Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu kehamilan dapat memilki kondisi yang disebut risiko, baik hal tersebut
merupakan risiko rendah maupun risiko tinggi. Kehamilan risiko rendah
merupakan kehamilan yang fisiologis, kemungkinan besar diikuti dengan
persalianan normal serta ibu dan bayi sehat, sedangkan kehamilan risiko tinggi
adalah salah satu kehamilan yang didalamnya kehidupan atau kesehatan ibu atau
janin dalam bahaya akibat gangguan kehamilan. Pada kehamilan risiko tinggi
terdapat adanya satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya
yang dapat memberi dampak kurang menguntungkan bagi ibu dan janin. Selain
itu dikatakan risiko merupakan keadaan dimana kehamilan dan persalinan
nantinya selalu memiliki peluang untuk terjadinaya risiko. Namun pemahan yang
baik tentang reproduksi manusia telah menurunkan morbiditas dan mortalitas
maternal secara bermakna.
Dikatakan risiko adalah ukuran statistic dari peluang untuk terjadinya suatu
keadaan yang diinginkan di masa mendatang atau dikemudian hari dari suatu
peristiwa atau keadaan. Adapun yang dimaksud dengan faktor risiko adalah suatu
keadaan atau ciri seseorang atau suatu kelompok orang yang mempunyai
hubungan dengan peluang akan terjadinya suatu kondisi seperti penyakit atau,
cacat atau kematian.
Sebagai petugas kesehatan selama memberikan pelayanan pada ibu hamil,
sekarang kita tidak bersikap pasif, melainkan aktif yaitu mencari ibu hamil,
sekarang kita tidak bersikap pasif, melainkan aktif yaitu mencari ibu hamil
tersebut. Hal ini dapat dikatakan sebagai upaya preventif, mencari secara aktif
dan menemukan faktor-faktor risko secara dini, tidak menunggu ibu hamil untuk
meminta pertolongan setelah keadaannya gawat. Tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan kunjungan rumah.
Beberapa faktor yang menempatkan kehamilan pada risiko tinggi antara lani
kemiskinan, nutrisi yang tidak adekuat, infeksi, penyakit menular seksual (PMS),
kondisi medis, dan juga penyakit komplikasi seperti jantung, TB Paru, hipertensi,
dan DM pada ibu hamil.

1
Pada beberapa kasus kehamilan risiko tinggi sesuai dengan pemahaman
diatas, akan diuraikan beberapa kasus dibawah ini dalam bentuk pemberian
asuhan keperawatan risiko tinggi dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan. Kasus yang akan diuraikan selanjutnya adalah tentang jantung, TB
Paru, hipertensi, dan DM pada ibu hamil.

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian ibu hamil dengan gangguan komplikasi jantung,
dm, hipertensi, tb paru
b. Untuk mengetahui etiologi ibu hamil dengan gangguan komplikasi jantung,
dm, hipertensi, tb paru
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala ibu hamil dengan gangguan komplikasi
jantung, dm, hipertensi, tb paru
d. Untuk mengetahui klasifikasi ibu hamil dengan gangguan komplikasi jantung,
dm, hipertensi, tb paru
e. Untuk mengetahui patofisiologi ibu hamil dengan gangguan komplikasi
jantung, dm, hipertensi, tb paru
f. Untuk mengetahui pentalaksanaan ibu hamil dengan gangguan komplikasi
jantung, dm, hipertensi, tb paru

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian

1. Jantung
Kehamilan akan menimbulkan perubahan pada sistem kardiovaskuler.
Wanita dengan penyakit kardiovaskuler dan menjadi hamil, akan terjadi
pengaruh timbal balik yang dapat merugikan kesempatan hidup wanita
tersebut. Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan
kerjanya terhadap perubahan-perubahan secara fisiologis. Dalam kondisi
tidak hamil, penyakit jantung itu sendiri sudah mengalami permasalahan
dalam memompakan darah ke seluruh tubuh. Pada saat hamil mulai minggu
ke enam volume darah ibu semakin meningkat sampai dengan 50 % karena
proses pengenceran darah. Aliran darah akan lebih banyak dipompakan ke
peredaran darah rahim melalui ari–ari untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan janin sehingga kerja jantung menjadi lebih berat.
Kebutuhan janin akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah selama
kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah. oleh karena itu, banyaknya
darah yang beredar semakin meningkat, sehingga jantung harus bekerja lebih
keras. Dengan demikian selalu terjadi perubahan-perubahan pada system
kardiovaskuler selam kehamilan yang biasanya masih dalam batas-batas
fisiologis. Namun, dalam beberapa kondisi, perubahan-perubahan pada
system kardiovaskular ini tidak dapat ditoleransi sehingga timbulah
komplikasi. Terlebih pada ibu hamil yang memang telah memiliki riwayat
penyakit jantung. Penyakit jantung pada ibu hamil yang memang telah
memilki riwayat penyakit jantung.

2. DM
Diabetes Melitus (DM) kehamilan atau yang lazim disebut diabetes
melitus gestasional merupakan intoleransi glukosa yang terjadi pertama kali
ditemukan saat hamil dan lazimnya hilang setelah persalinan. Biasanya,
diabetes gestasional muncul pada trimester kedua kehamilan karena
perubahan dalam hormon ibu. Penyakit Diabetes Melitus dapat merupakan

3
kelainan herediter dengan ciri insufisiensi atau berkurangnya insulin dalam
sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi dan berkurangnya glikogenesis.
Diabetes melitus gestasional adalah intoleransi glukosa yang dimulai
atau daru ditemukan pada waktu hamil. Tidak dapat dikesampingkan
kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang tidak diketahui yang muncul
seiring kehamilan. Setelah ibu melahirkan, keadaan diabetes melitus
gestasional sering akan kembali ke regulasi glukosa normal
(Prawiroharjo,2009:851)

3. Hipertensi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang
terjadi sebelum kehamilan, saat terjadi kehamilan atau pada permukaaan
nifas. Hipertensi yang muncul saat kehamilan adalah hipertensi akut, karena
hanya muncul pada saat hamil, dan sebagian besar tidak memiliki riwayat
hipertensi sebelumnya. Golongan penyakit ini ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan terkadang disertai proteinuria, edema, konvulsi, koma,
atau gejala-gejala yang lain.

4. TB paru
Tuberculosis (TB) merupakan suatu penyakit pada saluran pernafasan
yang disebabkan karena adanya infeksi pulmonary oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada
ibu hamil stressor tersebut mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil.
Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem pada sistem
hormonal, imunologis, peredaran darah, sistem pernafasan, seperti
terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh
uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernafasan berkurang.
Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25%
dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya
luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut
menderita. Dapat terjadi partus premature atau kematian janin.
Harold Oster MD, 2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun
aktif) tidak akan mempengaruhi fertilitas seseorang wanita di kemudian hari.

4
Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan
kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi
tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya,
sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya
terlebih dahulu sampai tuntas. Namun, jika sudah terlanjur hamil maka tetap
dilanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

JANTUNG Dalam kondisi tidak hamil, penyakit jantung itu sendiri sudah
mengalami permasalahan dalam memompakan darah ke
seluruh tubuh. Pada saat hamil mulai minggu ke enam volume
darah ibu semakin meningkat sampai dengan 50 % karena
proses pengenceran darah. Aliran darah akan lebih banyak
dipompakan ke peredaran darah rahim melalui ari–ari untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin sehingga kerja
jantung menjadi lebih berat.
DM Diabetes melitus gestasional adalah intoleransi glukosa yang
dimulai atau daru ditemukan pada waktu hamil. Tidak dapat
dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang
tidak diketahui yang muncul seiring kehamilan. Setelah ibu
melahirkan, keadaan diabetes melitus gestasional sering akan
kembali ke regulasi glukosa normal
HIPERTENSI Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan
vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan, saat terjadi
kehamilan atau pada permukaaan nifas.
TB PARU Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem
pada sistem hormonal, imunologis, peredaran darah, sistem
pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga
paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid
menyebabkan volume residu pernafasan berkurang. Pemakaian
oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25%
dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau
prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil
konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus premature

5
atau kematian janin.

B. Etiologi

1. Jantung
Perubahan-perubahan pada sisem kardiovaskular disebabkan oleh
beberapa kondisi berikut.
 Hipervolemia
Kondisi ini dimulai sejak kehamilan 28-32 minggu, lalu menetap.
 Pembesaran Rahim
 Demam rematik
a. Penyakit Jantung Akibat Demam Reumatik
Sebagian besar penyakit jantung pada kehamilan disebabkan oleh
demam rematik. Diagnosis demam rematik pada kehamilan sering sulit,
bila berpatokan pada criteria Jones sebagai dasar untuk diagnosis demam
rematik aktif. Manifestasi yang terbanyak adalah poliartritis migrant serta
karditis. Perubahan kehamilan yang menyulitkan diagnosis demam
rematik adalah nyeri sendi pada wanita hamil mungkin oleh karena sikap
tubuh yang memikul beban yang lebih besar sehubungan dengan
kehamilannya serta meningkatnya laju endap darah dan jumlah leukosit.
Bila terjadi demam rematik pada kehamilan, maka prognosisnya akan
buruk. Adanya aktivitas demam rematik dapat diduga bila terdapat :
 Suhu subfebris dengan takikardi yang lebih cepat dari semestinya
 Leukositosis dan laju endap darah yang tetap tinggi
 Terdengar desir jantung yang berubah-ubah sifatnya maupun
tempatnya

b. Penyakit Jantung Kongenital

6
Biasanya kelainan jantung bawaan oleh penderita sebelum
kehamilan, akan tetapi kadang-kadang dikenal oleh dokter pada
pemeriksaan fisik waktu hamil. Dalam usia reproduksi dapat dijumpai
koarktatio aortae, duktus arteriosus Botalli persistens, defek septum
serambi dan bilik, serta stenosis pulmonalis. Penderita tetralogi Fallot
biasanya tidak sampai mencapai usia dewasa kecuali apabila penyakit
jantungnya dioperasi. Pada umunya penderita kelainan jantung bawaan
tidak mengalami kesulitan dalam kehamilan asal penderita tidak sianosis
dan tidak menunjukkan gejala-gejala lain di luar kehamilan.
Penyakit jantung bawaan dibagi atas :
 Golongan sianotik (right to left shunt)
 Golongan asianotik (left to right shunt)
 Penyakit jantung hipertensi
Penyakit jantung hipertensi sering dijumpai pada kehamilan,
terutama pada golongan usia lanjut dan sulit diatasi. Apapun dasar penyakit
ini, hipertensi esensial, penyakit ginjal atau koaktasio aorta, kehamilan akan
mendapat komplikasi toksemia pada 1/3 jumlah kasus disertai mortalitas
yang tinggi pada ibu maupun janin. Tujuan utama pengobatan penyakit
jantung hipertensi adalah mencegah terjadinya gagal jantung. Pengobatan
ditujukan kepada penurunan tekanan darah dan control terhadap cairan dan
elektrolit.
Perubahan tersebut disebabkan oleh :
 Hipervolemia: dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai
puncaknya pada 28-32 minggu lalu menetap.
 Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran
rahim.
Dalam kehamilan :
 Denyut jantung dan nadi: meningkat
 Pukulan jantung meningkat.
 Tekanan darah menurun sedikit.
Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit
jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis).
Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1-4.

7
2. DM
a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnay sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin
b. Faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
menimbulkan infeksi, diet dengan pemasukan karbohidrat dan gula yang
diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
c. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat
pada membrane sel yang responsif terhadap insulin (Sofian,2011)

3. Hipertensi
a. Secara pasti belum diketahui
b. Faktor predisposisi
1) Keturunan
2) Usia
3) Kebiasaan makan yang banyak mengandung garam
4) Obesitas
5) Stress
6) Kehamilan

4. TB paru
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar
komponen mycobacterium tuberculosisi adalah berupa leman/lipid sehingga
kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia
dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai
daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, mycobacterium tuberculosis
senang tinggal di apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi.
Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
(Irman somantri. 2007 :59) III

JANTUNG Perubahan-perubahan pada sisem kardiovaskular disebabkan


oleh beberapa kondisi berikut.

8
 Hipervolemia.
Kondisi ini dimulai sejak kehamilan 28-32 minggu, lalu
menetap.
 Pembesaran Rahim
 Demam rematik
DM  Kelainan sel beta pancreas
 Faktor lingkungan : Obesitas
 Gangguan sistem imunitas
 Kelainan insulin
HIPERTENSI Faktor predisposisi
 Keturunan
 Usia
 Kebiasaan makan yang banyak mengandung garam
 Obesitas
 Stress
 Kehamilan
TB PARU Mycobacterium tuberculosis

C. Tanda dan Gejala


1. Jantung
Berikut ini merupakan tanda dan gejala dari penyakit jantung :
a. Aritmia
b. Pembesaran jantung
c. Mudah lelah
d. Dyspnea
e. Nadi tidak teratur
f. Edema pulmonal
g. Sianosis

Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah


tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema

9
tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis
adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda ini
dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat
penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis. Perlu diawasi
saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu :

a. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik,


terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan
kebutuhan jantung maksimum
b. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah
ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 – 20% dan ketika meneran
pada partus tingkat 2, saat arus balik vena dihambat kembali ke
jantung.

c. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi


uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba
dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi
sistemik.

d. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan


emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.

2. DM
Diabetes gestasional tidak mempunyai gejala yang terdeteksi. Pendeteksian
akurat dengan tes kadar gula darah di laboratorium. Meskipun begitu, ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai seperti, rasa haus yang amat sering,
selera makan naik dan buang air yang terlalu sering.
Beberapa tanda yang menunjukkan gejala penyakit diabetes gestasional
adalah :
a. Hasil dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya gula dalam
urin
Dengan hasil pemeriksaan laboratorium ini jelas bahwa ibu hamil
memang mengalami penyakit tersebut. Seorang ibu hamil memang
disarankan untuk melakukan cek darah secara rutin. Selain tujuan

10
utamanya adalah melihat kadar darah apakah masih mengandung cukup
hemoglobin atau tidak, tujuan lainnya adalah juga untuk mengukur kadar
darah apakah masih mengandung cukup hemoglobin atau tidak, tujuan
lainnya adalah juga untuk mengukur kadar gula dalam darah.
b. Rasa haus yang tidak seperti biasanya
Rasa haus yang berlebihan menandakan tubuh ibu hamil memerlukan
kadar air dengan batas maksimal dan akan mempengaruhi tubuh
c. Sering buang air kecil
Bagi ibu hamil, tanda-tanda kehamilan sering buang air kecil adalah hal
yang lumrah . Kandung kemih tertekan oleh oleh bayi di dalam rahim.
Keadaan ini membuat ibu hamil sering merasa ingin buang air kecil juga
merupakan gejala diabetes gestasional, jadi ibu hamil harus pintar dalam
menyikapi perubahan yang dialami tubuhnya
d. Lelah
Ibu hamil memproduksi lebih banyak hormone daripada wanita yang
tidak hamil, kondisi ini membuat ibu hamil merasa lebih cepat lelah
ketika melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Mual
Kebanyakan rasa mual terjadi pada pagi hari sehingga sering disebut
morning sickness. Rasa mual disebabkan kadar asam dalam lambung
meningkat di pagi hari. Selain itu, mual yang dirasakan ibu hamil
terkadang dipicu oleh beberapa aroma khusus.
f. Sering mengalami infeksi kandung kemih , vagina, maupun kulit
Sering terjadi infeksi kandung kemih ketika buang air kecil terasa perih
dan sakit selain itu infeksi juga dapat menyerang vagina dan juga kulit
tubuh lainnya.
g. Penglihatan kabur
Hal ini dapat disebabkan naiknya kadar gula dalam darah. Penglihatan
kabur ini semakin banyak terjadi pada ibu hamil yang memiliki tekanan
darah tinggi.

3. Hipertensi
Gejala klinis yang timbul pada pasien hipertensi adalah
a. Tekanan darah ≥140/mmHg

11
b. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau lebih
c. Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau lebih
d. Sakit kepala daerah frontal disertai rasa tegang pada tengkuk
e. Anoreksia, mual, nyeri epigastrium
f. Palpitasi dan mudah lelah
g. Kaki bengkak
h. Sukar tidur

4. Tuberculosis Paru
Gejala klinis yang timbul pada pasien tb paru adalah
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan secret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat tb paru adalah penyakit menahun, keluhan ini
dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk
pada tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit, Karena
secret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus
sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan
pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan
tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing

12
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan
oleh secret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi
umum dari infeksi.
h. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang pathogenesis untuk penyakit tb
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.

JANTUNG  Aritmia
 Pembesaran jantung
 Mudah lelah
 Dyspnea
 Nadi tidak teratur
 Edema pulmonal
 Sianosis
DM  Rasa haus yang tidak seperti biasanya
 Sering buang air kecil
 Sering mengalami infeksi kandung kemih, vagina,
maupun kulit
 Mual
 Muntah

HIPERTENSI  Sakit kepala daerah frontal disertai rasa tegang pada


tengkuk
 Anoreksia, mual , nyeri epigastrium
 Palpitasi dan mudah lelah
 Kaki bengkak

13
 Sukar tidur
 Tekanan darah ≥140/mmHg
TB PARU  Batuk lebih dari 3 minggu
 Dahak (sputum)
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Wheezing
 Demam dan menggigil
 Penurunan berat badan
 Rasa lelah dan lemah
 Berkeringat banyak terutama pada malam hari

D. Klasifikasi

1. Jantung
Klasifikasi menurut New York Heart Association
a. kelas I Tidak terganggu (uncompromised) : pasien dengan penyakit
jantung dan tidak ada pembatasan dalam aktivitas fisik. Mereka tidak
memperlihatkan gejala insufisiensi jantung atau merasakan nyeri angina.
b. Kelas II Agak terganggu (slightly compromised) : pasien dengan penyakit
jantung dan sedikit pembatasan aktivitas fisik. Para wanita ini merasa
nyaman saat istirahat, tetapi apabila melakukan aktivitas fisik biasa mereka
akan tidak nyaman (discomfort) dalam bentuk rasa lelah berlebihan,
palpitasi, dispnea, atau nyeri angina.
c. Kelas III Jelas terganggu (markedly compromised) : pasien dengan
penyakit jantung dan pembatasan nyata aktivitas fisik. Mereka nyaman
dalam keadaan istirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa
menyebabkan rasa tidak nyaman berupa kelelahan, palpitasi, dispnea atau
nyeri angina.

14
d. Kelas IV Terganggu parah (severely compromised) : pasien dengan
penyakit jantung dan tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman. Gejala insufisiensi jantung atau angina dapat timbul
bahkan dalam keadaan istirahat, dan apabila mereka melakukan aktivitas
fisik apapun, rasa tidak nyaman bertambah.
2. DM
a. Diabetes gestasional, dimana diabetes melitus terjadi hanya pada waktu
hamil
b. Diabetes pregestasional, dimana diabetes melitus sudah ada sebelum
hamil dan berlanjut sesudah kehamilan
c. Diabetes pregestasional yang disertai dengan komplikasi angiopati

3. Hipertensi
a. Hipertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk
kehamilan ialah preeklampsia dan eklampsia adalah hipertensi
(140/90mmHg) dengan proteinuria (.300mg/24jam) yang terjadi setelah
kehamilan 20minggu pada wanita yang sebelumnya normotensi
b. Hipertensi kronis (pre exististing hypertension) adalah tekanan darah
sistolik lebih atau sama dengan 14ommHg atau tekanan darah diastolic
lebih dari 90 mmHg yang telah ada sebelum kehamilan. Pada saat
kehamilan 20 minggu yang bertahan sampai lebih dari 20 minggu pasca
partum.
c. Preeklmsia pada (superimposed) hipertensi kronik adalah hipertensi pada
wanita hamil yang kemudian mengalami proteinuria, atau yang sebelum
hamil terdapat hipertensi dan proteinuria, adanya kenaikan mendadak
hipertensi dan proteinuria, trombositopenia, atau peningkatan enzim hati.
d. Hipertensi gestasional atau hipertensi sesaat (de novo) dapat terjadi pada
saat kehamilan 20 minggu tetapi tanpa proteinuria. Pada
perkembangannya dapat terjadi proteinuria sehingga dianggap sebagai
preeklampsi, yang dapat berlanjut menjadi hipertensi kronik.

4. TB paru
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting

15
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi
terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1
kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru
aktif
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3) Bekas TB Paru dengan kriteria:
a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).

E. Patofisiologi
1. Jantung
Janin yang sedang bertumbuh akan memerlukan oksigen dan zat-zat
makanan yang banyak saat berlangsungnya proses kehamilan. Semua itu
tentunya harus dipenuhi melalui darah ibu, untuk itu banyaknya darah yang
beredar dalam tubuh ibu akan bertambah, sehingga jantung harus bekerja
lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam
sistem kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik.
Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :
a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan
puncaknya pada UK 32-36 minggu

16
b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke
atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar
dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya
peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah
merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan
darah). 12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat
imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di
ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi
(penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan
penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil. Jantung yang
normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh karena
itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata
88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut
prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik
di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih
berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi
decompensasi cordis.

2. DM
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan KH yang
menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapar berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin
sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu.
Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin.
Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat
lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama
dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut
tekanan deabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologis telah terjadi
resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak
mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu
tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin

17
yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi
insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol,
prolaktin dan plasenta laktogen.
Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari
keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin menjadi lebih
tinggi, demikian juga dengan human plasenta laktogen (HPL) yang
dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon
tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai
dengan umur kehamilan. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin
pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut
diperhitungkan dalam pengendalian diabetes
Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat
kompleks. Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan
suatu pengamatan menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan
metabolisme maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan
yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid
yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip
oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi
karena rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes
dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric
Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral pada kehamilan normal
dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin
berperanan menjadi sebab terjadinya DMG
Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan
bahwa kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi
terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan
resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan
sekresi insulin oleh sel beta. Pada sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan
sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan
demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

3. Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor

18
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di thoraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis kr ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepasnya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatuis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiostensin
I yang kemudian diubah menjadi angiostenin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi nstrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Smeltzer, 2001)

19
4. TB paru
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberculosis.
Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak
dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat
menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya,
system kekebalan tubuh memberi respon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrophil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil
dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya
eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi
antara M. tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentulk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma
terdiri atas gumpalan basil hidup yang mati yang dikelilingi oleh makrofag
seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi masa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari masa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju. Hal ini
akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen
kemudian bakteri menjadi non aktif. Setelah infeksi awal, jika respon system
imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang
kian parah dapat timbul akibat infeksi tulang atau bakteri yang sebelumnya
tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada ksus ini, ghon tubercle mengalami
ulserasi sehingga menghjasilkan necrotizing kaseosa di dalam bronkus.
Tubercle yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang. Mengakibatkan
timbulnya bronkopneumonia membentuk tubercle dan seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan
terus dan bacillus di fagosit (berkembang biak) di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tubercle epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epitel dan fibroblast akan menimbuilkan respon

20
berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi oleh tuberkel.

JANTUNG Penyakit jantung pada ibuhamil dapaat dibedakan


menjadi empat kelas seperti berikut ini.
a. Kelas 1
1) Tanpa pembatasan gerak fisik
2) Tanpa gejala pada kegiatan biasa
b. Kelas II
1) Sedikit dibatasi kegiatan fisiknya
2) Waktu istirahat tidak ada keluhan
3) Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala
insufisiensi jantung.
4) Gejalanya adalah lelah, palpitas, sesak naps, dan
nyeri dada (angina pektoris)
c. Kelas III
1) Kegiatan fisik sangat dibatasi. Waktu istirahat
tidak ada keluhan.
2) Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan
insufisiensi jantung.
d. Kelas IV
Waktu istirahat dapat menimbulkan keluhan
insufisensi jantung, apalgi kerja fisik.
Kira-kira 80% penderita adalah kelas I dan kelas II.
Kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut
menjadi III atau IV, faktor- faktor lain yang juga
dapat mempengaruhi adalah umur anemia, adanya
aritmia jantung, dan hipertropi vantrikular.

DM a. Diabetes gestasional, dimana diabetes melitus


terjadi hanya pada waktu hamil
b. Diabetes pregestasional, dimana diabetes melitus
sudah ada sebelum hamil dan berlanjut sesudah

21
kehamilan
c. Diabetes pregestasional yang disertai dengan
komplikasi angiopati

HIPERTENSI a. Hipertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas


untuk kehamilan ialah preeklampsia dan eklampsia
b. Hipertensi kronis (pre exististing hypertension) adalah
tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 14ommHg
c. Preeklmsia pada (superimposed) hipertensi kronik
adalah hipertensi pada wanita hamil yang kemudian
mengalami proteinuria
d. Hipertensi gestasional atau hipertensi sesaat (de novo)
dapat terjadi pada saat kehamilan 20 minggu tetapi tanpa
proteinuria
TB PARU TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
 Dengan atau tanpa gejala klinik
 BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik
positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau
disokong radiologik positif 1 kali.
 Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
 Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB
Paru aktif
 BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
Bekas TB Paru dengan kriteria:
 Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
 Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru.
 Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
 Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).

22
F. Pathway
1. Jantung

23
2. DM

24
3. Hipertensi

25
4. TB paru

26
G. Penatalaksanaan
1. Jantung

27
Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan
bergantung pada derajat fungsionalnya.
1. Kelas I : tidak ada pengobata tambahan yang dibutuhkan.
2. Kelas II : biasanya tidak memerlukan terapi tambahan. krja fisik terutama
antara kehamilan 28-36 minggu. Umumnya tidak memerlukan pengobatan
tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama
pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk.
Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan
melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus
tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah
makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein,
rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali
dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1
minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam
kecuali terdapat kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah
epidural
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan
dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10
menit.
Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila
berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan
ekstraksi cunam atau vacum dengan segera. Tidak diperbolehkan memakai
ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan
pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar
3. Kelas III: memerluakn digitalis atau obat lainnya. Sebaiknya dirawat di RS
sejak kehamilan 28-30 minggu.
4. Kelas IV: harus dirawat di RS dan berkolaborasi dengan kardiolog.
Harus dirawat di RS. Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko
terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang
dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring
selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat
dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis dan
diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.

28
Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam
lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum.
Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya
decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan
IV.
Operasi pada jantung untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan
sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II
namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat
anti pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan
pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati
memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena
dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus
stenosis aorta atau mitral.

2. DM
a. Diet
Selama hamil diharapkan berat badan tidak bertambah melebihi
10kg dari sebelum hamil.
1) Konsumsi makanan sehat dan melakukan aktivitas fisik secara
teratur. Konsumsi maknana juga diatur, misalnya makan besar
sebanyak tiga kali dan ngemil yang dijadwalkan. Kalori yang
dianjurkan 30kcal/BBI sebelum hamil. Pada mereka yang BBI
>30kg/m² maka kalori yang dianjurkan 25 kcal/kg BB.
2) Sedikit konsumsi makanan yang mengandung lemak, gula, garam,
atau minyak.
3) Minum banyak air
4) Minta ahli gizi untuk membuatkan menu makanan khusus untuk ibu
hamil dengan diabetes menunya diatur agar kadar glukosa dalam
darah tidak naik terlalu tinggi.
b. Olahraga
Wanita hamil juga perlu olahraga, tetapi sekedar menjaga kesehatannya.
c. Obat Anti Diabet (OAD)
Dalam trimester pertama pengobatan sangat sulit dilakukan karena
adanya naussea dan vomiting. Perlu juga diberikan pemberian kalori per

29
infuse jika per oral tidak mencukupi. Infus glukosa 5% 500 cc perlu
ditambah dengan freguler insulin sebanyak 12 unit.

3. Hipertensi
a. Non Farmakologis
1) Tirah baring. Tirah baring terutama pada siang hari mulai setidaknya
1 jam dalam sehari dan ditingktkan sesuai umur kehamilan. Curet
menganjurkan bedrest selama 4 jam siang hari disamping tidur
malam 10 jam. Keunggulan tirah baring ini dapat meningkatkan
perfusi utero placenta terutama pada posisi tidur miring kiri.
2) Pengawasan ketat
3) Pembatasan aktivitas fisik
4) Diet normal kalau perlu pembatasan garam
b. Pemberian obat hipertensi, perlu diperhatikan dosisnya. Dosis yang
terlalu rendah dapat mengurangi perfusi uteo-placenta yang dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
c. Diet yang baik diperlukan bagi pertumbuhan janin dalam rahim.
Kandungan protein minimal 90gr setiap hari. Diet rendah garam tidak
ada keuntungan, bila didapatkan proteinuria maka suplement pengganti
protein yang hilang harus dipikirkan. Pada penderita obesitas ada
baiknya menurunkan berat badan.
d. Pengakhiran kehamilan bila keadaan menjelek atau terjadi gangguan
pertumbuhan janin, apabila janin mampu hidup diluar tubuh ibu. Oleh
karena disfungsi plasenta seringkali terjadi pada hipertensi esensial yang
berat, dan kematian bayi pada umur kehamilan 38 minggu tidak berbeda
dengan kehamilan aterm. Maka induksi persalinan dianjurkan.

4. TB paru
a. Sebelum hamil perlu diberi konseling mengenai pengaruh kehamilan dan
TBC, serta pengobatan adanya TBC tidak merupakan indikasi untuk
melakukan abortus. Pengobatan TBC dengan isoniazid, rifampisin,
etambutol dan pirazinamid tidak merupakan kontraindikasi pada
kehamilan. Pengobatan TBC dengan amino-glikosida (streptomisin)
merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena dapat menyebabkan

30
ototoksik pada janin. Pengobatan TBC dalam kehamilan menurut
rekombinasi WHO adalah dengan pemberian regimen kombinasi
isoniazid, rifampisisn, etambutol selama 9 bulan. 16Saat persalinan
mungkin diperlukan pemberian oksigen yang adekuat dan cara
persalinan sesuai indikasi obstetrik. Pemakaian masker dan ruangan
isolasi diperlukan untuk mencegah penularan. Pemberian ASI tidak
merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat anti TBC. Perlu
divaksinasi BCG. (sarwono prawirohardjo.2008 : 800-807)
b. Dalam kehamilan
1) Ibu hamil dengan proses aktif, hendaknya jangan dicampurkan
dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal.
2) Untuk diagnosis pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan
ahli paru-paru.
3) Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah,
sebaiknya dirawat di rumah sakit, dalam kamar isolasi. Gunanya
untuk mencegah penularan, untuk menjamin istirahat dan makanan
yang cukup, serta pengobatan yang intensif dan teratur
4) Obat-obatan : INH, PAS, rifadin dan streptomisin.
5) TBC paru-paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan
dengan terminasi kehamilan.
c. Dalam persalinan
1) Bila proses tenang, persalian akan berjalan seperti biasa dan tidak
perlu tindakan apa-apa.
2) Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin. Pada
kala I, ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetika dosis
rendah. Kala II diperpendek dengan ekstrasi vakum/forceps.
3) Bila ada indikasi obstetrik untuk seksio sesarea, hal ini dilakukan
bekerja sama dengan ahli anastesi untuk memperoleh anastesi mana
yang terbaik.
d. Dalam masa nifas
1) Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak, diberi uterus
tonika dan koagulansia.
2) Usahakan mencegah terjadinya infeksi tambahan dengan
memberikan antibiotika yang cukup.

31
3) Bila ada anemia sebaiknya diberikan transfusi darah, agar daya
tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
4) Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak
sudah cukup, segera dilakukan tubektomi.
e. Perawatan bayi
1) Biasanya bayi akan ditulari ibunya setelah kelahiran, dan TBC
bawaan (kongenital) sangat jarang.
2) Bila ibu dalam proses TBC aktif, secepatnya bayi diberikan BCG
Bayi segera dipisah dari ibunya selama 6-8 minggu. Bila uji
mantoux sudah positif pada bayi, barulah bayi barulah bayi dapat
ditemukan lagi dengan ibunya.
3) Menyusukan bayi, pada proses aktif, dilarang karena kontak
langsung dari mulut ibu pada bayi.
4) Dapat diberikan anti TBC profilaksis pada bayi yaitu INH : nig/kg
berat badan/hari.
f. TBC paru-paru dan alat reproduksi
1) TBC paru-paru dapat bersamaan dengan TBC
alat genetalia.
2) TBC genetalis dapat menyebabkan kemandulan. Bila terjadi
kehamilan, hasil konsepsi sering berakhir dengan abortus,
kehamilan ektopik terganggu dan partus prematurus. TBC genitalis
yang sudah tenang dan pulih, dapat kambuh lagi setelah abortus dan
persalinan.
3) Untuk pasien tidak hamil yang positif tuberkulin dan berusia kurang
dari 35 tahun serta tidak memperlihatkan penyakit aktif, diberikan
isoniazid 300 mg per hari selama 1 tahun. Isoniazid adalah obat
kategori C yang dianggap aman bagi wanita hamil.
4) Namun pada wanita hamil yang negatif HIV, sebagian penulis
menganjurkan bahwa terapi ditunda sampai setelah melahirkan.
Karena mungkin terjadi peningkatan hepatitis akibat isonizid pada
wanita pascapartum, sebagian penulis menganjurkan bahwa terapi
ditunda sampai 3-6 bulan pascapartum. Untuk mencegah infeksi
aktif, metode pascapartum tidak selektif terapi antepartum. Terdapat

32
pengecualian untuk penundaan terapi pada wanita hamil. Orang
yang diketahui baru mengalami perubahan hasil uji kulit (convertor)
diberi terapi karena insiden infeksi aktif adalah 3 persen dalam
tahun pertama. Wanita yang uji kulitnya positif dan terpajan ke
infeksi aktif diberi terapi karena insiden infeksi adalah 0,5 persen
per tahun. Akhirnya wanita yang positif HIV diberi terapi karena
risiko tahuna untuk penyakit adalah 8%. Pilihan lain adalah
menunda terapi sampai setelah 12 minggu pada para wanita
asimtomatik ini. Toksisitas isoniazid antara lain adalah hepatitis,
yang lebih sering terjadi pada pasien berusia kurang dari 35 tahun.
Walaupun enzim-enzim hati menunjukkan bahwa 10 sampai 20
persen pasien mengalami peningkatan transien, terapi tidak
dihentikan kecuali apabila peningkatannya lima kali daripada
normal. Untuk wanita yang terinfeksi HIV, pemakaian rifampin atau
rifdabutin mungkin dikontraindikasikan apabila ia juga mendapat
inhibitor nucloside reverse transcriptase tertentu. Apabila terjadi
resistensi terhadap obat-obat ini, dipertimbangkan dengan terapi
dengan pirazinamid.

33
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Data Fokus
1. Identitas ibu
Pada ibu hamil berusia kurang dari 25 tahun insiden lebih tinggi tiga
kali lipat. Pada ibu hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat terjadi
hipertensi laten.
2. Keluhan Utama
Ibu dengan hipertensi pada kehamilan didapatkan keluhan seperti
sakit kepala terutama area kuduk bahkan mata dapat berkunang-
kunang, pandangan mata kabur, proteinuria (protein dalam urine),
peka terhadap cahaya dan nyeri ulu hati.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada ibu jantung hipertensi dalam kehamilan, biasanya akan diawali
dengan tanda-tanda mudah letih, nyeri kepala, diplopia, nyeri
abdomen atas, oliguria, serta nokturia. Perlu juga ditanyakan apakah
ibu hamil menderita DM, penyakit ginjal. Perlu ditanyakan juga
kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah ibu pernah menderita penyakit seperti
hipertensi kronis sebelum hamil, obesitas, ansietas, angina, dyspnea,
ortopnea, hematuria, dan sebagainya. Ibu beresiko dua kali lebih
besar bila hamil dari pasangan sebelumnya menjadi bapak dari satu
kehamilan yang menderita penyakit ini. Pasangan suami baru
mengembalikan resiko ibu sama seperti primigravida. Hal ini
diperluakan adanya factor predisposisi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang dapatmenjadi penyebab jantung hpertensi
dalam kehamilannya. Dari hasil penelitian diketahui adanya
hubungan genetic yang menjadi pencetus penyakit hipertensi pada

34
kehamilan. Riwayat keluarga ibu atau saudara perempuan ibu hami
dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi empat sampai
delapan kali ibu hamil tersebut.
6. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan ibu terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilak ibu terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
7. Riwayat maternal
Kehamilan ganda memiliki risiko lebih dari dua kali lipat.
8. Pengkajian system tubuh
 BI (breathing)
Meliputi sesak napas sehabis aktivitas, batuk dengan atau tanpa
sputum, riwayat merokok, penggunaan ibat bantu pernapasan,
adanya bunyi napas tambahan, sianosis
 B2 (blood)
Gangguan fungsi kardiovaskular pada dasarya berkaitan dengan
meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi. Selain itu
terdapat perubahan hipodinamik dan perubahan volume darah
berupa hemokonsentrasi. Pembekuan darah terganggu sehingga
waktu thrombin menjadi memanjang. Gejala yang khas adalah
trombositopeniadan gangguan factor pembukuan lain seperti
menurunnya kadar antitrombin III. Sirkulasi meliputi adanya
riwayat hipertensi., penyakit jantung coroner, takikardi, kulit
pucat dan suhu dingin.
 B3 (brain)
Lesi di otak ini sering terjadi karena pecahnya pembuluh darah
akibat hipertensi. Kelainan radiologis otak dapat diperlihatkan
dengan CT-Scan. Otak dapat mengalami vasogenik dan
hipoperfusi. Yang ditandai dengan kepal pusing, gangguan
penglihatan, dan epitaksis.
 B4 bladder
Riwayat penyakit ginjal dan DM ,riwayat pengguanaan obat
diuretic juga perlu dikaji.
 B5 (bowel)

35
Makanan/cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, protein, dan tinggi lemak
 B6 (bone)
Ketidaknyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada tungkai,
saki kepala, nyeri abdomen, da nyeri dada

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Perfusi pada jaringan ginjal berhubungan dengan
vasokonstriksi, spasme,edema glomerulus.
2. Risiko tinggi terjadinya trauma ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah ).
3. Risiko tinggi cidera pada janin berhubungan dengan insufisiensi
uteraplasenta, kelahiran premature, solusio plasenta.

C. Perencanaan
1. Diagnosa : Gangguan Perfusi pada jaringan ginjal berhubungan dengan
vasokonstriksi, spasme, edema glomerulus
Tujuan : perfusi jaringan ginjal lancar
Intervensi :
a. Lakukan tes albuminuria pada setiap kunjungan atau setiap hari bila
klien masuk rumah sakit, perhatikan jika kadar albumin urine 2+
atau lebih
b. Anjurkan klien bedrest dengan posisi miring
c. Observasi intake dan output serta BJ Urine
d. Cek kadar kreatinin, asam urat dan BUN
e. Adanya pitting oedema setiap bangun tidur pagi
f. Pengukuran BB setiap bangun tidur pagi
g. Pengukuran tekanan darah setiap 6 jam
h. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam
i. Monitoring tingkat kesadaran jika terdapat penurunan kesadaran
j. Monitoring Hb, Hematokrit, Urine lengkap, Asam urat darah,
Trombosit, LFT dan RFT

36
2. Risiko tinggi terjadinya trauma ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah ).
Tujuan : tidak terjadi trauma pada ibu
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda perubahan fungsi otak
b. Kaji tingkat kesadaran klien
c. Kaji adanya tanda eklamsi (hiperaktif, reflek, patella dalam,
penurunan nadi dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguri
d. Pertahankan perhatian terhadap timbulnya kejang
e. Tutup kamar/ruangan, batasi pengunjung/perawat tingkatkan waktu
istrahat
f. Lakukan palpasi rahim untuk mengetahui adanya ketegangan, cek
perdarahan pervagina dan catat adanya riwayat medis
g. Monitor tanda-tanda adanya persalinan atau adanya kontraksi uterus
h. Lakukan pemeriksaan funduskopi
i. Nasehat yang dapat dianjurkan pada ibu hamil dengan hipertensi
kronis adalah sebagai berikut : istirahat (tirah baring), pemberian
obat anti hipertensi, diet nutrisi seimbang, pemantauan kehamilan,
pengenalan tanda-tanda persalinan, pengenalan gawat janin.
j. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti hipertensi

3. Risiko tinggi cidera pada janin berhubungan dengan insufisiensi


uteraplasenta, kelahiran premature, solusio plasenta.
Tujuan : tidak terjadi distress pada janin
Intervensi :
a. Jelaskan tanda-tanda solusio plasenta (nyeri perut, perdarahan,
rahim tegang, aktivitas janin turun).
b. Health edukasi tentang perlunya monitoring janin
c. Kaji pertumbuhan janin setiap priksa.
d. Monitor denyut jantung janin sesuai dengan indikasi
e. Pantau keadaan klien dan janin : TFU, kenaikan berat badan, detak
jantung janin
f. Kolaborasi untuk melakukan USG
g. Kolaborasi untuk pemberian kortisteroid

37
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Penyakit Jantung
Kehamilan dan penyakit jantung akan saling mempengaruhi pada
individu yang bersangkutan. Kehamilan akan memberatkan penyakit
jantung. Sebaliknya, penyakit jantung akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembanganjanin dalam kandungan, lain halnya
pada kehamilan dengan jantung yang normal. Tubuh dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan sistem jantung dan pembuluh
darah. Jika seorang wanita hamil mengidap penyakit jantung akan
terjadi perubahan-perubahan berikut:
 Meningkatnya volume jantung, yang dimulai sejak kehamilan 8
minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32 minggu, lain
menetap. Kondisi ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan tubuh
ibu dan janin yang dikandungnya.
 Jantung dan diafragma (sekat rongga dada) terdorong ke atas karena
pembesaran Rahim.
Dengan demikian. cukup jelas bahwa kehamilan dapat
memperberat penyakit jantung. Kemungkinan timbulnya payah
jantung (dekompensasi cordis) pun dapat terjadi. Keluhan-
keluhan yang sering muncul adalah: Cepat merasa lelah, jantung
berdebar-debar, sesak napas, kadang-kadang disertai kebiruan di
sekitar mulut (sionosis), bengkak pada tungkai atau terasa berat
pada kehamilan muda.

b. Penyakit Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat
ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau
diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini
mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi)

38
yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar
menderita DM akibat hamil.

c. TB Paru
Pada umumnya penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan,
persalinan dan nifas, walaupun kehamilan menyebabkan sedikit
perubahan pada system pernapasan, karena uterus yang membesar
dapat mendorong diafragma dan paru-paru keatas serta sisa-sisa udara
dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu
meenjadi lebih parah.
d. Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang
terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
permulaan nifas. Hipertensi kronis dalam kehamilan adalah adanya
penyakit hipertensi yang telah terjadi sebelum hamil ataupun
diketemukan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
menetap 6 minggu paska persalinan, apapun yang menjadi sebabnya.
Secara fisiologis tekanan darah mulai menurun pada trimester II yang
mencapai rata-rata 15 mmHg lebih rendah dari tekanan darah sistolik
sebelum hamil pada trimester III. Penurunan ini terjadi baik pada yang
normotensi atau hipertensi kronik.

B. Saran
Dalam pemberantasan penyakit, khususnya pada ibu hamil harus
didukung oleh semua pihak, baik keluarga ibu hamil, tenaga kesehatan dan
pemerintah yang harus menjamin kesejahteraan warga negaranya bebas dari
berbagai penyakit.
Untuk itu, sebagai tenaga kesehatan harus bisa menjalankan peran dan
fungsinya dalam perbaikan status nutrisi ibu sangat penting dilakukan untuk
mencegah keparahan penyakit dan meminimalkan efek yang timbul terhadap
janin. Selain itu, pendidikan tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan
pasien penting diberikan untuk menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

39
DAFTAR PUSTAKA

Angsar, M.D., 2010. Hipertensi dalam Kehamilan Ilmu dalam Kebidanan Sarwono
Cunningham, F. G., et al. 2005. Hipertensi dalam kehamilan dalam Obstetri Williams
Edisi 21 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hutahen,S.2013.Perawatan Antenatal. Jakarta: Salemba Medika.
Indiyani,Diyan.2013. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

40

Anda mungkin juga menyukai