Anda di halaman 1dari 54

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GAMBARAN PELAYANAN KONSELING PADA MASA PANDEMI


COVID-19 DI APOTEK WILAYAH DESA MAGUWOHARJO,
KECAMATAN DEPOK, YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Yussy Natalia
Nim : 178114114

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2021

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Persetujuan Pembimbing

GAMBARAN PELAYANAN KONSELING PADA MASA PANDEMI


COVID-19 DI APOTEK WILAYAH DESA MAGUWOHARJO,
KECAMATAN DEPOK, YOGYAKARTA

Proposal Skripsi yang diajukan

oleh:

Yussy Natalia

NIM : 178114114

telah disetujui oleh

Pembimbing utama

apt. Putu Dyana Christasani, M. Sc.

Tanggal 08-07- 2021

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengesahan Skripsi Berjudul

GAMBARAN PELAYANAN KONSELING PADA MASA PANDEMI


COVID-19 DI APOTEK WILAYAH DESA MAGUWOHARJO,
KECAMATAN DEPOK, YOGYAKARTA

Oleh :
Yussy Natalia
Nim : 178114114

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal 19 Juli 2021

Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan

(Dr. apt. Yustina Sri Hartini)

Panitia Penguji : Tanda tangan


1. apt. Putu Dyana Christasani, M. Sc

2. apt. T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D

3. Dr. apt. Yosef Wijoyo, M.Si.

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya
karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 6 Juli 2021


Penulis,

Yussy Natalia

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA


ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yussy Natalia
Nomoe Mahasiswa : 178114114
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

GAMBARAN PELAYANAN KONSELING PADA MASA PANDEMI


COVID-19 DI WILAYAH DESA MAGUWOHARJO,
KECAMATAN DEPOK, YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Juli 2021

Yang menyatakan

(Yussy Natalia)

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh


jenis corona virus baru yaitu Sars-CoV-2. Virus ini telah dinyatakan sebagai pandemi
dan dapat menyebar dengan cepat melalui kontak langsung antar manusia. Pandemi
ini memberikan dampak pada pelayanan kefarmasian di apotek khususnya layanan
konseling. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pandemi
COVID-19 terhadap layanan konseling di apotek serta mengetahui hambatan yang
dialami oleh apoteker dalam pelayanan konseling selama masa pandemi COVID-19.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif observasional. Pengambilan data
menggunakan metode wawancara mendalam. Data merupakan informasi yang
diberikan oleh 5 responden. Data disajikan secara tabel dan deskriptif dibandingkan
dengan Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada tahun 2019. Hasil
dari penelitian ini yaitu terdapat penyesuaian baru yang dilakukan apoteker dalam
menyampaikan konseling dimasa pandemi COVID-19 seperti pemberian informasi
melalui telepon atau chat. Hambatan yang dialami apoteker dalam menyampaikan
konseling yaitu adanya barier pembatas, menjaga jarak, penggunaan APD, dan
pembelian obat melalui perantara.

Kata kunci : apotek, COVID-19, konseling

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

COVID-19 (coronavirus disease 2019) is a disease caused by a new type of


corona virus, namely Sars-CoV-2. This virus has been declared a pandemic and can
spread quickly through direct human to human contact. This pandemic has an impact
on pharmaceutical care, especially in counseling. The purpose of this study was to
determine the impact of the COVID-19 pandemic on counseling services in
pharmacies and to find out the obstacles experienced by pharmacists in counseling
services during the COVID-19 pandemic. This type of research is a descriptive
observational research. Data collection using in-depth interview method. Data was
collected by 5 respondent. The data is presented as a table and descriptive manner
compared to the Indonesian Technical Standards for Pharmaceutical Services at
Pharmacies in 2019. Based on the results of the study, there are new adjustments
made by pharmacists in delivering counseling during the COVID-19 pandemic, such
as providing information via telephone or chat. Barriers experienced by pharmacists
in delivering counseling are the presence of a barrier, maintaining distance, the use of
personal protective equipment, and purchasing drugs through agent.

Keywords: pharmacy, COVID-19, counseling.

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................. ii
PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ...................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................ v
ABSTRAK ................................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. x
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Demografi Responden ........................ 18
KESIMPULAN ........................................................................................................... 37
SARAN ....................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 39
LAMPIRAN ................................................................................................................ 43
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................................ 52

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik Demografi Responden ............................................................. 18


Tabel II. Penulisan Identitas Pasien ............................................................................ 21
Tabel III. Apoteker Memberikan Konseling di Ruang Konseling .............................. 23
Tabel IV. Apoteker Menanyakan Three Prime Questions .......................................... 25
Tebel V. Penggalian Informasi pada Pasien ............................................................... 27
Tebel VI. Apoteker Melakukan Konfirmasi Ulang..................................................... 29
Tabel VII. Apoteker memberikan Form Dokumentasi ............................................... 31
Tabel VIII. Hambatan dalam Pelayanan Konseling .................................................... 32

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Surat Ethical Clearance .......................................................................... 43


Lampiran II. Surat Validitas ........................................................................................ 44
Lampiran III. Informed Content .................................................................................. 46
Lampiran IV. Panduan Wawancara ............................................................................ 47
Lampiran V. Dokumentasi Proses Wawancara ........................................................... 50

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung


jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2016). Menurut Permenkes nomor 73 tahun
2016 pasal 3, salah satu standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah kegiatan
konseling obat kepada pasien. Layanan konseling dilakukan oleh Apoteker (sebagai
seorang konselor) yang memberikan nasihat terkait terapi kepada pasien. Apoteker
harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta
mengatasi masalah terkait obat (drugrelated problems), masalah farmakoekonomi,
dan farmasi sosial (socio-pharmacoeconomy) (Permenkes, 2016).

COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah penyakit yang disebabkan oleh


jenis corona virus baru yaitu Sars-CoV-2, yang dilaporkan pertama kali di Wuhan
Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019. COVID-19 ini dapat menimbulkan gejala
gangguan pernafasan akut seperti demam diatas 38°C, batuk dan sesak nafas. Selain
itu, dapat disertai dengan lemas, nyeri otot, dan diare. Pada penderita COVID-19
yang berat, dapat menimbulkan pneumonia, sindroma pernafasan akut, gagal ginjal
bahkan sampai kematian. COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui
kontak erat dan droplet (percikan cairan pada saat bersin dan batuk), tidak melalui
udara (Kemenkes, 2020). Menurut data Kemenkes RI, sampai tanggal 21 Oktober
2020 sebanyak 298,452 orang terkonfirmasi menderita COVID-19 dan 10,819
(3,63%) meninggal dunia. Berdasarkan website resmi Informasi Kabupaten Sleman,
jumlah warga yang terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 4.278 dan 67 orang

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

meninggal dunia. Angka ini diperkirakan terus bertambah sampai akhir tahun 2020.
Akhirnya pemerintah di Indonesia memberlakukan aturan untuk menjaga jarak satu
sama lain, selalu menggunakan masker saat bepergian, dan mengurangi kontak
langsung antara pasien dan penyedia layanan kesehatan.

Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan dari pasien


dan/atau keluarga terhadap apoteker. Konseling obat bertujuan untuk mencapai
outcome terapi secara optimal dan meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak
dikehendaki yang akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien
(Lutfiyati, Heni, Fitriana, dan Puspita, 2016). Pada keadaan normal layanan konseling
obat di apotek dilakukan secara langsung antara apoteker dan pasien. Namun, dalam
masa pandemi seperti sekarang, pelayanan konseling di apotek tentunya mengalami
penyesuaian seiring dengan kebijakan pemerintah dalam penanganan COVID-19.
Menurut penelitian Koster (2020) di Belanda, pelayanan konseling di apotek
dilakukan secara singkat dan pasien diberikan informasi tertulis (seperti brosur) atau
diberikan informasi secara online melalui situs web atau animasi video. Dari hasil
penelitian diperoleh sebanyak 44,2% apoteker telah melakukan review pengobatan
terhadap pasien melalui telepon dan sebanyak 76,7% apoteker merasa prihatin
tentang kualitas layanan konseling di apotek terutama untuk pasien dengan keperluan
tertentu.

Pandemi COVID-19 juga banyak memberi dampak bagi layanan kesehatan


yang ada di Indonesia, seperti pelayanan di rumah sakit, puskesmas, ataupun di
Apotek. Sampai saat ini belum terdapat peraturan khusus mengenai standar pelayanan
konseling pada masa pandemi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran
pelaksanaan konseling di apotek pada masa pandemi COVID-19 dan membandingkan
dengan layanan konseling sebelum masa pandemi menurut Kemenkes 2019.
Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok,
Yogyakarta dengan wawancara mendalam bersama apotker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

METODE PENELITIAN
Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional deskriptif


dengan rancangan cross sectional. Rancangan penelitian ini bersifat kualitatif dengan
melakukan wawancara mendalam kepada responden. Pada penelitian ini hanya
dilakukan wawancara mendalam saja untuk mendapatkan data tanpa dilakukannya
observasi langsung dan dokumentasi. Hal ini karena berhubungan dengan masa
pandemi COVID-19 seperti sekarang dan pihak responden hanya memperbolehkan
untuk melakukan wawancara saja. Penelitian dilakukan untuk melihat gambaran
dampak pandemi COVID-19 terhadap layanan konseling. Penelitian ini dilakukan di
apotek wilayah Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok Yogyakarta.

Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah langkah-langkah dalam layanan


konseling yang dilakukan oleh apoteker kepada pasien sesuai dengan Kemenkes
(2019). Peraturan tersebut sudah ditetapkan sebelum adanya pandemi COVID-19.
Peraturan ini digunakan sebagai acuan untuk menggambarkan layanan konseling di
apotek dan menemukan hambatan yang dialami apoteker selama konseling pada masa
pandemi. Adapun langkah-langkah layanan konseling yang akan diteliti berdasarkan
Kemenkes (2019) yaitu, apoteker membuka komunikasi dengan pasien, apoteker
menuliskan identitas pasien dan informasi tambahan, apoteker menemui pasien atau
keluarga pasien di ruang konseling, apoteker menanyakan three prime questions
kepada pasien yang menebus resep, apoteker melakukan penggalian informasi,
apoteker memberikan informasi dan edukasi mengenai obat kepada pasien atau
keluarga pasien, apoteker memastikan kembali pemahaman pasien, dan apoteker
mendokumentasikan layanan konseling yang diberikan.

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Definisi Operasional

1. Layanan konseling adalah layanan kefarmasian yang dilakukan untuk


memberikan informasi obat secara langsung oleh apoteker kepada pasien.
Langkah-langkah dalam layanan konseling yang dimaksud diatur dalam aturan
Kepmenkes 2019 mengenai penjelasan rinci pelaksanaan konseling.
2. Apoteker membuka komunikasi dengan pasien dengan cara mengucapkan salam
serta memperkenalkan diri. Salam tidak terbatas dalam ucapan saja, namun dapat
melalui bahasa tubuh.
3. Apoteker menuliskan identitas pasien berupa nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
nama dokter, nama obat, jumlah obat dan waktu pemberian obat.
4. Apoteker menemui pasien/keluarga pasien di ruang konseling agar pelaksanaan
konseling lebih nyaman dan komunikasi dapat dilakukan secara mendalam
dengan apoteker.
5. Apoteker dapat mengetahui sejauh mana pasien memahami penyakit dan
pengobatan yang diberikan kepadanya dengan menyakan three prime questions
berupa :
1. Apa yang disampaikan dokter tentang obat pasien?
2. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat pasien?
3. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah pasien
menerima terapi obat tersebut?
6. Apoteker menggali informasi lebih lanjut mengenai keadaan pasien seperti
menyakan keluhan yang dialami pasien, riwayat pasien (alergi dan penyakit),
kegiatan pasien sehari-hari, pola hidup pasien, dan pengobatan apa saja yang
sudah dilakukan sebelumnya.
7. Apoteker memberikan informasi dan edukasi kepada pasien atau keluarga
mengenai terapinya. Informasi yang diberikan dapat berupa aturan pakai obat,
cara menggunakan obat, cara penyimpanan obat, dan cara pembuangan obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Edukasi yang diberikan dapat berupa memberikan saran pola hidup sehat kepada
pasien ataupun bagaimana cara mengatasi efek samping obat jika terjadi.
8. Apoteker memastikan kembali pemahaman pasien atau keluarga dengan meminta
pasien atau keluarga mengulangi informasi yang sudah disampaikan.
9. Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tada-tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memaham informasi yang diberikan dalam konseling.
10. Hambatan adalah halangan atau rintangan yang mungkin dihadapi apoteker di
apotek yang berada di wilayah Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok,
Yogyakarta, saat memberikan konseling kepada pasien karena adanya protokol
kesehatan terkait pandemi COVID-19. Hambatan yang alami merupakan dampak
dari adanya protokol kesehatan tentang pencegahan penyebaran virus. Hambatan
yang dapat terjadi ialah keterbatasan waktu, keterbatasan jarak, pengunaan APD,
dan adanya barier atau pembatas saat apoteker menyampaikan konseling kepada
pasien.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah apoteker yang bekerja di apotek wilayah
Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta. Menurut data dinas
kesehatan Kabupaten Sleman, jumlah apotek yang ada di Desa Maguwoharjo
sebanyak 17 apotek. Kriteria inklusi untuk sampel pada penelitian sebagai berikut:
a. Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang memiliki SIPA dan
masih berlaku yang bekerja di apotek wilayah Desa Maguwoharjo, Kecamatan
Depok, Sleman, Yogyakarta.
b. Bersedia menjadi responden dalam penelitian, dibuktikan dengan
menandatangani informed consent.
c. Apoteker sudah bekerja minimal 2 tahun dan memiliki pengalaman dalam
pelayanan konseling sejak sebelum dan sesudah adanya pandemi COVID-19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Menurut penelitian Sim Julius (2018), jumlah subjek dalam penelitian


kualitatif dengan pendekata fenomenologi adalah 3-9 orang. Dalam penelitian ini
digunakan 5 subjek yaitu apoteker yang bekerja di apotek wilayah Desa
Maguwoharjo. Jumlah ini dirasa sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana
dampak pandemi terhadap layanan konseling di Desa Maguwoharjo. Teknik sampling
dalam penelitian dilakukan secara non random atau non probability sampling dengan
pendekatan purposif sampling yaitu memilih subjek berdasarkan kriteria inklusi yang
sudah ditentukan (Masturoh, 2018).

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara yang akan


digunakan sebagai panduan dalam proses wawancara. Proses wawancara dilakukan
secara mendalam (in depth interview). Instrumen ini terdiri atas 2 bagian. Bagian
pertama terdiri dari 4 pertanyaan mengenai data diri atau identitas dari responden
berupa nama, umur, lama kerja, dan tingkat pendidikan. Bagian kedua terdiri dari 13
pertanyaan mengenai gambaran layanan konseling berdasarkan kepmenkes tentang
petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di apotek (Kemenkes, 2019) dan
hambatan pada masa pandemi COVID-19 berdasarkan berdasarkan Kepmenkes No.
HK.01.07 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease
2019 (COVID-19 (Kepmenkes, 2020).

Tata Rencana Penelitian

1. Perencanaan penelitian
Peneliti mengidentifikasi adanya perubahan dan penyesuaian terhadap sistem
layanan konseling yang dilakukan di apotek selama masa pandemi COVID-19,
Perubahan atau penyesuaian yang dapat terjadi berupa apoteker memberikan
informasi secara tertulis (seperti brosur) atau diberikan informasi secara online
melalui situs web atau animasi video.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

2. Perizinan Penelitian
Perizinan penelitian dengan melakukan permohonan kepada pihak apotek
untuk mengisi informed concent dan bersedia menjadi responden dalam penelitian.
Izin penelitian dilakukan sebagai etika dalam suatu penelitian sehingga objek yang
diteliti dapat dipublikasikan. Dilakukan permohonan ethical clearance kepada
Komisi Etik Penelitian Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta
(FIKES UNRIYO). Penelitian ini telah mendapat izin dari FIKES UNRIYO
dengan nomor 084.3/FIKES/PL/VI/2021, terdapat pada lampiran I.

3. Pengujian Validitas Instrumen

Validitas isi adalah kesesuaian isi instrumen dengan topik yang diteliti. Uji
validitas ini dilakukan untuk memastikan apakah alat ukur yang digunakan sudah
sesuai dengan topik penelitian yang akan dilakukan. Uji validitas dilakukan
dengan teknik professional judgment. Teknik ini dilakukan oleh orang yang ahli
dalam bidang tersebut dan menilai validasi dari isi instrumen (Masturoh, 2018).
Instrumen akan divalidasi oleh 2 orang apoteker yang memiliki kompetensi
dibidang tersebut. Dari hasil uji validitas panduan wawancara, terdapat 1 tambahan
instruksi kepada responden terkait peneliti akan merekam suara selama proses
wawancara berlangsung dan 1 tambahan pertanyaan terbuka terkait hambatan yang
dialami oleh responden dalam menyampaikan konseling dimasa pandemi COVID-
19. Lembar uji validitas dapat dilihat pada lampiran II.

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung atau


menggunakan sarana komunikasi seperti telepon ataupun google meet untuk
mengetahui bagaimana layanan konseling yang dilakukan selama masa pandemi
COVID-19 dan apa saja hambatan yang dialami apoteker. Apoteker yang menjadi
responden akan diberikan kesempatan untuk menjawab dan menjelaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

berdasarkan pertanyaan yang diberikan. Proses tanya jawab dilakukan secara


mendalam untuk mendapatkan informasi yang lengkap.

Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
a. Reduksi Data
Hasil data yang diperoleh dari wawancara kemudian direduksi dengan proses
memilih, menyerdahanakan, atau merangkum jawaban dari apoteker supaya
peneliti mendapat gambaran mengenai layanan konseling yang lebih spesifik
di masa pandemi dan mempermudah peneliti dalam pengumpulan data.
b. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan supaya data hasil reduksi tersusun dalam pola
hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data dalam
penelitian ini dapat dilakukan dalam bentuk uraian narasi, bagan, diagram
alur, ataupun tabel.
c. Verifikasi Data
Tahap selanjutnya yaitu proses pemastian kebenaran data berdasarkan
temuan dan melakukan verifikasi data, kesimpulan yang diperoleh masih
bersifat sementara dan dapat berubah sesuai dengan bukti-bukti lain yang
memperkuat suatu data.

2. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan jenis pendekatan fenomenologi.
Pendekatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran berdasarkan
pengalaman yang dialami oleh informan. Analisis data diawali dengan proses
pengumpulan data yang telah diolah, kemudian data tersebut diamati secara
mendalam, kemudian diberi tanda atau catatan pada suatu data yang dianggap
penting. Selanjutnya peneliti mengelompokkan data yang diperoleh. Peneliti
harus dapat menemukan inti dari suatu informasi kemudian dituliskan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

suatu uraian (textual description). Setelah itu, data yang diperoleh akan diolah
dengan pedoman Peraturan Kemenkes (2019) tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kemudian, peneliti dapat menarik
kesimpulan dengan melihat bagaimana gambaran pelayanan konseling yang
dilakukan sebelum dan sesudah adanya pandemi COVID-19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik yang diamati pada penelitian ini, yaitu: nama, usia, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, dan lama masa kerja. Berikut adalah tabel yang berisi
karakteristik demografi responden.

Tabel I. Karakteristik Demografi Responden

No. Nama Usia Jenis Lama


Apoteker (Tahun) Kelamin masa kerja
1 A 26 Perempuan 2 tahun 2 bulan
2 B 31 Perempuan 5 tahun 8 bulan
3 C 26 Perempuan 2 tahun 1 bulan
4 D 24 Perempuan 2 tahun 1 bulan
5 E 27 Perempuan 3 tahun
Penjelasan mengenai karakteristik demografi responden secara lengkap akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Karakteristik berdasarkan usia
Berdasarkan tabel I. diketahui jika usia responden berkisar antara 24 – 32
tahun. Hal ini menunjukan jika responden masih cukup muda dan masih
memungkinkan untuk mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan pola pikir,
sehingga mampu berpikir kritis dalam menghadapi masalah mengenai pelayanan
konseling di masa pandemi COVID-19. Secara teoritis, semua responden masih
berada di usia produktif (Aprilyanti, 2017).

18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menurut Ukkas (2017), rentang usia produktif adalah 15-60 tahun, pada
rentang usia ini produktifitas kerja sesorang akan meningkat. Hal ini dikarenakan
pada tingkat usia produktif sesorang memiliki kreatifitas yang tinggi terhadap
pekerjaan sebab didukung oleh pengetahuan dan wawasan yang lebih baik serta
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diberikan. Di usia yang
masih produktif ini, diharapkan responden dapat memberikan layanan konseling yang
sesuai dengan masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.

2. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin


Tabel I. menunjukan jika semua responden yang bekerja di apotek wilayah
Maguwoharjo adalah perempuan. Pada umumnya kekuatan fisik dari perempuan
tidaklah sekuat kekuatan fisik dari laki-laki. Menurut Ayuningsih dan Sasmitha
(2017), perempuan cenderung menggunakan perasaan atau emosional saat melakukan
pekerjaan. Namun di sisi lain, perempuan cenderung lebih sabar, teliti dan cermat
dalam melakukan pekerjaannya. Perkembangan kesetaraan gender membuat laki-laki
dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam melakukan pekerjaan. Banyak
pekerja wanita yang memasuki lapangan pekerjaan diberbagai profesi, dalam hal ini
profesi Apoteker (Prastiwi dan Rahmadanik, 2020).

3. Karakteristik berdasarkan lama masa kerja


Berdasarkan tabel I. semua responden sudah bekerja selama lebih dari 2
tahun. Sebanyak 3 responden sudah bekerja selama 2 tahun, 1 responden sudah
bekerja selama 3 tahun, dan 1 responden sudah meiliki pengalaman bekerja selama 5
tahun. Dalam penelitian ini responden yang digunakan adalah respoden yang sudah
bekerja sejak sebelum masa pandemi COVID-19 untuk melihat bagaimana layanan
konseling yang dilakukan di apotek sebelum dan sesudah adanya pandemi COVID-
19.

19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu institusi atau lembaga maka
semakin tinggi pula produktivitasnya karena bertambah pengalaman dan
keterampilan dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Masa kerja
yang semakin lama akan menyebabkan semakin cepat dalam mengambil keputusan
yang berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian (Galistiani, Kusuma, Gibran, dan
Hanggara, 2017).

Teknis Pelayanan Konseling di Apotek


Teknis pelayanan konseling di apotek wilayah Maguwoharjo, Kecamatan
Depok, Yogyakarta dilayani oleh responden (Apoteker). Teknis pelayanan konseling
yang akan dibahas adalah pelayanan konseling sebelum dan sesudah adanya pandemi
COVID-19.
Tahapan pelayanan konseling di apotek sudah diatur dalam Kemenkes (2019).
Berdasarkan jawaban dari semua responden, responden menjelaskan bahwa sebelum
adanya pandemi COVID-19 sebagian pelayanan konseling sudah dilakukan
berdasarkan aturan Kemenkes tersebut. Namun, ada beberapa apotek yang tidak
menerapkan beberapa bagian dari tahapan konseling tersebut sesuai dengan
penjelasan berikut.
1. Pembukaan Komunikasi antara Apoteker dan Pasien
Apoteker akan membuka komunikasi dengan mengucapkan salam atau
menyapa dan memperkenalkan diri kepada pasien. Dalam penelitian ini, semua
responden (100%) menyapa dan memperkenalkan diri kepada pasien saat memasuki
apotek sama seperti sebelum dan sesudah adanya pandemi COVID-19. Responden
tetap memperkenalkan diri dan menanyakan keperluan apa yang pasien butuhkan. Hal
ini sudah sesuai dengan langkah-langkah tahapan konseling menurut Kemenkes
(2019), yaitu apoteker wajib menyapa dan memperkenalkan diri kepada pasien saat
pasien datang ke apotek. Menyapa dan memperkenal diri kepada pasien sangat
penting untuk membangun rasa saling percaya antara apoteker dan pasien. Jika rasa
saling percaya sudah terbangun, maka pasien akan menyampaikan informasi tentang

20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kondisinya kepada apoteker dengan jujur dan apa adanya. Selain itu, apoteker yang
sudah mengetahui kondisi pasien dapat menyesuaikan cara penyampaian informasi
seperti penggunaan bahasa yang mudah dipahami ataupun menggunakan bahasa non
verbal (Baroroh, 2016).

2. Penggalian Informasi Terkait Masalah yang Dialami Oleh Pasien


Dalam penelitian ini, responden harus menanyakan permasalahan apa yang
dialami oleh pasien. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil 100% responden langsung
menanyakan keluhan yang dialami oleh pasien. Sebelum maupun sesudah pandemi
COVID-19, seluruh responden menanyakan permasalahan yang dialami pasien.
Namun, sejak masa pandemi terdapat beberapa penyesuaian, yaitu untuk
mempersingkat waktu maka responden tidak dapat menanyakan secara keseluruhan
dan mendalam. Semua responden menyatakan untuk mempersingkat waktu, maka
responden hanya akan menanyakan keluhan apa saja yang dialami pasien dan sudah
berapa lama. Kemudian responden akan langsung menyesuaikan dengan resep yang
dibawa oleh pasien atau pun menyesuaikan dengan keadaan pasien. Penggalian
informasi pada awal pasien datang berfungsi untuk mengetahui bagaimana keadaan
yang dialami pasien saat itu dan memudahkan apoteker untuk melakukan penggalian
informasi berikutnya terkait dengan kondisi pasien lebih dalam (Kusuma, 2015).

3. Penulisan Identitas Pasien

Tabel II. Penulisan Identitas Pasien

Identitas Pasien
Responden Nama Pasien Jenis Kelamin Tanggal Lahir Alamat Nomor Telepon
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
A      X  X  X
B          
C   X X X X    
D      X  X  X
E      X  X  X

21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Keterangan :
-  : Responden menuliskan jenis identitas pasien
- X : Responden tidak menuliskan jenis identitas pasien
- Sebelum : Sebelum adanya pandemi COVID-19
- Sesudah : Sesudah adanya pandemi COVID-19

Berdasarkan tabel II. dapat dilihat adanya perbedaan saat penulisan identitas
pasien yang melakukan konseling pada masa sebelum dan sesudah pandemi COVID-
19. Menurut Kepmenkes (2019) tentang langkah layanan konseling, terdapat 5
identitas utama pasien yang harus dituliskan yaitu nama pasien, jenis kelamin,
tanggal lahir, alamat, dan nomor telepon pasien.
Berdasarkan tabel, 100% responden menuliskan nama pasien baik sebelum
maupun sesudah adanya pandemi. Sedangkan, untuk penulisan jenis kelamin, 1 dari 5
responden yang tidak menuliskan baik sebelum maupun sesudah pandemi yaitu
responden C. Responden C menyatakan jenis kelamin dapat dilihat dari pasien yang
datang jika pasien ingin membeli obat untuk dirinya sendiri. Bila pasien membeli
obat untuk orang lain, maka responden C akan menanyakan saja tetapi tidak
dituliskan.
Penulisan identitas pasien pada bagian tanggal lahir didapatkan sebanyak 3
responden menuliskan pada masa sebelum pandemi, 1 responden tidak menuliskan
baik pada masa sebelum ataupun sesudah pandemi, dan 1 responden selalu
menuliskan tanggal lahir pasien pada masa sebelum ataupun sesudah pandemi.
Penulisan tanggal lahir pasien sangat penting untuk mengidentifikasi kebenaran
identitas pasien yaitu usia, yang nantinya akan berkaitan dengan terapi yang diterima
pasien (Lestari Sri dan Qurratul Aini, 2015).
Pada penulisan alamat dan nomor telepon pasien, terdapat 2 responden yang
selalu menuliskan alamat dan nomor telepon pasien pada saat sebelum dan sesudah
adanya pandemi COVID-19. Sedangkan, 3 responden lainnya menuliskan alamat dan
nomor telepon pasien hanya saat sebelum pandemi. Ketiga responden ini menyatakan
hal tersebut tidak dilakukan demi mempersingkat waktu. Alamat dan nomor telepon
pasien sangat penting dituliskan. Tujuan dari penulisan alamat dan nomor telepon

22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pasien adalah untuk mengantisipasi atau mengatasi jika adanya kesalahan pemberian
obat kepada pasien (Mardiyaningsih Ana, Farisya Nurhaeni , Nanang Munif Yasin,
2014). Terdapat suatu kejadian pada salah satu apotek yang diteliti, yaitu dokter
memberikan obat yang kurang tepat dengan kondisi pasien saat pasien datang dengan
membawa resep. Setelah mendapatkan obat, pasien langsung segera pulang. Apoteker
memastikan kembali pada dokter dan ternyata dokter salah meresepkan obat.
Apoteker pun segera menghubungi pasien dan mendatangi alamat pasien untuk
memberikan obat yang tepat.
Berdasarkan tabel II, terdapat 1 responden yang selalu menuliskan semua
identitas pasien baik itu sebelum dan sesudah adanya pandemi yaitu responden B.
Berdasarkan hasil wawancara, responden B menyatakan bahwa sebelum adanya
pandemi identitas pasien akan dicatat dalam form apotek secara manual. Setelah
adanya pandemi, untuk mempersingkat waktu maka apotek tempat responden B
bekerja menerapkan sistem member card yang sudah tersistem otomatis. Setiap
pasien yang datang pertama kali ke apotek tersebut akan dimintai identitas secara
lengkap dan ditawarkan untuk membuat member card secara gratis dan dimasukan ke
dalam sistem komputer sebagai data apotek. Kemudian jika pasien tersebut datang
lagi, maka pasien hanya perlu menunjukan member card dan memberitahu langsung
keperluannya tanpa harus menyampaikan lagi identitas nya.

4. Apoteker Memberikan Konseling di Ruang Konseling

Tabel III. Apoteker Memberikan Konseling di Ruang Konseling

Responden Konseling di Ruang Konseling


Sebelum Sesudah
A  X
B  X
C  X
D  X
E  X

23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Keterangan :
-  : Responden memberikan konseling di ruangan khusus
- X : Responden tidak memberikan konseling di ruangan khusus
- Sebelum : Sebelum adanya pandemi COVID-19
- Sesudah : Sesudah adanya pandemi COVID-19

Dari Tabel. III, semua responden menunjukan bahwa sebelum adanya


pandemi COVID-19, pelayanan konseling dilakukan di ruang khusus atau ruang
konseling. Namun, karena adanya pandemi maka kegiatan konseling tidak dilakukan
di ruang khusus. Semua responden menyatakan bahwa konseling tidak lagi dilakukan
di ruang khusus karena adanya protokol kesehatan yang mengharuskan menjaga jarak
dan penggunaan barier. Berikut merupakan hasil wawancara dari responden B.

“Responden B : Sebelum pandemi selalu konseling di ruang


khusus, tapi karena pandemi sekarang jadinya disini aja mba
dibatasi dengan barier ini aja. Sebenarnya lebih enak kalau
didalam ruangan karna ada tempat duduknya untuk pasien atau
keluarga jadi bisa lebih nyaman dan lama konseling. Tapi
sekarang kan jadinya pasien atau keluarga pasiennya berdiri
aja, jadi ga bisa selama diruangan gitu mba”

Menurut Kepmenkes (2019), pelayanan konseling di apotek seharusnya


dilakukan di ruangan khusus supaya pasien lebih nyaman menyampaikan keluhan dan
menceritakan semua yang yang ia alami terkait terapi maupun kondisinya kepada
apoteker tanpa harus takut orang lain mendengar. Selain itu, jika konseling dilakukan
di ruang khusus, maka informasi yang disampaikan oleh apoteker akan terdengar
lebih jelas baik tentang kondisi maupun peragaan alat khusus tanpa gangguan suara
dari pengunjung lain. Jika konseling tidak dilakukan di ruang khusus, maka
ditakutkan pasien merasa tidak nyaman atau tidak bebas dalam menceritakan keluhan
yang dirasakannya (Harlianti, 2016) Semua responden menyatakan bahwa mereka
tetap melakukan konseling namun tetap pada ruangan depan, atau ruang utama
apotek. Jika pengunjung sedang ramai, maka responden akan mengarahkan pasien

24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk sedikit menepi agar informasi yang disampaikan oleh responden tetap
terdengar oleh pasien.

4. Apoteker Memastikan Identitas Pasien

Pertanyaan selanjutnya adalah tentang bagaimana cara responden memastikan


identitas pasien. Semua responden menyatakan mereka akan menanyakan kembali
nama dan usia dari pasien tersebut. Menurut Kepmenkes (2019), Apoteker
(responden) memastikan identitas pasien dengan cara menanyakan pertanyaan
terbuka minimal 2 identitas : nama lengkap dan tanggal lahir. Dalam hasil wawancara
semua responden menanyakan nama pasien, namun tidak menanyakan tanggal lahir
pasien. Hal ini karena responden menganggap dengan menanyakan usia sudah cukup
untuk memastikan identitas dari pasien.

Semua responden melakukan identifikasi dan membantu penyelesaian


masalah terkait terapi obat pasien dengan cara menanyakan keluhan yang dialami
pasien, sudah berapa lama keluhan yang dirasakan, dan apakah pasien sudah
menggunakan obat lain. Jika pasien datang dengan membawa resep, maka apoteker
wajib menanyakan three prime questions kepada pasien. Menurut Lestari (2015),
pemastian identitas pasien sangat penting untuk menghindari adanya kesalahan
pemberian obat dengan memastikan obat yang diterima pasien sudah tepat dengan
identitas serta kondisi pasien.

5. Apoteker menanyakan three primes questions

Tabel IV. Apoteker Menanyakan Three Prime Questions

Responden Three Prime Questions


Sebelum Sesudah
A X X
B  
C  X
D  

25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E  X
Keterangan :
-  : Responden Menanyakan Three Prime Questions
- X : Responden tidak Menanyakan Three Prime Questions
- Sebelum : Sebelum adanya pandemi COVID-19
- Sesudah : Sesudah adanya pandemi COVID-19

Tabel IV. menunjukan bahwa tidak semua responden menanyakan three


prime questions pada pasien yang membawa resep. Responden A menyatakan bahwa
sebelum dan sesudah pandemi three prime questions jarang ditanyakan atau bahkan
tidak ditanyakan. Hal ini karena pada satu waktu yang bersamaan terkadang apotek
menerima lebih dari 1 resep dan pengunjung apotek juga ramai. Berikut merupakan
hasil wawancara responden A.
“Responden A : Dalam lapangan kadang kita ga sempat tanya
karna dalam satu waktu itu biasanya ada 2 resep. Nah itu kita
memastikan pasien paham aja sih. Misalnya itu alat khusus nah
itu kita konfirmasi ulang penjelasan kita. Kadang insulin itu
pasien udah pernah pake nah itu kita ga sampaikan kecuali dia
pertama kali”.
Responden B dan D menyatakan bahwa three prime questions tetap
ditanyakan kepada pasien yang membawa resep. Responden C dan E menyampaikan
three prime questions sebelum adanya pandemi. Sedangkan, setelah pandemi,
responden mengaku sudah tidak menanyakan lagi karena keterbatasan waktu dan
jarak di apotek. Responden C juga mengatakatan bahwa pertanyaan three prime
questions disampaikan dengan melihat situasi, misalnya jika pasien sudah menebus
setengah dari resep maka responden tidak menanyakan lagi. Berikut merupakan hasil
wawancara responden C.

“Responden C : Tanya tapi tergantung resepnya, misalnya dia


sudah tebus setengah jadi ga ditanyain lagi. Paling tanya ini
obatnya udah diambil setengah ya bu? Sudah tau pakenya? Kalo
belum baru tak tanyain three prime question. Ga semuanya di
tanyain three prime”

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Menurut Kemenkes (2014), three prime questions bertujuan untuk menilai


pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang ia dapatkan. Jika pemahaman
pasien masih kurang, maka apoteker bertanggung jawab menjelaskan lebih lanjut dan
rinci terkait masalah pengobatan pasien. Tujuan lain dari three prime questions yaitu
agar tidak terjadi tumpang tindih informasi, perbedaan informasi, dan melengkapi
informasi yang belum diberikan dokter. Penyesuaian yang dilakukan oleh responden
yaitu responden akan melihat keluhan yang dialami pasien dan resep yang dibawa
oleh pasien. Jika dirasa resep atau keluhan pasien harus mendapat perhatian khusus,
maka semua responden menyatakan akan tetap menanyakan three prime questions.

6. Apoteker melakukan Penggalian Informasi

Tebel V. Penggalian Informasi pada Pasien

No Informasi yang digali A B C D E


1. Keluhan yang dialami pasien     
2. Lama Keluhan     
3. Obat lain yang digunakan     
untuk mengatasi keluhan
4. Kegiatan keseharian pasien X  X X X
5. Alergi obat atau makanan     
6. Mengkonsumsi Alkohol X  X X X
7. Merokok X  X X X
8. Hamil atau tidak (jika pasien X  X X X
perempuan)

Keterangan :
-  : Responden melakukan poin penggalian informasi
- X : Responden tidak melakukan poin penggalian informasi

Dalam melakukan penggalian informasi sebelum dan sesudah masa pandemi,


4 dari 5 responden menyatakan bahwa pertanyaan yang diajukan untuk pasien tidak
terdapat perubahan. Responden A, C, D, dan E menyatakan bahwa pertanyaan yang
paling sering ditanya untuk melakukan penggalian informasi kepada pasien adalah
keluhan, sudah berapa lama, apakah sudah menggunakan obat lain, dan apakah

27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mempunyai alergi terhadap obat atau makanan. Responden B menyatakan bahwa


sebelum dan sesudah pandemi pertanyaan penggalian informasi tetap diajukan secara
lengkap seperti keluhan, lama keluhan, apakah sudah mengkonsumsi obat lain,
apakah mempunyai riwayat alergi obat atau makanan, bagaimana keseharian pasien,
apakah pasien mengkonsumsi alkohol atau merokok, ataupun apakah pasien sedang
hamil jika pasien itu wanita. Penggalian informasi yang dilakukan oleh apoteker
dapat membantu apoteker dalam memutuskan terapi yang diterima oleh pasien.
Apoteker juga dapat menyesuaikan keluhan yang diceritakan pasien dengan informasi
lengkap yang didapatkan dari pasien tersebut (Kusuma, 2015).

7. Pemberian Informasi dan Edukasi

Pada masa pandemi seperti sekarang, responden menyatakan bahwa terdapat


perbedaan dalam menyampaikan informasi kepada pasien. Semua responden
menyatakan bahwa karena adanya keterbatasan jarak, barier, dan penggunaan APD,
pasien terkadang tidak bisa menerima informasi yang responden berikan dengan jelas.
Solusi yang diberikan oleh responden adalah dengan memberikan catatan berupa
tulisan ataupun memberikan nomor whatsapp agar pasien dapat menghubungi
responden jika terjadi kendala dan responden dalam mengirimkan informasi terkait
terapi melalui chat. Berikut merupakan beberapa hasil wawancara dengan responden.

“Responden C : kita udah kasi informasi tapi kadang dari


wajahnya pasien itu masih bingung-bingung mba, tapi dia ga
tanya karna suara saya kurang jelas. Jadi saya tulis lagi
informasi dicatatan trus di kasi nomor telepon. Kalau ada yang
kurang jelas pasien nya suruh wa atau telepon ke nomor apotek
aja”.
Apoteker harus memberikan edukasi dan informasi kepada pasien ataupun
keluarga pasien terkait dengan terapi terutama untuk obat yang akan digunakan secara
mandiri oleh pasien sehingga dapat dimengerti dengan jelas oleh pasien. Semua
responden menyatakan bahwa setelah adanya pandemi seperti sekarang, informasi
dan edukasi akan lebih mudah disampaikan melalui chat atau sosial media (Koster,

28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2020). Informasi yang disampaikan melalui catatan atau chat akan lebih mudah
diingat atau dibaca lagi oleh pasien dibandingkan dengan informasi yang
disampaikan secara lisan. Informasi yang disampaikan secara lisan bisa saja
menyebabkan pasien lupa tentang informasi yang sudah ia dengarkan (Jalaluddin,
2005). Dalam penelitian ini responden A menyatakan bahwa informasi dalam
konseling tetap disampaikan secara langsung, namun untuk lebih memastikan maka
responden akan memberikan nomor telepon agar pasien dapat menghubungi mereka.
Terkait obat khusus yang digunakan pasien, responden A menyatakan untuk pasien
yang sudah lansia maka apoteker menunjukan video untuk menjelaskan cara
penggunaan special device. Solusi yang diberikan oleh responden sama dengan
apoteker yang berada di Malaysia. Menurut penelitian Kow Chia Siang, dan Syed
Shahzad Hasan (2021) di Malaysia, untuk tetap memberikan informasi secara lengkap
kepada pasien, apoteker menggunakan media telepon, video, ataupun catatan. Berikut
merupakan hasil wawancara responden A.

“Responden A : waktu itu ada pasien lansia datang ke kita


dengan keluhan sesak nafas, dia datangnya sendiri mba. Jadi
waktu itu kasi inhaler terus sudah dijelaskan cara penggunaanya
tapi bapaknya kurang paham karna kita berjarak, jadinya saya
tunjukin video lewat hp saya kemudia saya kasi nomor wa biar
bapaknya bisa hubungin saya lagi mba”
8. Apoteker melakukan konfirmasi ulang

Tebel VI. Apoteker Melakukan Konfirmasi Ulang

Responden Konfirmasi Ulang


Sebelum Sesudah
A  
B  
C  
D X X
E  
Keterangan :
-  : Responden melakukan konfirmasi ulang
- X : Responden tidak melakukan konfirmasi ulang

29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

- Sebelum : Sebelum adanya pandemi COVID-19


- Sesudah : Sesudah adanya pandemi COVID-19

Berdasarkan tabel VI, diketahui bahwa 4 dari 5 responden tetap melakukan


konfirmasi ulang terkait informasi yang sudah diberikan kepada pasien, sedangkan
ada 1 responden yang menyatakan bahwa ia tidak melakukan konfirmasi ulang
kepada pasien. Responden A, B, C, dan E menyatakan bahwa sebelum dan sesudah
pandemi akan menanyakan lagi apakah informasi yang disampaikan oleh responden
sudah dipahami atau belum dengan meminta pasien mengulang informasi yang
disampaikan seperti aturan pakai, cara pakai, dosis obat, efek samping, apa yang
harus dilakukan ketika efek samping muncul, dan bagaimana cara penyimpanan obat.
Responden D mengakatakan bahwa sebelum dan sesudah pandemi, responden tidak
meminta pasien untuk mengulang informasi yang ia berikan. Responden akan
menunggu pasien sendiri untuk bertanya kepadanya terkait informasi yang sudah
diberikan. Jika pasien tidak bertanya lagi, maka responden akan beranggapan bahwa
informasi yang diberikan sudah bisa diterima oleh pasien. Terkait dengan apoteker
melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien, semua responden
menjawab sudah tidak melakukan lagi karena responden menganggap bagian ini
sudah dilakukan saat melalukan konfirmasi ulang kepada pasien. Pada tahap ini
apoteker melakukan konfirmasi ulang dan verikasi akhir dengan tujuan untuk menilai
apakah pasien sudah cukup memahami dan menerika informasi yang diberikan. Jika
masih ada informasi yang belum jelas, maka apoteker dapat mengulang kembali
dengan menitikberatkan pada hal-hal penting yang harus dipahami (Permenkes,
2016).

30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9. Apoteker melakukan Dokumentasi

Tabel VII. Apoteker memberikan Form Dokumentasi

Responden Dokumentasi
Sebelum Sesudah
A X X
B  
C X X
D X X
E X X
Keterangan :
-  : Responden memberikan form dokumentasi
- X : Responden tidak memberikan form dokumentasi
- Sebelum : Sebelum adanya pandemi COVID-19
- Sesudah : Sesudah adanya pandemi COVID-19

Tebel VII. menunjukan bahwa hanya 1 dari 5 responden yang memberikan


form dokumentasi setelah melakukan pelayanan konseling. Sedangkan, responden
lainnya tidak melakukan dokumentasi baik sebelum maupun sesudah adanya
pandemi. Responden B menyatakan, sebelum adanya pandemi form dokumentasi
masih berupa lembar kertas yang harus ditandatangani oleh pasien. Namun, setelah
adanya pandemi form dokumentasi sudah tersistem dan dilakukan dengan
komputerisasi. Pasien yang sudah melakukan konseling akan secara otomatis
diberikan tanda centang pada data diri pasien yang sudah terdaftar dalam komputer.
Adanya dokumentasi bertujuan untuk menjadi catatan bahwa pasien sudah pernah
mendapatkan konseling dari apotek tersebut dan pasien telah memahami informasi
yang diberikan. Apotek juga sudah mempunyai catatan tentang keadaan atau kondisi
pasien dalam dokumen apotek. Jika dokumentasi tidak dilakukan, maka saat pasien
datang untuk keluhan dan obat yang sama, bisa saja apoteker lupa bahwa pasien
tersebut sudah pernah melakukan konseling di apotek dan akhirnya akan memakan
waktu lebih lama karna harus mengulang penggalian informasi pada pasien
(Anggreni, 2021). Selain itu, pendokumentasian harus dilakukan dalam setiap

31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kegiatan pelayanan kefarmasian yang sangat berguna untuk evaluasi kegiatan dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan apotek (Kepmenkes, 2019).

Hambatan Dalam Pelayanan Konseling dimasa Pandemi COVID-19

Tabel VIII. Hambatan dalam Pelayanan Konseling

No Hambatan A B C D E
1. Suara apoteker diharapkan menjadi     
lebih lantang dalam penyampaian
informasi
2. Adanya informasi yang belum     
disampaikan dengan lengkap
3. Keterbatasan waktu  X X  X
4. Adanya pasien yang tidak menggunakan  X X  X
masker
5. Pengambilan obat dengan ojek online X X  X 

Keterangan :
-  : Responden mengalami hambatan dalam pelayanan konseling
- X : Responden tidak mengalami hambatan dalam pelayanan konseling

Pandemi COVID-19 di Indonesia memaksa seluruh rakyat menaati semua


protokol kesehatan yang ada demi mencegah penyebaran virus. Adanya protokol
kesehatan menciptakan beberapa hambatan baru yang harus dihadapi oleh apoteker
dalam melaksanakan layanan konseling dimasa pandemi. Tabel VIII merupakan
gambaran hambatan apa saja yang dialami oleh apoteker yang menjadi responden
dalam penelitian ini.
Menurut Kepmenkes No. HK.01.07 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian COVID-19 strategi untuk mengatasi penyebaran virus adalah dengan
menjaga jarak minimal 1 meter, menggunakan barier pembatas antara pengujung dan
petugas kesehatan, dan penggunaan APD lengkap. Semua responden menyatakan
adanya jarak, barier pembatas, dan APD menjadi hambatan utama dalam melakukan
konseling. Semua responden menyatakan kesulitan saat menyampaikan informasi

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

karena harus menyatakan berulang-ulang kali dengan suara yang lebih keras.
Sebelum adanya pandemi, pelayanan konseling seharusnya dilaksanakan diruangan
konseling demi kenyamanan pasien dalam menyampaikan informasi terkait terapinya
dan apoteker dapat menyampaikan informasi bahkan dengan alat peraga pada pasien
(Harlianti, 2016).
Adanya protokol kesehatan terkait pandemi memaksa responden untuk
melakukan konseling langsung didepan etalase tanpa harus diruang konseling dengan
menjarak jarak, adanya barier, dan penggunaan APD. Tempat yang kurang nyaman
untuk konseling terkadang membuat pasien merasa kurang nyaman sehingga
informasi yang disampaikan pasien bisa saja kurang lengkap (Lutfiyati, 2016).
Adanya barier pembatas dan penggunaan APD sering sekali membuat pasien
kebingungan atau tidak mendengar apa yang disampaikan oleh apoteker. Responden
B juga menceritakan selama pandemi ini ada seorang pasien lansia yang tidak bisa
membaca dan menulis. Biasanya informasi disampaikan dengan berbicara langsung
kepada pasien dengan jelas. Namun, karena adanya batasan tadi responden B
mengatasinya dengan cara menggambarkan informasi disebuah catatan. Misalnya
pasien harus meminum obat dipagi hari maka akan digambar matahari dan jika
malam maka akan digambar bulan. Berikut merupakan hasil wawancara responden B.
“Responden B : Suaranya harus lebih lantang, kadang beberapa
pasien ga denger suaranya kita, apalagi masker sama barier nya
double. Jadi harus lantang takutnya pasien salah persepsi. Nah
untuk mencegah itu kita kasi nomor wa apotek jadi nanti dia
hubungin kita”.

“Responden B : Kalo pasien lansia ga bisa baca tulis atau


gangguan pendengaran, caranya kita kasi obat kalo diminum
pagi misalnya kita kasi gambar matahari trus kalo diminum
malam gambarnya bulan. Karna dia ga bisa baca jadinya kita
gambar kasi kertas catatan . Kalo pasien lain kita berikan
catatan biasa dan no wa”.

Suatu pelayanan farmasi dikatakan baik apabila lama pelayanan obat dari
pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dan informasi diukur dengan

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

waktu (Mashuda, 2011). Sebelum adanya pandemi, waktu yang dibutuhkan apoteker
untuk melakukan konseling 5-10 menit (Lutfiyati, 2016). Setelah adanya pandemi,
responden A dan D menyatakan bahwa konseling hanya dilakukan maksimal 5 menit.
Hal ini karena pada masa pandemi apotek menjadi ramai pengunjung sedangkan
tenaga kerja dalam 1 apotek hanya 2 orang. Responden A dan D menyatakan
kurangnya tenaga kesehatan dan adanya protokol kesehatan ini menjadi faktor
keterbatasan waktu dalam pelayanan konseling sehingga penggalian dan pemberian
informasi dari apoteker kepada pasien tidak lengkap atau tidak maksimal. Pentingnya
melakukan konseling bagi apoteker yaitu apoteker dapat mengetahui kondisi pasien
melalui penggalian informasi dari pasien, apoteker memberikan informasi yang
dibutuhkan pasien dengan jelas, dan dapat meningkatkan outcome therapy
(Lutfiyanti, 2016).
Menurut Kepmenkes No. HK.01.07 tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), seseorang wajib menggunakan
masker saat bepergian keluar rumah dan ke tempat umum untuk mencegah
penyebaran virus. Penularan virus dapat terjadi antar manusia (human to human),
yaitu diprediksi melalui droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam
droplet (Handayani, 2020). Responden A dan D menyatakan seringkali ada
pengunjung yang datang ke apotek tetapi tidak menggunakan masker. Hal ini
membuat responden merasa segan untuk menawarkan konseling karena pengunjung
tidak menerapkan protokol kesehatan yang ada. Responden juga sudah menawarkan
masker kepada pengunjung tetapi pengunjung tetap tidak mau menggunakan masker
padahal hal ini sangat berbahaya. Berikut hasil wawancara dengan responden A dan
D.

“Responden A: Pasien yang gak pake masker itu aku sebel sih,
kalo kita kasi tau dia marah , terus dia bilang ya “terserah saya”.
Ada yg bilang di rumah ada dan sampai ada yang sampe dikasi
masker sama pembeli lain. Dan kadang capek udah kasi tau tapi
ga mau d bilang”.
“Responden D: Masih ada pasien yg ga pake masker, nah itu

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kadang ga enak mau negur. Jadinya kita tawarin tp dia tolak”

Hambatan lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pengambilan obat
melalui ojek online. Responden C dan E juga menyatakan karena adanya pandemi
COVID-19 terkadang pengambilan resep obat melalui ojek online. Pasien akan
mengirimkan foto resep kepada ojek online dan ojek online akan membawa ke apotek
untuk tebus resep. Hambatan yang dialami oleh responden C dan E yaitu untuk
menyampaikan informasi terkait obat kepada pasien harus melalui perantara yaitu
ojek online. Responden C menyatakan jika informasi diberikan melalui perantara,
dikhawatirkan informasi yang disampaikan kepada pasien tidak sama dengan apa
yang disampaikan (Antari, 2019). Untuk itu, responden C akan memberikan
informasi obat melalui telepon genggam milik ojek online tersebut. Responden E
menyatakan agar informasi tetap sampai kepada pasien, maka responden E akan
memberikan catatan terkait dengan informasi obat. Responden E juga akan meminta
nomor pasien kepada ojek online, agar responden E tetap dapat menghubungi pasien
secara langsung. Berikut hasil wawancara responden C dan E.

“Responden C : Resepnya kadang difoto, nah yg ngambil itu


grabnya jadi kita bingung cara jelasinnya. Jadi kadang kita
minta telefonnya. Biasanya pasien itu pesan lewat grab tunjukin
trus kita jelaskan lewat catatan. Belum tentu yg disampaikan
grab ke pasien itu sama dengan kita sampaikan ke grabnya tadi.
Aplikasi ini sudah ada sebelum pandemic tapi banyak digunakan
setelah pandemic. Kalo antibiotik harus resep asli, jadi pasien
yg ambil sendiri”.

“Responden E : banyak juga mba pasien yang tebus resep lewat


ojek online, nah itu kadang saya sampaikan informasinya lewat
catatan. Tapi kalo di catat semua panjang ya mba , jadi saya
minta nomor telepon pasien sama mas gojek nya trus saya yang
memastikan dan kasi informasi sendiri terkait resep yang tadi
mau ditebus”

35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Semua responden menyatakan solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi


hambatan seperti kurang jelasnya informasi yang diberikan, kesulitan pasien dalam
memahami, keterbatan waktu konseling, ataupun adanya perantara dalam menebus
resep adalah melakukan komunikasi melalui media online. Sebelum adanya pandemi,
pasien lebih memilih menggunakan komunikasi langsung secara tatap muka
dibandingkan tidak langsung untuk mengantisipasi pemahaman yang keliru (Antari,
2019). Setelah adanya pandemi, responden akan menyampaikan informasi lebih
lanjut atau melakukan penggalian informasi melalui via telepon atau via chat
whatsapp kepada pasien. Informasi yang diberikan oleh responden dapat berupa
video atau gambar penggunaan alat khusus, catatan mengenai langkah-langkah
penggunaan obat, ataupun mengenai aturan dan cara pakai obat. Pasien juga dapat
menanyakan lebih lanjut jika ada hal yang belum dimengerti kepada responden
dengan menghubungi nomor apotek. Selain itu, solusi yang dapat diberikan
responden adalah responden memberikan catatan khusus untuk dibawa pulang oleh
pasien terkait obat yang diterima. Solusi yang diberikan oleh semua responden ini
sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yaitu solusi yang dapat
dilakukan agar tujuan konseling tercapai dengan tetap mengikuti protokol kesehatan
yang ada antara lain pemberian konseling secara tertulis (brosur), melalui telepon,
dan memberikan video tentang informasi penggunaan obat (Koster, 2020).

36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan
beberapa hal berikut :
1. Gambaran pelayanan konseling dimasa pandemi COVID-19 berbeda dengan
pelayanan konseling pada masa sebelum pandemi. Perbedaannya terdapat
pada cara penyampaian informasi kepada pasien. Penyesuaian yang telah
dilakukan yaitu informasi disampaikan melalui media sosial berupa telepon,
chat, gambar ataupun animasi video.
2. Apoteker mengalami hambatan dalam melaksakan konseling dimasa pandemi
COVID-19 sebagai berikut:
a. Adanya protokol kesehatan seperti penggunaan APD, menjaga jarak, dan
terdapat barier pembatas mengharuskan apoteker untuk berbicara lebih
keras agar informasi tersampaikan dengan jelas kepada pasien.
b. Jumlah pengunjung apotek yang meningkat dimasa pandemi dan adanya
pengaturan jarak menurut protokol kesehatan membuat adanya
keterbatasan waktu disaat konseling. Hal ini berkaitan dengan kapasitas
apotek dalam menampung pengunjung disatu waktu. Untuk tetap menuruti
protokol kesehatan yang ada, apotek akhirnya membuat batasan waktu
konseling demi kenyamanan pengunjung lainnya.
c. Pembelian obat melalui ojek online semakin meningkat. Pembelian obat
melalui perantara ini membuat apoteker kesusahan dalam menyampaikan
informasi kepada pasien. Jika informasi obat disampaikan melalui
perantara, ditakutkan kemungkinan informasi yang sampai kepada pasien
tidak lengkap atau terdapat salah persepsi. Akhirnya apoteker memberikan
informasi secara tertulis atau langsung menghungi pasien melalui chat
atau telepon.

37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan
kepada apoteker pada masa pandemi COVID-19 yaitu mempertimbangkan pelayanan
konseling tersistem seperti adanya kartu keanggotaan apotek dan menyimpan data
pasien secara komputerisasi untuk mempersingkat waktu saat konseling.
Penyampaian informasi oleh apoteker dapat melalui telehealth seperti telepon dan
chat melalui sosial media. Adanya penggunaan aplikasi resmi juga dapat diterapkan
untuk mempermudah pasien dalam mendapatkan obat. Aplikasi juga harus memuat
data diri pasien dan riwayat pengobatan pasien, untuk mempermudahkan apoteker
dalam pemberian informasi dan edukasi. Informasi dan edukasi dapat disampaikan
melalui chat aplikasi atau chat melalui sosial media pribadi. Pihak Apotek juga dapat
mempertimbangkan adanya penambahan jumlah tenaga kerja agar standar pelayanan
kefarmasian di apotek pada masa pandemi COVID-19 tetap terjaga. Pada penelitian
ini hanya dilakukan wawancara mendalam, tetapi belum dilakukan observasi secara
langsung dan tanpa dokumentasi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui secara langsung cara apoteker melakukan pelayanan konseling kepada
pasien di apotek pada masa pandemi COVID-19.

38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ajaz, Khalid M. Alkharfy, Ziyad Alrabiah and Abdulaziz Alhossan, 2020.
Saudi Arabia, pharmacists and COVID-19 pandemic. Journal of
Pharmaceutical Policy and Practice. Vol 13 (41).
Anggreni R., I Made Agus G.W., 2021. Pelaksanaan Konseling Obat Oleh Apoteker
Di Apotek Kabupaten Badung. Indonesian Journal of Legal and Forensic
Sciences. Vol11(1), 12.
Antari N.P Udayana, Herleeyana Meriyanti, dan Ni Made Dharma S.S., 2019. Faktor-
Faktor Komunikasi Yang Mempengaruhi Tingkat Kepercayaan Terhadap
Tenaga Teknis Kefarmasian. Jurnal Ilmiah Medicamento. Vol 5 (2).
Aprilyanti, S., 2017. Pengaruh Usia dan Masa Terhadap Produktivitas Kerja (Studi
Kasus: PT. OASIS Water International Cabang Palembang). Jurnal Sistem
dan Manajemen Industri. Vol 1 (2), 69.
Ayuningsasi, A.A.K., Sasmitha, N.P.R., 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pendapatan Pengrajin Pada Industri Kerajinan Bambu Di Desa Belega
Kabupaten Gianyar. E-Jurnal EP Unud, 6(1), 69-70.
Baroroh, F., dan Endang Dermawan, 2016. Evaluasi Implementasi Pelayanan
Konseling Obat Di Apotek Kota Yogyakarta. Farmasains Vol 3 (1), 16.
Dinas Kesehatan Sleman, 2020. Rekap Faskes Apotek.
https://dinkes.slemankab.go.id/daftar-fasilitas-kesehatan-kabupaten-sleman.
Diakses pada tanggal 19 Desember 2020.
Doremalen, N. V., Morris, D.H., Holbrook, M.G., Gamble, A., Wiliiamson B.N.,
Tamin, A., et al., 2020. Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1. The New England Journal of Medicine. 382 (16).
Fourianalistyawati Endang, 2012. Komunikasi Yang Relevan Dan Efektif Antara
Dokter Dan Pasien. Jurnal Psikogenesis. Vol 1 (1).
Galistiani, G.F., Kusuma, A.M., Gibran, N.C., Hanggara, S.L., 2017. Pengaruh
Keberadaan Apoteker Terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
Wilayah Kabupaten Banyumas. Jurnal Kefarmasian Indonesia, 7(1), 68-75.
Harlianti Mariska S., Tri Murti Andayani, dan Diah Ayu Puspandari., 2016. Pengaruh
Kepuasan Terhadap Kemauan Membayar (Willingness To Pay) Jasa Pelayanan
Konseling Oleh Apoteker Di Apotek. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 4 (1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Handayani Dyah, Dwi Rendra H., Fathiyah Isbaniah, E., Burhan, Heidy A., 2020.
Penyakit Virus Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia, Vol. 4.
Jalaluddin Rakhmat, 2005. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. PT. Remaja Rosda
Karya. Bandung : h.286.

Janti Sohar, 2014. Analisis Validitas Dan Reliabilitas Dengan Skala Likert Terhadap
Pengembangan Si/Ti Dalam Penentuan Pengambilan Keputusan Penerapan
Strategic Planning Pada Industri Garmen. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi
Sains & Teknologi (SNAST).
Kemenkes, 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kusumawardani, Nunik et al., 2015. Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan.
Penerbit Kanisius.
Kusuma Anjar Mahardian, Rihan Basyiruddin Ahmad, dan, Githa Fungie Galistiani,
2015. Evaluasi Penerapan Dokumentasi Patient Medication Record (Pmr) Di
Apotek Wilayah Kabupaten Banyumas. Pharmacy. Vol 12 (1), 82.
Koster, Ellen S., Daphne Philbert, Marcel L.Bouvy, 2020. Impact of the COVID-19
epidemic on the provision of pharmaceutical care in community pharmacies.
Research in Social and Administrative Pharmacy.
Kow Chia Siang dan Syed Shahzad Hasan, 2021. Pharmacist-patient communication
amid COVID-19 pandemic: A review of available options and potential impact.
British Journal of Phamacy. Vol 6 (1).
Lestari Sri dan Qurratul Aini, 2015. Pelaksanaan Identifikasi Pasien Berdasarkan
Standar Akreditasi Jci Guna Meningkatkan Progrm Patient Safety Di Rs Pku
Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Jurnal UMY, Vol 4 (2), 2.
Lutfiyati, Heni, Fitriana Yuliastuti, Puspita Septie, D., 2016. Pelaksanaan Konseling
Oleh Apoteker Di Apotek Kecamatan Temanggung. Jurnal Farmasi Sains dan
Praktis, Vol. II, No. 1.
Mardiyaningsih Ana, Farisya Nurhaeni , Nanang Munif Yasin, 2014. Medication
Error Dan Upaya Pengatasan Apoteker Di Apotek-Apotek Di Wilayah
Kotamadya Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional.
Maria, S., Pongtuluran, Y., Maringan, K., 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Sikap
Kerja Dan Keterampilan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pt. Wahana
Sumber Lestari Samarinda. Jurnal Ekonomi dan keuangan, 13(2), 135-140.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Mashuda, 2011. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Menawati, T dan Kurniawan, H. 2015. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan


Kesehatan Primer. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 15(2) hal. 122.
Masturoh, I., & Anggit, N. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan (KEMENKES
RI). In Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
Menteri Kesehatan RI, 2020. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Menteri Kesehatan RI, 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19).
Ong, S.W.X., Tan, Y.K., Chia, P.Y., Lee, T.H., Ng, O.T., Wong, M.S.Y., et al, 2020.
Air, Surface Environmental, and Personal Protective Equipment Contamination
by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a
Symptomatic Patient. JAMA.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Nomor 73 Tahun 2016.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Nomor 35 Tahun 2014.
Prastiwi, I.L.R., Rahmadanik, D., 2020. Polemik Dalam Karir Perempuan Indonesia.
Jurnal Komunikasi Dan Kajian Media, 4(1), 2-5.
Purnomo, A., Sampurno., Rachmandani, A.A., 2011. Peran Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan Pelayanan
Farmasi, 1(2), 103-109.
Saputra, Y., Nabela F.C., Zha Zha A., 2019. Evaluasi Implementasi Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Perorangan dan Waralaba Wilayah Kota
Yogyakarta Tahun 2019. AKFARINDO. Vol 4(2).
Sarmadi, 2017. Identifikasi Komunikasi Efektif Antara Tenaga Teknis Kefarmasian
Dengan Pasien Di Beberapa Apotek Wilayah Kecamatan Kemuning Kota
Palembang. JPP (Jurnal Kesehatan Palembang). Vol 12 (1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Sim, J., Saunders, B., Waterfield, J., & Kingstone, T. (2018). Can sample size in
qualitative research be determined a priori?. International Journal of Social
Research Methodology, 21(5), 619–634.
Susilo Adityo, G. Martin Rumende, Geva W Pitoyo, Widayat Djoko.,et all., 2019.
Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. Vol. 7, No. 1.
Ukkas, I., 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja
Industri Kecil kota Palopo. Journal of Islamic Education Management, 2(2),
189-191.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

LAMPIRAN

Lampiran I. Surat Ethical Clearance


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Lampiran II. Surat Validitas


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Lampiran III. Informed Content


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Lampiran IV. Panduan Wawancara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Petunjuk dan Panduan Wawancara

1. Pewawancara akan menyampaikan pertanyaan kemudian responden menjawab


pertanyaan tersebut sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya
2. Pewawancara meminta izin kepada responden untuk merekam selama proses
wawancara berlangsung
3. Apabila masih ada hal yang belum dipahami dapat ditanyakan kembali kepada
pewawancara
4. Apabila dalam proses wawancara ada yang ingin disampaikan maka dapat
disampaikan kepada pewawancara
5. Jawaban yang disampaikan oleh responden akan dijaga kerahasiaannya.

No PERTANYAAN

Bagaimana cara apoteker menyapa dan memperkenal diri kepada pasien yang
1
datang ke apotek saat masa pandemi seperti sekarang?

Bagaimana cara apoteker menanyakan permasalahan yang dialami oleh pasien


2 dan apa saja pertanyaan yang disampaikan untuk mempersingkat waktu
mengingat masa pandemi seperti sekarang ini?

Dengan adanya keterbatasan waktu, apakah apoteker tetap menuliskan identitas


3
pasien dengan lengkap dan apa saja identitas yang dituliskan?

Dengan adanya protokol kesehatan yang mengharuskan menjaga jarak, apakah


4
apoteker masih dapat menemui pasien/keluarga di ruang konseling?

5 Bagaimana cara apoteker untuk memastikan identitas pasien?

Mengingat adanya keterbatasan waktu, jarak, barier pembatas serta penggunaan


6 APD, bagaimanakah cara apoteker melakukan identifikasi dan membantu
penyelesaian masalah terkait terapi obat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Mengingat adanya keterbatasan waktu, jarak, barier pembatas serta penggunaan


APD, apakah apoteker menanyakan Three Prime Questions untuk pasien yang
akan menebus resep? Three Prime Questions:
1. Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
7
2. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda?
3. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah anda
menerima terapi obat tersebut?

Mengingat adanya keterbatasan waktu, jarak, barier pembatas serta penggunaan


8 APD, bagaimana cara apoteker melakukan penggalian informasi agar tetap
mendapatkan informasi yang akurat dan tetap mengikuti protokol yang ada?

Mengingat adanya keterbatasan waktu, jarak, barier pembatas serta penggunaan


9 APD, bagaimana cara apoteker memberikan penjelasan kepada pasien untuk
menyelesaikan masalah penggunaan obat agar pasien mengerti dengan jelas?
Mengingat adanya keterbatasan waktu, jarak, barier pembatas serta penggunaan
APD, bagaimana cara apoteker memberikan informasi dan edukasi obat kepada
10
pasien/ keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan secara mandiri oleh
pasien sehingga dapat dimengerti dengan jelas oleh pasien?
Mengingat adanya keterbatasan waktu sesuai dengan protokol yang ada, apakah

11 apoteker akan tetap meminta pasien/keluarga pasien untuk mengulangi


penjelasan terkait penggunaan obat yang telah disampaikan?

Mengingat adanya keterbatasan waktu, apakah apoteker tetap melakukan


12 verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien? Bagaimana cara apoteker
melakukannya?

Apakah apoteker tetap mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda-


13 tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memaham informasi yang diberikan
dalam konseling?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Selain hambatan-hambatan yang sudah disebutkan di atas, apakah terdapat


14 hambatan lainnya yang dialami apoteker dalam menyampaikan koseling pada
masa pandemi COVID-19?

(*Pertanyaan berdasarkan langkah layanan konseling menurut Kemenkes 2019 dan


pertanyaan hambatan berdasarkan Kepmenkes No. HK.01.07 tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19))

Lampiran V. Dokumentasi Proses Wawancara


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Gambaran Pelayanan Konseling pada


Masa Pandemi COVID-19 di Apotek Wilayah Desa
Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Yogyakarta” memiliki
nama lengkap Yussy Natalia. Penulis lahir di Sintang, 31
Desember 1998 sebagai anak bungsu dari tiga bersaudaradari
pasangan Barnabas dan Kartini. Pendidikan Formal diawali di
Taman Kanak-kanak Negeri Sintang (2004-2005), SD Swasta
Panca Setya (2005-2011), SMP Negeri 1 Sintang (2011-2014),
dan SMA Negeri 3 Sintang (2014-2017). Penulis kemudian
melanjutkan Pendidikan Sarjana 1 di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2017. Selama masa perkuliahan,
penulis aktif terlibat dalam beberapa kegiatan organisasi, kepanitiaan dan
kemahasiswaan, antara lain Divisi Penelitian dan Pengembangan BEMF Farmasi
2017/2018, Hubungan Masyarakat Pharmacy Performance 2017, anggota UKF
Apostolos 2017, Dokumentasi Live in Apostolos 2018, Anggota UKF Herbal Garden
Team 2017/2018 dan Konsumsi Faction 3 2018. Selain itu, penulis juga aktif
mengikuti kegiatan seminar dan worshop seperti Seminar Nasional “Peran Farmasis
dalam Industri Kosmetik” 2017 dan Guest Lecturing “Organic Chemistry in New
Drug Development: Case Study of Factive” 2018. Penulis juga berperan aktif sebagai
asisten praktikum mata kuliah Farmasetika tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai