transmisi

pesan rasa sakit ke otak.(PIO, 2007).

13
3. Inj Ondansetron (IONI; 2008)

Komposisi Ondansetron HCl dihydrat 2,5 mg,


setara dengan ondansetron base 2
mg
Indikasi Mual dan muntah akibat kemoterapi
dan radioterapi, pencegahan mual
dan muntah pasca operasi.
Dosis Sebagai alternatif, infus intravena
lebih dari 15 menit, 16 mg sesaat
menjelang terapi, diikuti dengan 8
mg dengan interval 4 jam untuk 2
dosis berikutnya, kemudian diikuti 8
mg oral tiap 12 jam sampai 5 hari,
pencegahan mual dan muntah.
Kontra indikasi Hipersensitifitas, sindroma
perpanjangan interval QT bawaan.
Efek samping Sangat umum : sakit kepala, sensasi
hangat atau kemerahan, konstipasi,
reaksi lokasi injeksi
Mekanisme kerja Ondansetron adalah suatu antagonis
reseptor 5HT3 yang bekerja secara
selektif dan kompetitif dalam
mencegah maupun mengatasi mual
dan muntah akibat pengobatan
dengan sitostatika dan radioterapi.
Interaksi obat Fenitoin, karbamazepin dan
rifampisin: meningkatkan
metabolisme ondansetron, tramadol:
ondansetron menurunkan efek
tramadol, rifampisin: meningkatkan

14
metabolisme ondansetron.

4. Cefixime (MIMS; 2010-2011)

Komposisi Cefixime
Indikasi ISK tanpa komplikasi, otitis media,
faringitis, tonsilitis, bronkitis akut
akut dan kronik
Dosis Kapsul dewasa dan anak dengan BB
> 30 kg 50-100 mg 2x/hari. Dosis
dapat ditingkatkan s/d 200 mg
2x/hari pada infeksi berat, sirup
kering anak > 6 bulan 1,5-3 mg/kg
BB 2x/hari. Dosis dapat
ditingkatkan s/d 6 mg/kg BB 2x/hari
pada infeksi berat.
Kontra indikasi Riwayat shok atau hipersensitifitas
terhadap salah satu komponen
cefixime OGB Dexa.
Efek samping Syok, reaksi hipersensitif, kelainan
hematologi, peningkatan hasil tes
fungsi hati, gangguan GI, gangguan
fungsi ginjal, gangguan pernapasan,
sakit kepala atau pusing (jarang),
hasil positif pada tes coomb.

5. Ambroxol (MIMS; 2010-2011)

15
Komposisi Ambroxol HCl
Indikasi Gangguan saluran nafas akut dan
kronik sehubungan dengan sekresi
bronkial yang abnormal khususnya
pada keadaan eksaserbasi dari
bronkitis kronik, bronkitis asmatis,
asma bronkial
Dosis Tablet dewasa dan anak < 12 tahun
1 tablet 3x/hari, 5-12 tahun ½ tablet
3x/hari. Pada terapi jangka panjang,
dosis dapat dikurangi menjadi
2x/hari. Sirup dewasa 10 ml 3x/hari,
< 2 tahun 2,5 ml 2x/hari
Efek samping Gangguan saluran cerna ringan,
jarang; reaksi alergi

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Pemantauan terapi obat (PTO) dilakukan di Rumah Sakit AL Dr.


Mintohardjo pada ruangan pulau selayar. Pasien P (26 tahun) masuk rumah sakit
pada 4 desember 2016 pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari, naik
sore hari, muntah sekali dan batu keras.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter pasien didiagnosa mengalami
obs. Febris dan hyperpirexia dengan pemeriksaan laboratorium menunjukan
leukosit pasien pada tanggal 4 desember 2.700/ml, tanggal 5 desember 2.700/ml,
tanggal 6 desember 2.900/ml, tanggal 7 desember 3.900/ml mengalami penurunan
yang menandakan terjadinya infeksi dan pada tanggal 8 desember 5.200/ml
leukosit pasien kembali normal. Pada pemeriksaan hemoglobin pasien pada
tanggal 4 desember 12.5 g/dl, tanggal 5 desember 12.18 g/dl, tanggal 6 desember
13,6 g/dl, tanggal 7 desember 13, 8 g/dl dan pada tanggal 8 desember 14 g/dl
terjadi penurunan yang menandakan anemia. Pada pemeriksaan hematokrit pasien
pada tanggal 4 dan 5 desember menunjukan hasil 38 %, pada tanggal 6 desember
40 %, p tanggal 7 desember 41 % dan pada tanggal 8 desember 42 % terjadi
penurunan yang menandakan anemia. Pemeriksaan Trombosit pada tanggal 4
desember 149.000 ribu tanggal 5 desember 129.00, tanggal 6 desember 104.000, p
tanggal 7 desember 102.000 dan pada tanggal 8 desember 138.000 terjadi
penurunan yang menandakan anemia
Adapun drug related problem yang ditemukan pada kasus ini yaitu :
1. Interaksi obat
Interaksi antara antasida dengan cefixime, Kandungan dari antasida
Membantu khelat yang tidak larut sehingga dapat mempengaruhi efektifitas
dari cefixime dan dapat menurunkan absorbsi cefixime hingga 80 %.
Penggunaan ini memiliki interaksi yang berbahaya sehingga perlu di

17
monitoring penggunaannya. Penulis menyarankan untuk melakukan
pemberian jedah waktu terhadap obat-obat yang berinteraksi tersebut.

BAB V
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
1. Pasien Tn. P didiagnosa awal menderita obs. Febris dan penyakit penyerta
hyperpirexia.
2. Terdapat beberapa penggunaan obat yang dapat menyebabkan interaksi,
diantaranya dexamethason dengan ondansetron, asam mefenamat dan
ondansetron.Terdapat
1.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin selama pasien
di rawat inap.
2. Perlu adanya koordinasi antara dokter, apoteker dan perawat untuk
mencegah efek yang tidak diinginkan agar pengobatan mencapai hasil
yang aman, efektif dan efisien.
3. Pemberian terapi harus sesuai dosis dan tepat waktu pemberian obat.
4. Perawat harus memastikan dengan baik bahwa pasien telah benar-benar
meminum obatnya.
5. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk pemberian terapi pada saat
pasien pulang perawatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Soegijanto, Soegeng. (2002). Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan


Jakarta : Salemba Medika.
Soeparman, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi ke-3 Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
A.Azis Alimul Hidayat. ( 2008 ). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan proses Keperawatan. Jakarta : salemba Medika.
Abraham, Rudolph, dkk. 2006.Buku Ajar Pediatric Rudolph. Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai