Disusun oleh :
Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal dan merupakan sebuah keadaan
yang dinantikan dari setiap pasangan, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi.
Setiap wanita hamil mempunyai risiko untuk mendapatkan hal-hal yang merugikan jiwanya
maupun janin yang dikandungnya, hanya saja mempunyai komplikasi yang bervariasi. Faktor
risiko ibu hamil adalah kondisi pada ibu hamil/janin yang menyebabkan kemungkinan terjadinya
komplikasi persalinan dengan risiko kematian pada ibu dan bayi.
Kehamilan yang disertai penyakit adalah kehamilan yang kemungkinan dapat
menyebabkan terjadinya bahaya atau komplikasi baik terhadap ibu maupun janin yang
dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan
kehamilan persalinan dan nifas normal akibat adanya gangguan/komplikasi kehamilan. Pada
kehamilan disertai penyakit terdapat tindakan khusus terhadap ibu dan janin.
Penanganan
Diabetes mellitus dalam kehamilan merupakan kondisi yang harus ditangani secara cepat dan
tepat. Tanpa memperhatikan faktor risiko, deteksi dini sebelum usia kehamilan 24 minggu untuk
diabetes mellitus dalam kehamilan sangat dianjurkan. Wanita dengan usia berisiko, Indeks
Massa Tubuh, berat badan, dan riwayat diabetes mellitus dalam keluarga sangat harus
dimasukkan dalam katergori risiko tinggi yang membutuhkan kontrol kadar glukosa darah dalam
upaya menghindari terjadinya diabetes mellitus dalam kehamilan. Penanganan yang dilakukan
pada wanita dengan gestasional diabetes melitus adalah memberi penyuluhan tentang diet yang
benar, berolahraga secara teratur, pengontrolan kadar glukosa darah dan pemberian insulin
Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian
intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi
sangat berat sehingga klas I dan II dalam kehamilan dapat masuk ke dalam klas III atau IV.
Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan
kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti
hipertensi, anemia berat, dan lain-lain.
Kehamilan dan Fisiologi Kardiovaskuler
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk system
kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit
jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada
saat kehamilan.1
a. Perubahan Hemodinamik
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan volume darah
sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia
kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume
darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan
sistem vaskuler kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat.
Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran
gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan
darah yang banyak saat kelahiran. Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cadiac
output saat istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cadiac output yang terjadi
mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir
kehamilan cadiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus
yang mengurangi venous return dari ekstremitas bawah.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah
satu sisi, Perubahan hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari
cadiac output. Cadiac output adalah hasil denyut jantung dikali stroke volume. Pada tahap
awal terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah
kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan karena obstruksi vena
cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut jantung akan
meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan mencapai
puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Kehamilan juga
menyebabkan perubahan ukuran jantung dan perobahan posisi EKG. Ukuran jantung
berubah karena dilatasi ruang jantung dan hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan
menimbulkan regurgitasi ringan dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau
2. Pembesaran rahim keatas rongga abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas
dan mengakibatkan posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung bergeser
keluar dan keatas.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi badan, kelainan
pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-
perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma.
Tekanan darah harus diukur secara hati-hati dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada
kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan cermat,
pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut yang kolaps (Collapsing pulse), denyut
yang lemah pada cadiac output yang rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital,
pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi
pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus
excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi perlu dinilai
bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga
perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistim-sistim
organ tubuh lainnya.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.
2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.
4. Ekokardiografi.
5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO,
kultur darah.6 d. Diagnosis
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala
berikut :
1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;
2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;
3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;
4. Aritmia yang berat. Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui
kalau sudah terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau
ascites.
Penanganan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat badan yang
berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran pernafasan atas dan preeklampsia
sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat memberatkan pekerjaan jantung.
Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 – 32 minggu karena merupakan puncak
hemodilusi, partus kala II karena venous return yang meningkat saat mengedan, dan masa
postpartum sebagai akibat kembalinya cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban
jantung bertambah berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang kompak dan
terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetri ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam,
dan anestesi.3,6
a) Kelas I dan II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan
pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan
dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah endokarditis,
oleh karena itu semua wanita hamil dengan penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah
terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
1. cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah makan ) dan hanya
pekerjaan ringan yang diizinkan.
2. harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat
menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang
memberatkan pekerjaan jantung.
3. tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk, ronki
basal, dispnoe dan hemoptoe.
4. sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk istirahat.
b) Kelas III dan IV
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua kemungkinan
penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan kehamilan dengan tirah baring
total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di Rumah Sakit selama
kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan,
atau dapat dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinanhendaknya
pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah mengusahakan
persalinan pervaginam.
C. Rubella
Rubella adalah penyakit akibat infeksi virus, yang menimbulkan gejala ruam merah pada
kulit. Meski sama-sama menyebabkan ruam kemerahan di kulit, rubella berbeda dengan campak.
Selain disebabkan oleh virus yang berbeda, gejala rubella lebih ringan dibanding campak.
Walaupun tergolong ringan, rubella dapat memberikan dampak yang serius bila menular pada
ibu hamil, terutama pada trimester pertama kehamilan. Kondisi tersebut bisa menyebabkan
keguguran. Jika kehamilan terus berlangsung, bayi dapat terlahir tuli, menderita katarak, atau
mengalami kelainan jantung.
Oleh karena itu, penting untuk memeriksa kekebalan tubuh terhadap rubella pada saat
merencanakan kehamilan.
Penyebab Rubella
Rubella atau campak Jerman disebabkan oleh infeksi virus Rubella yang menular dari satu orang
ke orang lain. Seseorang bisa terserang rubella ketika menghirup percikan air liur yang
dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin.
Di samping itu, seseorang juga dapat tertular rubella bila kontak langsung dengan benda yang
terkontaminasi air liur penderita. Virus Rubella juga dapat menular dari ibu hamil ke janin yang
dikandungnya melalui aliran darah.
Seseorang yang terinfeksi rubella dapat menularkan virus dalam 1–2 minggu sebelum gejala
pertama kali muncul, hingga 7 hari setelah gejala ruam menghilang. Terkadang, sebagian orang
yang terinfeksi rubella tidak mengalami gejala, tetapi tetap dapat menularkan virus kepada orang
lain.
Gejala Rubella
Gejala utama rubella adalah ruam merah yang muncul dalam 2–3 minggu sejak terpapar virus
Rubella. Ruam tersebut akan bermula di wajah, lalu menyebar hingga ke seluruh tubuh.
Umumnya, ruam merah akan menimbulkan rasa gatal yang dapat berlangsung hingga 3 hari.
Selain ruam, beberapa gejala lain yang dapat terjadi adalah:
● Demam
● Batuk
● Pilek dan hidung tersumbat
● Mata merah (konjungtivitis)
● Sakit kepala
● Sakit tenggorokan
● Nyeri sendi, terutama pada remaja wanita
● Muncul benjolan di sekitar telinga dan leher, akibat pembengkakan kelenjar getah bening
● Gejala yang timbul akibat rubella biasanya ringan sehingga sulit terdeteksi. Namun,
begitu seseorang terinfeksi, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dalam waktu 5–7 hari.
Periode yang paling rentan untuk menularkan penyakit ini pada orang lain adalah pada hari
pertama sampai hari kelima setelah ruam muncul.
Diagnosis Rubella
Ruam kemerahan pada rubella memiliki kemiripan dengan beberapa penyakit kulit lain. Oleh
sebab itu, dokter akan melakukan tes darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi rubella.
Antibodi rubella dalam darah menjadi tanda bahwa seseorang sedang atau pernah terinfeksi
rubella. Namun, keberadaan antibodi ini juga bisa menandakan pasien pernah menerima
imunisasi rubella. Oleh sebab itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan kultur virus untuk
memastikan diagnosis.
Pengobatan Rubella
Pengobatan rubella cukup dilakukan di rumah, karena gejalanya tergolong ringan. Bila
diperlukan, dokter akan meresepkan paracetamol guna meredakan nyeri dan demam, serta
menyarankan pasien untuk banyak beristirahat di rumah agar virus tidak menyebar ke orang lain.
Pada ibu hamil yang menderita rubella, dokter akan meresepkan hyperimmune globulin untuk
melawan virus. Meski dapat mengurangi gejala, antivirus ini tidak dapat mencegah kemungkinan
bayi menderita sindom rubella kongenital, yaitu kondisi yang menyebabkan kelainan lahir pada
bayi.
Komplikasi Rubella
Rubella tergolong infeksi ringan dan biasanya hanya menyerang satu kali seumur hidup. Akan
tetapi, rubella dapat memberikan dampak yang lebih serius pada orang yang belum divaksin dan
ibu hamil. Pada ibu hamil, kondisi ini dapat menyebabkan keguguran atau memicu sindrom
rubella kongenital pada janin. rubella bisa meningkatkan risiko terjadinya keguguran, bayi
meninggal dalam kandungan, kelahiran prematur, hingga bayi lahir dengan kondisi cacat.
Bumil yang terinfeksi virus ini pada trimester pertama kehamilan berisiko lebih tinggi untuk
melahirkan anak dengan sindrom rubella bawaan atau congenital rubella syndrome.
Sindrom rubella bawaan dapat menyebabkan bayi lahir dengan kondisi tuli, buta, kelainan
jantung, gangguan intelektual atau retardasi mental, gangguan tiroid, kerusakan otak, gangguan
tiroid, dan peradangan pada paru
Sindrom rubella kongenital diketahui menyerang lebih dari 80% bayi dari ibu yang terinfeksi
rubella di usia kehamilan 12 minggu (trimester pertama). Sindrom rubella kongenital sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan cacat lahir, seperti:
● Tuli
● Katarak
● Penyakit jantung bawaan
● Gangguan pertumbuhan
● Gangguan pada hati dan limpa
● Berat badan lahir rendah
● Ruam kulit
D. Hepatitis
Hepatitis adalah penyakit yang menyebabkan peradangan hati serius dan dapat menular dengan
mudah, termasuk juga ke wanita hamil. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu hepatitis A, B, C, D, dan E. Jenis yang paling rentan terjadi pada wanita
hamil adalah hepatitis B dan C. Penyebaran dari hepatitis B dan C melalui darah atau cairan
tubuh dari seseorang yang mengidap penyakit tersebut. Beberapa gejala yang dapat terjadi pada
ibu hamil adalah mual, muntah, mudah merasa lelah, hingga kehilangan nafsu makan.
komplikasi hepatitis pada ibu hamil, antara lain:
Hepatitis A
Hepatitis A pada ibu hamil dapat menimbulkan komplikasi atau dampak buruk berupa kontraksi
prematur, plasenta yang terpisah, ketuban pecah dini, hingga perdarahan pada vagina. Selain itu,
komplikasi lainnya dalam kasus yang jarang adalah asites janin dan peritonitis mekonium.
Hepatitis B
Efek merugikan lainnya dari hepatitis ini pada ibu hamil adalah peningkatan risiko terjadinya
kematian maternal dan juga perinatal akibat infeksi virus. Dampak buruk lainnya yang dapat
terjadi adalah kelahiran prematur, solusio plasenta, hipertensi gestasional, dan pembatasan terkait
pertumbuhan janin. Meski begitu, semua dampak tersebut terbilang jarang terjadi, terlebih jika
diobati segera.
Hepatitis C
Pembatasan pertumbuhan janin, cedera pleksus brakialis, cephalohematoma, kejang neonatal,
hingga perdarahan intraventrikular adalah komplikasi kehamilan yang dapat terjadi pada wanita
hamil yang terinfeksi hepatitis C. Ada baiknya setiap ibu hamil berhati-hati terinfeksi virus inil.
Hepatitis D
Jenis hepatitis ini dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit hati kronis parah pada wanita
hamil.
Hepatitis E
Pada ibu hamil yang terserang hepatitis E, beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah
ketuban pecah dini, perdarahan antepartum dan postpartum, koagulasi intravaskular diseminata,
kematian janin intrauterin, lahir mati, dan lainnya. Untuk janin, komplikasinya adalah prematur
dan berat badan lahir rendah.
Langkah Mengatasi Hepatitis pada Ibu Hamil
Saat hasil testpack menunjukkan positif hamil, ibu wajib memeriksakan kandungan ke dokter.
Biasanya, ibu hamil akan disarankan untuk menjalani serangkaian pemeriksaan darah, termasuk
pemeriksaan virus hepatitis B. Jika ibu hamil dinyatakan negatif virus hepatitis B, maka dokter
akan melakukan imunisasi. Terutama pada ibu hamil yang berisiko tinggi mengidap penyakit ini.
Jika saat melakukan pemeriksaan dinyatakan positif virus hepatitis B, biasanya ibu akan
diberikan vaksin yang memperkuat sistem imunitas tubuh guna mencegah perkembangan virus
dalam tubuh. Vaksin ini aman diberikan pada ibu hamil dan bayi di dalam kandungan. Namun
dalam kasus yang lebih parah, biasanya dokter akan memberikan obat antivirus guna mencegah
perkembangan virus hepatitis B pada janin.
Penyakit gonore
Gonore (Gonorrhea) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, terutama di kalangan anak muda usia 15-24 tahun.
Penyakit yang dikenal sebagai kencing nanah ini ditandai dengan keluarnya cairan kental berwarna
kuning atau hijau.
Orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak sehat, seperti tidak memakai kondom, berganti-
ganti pasangan, maupun berhubungan dengan orang yang menderita Penyakit Menular Seksual rentan
mengalami penyakit kencing nanah ini.
Apabila sudah muncul gejalanya, sebaiknya segera ditangani karena bisa mengakibatkan adanya
beberapa komplikasi yang berbahaya.
Gonore (Gonorrhea) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita, terutama di kalangan anak muda usia 15-24 tahun.
Penyakit yang dikenal sebagai kencing nanah ini ditandai dengan keluarnya cairan kental berwarna
kuning atau hijau.
Orang yang melakukan hubungan seksual yang tidak sehat, seperti tidak memakai kondom, berganti-
ganti pasangan, maupun berhubungan dengan orang yang menderita Penyakit Menular Seksual rentan
mengalami penyakit kencing nanah ini.
Apabila sudah muncul gejalanya, sebaiknya segera ditangani karena bisa mengakibatkan adanya
beberapa komplikasi yang berbahaya.
Gonore adalah infeksi menular seksual (IMS) yang dipicu bakteri akibat hubungan seksual. Bakteri yang
menyebabkan penyakit kencing nanah atau gonore adalah Neisseria gonorrhoeae.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) penyakit gonorrhea cenderung menargetkan
area tubuh yang hangat dan lembab, seperti:
Mata
Tenggorokan
Vagina
Dubur
Saluran reproduksi wanita, yang meliputi saluran tuba, leher rahim, dan rahim
Penularan infeksi gonore biasanya terjadi saat seks vaginal, oral, atau anal. Ibu hamil yang terinfeksi
dapat menularkannya pada bayi, yang paling sering menyerang area mata.
Setelah terinfeksi, masa inkubasi gonore sampai menimbulkan gejala klinis berlangsung sangat cepat
antara 2-5 hari.
Gejala pada pria dan wanita dapat berbeda. Pada wanita, umumnya gonore tidak menunjukan gejala.
Bahkan, hanya 50% wanita yang terinfeksi yang menunjukan gejala.
Namun, sebaiknya Sahabat MIKA mengenalinya jika tidak ingin menyebabkan masalah kesehatan yang
serius di kemudian hari. Yuk, ketahui gejala penyakit Gonorrhea berikut ini:
Sebagian besar pasien kencing nanah adalah berjenis kelamin laki-laki. Adapun gejala yang ditimbulkan
meliputi:
Sementara itu, pada wanita sebagian besar tidak bergejala. Hanya 50% penderita saja yang menunjukan
gejala, yang sering ringan dan dapat disalahartikan sebagai infeksi kandung kemih atau vagina.
Gejala paling sering berupa keputihan abnormal, sensasi nyeri atau terbakar saat buang air kecil, dan
pendarahan vagina.
Selain menyerang alat kelamin, bakteri penyebab kencing nanah juga bisa menyerang organ tubuh lain,
seperti:
Dubur, yang ditandai gatal pada dubur, keluarnya cairan seperti nanah dari rektum, keluarnya darah
saat buang air besar, dan sulit mengejan saat buang air besar.
Mata, yang dapat menyebabkan sakit mata, kepekaan terhadap cahaya, dan keluarnya cairan seperti
nanah dari salah satu atau kedua mata.
Tenggorokan, yang ditandai dengan sakit tenggorokan dan pembengkakan kelenjar getah bening di
leher.
Sendi, jika satu atau lebih sendi terinfeksi oleh bakteri (artritis septik), sendi yang terinfeksi mungkin
akan terasa hangat, merah, bengkak dan sangat nyeri, terutama saat bergerak.
Penyebab gonore
Penyebab kencing nanah adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, yang yang menular dari orang ke
orang melalui kontak seksual. Kemudian bakteri berkembang di area yang hangat dan lembab di salah
satu selaput lendir tubuh, seperti alat kelamin, mulut, tenggorokan, mata, dan rektum.
Orang yang aktif secara seksual dapat terkena gonore melalui hubungan seks vaginal, anal, atau oral
tanpa kondom dengan pasangan yang menderita gonore.
Sahabat MIKA bisa mendapatkan gonore dengan melakukan hubungan seks vaginal, anal, atau oral
dengan orang yang menderita gonore. Pada ibu hamil dengan gonore, maka dapat memberikan infeksi
pada bayinya saat melahirkan.
Selain itu, faktor risiko gonore antara lain:
Infeksi bakteri Gonorrhea tidak bisa sembuh sendiri dan sebaiknya harus segera diobati. Apabila tidak
disembuhkan, maka infeksi dapat menyebar ke organ lain dan menimbulkan komplikasi berbahaya dan
memicu masalah kesehatan yang serius dan permanen.
Apabila Sahabat MIKA membiarkan infeksi tanpa mendapatkan pengobatan yang tepat, maka gonore
dapat menyebabkan komplikasi besar, seperti:
Infertilitas pada wanita, karena gonore yang tidak diobati dapat menyebar ke dalam rahim dan saluran
tuba, sehingga menyebabkan penyakit radang panggul (PID) sehingga menyebabkan jaringan parut pada
tuba, risiko komplikasi kehamilan, kehamilan di luar kandungan (ektopik), dan infertilitas lain yang lebih
besar.
Infertilitas pada pria, gonore dapat menyebabkan kondisi yang menyakitkan pada saluran yang
menempel pada testis, yang dalam kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan infertilitas.
Peningkatan risiko HIV/AIDS. Memiliki gonore yang tidak diobati membuat Anda lebih rentan terhadap
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), virus yang menyebabkan AIDS.
Infeksi yang menyebar ke persendian dan area lain melalui aliran darah. Akibatnya bisa membuat
demam, ruam, luka kulit, nyeri sendi, pembengkakan dan kekakuan.
Komplikasi pada bayi. Bayi yang tertular gonore dari ibunya saat lahir dapat mengalami kebutaan, luka di
kulit kepala, dan infeksi.
Walaupun berisiko memicu komplikasi yang berbahaya, tetapi penyakit ini dapat diobati. Ketika Sahabat
MIKA mengalami gejala atau memiliki faktor risiko, maka sebaiknya segera menemui Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin.
Sebelumnya dokter akan melakukan diagnosis dengan menggunakan sampel urin maupun swab untuk
mengambil sampel dari tenggorokan dan/atau rektum jika sudah melakukan seks oral dan anal.
Kemudian dokter memberikan antibiotik yang dapat disesuaikan, baik itu diminum atau disuntik. Tujuan
pemberian antibiotik dapat menyembuhkan infeksi dan membantu menurunkan kemungkinan
komplikasi.
Pengobatan yang tepat bisa menyembuhkan penyakit kencing nanah sehingga sangat penting bagi Anda
untuk meminum semua obat yang diberikan untuk menyembuhkan infeksi.
Penderita gonore dan pasangan seks harus menghindari berhubungan seks sampai menyelesaikan
pengobatan masing-masing dan gejalanya hilang. Hal ini akan membantu mencegah Anda dan pasangan
Anda menularkan kepada orang lain atau terkena gonore lagi.
Apabila berhasil dideteksi pada tahap awal, gejalanya akan mulai reda dalam 24 jam dan sembuh total
sekitar dua hari setelah berobat. Walaupun, harus terus minum obat sampai batas waktu yang
ditentukan oleh dokter.
Namun, jika gejala ditemukan lebih parah, bisa jadi pengobatan akan membutuhkan waktu lama.
Menghindari faktor risikonya adalah cara utama untuk mencegah penyakit kencing nanah. Sebaiknya,
Sahabat MIKA melakukan hal-hal berikut untuk mencegah terkena gonore:
Melakukan hubungan dengan pasangan yang saling monogami dan tidak memiliki infeksi.
Gunakan kondom dengan cara yang benar setiap kali berhubungan seks, baik itu seks vaginal, anal, atau
hubungan oral
Jangan berhubungan seks dengan seseorang yang diduga memiliki infeksi menular seksual seperti
memiliki tanda atau gejala infeksi rasa terbakar saat buang air kecil atau ruam atau luka genital.
Hindari berhubungan seks dengan orang yang tidak diketahui riwayat seksualnya.
Melakukan skrining rutin dianjurkan untuk wanita yang aktif berhubungan seks di bawah umur, pria
yang berhubungan seks dengan pria, serta pasangannya. Selain itu, pastikan juga melakukan Premarital
Check Up yang salah satunya untuk mendeteksi infeksi menular seksual sebelum menikah.