BANGSAL NEUROLOGI
HIPERTENSI”
Oleh:
KELOMPOK IV
FAKULTAS FARMASI
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Study Bangsal Neurologi mengenai penyakit
Stroke Iskemik, dan Diabetes Melitus Tipe II yang dilakukan di Rumah Sakit Otak DR. Drs. M.
Hatta Bukittinggi. Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas-tugas kami mahasiswa Profesi
Apoteker Universitas Perintis Indonesia Yayasan Perintis Padang dan ditulis berdasarkan teori
serta hasil pengamatan selama melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan, bimbingan, arahan, serta masukan
dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan studi kasus ini.Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam segi penyusunan maupun tata bahasanya
sehingga penulis berharap saran, kritikan dan masukannya demi kesempurnaan laporan studi
kasus ini. Semoga laporan studi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat dan lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain dari pada
gangguan vaskular. Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (stroke iskemik) (WHO, 2005).
Stroke hemoragik diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sedangkan stroke
non hemoragik disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian atau total. Hanya
15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan. Jumlah penderita stroke di
Indonesia terus meningkat. Pada Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) jumlah penderita stroke di
tahun 2007 usia 45-54 sekitar 8 persen, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10 persen. Jumlah
penderita stroke usia 55-64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15 persen, sedangkan pada
penyakit kardiovaskular lainnya, stroke telah menjadi salah satu pembunuh nomor satu
(Misbach,2011).
Beberapa faktor resiko terjadinya stroke antara lain diabetes mellitus, hipertensi,
protein (Runtuwene Th, 2001). Keberadaan Diabetes Melitus Tipe II (DM Tipe II) telah
dihubungkan dengan meningkatnya resiko terjadinya stroke. Penderita DMT2 memiliki risiko 3-4
kali lebih besar untuk mengalami stroke iskemik dibandingkan yang tidak menderita diabetes
Prevalensi stroke secara signifikan lebih tinggi pada penderita DMT2 daripada penderita
DMT1. Prevalensi stroke dengan lama menderita diabetes > 20 tahun pada penderita DMT 2
sebesar 7,9%, sedangkan pada penderita DMT1 sebesar 2,7% (Song, 2015). Lima puluh persen
dari prevalensi stroke di Indonesia berkisar 0,5-4,3% dengan DMT1 dan berkisar 4,1-6,7%
dengan DMT2 (Ndraha, 2014). Komplikasi jangka panjang pada penderita DMT 2 lebih
berbahaya dan mematikan dari pada DMT11. Kematian akibat stroke pada penderita DMT2
Menurut World Health Organization (WHO), stroke merupakan suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vascular. Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau organ distal (Price dan Wilson,
2003).
2.1.2 Patofisiologi
Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada
ateromatus plaque pada bifurkasi dari arteri karotis. Erat hubungannya dengan aterosklerosis
1). Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2). Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau pendarahan aterom.
4). Menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian
dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai
5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya akan mengalami kerusakan irreversibel
sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular
Di sekitar daerah iskemi timbul edema akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+
dari neuron yang rusak diserap oleh sel disertai retensi air yang timbul dalam empat hari pertama
sesudah stroke. Edema ini menyebabkan daerah sekitar nerkrosis mengalami gangguan perfusi
dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Bila terjadi stroke, maka di suatu
daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun pendarahan).
Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel sekitarnya. Glutamat ini akan menempel
pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat kan merusak
Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-
neuron disekitarnya. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu
charged oxygen molecules (seperti nitric okside), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel (Aliah, 2005).
Faktor resiko Nonmodifiable yaitu : Usia, Ras, Jenis Kelamin, Etnis, Genetik/keturunan.
kanan/kiri saja).
b. Baal mati rasa sebelah badan, rasa kesemutan, terasa seperti terkena cabai (terbakar)
2. Kehilangan komunikasi
a. Bicara jadi pelo
b. Sulit berbahasa kata yang diucapkan tidak sesuai dengan keinginan/gangguan berbicara
3. Gangguan persepsi
4. Defisit intelektual
a. Kehilangan memori/pelupa
5. Disfungsi kandung kemih Tidak bisa menahan kemih dan sering berkemih(Junaidi, 2011).
Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara
Menurut Perkeni (2011), seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai
gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula
darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.
2.2.2 Etiologi
Menurut Bruner dan Suddarth (2013), diabetes mellitus dibagi menjadi 2, yaitu diabetes
disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhens akibat proses auto imun.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus tidaktergantung
insulin disebabkan kegagalan relatif sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
sepenuhnya atau terjadi defisiasi relative insulin ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
Disebabkan oleh kelainan hormonal, karena obat, kelainan insulin dan sindrom genetik.
Selain itu juga terdapat faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β
(beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA) (2013), juga menambahkan bahwa
rusaknya sel β pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui
secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali diabetes tipe
2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi
insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan
akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas
c. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama kehamilan
(ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA,
2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan diabetes gestational saat melahirkan, serta memiliki
risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
2.2.4 Patofisiologi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
terjadinya kerusakan pada sel-sel β pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas, sehingga hormon
insulin disekresikan dalam jumlah yang sedikit, bahkan tidak sama sekali. Diabetes mellitus juga
dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan sensitifitas reseptor hormon insulin pada sel (Price
dan Sylvia, 2012). Metabolisme adalah proses pembentukan energi di dalam tubuh. Dalam
proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke
dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormone yang disekresikan oleh sel–sel beta yang salah satu dari empat tiap sel dalam pulau–
pulau langerhans pankreas. Insulin diumpamakan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu
masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dioksidasi menjadi
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel–sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetapberada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudahmakan) (Brunner and Suddarth, 2013). Tidak adanya insulin
disebabkan oleh reaksi autoimun yang disebebkan karena adanya peradangan di sel beta
pankreas. Ini menyebabkan timbulnya reaksi antibodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet
Cell Antibody). Reaksi antigen dengan antibodi yang ditimbulkan menyebabkan hancurnya sel
beta (Julianto Eko, 2011). Apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diueresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Brunner and
Suddarth, 2013).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainya mencangkup kelelahan dan kelemahan. Dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam–asam amino serta substansi lain).
Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut
turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam–basa (penurunan
pH) tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Keadaan ini disebut asidosis metabolic yang
diakibatkanya dapat menyebabkan tanda–tanda dan gejala seprti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma, bahkan kematian. Penderita Diabetes Mellitus dapat mengalami perubahan
atherosklerotik pada arteri-arteri besar, perubahan-perubahan ini sama seperti pada orang non
diabetik, insulin berperan utama dalam memetabolisme lemak atau lipida. Pada penderita
Diabetes Mellitus sering terjadi kelainan lipida. Hiperliproteinemia pada Diabetes mellitus
merupakan akibat dari adanya very low density lipoprotein yang berlebihan. Pengecilan lumen
iskemia jaringan, sehingga dapat timbul penyakit vaskuler seperti: penyakit cerebravaskuler,
penyakit arteri koroner, sternosis arteri renalis, vaskuler perifer dan penyakit ekstermitas seperti
gangren.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
meimbulkan masalah akut lainnyayang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmolar
nonketotik (HHNK). Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes tipe II
yang didieritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani
pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit
diabetes jangka bertahun– tahun adalah komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan
mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa
ditegakan.
Beberapa faktor risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat
2.2.6 Diagnosa
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. kecurigaan adanya DM perlu
a. Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang
b. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2 jam setelah tes toleransi glukosa
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,minum air
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak- anak),
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
g. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahatdan tidak merokok.
a) Komplikasi akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga macam yang
berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi
diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).
2) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam
darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan
kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis (Subekti,
2009).
penurunan kesadaran dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari
b) Komplikasi kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson (2006) dapat
berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) Komplikasi pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) yaitu :
Kerusakan retina mata (Retinopati), kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu
(Pandelaki, 2009).
dengan albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab
yang paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada
besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner.
disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai
dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)
(Widiastuti, 2012).
gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo,
gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare, 2008).
2.2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang
a. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
c. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan
mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:
Terapi Farmakologis :
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
(orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal) (Perkeni, 2015). Efek samping lain
golongan sulfonilurea adalah gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf
pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam
lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan syaraf pusat berupa vertigo, bingung,
Pembagian tersebut didasarkan kekuatan daya kerja dan efek samping yang ditimbulkan
glibenklamid. Generasi kedua berdaya kerja lebih kuat daripada generasi pertama
(Triplitt, Reasner, 2005). Obat yang masuk dalam golongan sulfonilurea ini mempunyai
hipoglikemik. Selain itu, obat ini mempunyai efek agregasi trombosit yang lebih poten.
Glikazida dapat diberikan bagi penderita gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan.
Dalam tubuh, sulfonilurea akan terikat pada reseptor spesifik sulfonilurea pada
sel beta pankreas. Ikatan tersebut menyebabkan berkurangnya asupan kalsium sehingga
terjadi depolarisasi membran. Kemudian kanal Ca2+ terbuka dan memungkinkan ion-
ion Ca2+ masuk sehingga terjadi peningkatan kadar Ca2+ di dalam sel. Peningkatan
tersebut menyebabkan translokasi sekresi insulin ke permukaan sel. Insulin yang telah
terbentuk akan diangkut dari pankreas melalui pembuluh vena untuk beredar ke seluruh
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun berbeda
lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat)
dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia
post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. Obat golongan
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Dosis metformin
m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
fungsional class III-IV). Efek samping yangmungkin terjadi adalah gangguan saluran
pencernaan seperti dispepsia, diare, dan lain-lain (Perkeni, 2015). Metformin dapat
Tiazolidinedion(TZD)
Receptor Gamma (PPAR- gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal
hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah pioglitazone.
Obat ini dapat dikosumsi sesudah atau sebelum makan (Perkeni, 2015).
faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi
berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh
obat golongan ini adalah acarbose dan mannitol. Obat ini dapat dikosumsi bersama
makanan (Perkeni).
didistribusikan secara luas dalam tubuh. Enzim ini memecah dua asam amino dari
peptida yang mengandung alanin atau prolin diposisi kedua peptida N-terminal.
membran brush border ginjal, di hepatosit, endotelium vaskuler dari kapiler villi,
dan dalam bentuk larut dalam plasma. Penghambat DPP-4 akan menghambat
lokasi pengikatan pada DPP-4 sehingga akan mencegah inaktivasi dari glucagon-
agen oral, dan yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin, linagliptin,
proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin. Obat golongan ini
mempunyai manfaat untuk menurunkan berat badan dan tekanan darah. Efek
samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat ini adalah infeksi saluran
kencing dan genital. Pada penyandang DM dengan gangguan fungsi ginjal perlu
dilakukan penyesuaian dosis, dan tidak diperkenankan bila LFG kurang dari
dan menghambat produksi glukosa hepatik. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan
luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel – sel β pancreas akan
langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke
Efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel.
Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel – sel tubuh kekurangan bahan
sumber energy sehingga tidak dapat memproduksi energy sebagaimana seharusnya. Disamping
fungsinya membantu transport glukosa masuk ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang
sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme
protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
pendek dan insulin kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu,
namun bila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan
sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh
suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2 - 3 kali oleh penyandang
semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan, dan
dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100
(artinya 100unit/mL).
kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid),kedua paha bagianluar.
Terapi Kombinasi
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang). Insulin kerja menengah
harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat
diberikan sejak sore sampai sebelum tidur, atau diberikan pada pagi hari sesuai dengan
kenyamanan pasien. Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal
untuk kombinasi adalah6 -10 unit. kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar
Dosis insulin dinaikkan secara perlahan (pada umumnya 2 unit) apabila kadar
glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah men-dapat insulin basal, maka
perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat
glibenklamid, metformin dan rosiglitazone, metformin dan glimepiride serta rosiglitazone dan
glimepiride.
Sliding Scale
Sliding scale merupakan regimen pemberian insulin dimana dosis insulin sebelum makan
atau malam hari dinaikkan secara progresif, berdasarkan kisaran sasaran glukosa darah yang
sebelumnya telah ditentukan. Didaerah dengan fasilitas terbatas, insulin sliding scale SK masih
dapat diberikan, disertai dengan pemeriksaan glukosa darah setiap 6 jam atau mendekati waktu
makan. Namun regimen ini tidak dianjurkan untuk jangka panjang, dan secepatnya segera
beralih pada fixed dose. Selain itu sliding scale juga tidak disarankan untuk menetukan dosis
harian. Biasanya regimen yang digunakan adalah insulin kerja cepat. Prinsip pemberian sliding
scale :
c. Insulin bolus berdasarkan kadar glukosa darah sebelum makan atau malam sebelum
tidur
d. Dosis insulin premixed berdasarkan kadar glukosa darah sebelum makan.
Tabel 9. Skema sliding scale
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik ≥
2. Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara lain kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
Menurut JNC – VII (2003) hipertensi diklasifikasikan sesuai tertera pada tabel:
Hipertensi sistolik terisolasi (HST) didefinisikan sebagai tekanan darah istolik ≥ 140
mmHg dengan tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg. Berbagai studi membuktikan bahwa
pravelensi HST pada usia lanjut sangat tinggi akibat proses penuaan, akumulasi kolagen,
kalsium, serta degradasi elastin pada arteri. Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah
sistolik dan pengurangan volume aorta yang pada akhirnya mengaibatkan penurunan tekanan
darah diastolic. HST juga dapat terjadi pada keadaan anemia, hipertiroidisme, insufisiensi aorta,
2.3.3 Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance. Apabila
terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat
menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan
stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui
sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium,
dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon
angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka
panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
17 Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah. 17 Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: umur, jenis kelamin dan genetik
2. Faktor risiko yang dapat diubah: merokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih,
kurang aktifitas fisik, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alcohol, dislipidemia dan
stress.
2.3.4 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan yang
harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritma
diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension Education Program. The Canadian
2.3.5 Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan
berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan
sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan
- Meningkatkan aktifitas fisik: orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi
30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak
- Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol: kafein dapat memacu jantung bekerja lebih
cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara
konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
b. Terapi Farmakologi
Terdapat empat jenis antihipertensi utama yang dianjurkan oleh JNC 8 menurut guideline
1. Diuretik
Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah
dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,
meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi
langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid
diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati.
Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah pemberian dan bertahan sampai
12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis
rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis
meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya,
oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
penggunaan tiazid pada pasien gout harus hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu
toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan risiko diabetes
mellitus tipe 2. Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan
peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic tiazid
mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid dihentikan.
pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah,
pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II merupakan vaso‐
konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer.
Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem
terapi diuretik) efek antihipertensi ACEI akan lebih besar. ACEI juga bertanggungjawab
Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. batuk kering
yang merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEI.
ARB menurunkan tekanan darah dengan memblok reseptor angiotensin (AT1). Obat ini
mempunyai sifat yang sama ACEI, tetapi tidak menyebabkan batuk, kemungkinan karena obat-
CCB atau antagonis kalsium terikat pada pada kanal tipe L dan, dengan menghambat
masuknya Ca2+ kedalam sel, antagonis ini menyebabkan relaksasi otot polos arteriol. Hal ini
menurunkan resistensi perifer dan menyebabkan penurunan tekanan darah. Pemerahan pada
wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi
CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering
terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan
jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi
Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak
aneurisma. Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi
dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di seluruh
susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi
b. Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui pembuluh darah tersebut,
sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen
miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya
c. Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
mengalir ke unitunit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein
keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid
plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.
d. Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada retina.
Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat
pula kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan
darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran
darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan
vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada
akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir.26 Kerusakan yang lebih parah pada mata
terjadi pada kondisi hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba.
Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri
36
Frekuensi Nafas : 20 x / menit
Suhu : 37oC
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Berat Badan : 50 kg
b. PemeriksaanUmum
Kepala : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Rambut : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Muka : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Mata : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Hidung : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Mulut : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Gigi : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Lidah :Tidak ditemukan kelainan (normal)
Tenggorokan :Tidak ditemukan kelainan (normal)
Dada : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Toraks : Tidak ditemukan kelainan (normal)
Respirasi : Tidak ditemukan kelainan (normal)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
- Test Urine
- Pemeriksaan Kimia Klinik
Gula Darah
Random : 332
Nukhter :-
2 jam pp :-
Ureum : 35
Kreatinin : 0,7
Natrium : 129
Kalium : 4,2
Klorida : 92
37
3.5 Diagnosa
Pasien masuk dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik dan Diabetes tipe 2.
3.6 PENATALAKSANAAN
3.6.1 Terapi/Tindakan yang diberikan di IGD
- IVFD NaCl 0,9% / 12 jam
- Injeksi Ranitidin 2 x 1
- Infus Citicolin 2 x 500 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Neurodex 1x1
- Aspilet 1x80 mg
3.6.2 Terapi/Tindakan yang diberikan di Bangsal Neurologi
- Aspilet 1x1
- Neurodex 1x1
- Simvastatin 20 1x1
- NaCl kristal 500 3x1
- Pletaal SR 100 1x1
- Asam folat 1x1
- NaCl 0,9%
- Ranitidin Ijeksi 2x1
- Citicolin 500 2x1
- O2
3.7 Follow Up
a. Hari ke-2 (2 Juli 2021)
S : Kelemahan sisi kanan tubuh
RPD : DM
O : Kesadaran = CM
GCS = 15
A : SNH + CKD + Hipertensi DX
+ DM ± 16 hari
P : O2
Konsul IPD
38
Pletaal SR 1X100
As. Folat 1x1
Radialisis seperti ½ duduk
NaCl kristal 3 x 500 mg
39
BAB IV
DISKUSI
tidak di perlukan
Pasien masih - Tidak karena kondisi pasien membutuhkan
memungkinkan terapi secara farmakologi
40
Terdapat duplikasi - Tidak terdapat duplikasi terapi
terapi
2. Kesalahan Obat
Bentuk sediaan tidak - Bentuk sediaan sudah disesuaikan dengan
tepat kondisi pasien
1. IVFD NaCl 0,9% /12 jam, diberikan
secara IV
2. Injeksi Ranitidin, dibeikan secara IV
3. Injeksi Citicholin, diberikan secara IV
4. Aspilet, diberikan secara per oral
5. Neurodex diberikan per oral
6. Simvastatin diberikan per oral
7. NaCl kristal diberikan per oral
8. Pletaal diberikan per oral
9. Asam folat diberikan per oral
Terdapat kontraindikasi - Tidak terdapat kontraindikasi antar obat dengan
kondisi pasien.
Kondisi pasien tidak - Kondisi pasien dapat disembuhkan dengan
dapat disembuhkan oleh pemberian obat
obat
Obat tidak diindikasi - Tidak ada obat yang tidak diindikasikan untuk
untuk kondisi pasien pasien.
Terdapat obat lain yang - Obat yang diberikan sudah efektif dalam proses
efektif pengobatan pasien. Dimana terapi obat yang
diberikan telah sesuai dengan kondisi pasien
yang dapat dilihat pada follow up harian
pasien.
3. Dosis Tidak Tepat
Dosis terlalu rendah - Tidak ditemukan dosis yang terlalu rendah.
1. Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg (IV) = 100
mg/hari
Dosis maksimum: 150 mg/hari
2. Injeksi citicoline 2 x 500
Dosis citicolin injeksi 500-1000 mg
3. Aspilet 1x 80 mg
Dosis aspilet 150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100 mg setiap hari
4. Simvastatin 1x10mg
Dosis awal 5-10mg dalam dosis tunggal
Dosis maksimal 40 mg/hari
5. NaCl kristal 3 x 500 mg
41
6. Pletaal 1 x 100 mg
Dosis 100-200 mg/hari
7. Asam folat 1x 1mg
Dosis 0,4-1 mg
Dosis terlalu tinggi - Tidak terdapat dosis yang terlalu tinggi
42
Diinginkan
Obat tidak aman untuk - Obat aman untuk pasien, pemberian terapi pada
pasien pasien sudah disesuaikan dengan dosis yang
tepat untuk pasien.
Terjadi reaksi alergi - Tidak terjadi reaksi alergi, pasien tidak
memiliki riwayat alergi sehingga obat aman
digunakan
Terjadi interaksi obat - Tidak terjadi interaksi obat yang terlihat dari
pasien.
Dosis obat dinaikan - Tidak ada dosis obat yang dinaikkan atau
atau diturunkan terlalu diturunkan
cepat
Muncul efek yang tidak - Menurut pengamatan, tidak ada terjadi efek
diinginkan yang tidak diinginkan
43
Terdapat kondisi yang - Tidak ada kondisi yang tidak mendapatkan
tidak diterapi terapi
Pasien membutuhkan - Pasien tidak membutuhkan obat lain yang
obat lain yang sinergis sinergis.
Pasien membutuhkan - Pasien telah mendapatkan terapi profilaksis
terapi profilaksis
44
4.3.2 Hasil Pemantauan Efek Terapi
45
muntah, nyeri, po pasien mengalami efek samping mengalami efek
ulserasi, dan anjurkan kepada pasien untuk samping
perdarahan saluran melaporkan kepada dokter
cerna.
2. Simvastatin Bersin-bersin, Pilek, 1 x 10 mg Banyak minum air putih, dan 1 – 2 juli Pasien tidak
Sakit tenggorokan, po konsumsi buah yang 2021 mengalami efek
Mual, Sembelit. mengandung serat samping
3. Pletaal Ruam, palpitasi, 1x100 mg Istirahat yang cukup, jika jika 1 – 2 Juli Pasien tidak
takikardia, muka pasien mengalami efek samping 2021 mengalami efek
merah & panas, sakit anjurkan kepada pasien untuk samping ini
kepala, pusing, mual, melaporkan kepada dokter
muntah, anoreksia,
diare
4. Asam folat Mual, Kehilangan 2 x 1 po Istirahat yang cukup, jika jika 1 – 2 Juli Pasien tidak
nafsu makan, pasien mengalami efek samping 2021 mengalami efek
Kembung, Rasa pahit anjurkan kepada pasien untuk samping ini
atau tidak enak di melaporkan kepada dokter
mulut, Gangguan
tidur, Perubahan
mood.
5. Ranitidine inj Mual dan muntah, 2 x 1 iv Istirahat yang cukup, jika jika 1 - 2 juli Pasien tidak
Sakit kepala, pasien mengalami efek samping 2021 mengalami efek
Insomnia, Vertigo, anjurkan kepada pasien untuk samping ini
Ruam, Konstipasi. melaporkan kepada dokter
Diare.
6. Citicoline Insomnia, 2 x 500 Istirahat yang cukup, jika jika 1 - 2 Juli Pasien tidak
Sakit kepala, Diare, mg iv pasien mengalami efek samping 2021 mengalami efek
Tekanan anjurkan kepada pasien untuk samping ini
46
darah rendah atau melaporkan kepada dokter.
hipotensi. Timbulnya efek samping
Tekanan tergantung kondisi individual.
darah tinggi atau
hipertensi.
Mual.
Penglihatan
terganggu.
Sakit di
bagian dada.
7. NaCl detak jantung cepat. /12 jam Efek samping tidak selalu 1 - 2 juli Pasien tidak
demam. gatal-gatal iv terjadi. Timbulnya efek samping 2021 mengalami efek
atau ruam, suara tergantung kondisi individual. samping ini
serak, Iritasi, nyeri Adanya reaksi hipersensitif
sendi, kaku, atau seperti ruam kulit, gatal
bengkak, dada sesak pemakaiannya dapat dihentikan
47
4.3 Pembahasan
ruangan Neurologi lantai 4 melalui IGD pada tanggal 1 Juli 2021. Pasien masuk
IGD dengan keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kanan ± 15 hari sebelum
masuk Rumah Sakit (SMRS). Bicara pelo pasien juga memiliki riwayat penyakit
laboratorium pada tanggal 1 Juli 2021 menunjukan Hb pasien 16,2 g/dL (normal),
pemeriksaan kimia klinik, dan hasil urinalisa, maka diagnosa pada pasien adalah
stroke non hemoragik, DM, dan hipertensi. Tujuan penatalaksanaan stroke non
hemoragik atau iskemik dengan cara menghilangkan sumbatan pada aliran darah.
terapi alteplase karena pasien dibawa ke rumah sakit setelah 15 hari mengalami
48
lemah anggota gerak, karena alteplase hanya diberikan dalam onset 3 jam, jika
stress ulcer. Stress ulcer dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara
faktor agresif (asam lambung, faktor intrinsik) dan faktor defensif (mukosa) dan
memicu terjadinya stress ulcer maka pasien diberikan injeksi ranitidin yang
merupakan antagonis reseptor H2, yang bekerja dengan cara mengurangi sekresi
Pasien diberikan suplementasi neurodex dan asam folat. Vitamin B12, B6,
dan asam folat(B9) berperan dalam pemulihan stroke mencegah terjadinya stroke
berulang, pemberian vitamin ini memberikan perbaikan fungsi saraf pasien stroke
darah, obat ini bekerja dengan menggantikan insulin yang diproduksi secara alami
diabetes yang tidak terkontrol, nila normal dari HbA1c dibawah 5,7%.
49
Pasien mendapatkan pemberian NaCl pada terapi bertujuan untuk
bertujuan mengatasi hiponatremia yang dialami pasien dan untuk menjaga perfusi
serebral.
penyakit stroke, namun dalam kasus ini pasien tidak mendapatkan terapi
hipertensi karena tekanan darah tidak lebih dari 180, agar darah tetap mengalir ke
otak, kalau tekanan darah terlalu rendah akan menurunkan aliran darah ke otak
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,
iskemik akut
5.2 Saran
Disarankan untuk memonitor secara ketat kadar gula darah pasien dan
51
BAB VI
EDUKASI
52
DAFTAR PUSTAKA
Budianto P, dkk. 2021. Stroke Iskemik Akut : Dasar dan Klinis. Surakarta
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G. & Posey L.M.
2011. Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach (9th Ed). New
York : McGraw-Hill Ghani, L.
Khoury, J. C., Kleindorfer, D., Alwell, K., Moomaw, CJ, Woo, D., Adeoye, O.
Kissela, B. M. (2013). Diabetes Mellitus: A Risk Factor for Ischemic
Stroke in a Large Biracial Population. Stroke, 44, 1500-1504.
doi:10.1161/strokeaha.113.00318
WHO. 2005. WHO steps stroke manual: The WHO STEP wise approach to stroke
surveillance. WHO Publisher. Geneva
53
Lampiran 1. Informasi Obat
Sakit kepala
Mudah merasa haus
54
Meningkatkan reaksi hepatorenal, monitor hipoglikemi.Obat
lain : Cotrimoxazole : Trombositopenia Cyclosporin :
Meningkatkan konsentrasi cyclosporin dalam darah
(penyesuaian dosis)
Dosis Transient Ischemic Attacks & Acute Ischemic Stroke :Untuk
mengurangi resiko berulangnya TIA, stroke, kematian : 50 -
325mg/hari, AIS : 160-325mg/hari dimulai dalam waktu 48
jam setelah stroke terjadi, dilanjutkan hingga 2-4 minggu.
Pencegahan AIS sekunder adalah dengan dosis rendah.CAD
&MI :Pencegahan : 160-325mg/hari, dimulai paling lama 24
jam setelah MI terjadi kemudian diteruskan selama 30 hari
paling sedikit. Angina stabil kronis :Dosis : 75-325mg/hari
segera setelah didiagnosa (kecuali ada kontraindikasi
aspirin). Diminum setelah makan
Sediaan Tablet salut enteric 80 mg
Kategori D
55
penderita)
Rekasi hipersensitifitas
Dosis Oral :
Ulkus peptikum dan ulkus duodenum 150 mg 2x
sehari (pagi dan malam) atau 300 mg 1x sehari
sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4-
8 minggu
Terapi pemeliharaan pada penyembuhan ulkus
peptikum dan ulkus duodenum: 150 mg, malam hari
sebelum tidur
Refluks gastroesofagitis 150 mg 2x sehari.
Injeksi :
Injeksi intra muskular: 50 mg (2 ml) tiap 6-8 jam
Injeksi intra vena lambat: 50 mg diencerkan sampai
20 ml dan diberikan selama tidak kurang dari 2
menit, dapat diulang setiap 6-8 jam
56
Pasien dengan masalah retensi cairan akan
menyebabkan kondisi berbahaya lain pada tubuh seperti
hipernatremia, hipokalemia, dan gagal jantung
Efek Samping Belum ada laporan mengenai efek penggunaan obat natrium
klorida. Namun, Anda harus segera menghubungi dokter
jika ada efek samping berikut:
Detak jantung cepat
demam
Gatal-gatal atau ruam
Suara serak
Iritasi
Nyeri sendi, kaku, atau bengkak
Dada sesak
pembengkakan pada wajah, bibir, tenggorokan, atau
lidah
57
laboratorium pasien.
58
mg/hari sebagai dosis tunggal (malam hari)
Sediaan Tablet 5 mg: Esvat, Lipinorm, simvastatin, valemia
Tablet 10 mg :cholestat, cholexin, detroval,esvast, ethical,
lesvatin, lipinom, mersivas, normofat, phalol, rechol,
rendapid, simvastatin, sintrol, valemia, vaster, vindastat,
Zocor
Tablet 20 mg : Lipinorm, cholestat, esvat,, simvastatin,
rechol, rendapid, svt,vidastat
Interaksi Obat Insiden miopati meningkat bila statin diberikan pada dosis
tinggi atau diberikan bersama fibrat atau asam nikotinat pada
dosis hipolipidemiknya, atau imunosupresan seperti
cylosporin
Kategori X
59
Tablet/ Kapsul 500 mg :Brainact, Bralin, Cholinaar, Futalin,
Incelin, Neurolin, Recolin, Simciti,Soholin 500, strolin,
takelin, Zeufor
Kapsul 1000 mg : Brainact, Bralin
Kategori -
Perhatian -
60
Kontra Indikasi
Perhatian Perdarahan, gagal jantung kongesi dan kehamilan
Efek Samping Ruam, palpitasi, takikardia, muka terasa panas, sakit kepala,
pusing, mual, muntah
Interaksi Obat
Dosis Dosis dewasa : 2 x 100 mg / hari
Sediaan 1 Dus isi 3 Blister x 10 Tablet
Nama Standar MIMS : Pletaal 100 mg tab
Kategori C
61