Disusun Oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan
rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dosen Indah Rahayu S.ST., M.Keb
pada mata kuliah Askeb 1 Kehamilan. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Ibu Indah Rahayu S.ST., M.Keb selaku Dosen mata kuliah. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni oleh
kami.
Saya mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Akhir kata, saya memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat saya butuhkan guna memperbaiki karya-karya
di waktu mendatang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Perdarahan Antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan usia 20 minggu
dengan insiden 2-5%. (Alamsyah, 2012)
Perdarahan obstetric yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah
anak plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak segera
mendapatkan penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu
penyebabnya adalah plasenta previa. (Wiknjosastro, 2008)
Berdasarkan laporan World Health Organization, 2008 angka kematian ibu di dunia pada
tahun 2005 sebanyak 536.000. Kematian ini dapat disebabkan oleh 25% perdarahan, 20%
penyebab tidak langsung, 15% infeksi, 13% aborsi yang tidak aman, 12% eklampsi, 8%
penyulit persalinan, dan 7% penyebab lainnya. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan
muda disebut abortus sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Yang
termasuk perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Nugroho, 2012)
Penyebab plasenta previa belum diketahui dengan secara pasti, namun kerusakan dari
endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap
sebagai mekanisme yang mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa.
Menurut (Cunningham, 2005) terjadinya plasenta previa terdapat beberapa faktor penyebab
diantaranya: usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa, multipara, terutama
jika jarak antara kelahirannya pendek, riwayat seksio sesarea, primigravida dua, bekas
aborsi, kelainan janin, leiloma uteri, risiko relatif untuk plasenta previa meningkat dua kali
lipat akibat merokok.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menyebutkan Angka
Kematian Ibu (AKI) sebanyak 228 per 100.000 kelahiran hidup pada periode tahun 2003
sampai 2007. Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390
1
per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil survey tersebut terlihat adanya peningkatan angka
kematian ibu di Indonesia (Depkes RI, 2009). Sedangkan Angka kematian ibu selama tahun
2006 sebanyak 237 per 100.000 kelahiran hidup. Dari total 4.726 kasus plasenta previa pada
tahun 2005 didapati kurang lebih 40 orang ibu meninggal akibat plasenta previa itu sendiri
(Depkes RI. 2005). Sedangkan pada tahun 2006 dari total 4.409 kasus plasenta previa
didapati 36 orang ibu meninggal akibat plasenta previa (Depkes RI, 2006). Sedangkan hasil
survey di RS.PKU Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2012 terdapat 16 kasus plasenta
previa. Dan jumlah kasus plasenta previa sampai bulan April 2013 terdapat 3 kasus.
Plasenta previa pada kehamilan premature lebih bermasalah karena persalinan terpaksa,
sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian lainnya oleh proses persalinan.
Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal sekalipun penatalaksanaan
plasenta previa sudah dilakukan dengan benar. Disamping masalah prematuritas, perdarahan
akibat plasenta previa akan fatal bagi jika tidak ada persiapan darah atau komponen darah
dengan segera.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan
pada ibu hamil dengan perdarahan karena Plasenta Previa di ruang An-Nisa RS. PKU
Muhammadiyah Surakarta. Karena penulis berharap ibu yang hamil dengan plasenta previa
dan rutin memeriksakan kehamilannya segera mendapatkan deteksi dini dan penanganan
agar dapat mengatasi komplikasi yang terjadi serta dapat meminimalkan bayi-bayi agar tidak
lahir secara premature atau preterm.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan pemahaman tentang Perdarahan
Pervaginam Pada Kehamilan.
2
1.4 Manfaat
Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi Mahasiswa Ilmu Kebidanan
dalam hal pemahaman tentang Perdarahan Pervaginam.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perdarahan Pervaginam
A. Pengertian Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam atau perdarahan yang keluar dari jalan lahir merupakan salah
satu tanda waspada terjadinya gangguan pada rahim atau keguguran. Keguguran
sendiri memiliki beberapa tahapan dimana pada keguguran stadium pertama atau di
dalam dunia medis dikena dengan abortus imminens, terdapat tanda keguguran
(kontraksi, perdarahan pervaginam) namun janin masih dapat dipertahankan.
B. Macam-macam Perdarahan Pervaginam
1. Abortus
Pengertian Abortus
Menurut Prawirohardjo (2009:460) Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.
Saifuddin (2008:145) mendefinisikan bahwa Abortus adalah berakhirnya suatu
kehmilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hiup di luar kandungan.
Manuaba (2008:56) Mengemukakan Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi
sebelum mampu hidup diluar kandungan dengan berat kurang dari 1000 gram atau usia
kehamilan kurang dari 28 minggu.
a. Macam-Macam Abortus
1) Abortus Spontan
Menurut Saifuddin (2008:145), abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara
alamiah tanpa intervensi dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
Berdasarkan kliniknya abortus spontan dapat dibagi menjadi :
a) Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimanahasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
b) Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c) Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam
uterus.
4
d) Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan muda
dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari cavum uteri.
e) Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau
lebih berturut-turut.
f) Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20 minggu,
tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
g) Abortus Infeksius dan Abortus Septik adalah keguguran yang disertai
infeksi genetalia. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum.
5
zat makanan pada hasil konsepsi akan terganggu. Gizi ibu hamil yang kurang karena
anemia dan terlalu pendek jarak kehamilan.
c) Pengaruh dari luar
Radiasi yang mengenai ibu, virus, obat-obatan yang digunakan ibu dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya di dalam uterus.
2) Kelainan pada plasenta
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada ibu yang menderita Diabetes
Melitus, penyakit hipertensi menahun, toxemia gravidarum dan lain- lain.
3) Penyakit ibu
Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam tinggi,pneumonia, thypoid,
rubella yang dapat menyebabkan Abortus. Toksin, bakteri, virus/plasmodium dapat
melalui plasenta masuk ke janin sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian
terjadi Abortus.
4) Kelainan traktus genitalis
Seperti retroversi uteri, mioma uteri atau kelainan bawaan uterus yang dapat
menyebabkan abortus. Penyebab lain dari abortus dalam trimester II adalah servik
inkompeten yang disebabkan kelemahan bawaan servik, dilatasi serviks berlebihan
dan atau robekan serviks yang tidak dijahit.
6
2.2 Perdarahan Antepartum
a. Definisi Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu.Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu (Mochtar, 2011: 187).
8
Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman bila di tinjau dari kasus kematian ibu. Paritas
lebih dari 3 dapat menyebabkan angka kematian ibu tinggi (Herawati, T, dkk, 2009)
Endometrium cacat dan bekas persalinan berulang- ulang, bekas operasi, bekas kuretase, dan
manual plasenta. Pada operasi seksio caesarea dilakukan sayatan pada dinding uterus
sehingga dapat mengakibatkan perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya
vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke janin tidak cukup dan
mengakibatkan plasenta mencari tempat yang lebih luas dan endometrium yang masih baik
untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum, demikian pula dengan bekas operasi, kuretase dan manual
plasenta (Trianingsih, I, dkk, 2015).
9
uterus dapat menekan plasenta sehingga bergeser dan menutupi ostium uteri internum
(Trianingsih, I, dkk, 2015).
Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam hari
saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi diatas pintu atas
panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Biasa
perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran
yang tidak berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di sebabkan karena
pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.Biasanya kepala anak sangat tinggi karena
plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul,
karena hal tersebut di atas, juga ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih
sering terdapat kelainan letak(Rukiyah, 2010:205-206).
Dampak :
1. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu perdarahan
yang hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara
2. Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia, Perdarahan
dan syok
Penegakan diagnosis :
iv. Gejala klinis
Pertama ialah kita mengetahui gejala klinisnya terlebih dahulu, gejala diantaranya yaitu:
1. Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari
biasanya, berulang, darah biasanya berwarna merah segar.
10
2. Bagian terdepan janin tinggi (floating) sering di jumpai kelainan letak janin.
3. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila
dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit.
Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin
biasanya masih baik.
(Maryunani, 2013:138).
v. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
(Nugroho, 2010:126)
2. Pemerksaan inspekulo : pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri internum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri internum, adanya plasenta previa harus di curigai
(Fauziyah, Y, 2012:74)
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat implantasi
plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan
susunan serabut otot dengan korpus uteri.
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.Lakukan perawatan
lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan
masuk dan cairan keluar.
a) Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1)) Amniotomi dan akselerasi
Umunya dilakukan pada plasenta previa lateralis / marginalis dengan pembukaan lebih
dari 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta akan mengikuti
segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala. janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau
masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin.
1. Versi baxton hicks
Tujuan melakukan versi braxton hicks ialah mengadakan temponade plasenta dengan
bokong (dan kaki) janin. Versi braxton hicks tidak dilakukan pada pada janin yang
masih hidup.
2. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas
11
dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya di hitung sejak kehamilan 28 minggu
(Mochtar, 2011:194)
3. Vasa previa
Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput
ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam
insersinya di tali pusat.Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati
pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskular janinpun ikut terputus
i. Penanganan aktif
Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan, umur
kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati. Penanganan aktif berupa persalinan
pervaginam dan persalinan per abdominal.
Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan dalam diatas meja operasi. (double set up)
yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan dalam didapatkan:
1. Plasenta previa margnalis
2. Plasenta previa letak rendah
3. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit
maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus pervaginam,
bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan
banyak lakukan seksio caesarea.
Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:
a) Plasenta previa totalis
b) Perdarahan banyak tanpa henti
c) Presentase abnormal
d) Panggul sempit
e) Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
f) Gawat janin
g) Cara Menyelesaikan Persalinan pada Kehamilan dengan Plasenta Previa
Menurut Prawirohardjo (2010), cara menyelesaikan persalinan pada kehamilan dengan
plasenta previa adalah sebagai berikut:
b) Seksio caesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea (adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini
tetap di laksanakan).
12
Tujuan seksio caesarea yaitu melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat
segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan dan menghindarkan kemungkinan
terjadinya robekan pada servik uteri, jika janin di lahirkan pervaginam.
13
1) Tone (Atonia Uteri)
Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum bisa
dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi
ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat
plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium
dinamakan atonia uteri (Oxorn, 2010).
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir perdarahan masih ada dan
mencapai 500-1000 cc, tinggi fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi
yang lembek (Saifuddin, 2014).
Pencegahan atonia uteri adalah dengan melakukan manajemen aktif kala III dengan sebenar-
benarnya dan memberikan misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi
lahir (Oxorn, 2010).
14
mekanisme pembekuan darah menyebabkan perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan
tindakan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Secara etiologi bahan
thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolisis decidua serta placenta dapat
memasuki sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan
fibrinogen yang beredar (Oxorn, 2010).
b. Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu resusitasi dan
pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan identifikasi
serta pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan
postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis ditangani (Edhi,
2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan peran sentral
dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera setelah
diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam
traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap
terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber perdarahan
diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung lebih
dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat
digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun
penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya telah dilakukan,
intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).
15
c. Pencegahan
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko
untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah PPP (Prawirohardjo, 2014).
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III
adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat
terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III
mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan postpartum (Edhi, 2013).
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III persalinan untuk
mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10 IU) direkomendasikan sebagai
uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan misoprostol direkomendasikan sebagai
alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika oksitosin tidak tersedia.
Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu menit
setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).
d. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah:
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal (Saifuddin, 2014).
2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah multiparitas. Paritas menunjukan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan. Primipara
adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah
mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap
abortus memberikan paritas pada ibu. Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah
menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas
adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
Paritas tidak lebih besar jika wanita yang 23 bersangkutan melahirkan satu janin, janin
16
kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati. Uterus
yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
persalinan (Saifuddin, 2014).
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan
persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada
terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan
buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea,
persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum
dan postpartum
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi
yang besar baru dapat menimbulkan dystosia kalau beratnya melebihi 4500 gram.
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya
bahu.Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut
dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat
ketidak mampuan uterus berkontraksi dengan baik.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perdarahan adalah kondisi kesehatan yang harus dihindari oleh ibu hamil. Salah satu
perdarahan berbahaya yang dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan adalah
perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum adalah segala perdarahan dari jalan lahir
yang terjadi diatas usia kehamilan 24 minggu sampai sebelum persalinan (delivery).
Penyebabnya yang utama ada 3 :
vasa previa , adalah pembuluh darah pada kantung ketuban yang berjalan melintang tepat
diatas jalan lahir sehingga robekan selaput ketuban akan berakibat apda terjadinya
perdarahan hebat.
Perdarahan antepartum ditandai dengan darah yang mengucur melalui vagina. Nyeri
yang menyertai juga bisa menjadi salah satu tandanya, tetapi ada juga yang tidak terasa
sakit. Jika ada rasa nyeri, kemungkinan disebabkan karena robekan plasenta. Jika tidak,
plasenta previa bisa jadi penyebabnya.
Pada sebagian ibu hamil yang mengalami perdarahan antepartum biasanya tidak
menunjukkan gejala apapun, sampai akhirnya diketahui kondisinya sudah sangat parah.
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran, lebih dari
500 cc pada persalinan normal per vagina atau > 1000 cc jika lewat bedah caesar.
Penyebabnya adalah :
18
Tissue : retensio plasenta (misalnya karena plasenta akreta, perkreta dan inkreta) dan
sisa plasenta
Inversi uteri
3.2 Saran
Segera larikan sang Ibu ke rumah sakit jika menemui tanda-tanda perdarahan. Dokter
akan menggantikan darah dan cairan tubuh yang hilang akibat perdarahan melalui terapi
cairan dan transfusi darah. Keputusan untuk melahirkan sang Bayi pun harus menunggu
stabilnya kondisi sang Ibu.
19
20