Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS PADA ANAK

OLEH :
NAMA : VITHALOKA ASMARANI
NIM : 2014.C.06a.0631

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2016/2017
B. Konsep Dasar

1. Pengertian

Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang


penderita mengalami demam terus - menerus selama 3 minggu dengan suhu
tubuh diatas 38,3 oC dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah
diteliti selama 1 minggu secara intensif dengan menggunakan sarang
laboratorium dan penunjang medis lainnya (Soeparman, 2002 ).

Febris adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau


beresiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih tinggi
dari 37,8 oC peroral atau 38,8 oC perektal karena factor eksternal. (Carpenito,
2002).

Febris (demam belum terdiagnosa) adalah suatu keadaan seorang


pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan
diatas 38,3 oC dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti
selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium
dan penunjang medis lainnya(Nelwan, 2003).

Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkaian yang


normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak
dalam hipotalamus anterior. Hipertermia merupakan kenaikan suhu tubuh
diatas titik penyetelan (set poin) hipotalamus sebagai akibat dari kalangan
panas yang tidak memadai (misalnya seperti yang terlihat pada waktu latihan
jasmani, minum obat yang menghambat perpirasi, lingkungkungan yang
panas dari lain - lain) (Iseelbechtter, 2004).
Demam adalah peningkatan titik patokan (set poin) suhu di
hipotalamus. Dengan meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus
mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh, tubuh berespon dengan
menggigil dan meningkatlkan metabolisme basal. Demam atau febris adalah
keadaan dimana ter adi kenaikan suhu hingga 370 C atau lebih. Ada uga yang
yang mengambil batasan lebih dari 37,50C. Sedangkan bila suhu tubuh lebih
dari 40 0C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Julia, 2003).

2. Etiologi

Demam biasanya disebabkan oleh infeksi selain itu uga disebabkan


oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian
obat. Gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat meninggi dan
temperatur seperti pada head stroke, peredaran otak, atau gangguan sentral
lainnya. Pada perdarahan internal pada saat ter adinya reabsorbsi darah dapat
pula menyebabkan peningkatan temperatur (Soeparman, 2002 ).

Demam ter adi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam


dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2003).

Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri,
tumor otak atau dehidrasi ( Guyton,2002).

3. Patofisiologi

Demam ini ter adi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen oksigen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologi yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin 1. Didalam hipotalamus zat ini
merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintetis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan pireksia.

Pengaruh autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi


perifer sehingga pengeluaran (dissipasion) panas menurun dan penderita
merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya
aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas
dan karena kurang adekuat penyalurannya kepermukaan, maka rasa demam
bertambah pada seorang penderita (Soeparman, 2002 ).

Demam timbul sebagai respon terhadap pembentukan interleukin 1


yang disebut pirogen endogen. Interleukin 1 disebabkan oleh neurotrofil akif,
makrofag dan sel - sel yang mengalami cidera. Interleukin 1 tampaknya
menyebabkan panas dengan menghasilkan prostaglandin yang merangsang
hipotalamus. Apabila sunber interleukin 1 dihilangkan (misalnya setelah
sistem imun berhasil mengatasi mikroorganisme), maka kadarnya akan turun.
Hal ini akan mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk jangka
waktu singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan
tersebut dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi.
Sebagai responnya hipotalamus akan merangsang berbagai respon misalnya
berkeringat untuk mendinginkan tubuh (Corwin, 2001).

4. Manifestasi klinis Tanda dan Gejala

Banyak gejala yang menyertai demam yaitu :

1. Demam
2. Suhu meningkat

3. Menggigil

4. Lesu, dan gelisah

5. Berkeringat, wajah merah

6. Selera makan turun

7. Peningkatan frekuensi pernafasan

8. Dehidrasi

9. Hangat pada sentuhan

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita Demam yaitu:

a. Mengawasi kondisi klien (monitor suhu berkala 4-6 jam)

b. Berikan motivasi untuk minum banyak

c. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang


d. Kompres dengan air hangat pada dahi, dada, ketiak, dan lipatan paha

e. Pemberian obat Antipiretik

f. Pemberian Antibiotik sesuai indikasi Mansjoer, 2009)

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien demam menurut (Mansjoer, 2009) Yaitu:

a. Pemeriksaan leukosit : Pada kebanyakan kasus demam jumlah leukosit


pada sediaan darah tepi berada dalam batas normal,kadang kadang
terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit berguna untuk
pemeriksaan demam.

b. Pemeriksaan SGOT (Sserum glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan


ISGPT( Serum Glutamat Piruvat Transaminase) SGOT SGPT sering
meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam, kenaikan
SGOT SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.

c. Uji Widal : Uji widal aalah suatu reaksi antigen dan antibody / agglutinin.
Agglutinin yang spesifik terdapat salmonella terdapat serum demam
pasien. Antigen yang didigunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dantelah diolah dilaboratoriaum.
Maksud uji Widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam
serum pasien yang disangka menderita demam thypoid.
Manajemen Keperawata

1. nPengkajian

a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan

b) Riwayat kesehatan

c) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.

d) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat


masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot
dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.

e) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien).

f) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak).
2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b.d peningkatan metabolisme tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

4. Resiko infeksi b.d masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap


tindakan infasif.

5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai penyebab dan


perawatan

demam.

3. Intervensi

1. Hipertemi b.d peningkatan metabolisme tubuh.

a. Tujuan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan

b. Intervensi :

1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan


menggigil/diaporesi.

Rasional: mengetahui adanya peningkatan suhu pasien.

2) Pantau suhu lingkungan , batasi/tambahkan linen


tempat tidur sesuai indikasi.

Rasional:mengetahui suhu peningkatan atau penurunan.

3) Berikan kompres mandi hangat, hindari


penggunaan alcohol. Rasional:untuk
menurunkan panas.

4) Kolaborasi pemberian antipiretik, misalnya ASA


(Aspirin), paracetamol, Asetaminofen, Tylenol.

Rasional:pemberian obat sesuai program (Doenges,


2000)

2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak.

a. Tujuan melaporkan penurunan berat sakit kepala, tekanan darah dalam

batas normal.

b. Intervensi :
1) Posisikan pasien head up 300

Rasional: memberikan kenyamanan dengan posisi head up.

2) Pantau tanda - tanda vital.

Rasional: mengetahui nilai kekuatan darah dan nadi pasien.

3) Pantau masukan dan keluaran.

Rasional: masukan dan keluaran sedikit atau banyak.

4) Berikan teknik relaksasi (masase, imajinasi, asist).

Rasional: mengurangi rasa nyeri pasien (Doenges, 2000).

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

a. Tujuan pasien melakukan aktivitas mandiri dan tampak segar.

b. Intervensi :

1) Kaji aktivitas pasien.

Rasional: mengetahui adanya peningkatan aktivitas.


2) Monitor tanda - tanda vital.

Rasional: mengetahui nilai kekuatan darah dan nadi

3) Bantu klien dalam beraktivias.

Rasional: pemenuhan kebutuhan dalam beraktivitas


(Doenges, 2000)

4. Resiko infeksi b.d masuknya mikroorganisme, sekunder terhadap


tindakan invasif.

a. Tujuan infeksi tidak terjadi.

b. Intervensi :

1) Batasi alat - alat invasif (IV, spesimen laboratorium untuk


yang benar - benar perlu saja).

2) Amati terhadap manifestasi klinis infeksi.

3) Kurangi organisme yang masuk kedalam individu dengan


mencuci tangan secara cermat.

4) Berikan terapi antimikroba yang telah diresepkan dalam


waktu 15 menit dari waktu yang telah dijadwalkan.
Rasional: mencegah tidak terjadi resiko infeksi (Doenges,
2000).

5. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai penyebab


dan perawatan demam.

a. Tujuan pasien mengatakan atau memperlihatkan peningkatan


pengetahuan mengenai penyabab dan perawatan demam.

b. Intervensi :

1) Identifikasi penyebab febris.

Rasional: mengertahui penyebab febris.

2) Berikan instruksi dan informasi tertulis.

3) Jelaskan tentang perawatan demam.

Rasional: meningkatkan pengetahuan keluarga cara merawat


pasien demam
DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L.2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Ed 6. Jakarta: EGC


Potter, Patricia A.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses
dan Praktik, Ed.4. Jakarta: EGC
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta.
Hidayat, Aziz, Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba
Medika, Jakarta.
Sacharin, Rossa. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta.
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. FK Universitas Udayana.
Wong. Whalley. 2005. Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia. Mosby
Company

Anda mungkin juga menyukai