Anda di halaman 1dari 62

HUBUNGAN TEKNIK MENYUSUI DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN

ASI PADA IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP


PASIRAN JAYA
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Dalam
Kebidanan)
Dosen Pengampu: 1. Dr. Rosmawaty Lubis, Mkes
2. Dra. Suprihatin, MSi.
3. dr. Andi Julia Rifiana, MKes.

Oleh:
Nama: Amelia Heni Susanti
NPM : 225401446134
Kelas: B3

JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2022/2023
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Amelia Heni Susanti

2. NPM : 225401446134

3. Program Studi : S1 Kebidanan

4. Tempat Tanggal Lahir : Lampung Utara, 02 September 1993

5. Agama : Islam

6. E-mail : amel93heri83@gmail.com

7. Hp : 082210164770

8. Alamat : Pendowo Asri, Bratasena Adiwarna, Tulang Bawang, Lampung.

B. Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar : SD Negeri 1 Bratasena Adiwarna 2005

2. Sekolah Menengah Pertama: SMP Negeri 1 Dente Teladas 2008

3. Sekolah Menengah Atas : SMAN 1 Seputih Raman Lampung Tengah Tahun 2011

4. D III Kebidanan : Akbid Al-Fathonah Jakarta Tahun 2014

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................................i


RIWAYAT HIDUP................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................2
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................................4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................................5
E. Keaslian Penelitian.....................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................8
A. Tinjauan Teori............................................................................................................ 8
1. Laktasi................................................................................................................. 8
2. Nifas....................................................................................................................10
3. Bendungan ASI...................................................................................................23
4. Teknik Menyusui................................................................................................27
B. Kerangka Teori..........................................................................................................40
C. Kerangka Konsep.......................................................................................................40
D. Hipotesis Penelitian ...................................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................42
A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan .............................................42
B. Tempat dan Waktu.....................................................................................................43
C. Populasi dan Sampel..................................................................................................43
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional............................................................45
E. Metode dan Prosedur Pengumpulan Data..................................................................48
F. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data...............................................................51
G. Jalannya Penelitian.....................................................................................................53
H. Etika Penelitian .........................................................................................................55
I. Jadwal Penelitian .......................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Teknik menyusui merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

produksi ASI dimana bila teknik menyusui tidak benar dapat menyebabkan

bendungan ASI dan menjadikan ibu enggan menyusui bayinya, karena rasa

nyeri dan bengkak yang di timbulkan saat ibu mengalami bendungan ASI sehingga

bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup dalam menyusui dan hal tersebut akan

mempengaruhi pada produksi ASI selanjutnya (Rahayu & Nurpajriani, 2019).

Bendungan ASI merupakan pembendungan air susu karena penyempitan

duktus laktiferus atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna

atau karena kelainan pada puting susu (Yuliana & Hakim,

2020). Tidak sedikit ibu akan mengeluh seperti adanya pembengkakan payudara

akibat penumpukan ASI karena pengeluaran yang tidak lancar atau pengisapan

oleh bayi ( Astuti, 2017). Payudara bengkak terjadi karena hambatan aliran darah

vena atau saluran kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam payudara.

Kejadian ini timbul karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi

pada hari pertama lahir masih sedikit

(Yuliana & Hakim, 2020). Pembengkakan ini akan menyebabkan rasa nyeri
2

yang sangat pada ibu bahkan tidak jarang ibu akan merasa demam. Oleh

karena itu, untuk menghindari agar kondisi semacam ini tidak terjadi maka

diperlukan perawatan payudara ( Astuti, 2017). Bendungan ASI yang tidak

disusukan secara tepat dapat menyebabkan mastitis ( peradangan pada

payudara), (Rasjidi, 2013).

Menurut data World Health Organization (WHO) terbaru pada tahun

2015 di Amerika Serikat persentase perempuan menyusui yang mengalami

bendungan ASI rata-rata mencapai 87,05 % atau sebanyak 8242 ibu nifas dari

12.765orang, pada tahun 2014 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak

7198 orang dari 10.764 orang dan pada tahun 2015 terdapat ibu yang

mengalami bendungan ASI sebanyak 6543 orang dari 9.862 orang (WHO,

2015).

Association of South East Asian Nation (ASEAN) tahun 2014

menyimpulkan bahwa persentase cakupan kasus bendungan ASI pada ibu

nifas di 10 negara yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filifina,

Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja tercatat 107.654

ibu nifas, tahun 2015 terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI

sebanyak 95.698 (66,87%) ibu nifas, serta tahun 2016 ibu yang mengalami

bendungan ASI sebanyak 76.543 (71,10%) dengan angka tertinggi terjadi di

Indonesia (37,12%) (Kemeskes RI, 2017.


3

Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2015

menyebutkan bahwa terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI

sebanyak 35.985 atau (15,60 %) ibu nifas, serta tahun 2015 ibu nifas yang

mengalami Bendungan ASI sebanyak 77.231 atau (37,12 %) ibu nifas (Oriza,

2019). Sedangkan menurut penelitian badan penelitian dan pengembangan

kesehatan RI tahun 2018 kejadian bendungan ASI di indonesia terbanyak

pada ibu-ibu bekerja sebanyak 6% dari ibu menyususi (Kemenkes,2019).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan (BP2K) provinsi Lampung tahun 2018

menunjukkan bahwa persentase payudara bengkak sebanyak 27, 51 %

(Riskesdas lampung, 2019). Hasil study pendahuluan pada bulan februari

2023 di PMB Meinarni ada tiga (20%) dari 15 post partum mengalami

bendungan ASI. Berdasarkan hasil study pendahuluan di wilayah kerja

puskesmas rawat inap pasiran jaya di dapat 6 (15%) orang ibu mengalami

bendungan ASI dari 40 ibu nifas, sehingga berdasarkan data di atas peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Teknik

Menyusui dengan Kejadian Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja

Puskesmas Rawat Inap Pasiran Jaya”. Karena di wilayah kerja puskesmas

pasiran jaya belum ada penelitian tentang hubungan teknik menyusui

dengan kejadian bendungan air susu ibu (ASI).


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah “hubungan teknik menyusui dengan kejadian

bendungan ASI pada ibu nifas di wilayah kerja puskesmas rawat inap pasiran

jaya?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan teknik menyusui dengan kejadian

bendungan ASI pada ibu nifas di wilayah kerja puskesmas rawat inap pasiran

jaya.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui teknik menyusui pada ibu nifas di wilayah kerja

puskesmas rawat inappasiran jaya.

b. Untuk mengetahui kejadian bendungan ASI pada ibu nifas di wilayah kerja

puskesmas rawat inap pasiran jaya.

c. Untuk menganalisis hubungan teknik menyusui dengan kejadian

bendungan ASI pada ibu nifas di wilayah kerja puskesmas rawat inap

pasiran jaya.
5

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Manfaat penelitian secara teoritis adalah untuk mengetahui hubungan

teknik menyusui dengan kejadian bendungan ASI pada ibu nifas, yang

diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta dapat

digunakan sebagai salah satu bahan kajian bagi peneliti selanjutnya.

2. Aplikatif

Manfaat penelitian secara aplikatif yaitu untuk memberikan informasi

agar masalah ibu nifas yang mengalami kejadian bendungan ASI dapat

ditanggulangi dengan menggunakan teknik menyusui yang benar


6

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

No Nama Penelitian & Judul Hasil


1. Deyarizka Nurul Syarah, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(2019): Hubungan Teknik adanya hubungan teknik menyusui dengan
Menyusui Dengan Kejadian keajadian bendungan ASI pada ibu nifas di
Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Hal
Di Puskesmas Kecamatan tersebut di tunjukkan dengan nilai uji Chi
Cengkareng Jakarta Barat Square sebesar 0,003 kurang dari α 0,05.
Tahun 2019
2. Misrina, (2013): Hubungan Responden yang mengalami bendungan ASI
Tehnik Menyusui Yang Benar mayoritas tidak menerapkan teknik
Dengan Kejadian Bendungan menyusui yang benar yaitu sebanyak 14
Asi Pada Ibu Nifas Di Wilayah responden (82,4), dan responden yang tidak
Kerja Puskesmas Meureudu mengalami bendungan ASI mayoritas
Kabupaten Pidie Jaya menerapkan teknik menyusui yang benar,
yaitu sebanyak 5 responden (29,4%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan chi
square didapatkan P value = 0,654 (P>
0,05).
3. Dessiya Rahayu , Tri Berdasarkan uji Chi-square menunjukkan
Nurpajriani, (2019): Hubungan adanya hubungan bermakna antara teknik
Teknik Menyusui Dengan menyusui dengan kejadian bendungan ASI
Kejadian Bendungan ASI Pada di Puskesmas Langsa Timur dengan P
Ibu Nifas Di Puskesmas Value 0,003; 95% CI 1,9 – 20,6 ; OR : 6,3.
Kecamatan Langsa Timur Ibu nifas dengan teknik menyusui baik
Tahun 2019 memiliki peluang 6,3 kali lebih besar tidak
mengalami kejadian bendungan ASI
dibandingkan ibu dengan teknik
menyusui kurang baik.
4. Fitri Nurhayati &Amalia Suratni Hasil penelitian sebagian besar (56,3%) ibu
(2017): Hubungan pengetahuan mempunyai pengetahuan baik dan sebagian
ibu postpartum tentang tehnik kecil (18,8%) ibu mengalami bendungan
menyusui dengan terjadinya ASI. Hasil p value (0,036)<0.05 yang
bendungan ASI di wilayah kerja berarti terdapat hubungan yang signifikan
PKM melong asih kota cimahi antara pengetahuan ibu postpartum tentang
periode juni-agustus 2016 tehnik menyusui dengan terjadinya
bendungan ASI.
7

Perbedaan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada

tempat, waktu, populasi dan sampel. Tempat penelitian ini adalah di Wilayah Kerja

Puskesmas Rawat Inap Pasiran Jaya. Variabel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teknik menyusui sebagai variabel bebas dan bendungan ASI sebagai

variabel terikat. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh ibu nifas yang

sedang menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Pasiran Jaya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Laktasi

a. Pengertian Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI

diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai proses bayi

menghisap dan menelan ASI. Laktasi atau menyusui mempunyai dua

pengertian, yaitu produksi dan pengeluaran ASI. Selama kehamilan,

hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum

keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada

hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan

progesteron turun drastis sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan

dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan

lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin

oleh hipofisis sehingga sekresi ASI makin lancar (Handayani &

Pujiastuti, 2016).

8
9

b. Fisiologi

Selama masa kehamilan, harmon esterogen dan progesteron

menginduksi perkembangan alveoli dan ductus lactiferus dalam

payudara, serta merangsang produksi kolostrum. Penurunan produksi

hormon akan terjadi dengan cepat setelah plasenta dilahirkan.

Hormon hipofise anterior yaitu prolaktin yang terjadi dihambat oleh

kadar esterogen dan progesteron yang tinggi dalam darah, kini

dilepaskan. Prolaktin akan mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara

untuk memproduksi ASI. Setelah pelepasan ASI, akan memberikan

rangsangan sentuhan pada payudara (bayi menghisap) sehingga

merangsang produksi oksitosin yang mempengaruhi selsel mioepitelial

yang mengelilingi alveoli mammae sehingga aheoli tersebut

berkontraksi dengan mengeluarkan asir susu yang sudah disekresikan

oleh kelenjar mammae. Pada saat bayi menghisap, ASI didalam sinus

tertekan keluar ke mulut bayi. Gerakan tersebut dinamakan let down

reflect atau pelepasan. Pelepasan akan dipacu tanpa rangsangan

hisapan, tapi dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menangis atau

sekedar memikirkan tentang bayinya (Susanto, 2021).


10

2. Nifas

a. Pengertian Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran

plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti semula

sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau ± 40 hari

(Fitri, 2017). Waktu mulai tertentu setelah melahirkan seorang anak,

dalam bahasa Latin disebut puerperium. Secara etimologi, puer berarti

bayi dan parous adalah melahirkan. Jadi puerperium adalah masa

setelah melahirkan bayi dan bisa disebut juga dengan masa pulih

kembali, dengan maksud keadaan pulihnya alat reproduksi seperti

sebelum hamil. Dikutip dari Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, asuhan masa nifas adalah proses pengambilan keputusan

dan tindakan yang dilakukan bidan pada masa nifas sesuai dengan

wewenang dan ruang lingkup prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat

kebidanan (Susanto, 2021).

b. Tahapan Masa Nifas

1) Periode nifas (berdasarkan tingkat kepulihan)

a) Puerperium Dini merupakan masa kepulihan dimana Ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

b) Puerperium Intermedial merupakan masa kepulihan

menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 Minggu.


11

c) Remote puerperium merupakan masa waktu yang diperlukan

untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil

atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk

sehat sempurna membutuhkan waktu berminggu-minggu,

bulanan atau tahunan (Handayani & Pujiastuti, 2016).

2) Tahapan masa nifas (berdasarkan waktu)

Menurut Sri Wahyuningsih (2019) tahapan masa nifas ada 3 yaitu:

a) Immediate post partum (setelah plasenta lahir – 24 jam)

Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam, Adapun

masalah yang sering terjadi pendarahan karena atonia uteri.

Oleh karena itu perlu melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,

pengeluaran lokia, tekanan darah dan suhu.

b) Early post partum (24 jam – 1 minggu)

Harus dipastikan involusi uteri normal, tidak ada perdarahan,

lokia tidak berbau busuk, tidak demam, Ibu cukup mendapat

makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c) Late post partum (1 minggu – 6 minggu)

Tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta

konseling/ pendidikan kesehatan Keluarga Berencana (KB).


12

c. Kebutuhan Masa Nifas

Menurut Sri Wahyuningsih (2019), kebutuhan masa nifas meliputi:

1) Nutrisi dan cairan

Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi

yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat

mempengaruhi susunan air susu. Bagi ibu yang menyusui harus

mendapatkan gizi/nutrisi yang baik untuk tumbuh kembang

bayinya. Untuk itu, ibu menyusui harus:

a) Mengkonsumsi tambahan 500-800 kalori tiap hari (ibu harus

mengkonsumsi 3 sampai 4 porsi).

b) Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan karbohidrat,

protein, mineral dan vitamin yang cukup.

c) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk

minum setiap kali menyusui).

d) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat besi

setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.

e) Minum kapsul vitamin A (200.000 iu) agar bisa memberikan

vitamin A kepada bayinya melalui ASI nya. Pemberian vit

dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI,

meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan

kelangsungan hidup anak pada bulan–bulan pertama


13

kehidupan bayi bergantung pada vit A yang terkandung dalam

ASI (Aritonang & Simanjutak, 2021).

2) Ambulasi

Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar

secepatnya tenaga kesehatan membimbing Ibu post partum bangun

dari tempat tidur membimbing secepat mungkin untuk berjalan.

Ibu post partum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur

dalam 24 - 48 jam postpartum. Hal ini dilakukan bertahap.

Ambulasi Dini tidak dibenarkan pada ibu postpartum dengan

penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru,

demam dan sebagainya. Keuntungan dari ambulasi dini:

a) Ibu merasa lebih sehat. Fungsi usus dan kandung kemih lebih

baik.

b) Memungkinkan kita mengajarkan ibu untuk merawat bayinya.

c) Tidak ada pengaruh buruk terhadap proses pasca persalinan,

tidak mempengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan

perdarahan, tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau

retrotexto uteri.

3) Eliminasi

Setelah 6 jam post partum diharapkan ibu dapat berkemih, jika

kandung kemih penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih


14

disarankan melakukan kateterisasi. Hal-hal yang menyebabkan

kesulitan berkemih ( retensio urine ) pada post partum:

a) Berkurangnya tekanan intra abdominal.

b) Otot-otot perut masih lemah. Edema dan uretra.

c) Dinding kandung kemih kurang sensitif.

d) Ibu postpartum diharapkan bisa defekasi atau kau buang air

besar Setelah hari kedua post partum, jika hari ketiga belum

defekasi bisa diberi obat pencahar oral atau rektal.

4) Kebersihan diri

Pada masa post partum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.

Oleh karena itu kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan

lingkungan sangat penting untuk tetap terjaga. Langkah – langkah

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Anjuran kebersihan seluruh tubuh terutama perineum.

b) Mengajarkan Ibu cara membersihkan alat kelamin dengan

sabun dan air dari depan ke belakang.

c) Sarankan ibu ganti pembalut setidaknya dua kali sehari.

d) Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan

sesudah membersihkan alat kelamin.

e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi/luka jahitan

pada alat kelamin, menyarankan untuk tidak menyentuhnya


15

5) Istirahat dan tidur

Menganjurkan Ibu istirahat cukup dan dapat melakukan kegiatan

rumah tangga secara bertahap. Kurang istirahat dapat mengurangi

produksi ASI, memperlambat proses involusi dan depresi pasca

persalinan. Selama masa postpartum, alat-alat internal dan

eksternal berangsur-angsur kembali ke keadaan sebelum hamil

(involusi).

d. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Paling sedikit ada tiga kali kunjungan masa nifas yang dilakukan

untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir untuk mencegah,

mendeteksi serta menangani masalah-masalah yang terjadi. Berikut

adalah jadwal pelaksanaan kunjungan neonatus (KN) dan kunjungan

nifas (KF).

Tabel 2.1 Jadwal pelaksanaan kunjungan neonatus (KN) dan kunjungan nifas
(KF)

Kunjungan Neonatus (KN) Kunjungan Nifas (KF)


KN 1 ( 6-8 jam) KF 1 (6-48 jam)
KN 2 (3 hari – 7 hari) KF 2 (3-7 hari)
KN 3 (8 – 28 hari ) KF 3 (8-28 hari)
KF 4 (29-42 hari)
Sumber: Kemenkes RI, 2020
16

Tujuan kunjungan masa nifas secara garis besar yaitu sebagai

berikut:

1) Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.

2) Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan kemungkinan

adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.

3) Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada

masa nifas.

4) Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu

kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Susanto, 2021).

a) Kunjungan pertama (6-8 jam setelah persalinan) tujuannya

yaitu untuk mencegah perdarahan masa nifas karena atonia

uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan,

merujuk bila perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada

ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah

perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI

awal, melakukan hubungan antara ibu dan bayi, dan menjaga

bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

b) Kunjungan kedua (6 hari setelah persalinan) tujuannya yaitu

untuk memastikan involusi uterus berjalan normal (uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan

abnormal, dan tidak ada bau), menilai adanya tanda-tanda


17

demam infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan Ibu

mendapat cukup makanan, minuman, dan istirahat,

memastikan ibu menyusui dengan benar dan memperhatikan

tanda-tanda penyakit, memberikan konseling kepada ibu

mengenai asuhan pada bayi ( perawatan tali pusat, menjaga

bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari).

c) Kunjungan ke tiga (2 minggu setelah persalinan) tujuannya

yaitu untuk memastikan involusi uterus berjalan normal (uterus

berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan

abnormal, dan tidak ada bau), menilai adanya tanda-tanda

demam infeksi atau perdarahan abnormal, memastikan Ibu

mendapat cukup makanan, minuman, dan istirahat.,

memastikan ibu menyusui dengan benar dan memperhatikan

tanda-tanda penyakit, memberikan konseling kepada ibu

mengenai asuhan pada bayi tentang tali pusat, menjaga bayi

tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

d) Kunjungan ke empat (6 minggu setelah) tujuannya yaitu untuk

menanyakan ibu tentang penyakit-penyakit yang dialami dan

memberikan konseling untuk KB secara dini.


18

e. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas

Menurut Sri Wahyuningsih (2019) perubahan fisiologis pada masa

nifas adalah sebagai berikut:

1) Uterus

Setelah plasenta lahir Komang, uterus akan mulai mengeras karena

kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Uterus berangsur-angsur

mengecil sampai keadaan sebelum hamil.

Table 2.3 Perubahan Uterus

Waktu TFU Berat uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gr
1 minggu ½ pusat dan sympisis 500 gr
2 minggu Tidak teraba 350 gr
6 minggu Bertambah kecil 50 gr
8 minggu Normal 30 gr
Sumber: Sri Wahyuningsih (2019)

2) Lochea

Lochea yaitu cairan atau secret berasal dari cavum uteri dan vagina

selama masa postpartum (Siti Saleha, 2009 dikutip oleh Sri

Wahyuningsih: 2019 ). Berikut ini beberapa jenis lokia:


19

a) Lokia rubra berwarna merah karena berisi Darah segar dan

sisa-sisa selaput ketuban, desidua, verniks kaseosa, lanugo,

mekonium berlangsung 2 hari post partum.

b) Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan

lender berlangsung 3-7 hari post partum.

c) Lokia serosa berwarna kuning karena mengandung serum,

jaringan desidua, leukosit dan berlangsung 7-14 Hari post

partum.

d) Lokia Alba berwarna putih terdiri atas leukosit dan sel-sel

desidua berlangsung 14 Hari-2 minggu berikutnya.

3) Endometrium

Perubahan terjadi dengan timbulnya thrombosis, degenerasi dan

nekrosis di tempat implantasi plasenta. Bekas implantasi plasenta

karena kontraksi sehingga menonjol ke kavum uteri, hari 1

endometrium tebal 2,5 mm, endometrium akan rata setelah hari

ke-3.

4) Serviks

Setelah persalinan serviks menganga, setelah 7 hari dapat dilalui 1

jari, setelah 4 Minggu rongga bagian luar kembali normal.


20

5) Vagina dan perineum

Vagina mengalami edema dan dapat mengalami lecet, menjadi

tidak teratur. Setelah persalinan, vagina meregang dan membentuk

lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan

mengecil, tapi jarang kembali ke ukuran nullipara.

Dalam waktu 3-4 Minggu mukosa vagina akan sembuh dan ruggae

pulih, namun diperlukan waktu 6 sampai 10 minggu untuk involusi

dan mencapai ukuran wanita yang tidak hamil tidak.

Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga. Tonus otot vagina

kembali dalam waktu satu sampai dua hari setelah melahirkan.

Himen muncul sebagai beberapa potong jaringan kecil, yang

selama proses kateterisasi diubah menjadi carunculae mirtiformis

yang merupakan ciri khas pada wanita yang pernah melahirkan.

Perineum mengalami edema dan memar titik luka episiotomy

memerlukan waktu 4 sampai 6 minggu untuk sembuh total

(Handayani & Pujiastuti, 2016). Episiotomy mediolateralis dengan

insisi yang dimulai dari introitus dan dilanjutkan ke arah lateral

kiri atau kanan dapat dilakukan untuk membantu kelahiran bayi,

jenis episiotomy ini menyebabkan lebih banyak perdarahan dan

nyeri namun mengurangi kemungkinan perluasan laserasi.

Dampak dari episiotomy menimbulkan ketidaknyamanan pada


21

beberapa aktivitas yang melibatkan otot otot perineum. Ibu juga

mungkin mengalami hemoroid dimana terjadi peregangan Vena

rectum yang terdorong keluar saat proses persalinan kala 2

(Handayani & Pujiastuti, 2016).

f. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas

Masa nifas merupakan masa transisi peran seorang ibu di mana

memerlukan adaptasi psikologis yang tidak mudah. Masa nifas

merupakan masa rentan gangguan psikologis sehingga terbuka untuk

bimbingan dan pembelajaran dengan bertambahnya tanggung jawab.

Masa nifas merupakan masa bertambahnya kecemasan Ibu

berhubungan dengan pengalaman unik selama persalinan. Fase

adaptasi psikologi masa nifas:

1) Fase taking in

merupakan periode ketergantungan (dependent), yang

berlangsung hari 1 sampai hari ke 2, dengan ciri khas Ibu fokus

pada diri sendiri dan pasif terhadap lingkungan, menyatakan

adanya rasa ketidaknyamanan yang dialami: rasa mules, nyeri luka

jahitan, kurang tidur dan kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan:

istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi yang

adekuat. Gangguan psikologi yang terjadi pada masa ini antara lain

kekecewaan terhadap bayinya, ketidaknyamanan pada perubahan


22

fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui dan

kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.

2) Fase taking hold

Berlangsung dalam 3 sampai 10 hari setelah melahirkan,

menunjukkan bahwa ibu mengalami kekhawatiran terhadap

ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan

bayinya, Ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang

perlu diperhatikan antara lain teknik komunikasi yang baik,

dukungan moril, pen kesehatan tentang perawatan diri dan

bayinya.

Tugas bidan: mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui

yang benar senam nifas cara perawatan luka perineum pen

kesehatan tentang gizi, istirahat, dan kebersihan diri.

3) Fase letting go

Merupakan fase dimana Ibu mulai menerima tanggung jawab

peran barunya, berlangsung setelah 10 hari melahirkan, pada masa

ini Ibu mulai dapat beradaptasi dengan ketergantungan bayinya,

terjadi peningkatan perawatan bayi dan dirinya, Ibu merasa

percaya diri lebih Mandiri terhadap kebutuhan bayi dan dirinya.

Ibu memerlukan dukungan keluarga terhadap perawatan bayinya.

Ibu memerlukan dukungan keluarga (Esti & Wahyu, 2016).


23

3. Bendungan ASI

a. Pengertian Bendungan ASI

Menurut Wahida Yuliana & Bawon Nul Hakim (2020)

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan

duktus laktiferus atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan

sempurna atau karena kelainan pada puting susu. Payudara bengkak

terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran kelenjar getah

bening akibat ASI terkumpul dalam payudara. Kejadian ini timbul

karena produksi yang berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari

pertama lahir masih sedikit.

Menurut Imam Rasjidi (2013) Bendungan ASI diartikan

sebagai pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran Vena

dan limfe. Bendungan ASI terjadi Sejak hari ketiga sampai hari

keenam setelah persalinan ketika ASI secara normal dihasilkan.

b. Penyebab Bendungan ASI

Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusu dengan

adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada system duktus yang

mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak ini

sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah ibu melahirkan.

Stasis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan

meningkatnya tekanan intraduktal, yang akan mempengaruhi berbagai


24

segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat,

akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, serta nyeri. Kemudian

diikuti penurunan produksi ASI dan penurunan reflex let down. BH

yang ketat juga bias menyebabkan segmental engorgement, demikian

pula putting yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada

duktus (Soetjiningsih, 2014).

c. Gejala Bendungan ASI

Menurut Imam Rasjidi (2013) Gejala bendungan ASI dapat

diketahui dari beberapa tanda, seperti payudara membengkak, nyeri

bila ditekan, warna payudara menjadi kemerahan, dan temperatur

tubuh tinggi hingga mencapai 38°C. Ini bersifat fisiologis. Dengan

teknik penghisapan dan pengeluaran ASI yang efektif oleh bayi, rasa

penuh tersebut pulih dengan cepat. Bendungan ASI yang tidak

disusutkan secara tepat dapat menyebabkan mastitis ( peradangan pada

payudara).

Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sukar

disusu oleh bayi, karena kalang payudara lebih menonjol, puting lebih

datar dan sukar dihisap oleh bayi. Bila keadaan sudah demikian, kulit

pada payudara nampak lebih mengkilat, ibu merasa demam dan

payudara terasa nyeri. Kebanyakan puting susu nyeri disebabkan oleh

kesalahan dalam teknik menyusui, yaitu bayi tidak menyusu sampai ke


25

kalang payudara. Bila bayi menyusu hanya pada puting susu, maka

bayi akan mendapatkan ASI sedikit karena gusi bayi tidak menekan

padadaerah sinus laktiferus, sedangkan pada ibunya akan terjai nyeri

pada puting susu. Oleh karena itu sebelum disusukan pada bayi, ASI

harus diperas dengan tangan / pompa terlebih dahulu agar payudara

lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusui (Soetjiningsih,

2014).

d. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain

adalah faktor hormon, hisapan bayi, pengosongan payudara, cara

menyusui faktor gizi, dan kelainan pada puting susu. Patofisiologinya

adalah gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain

payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski

tidak kemerahan. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula

payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri,

puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah

dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang

menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Yuliana &

Hakim: 2020).
26

e. Penatalaksanaan

a. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek dan untuk

melancarkan aliran darah payudara.

b. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan

dihisap oleh bayi.

c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.

d. Kompres dingin Untuk mengurangi rasa sakit (nyeri) pada

payudara.

e. Untuk mengurangi statis di Vena dan pembuluh getah bening

melakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari

puting ke arah korpus. (Wahida Yuliana & Bawon Nul Hakim:

2020).

f. Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum

menyusui.

g. Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena

untuk melancarkan aliran ASI dan menurunkan tegangan

payudara ( Soetjiningsih, 2014).


27

f. Pencegahan Bendungan ASI

Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah:

a. Perlekatan yang baik.

b. Gunakan teknik menyusui yang benar.

c. Inisiasi menyusui Dini, sesuai bayi sesegera mungkin (setelah 30

menit) setelah dilahirkan.

d. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand.

e. Keluarkan asi dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi

kebutuhan bayi titik.

f. Perawatan payudara pasca persalinan (Yuliana & Hakim, 2020).

4. Teknik Menyusui

a. Pengertian Teknik Menyusui

Teknik Menyusui adalah keterampilan yang dipelajari oleh ibu

dan bayi, dimana keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk

pemenuhan nutrisi pada bayi selama 6 bulan (Mulyani, 2013). Akibat

dari teknik menyusui yang salah menyebabkan nyeri dan lecet pada

puting susu karena bayi tidak menyusui sampai areola payudara. Bila

ia hanya menyusu pada puting susu, maka bayi akan mendapat ASI

sedikit karena gusi tidak menekan laktiferus dan ibunya akan merasa

nyeri karena adanya lecet pada puting susu (Astutik, 2017).


28

Teknik menyusui yang benar yaitu cara memberikan ASI

kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.

Untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan

mengenai teknik-teknik menyusui yang benar. Indikator dalam proses

menyusui yang efektif meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (body

position), perlekatan bayi yang tepat (latch), keefektifan hisapan bayi

pada payudara (effective sucking). Teknik menyusui yang benar akan

mendorong keluarnya ASI secara maksimal sehingga keberhasilan

menyusui bisa tercapai (Rinata & Rusdyati, 2016).

b. Waktu dan Frekuensi Menyusui

Sebaiknya menyusui bayi tanpa dijadwal (on demand), karena

bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui

bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, dsb.)

atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. (Soetjiningsih, 2014).

Pada bayi yang baru lahir akan menyusu lebih sering, rata-rata adalah

10-12 kali menyusu tiap 24 jam atau bahkan 18 kali. Menyusui

ondemand adalah menyusui kapanpun bayi meminta atau dibutuhkan

oleh bayi (akan lebih banyak dari rata-rata menyusu). Menyusui

ondemand merupakan cara terbaik untuk menjaga produksi ASI tetap

tinggi dan bayi tetap kenyang. Hal penting yang perludiperhatikan

adalah bahwa sebaiknya setiap kalinya menyusui dengan durasi yang


29

cukup lama dan tidak terlalu sebentar, sehingga bayi menerima asupan

foremilk dan hindmilk secara seimbang (Astutik, 2017).

Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga

tindakan menyusui bayi dilakukan di setiap saat bayi

membutuhkankarena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu

harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain

(BAK, kepanasan/ kedinginan, atau sekadar ingin didekap) atau ibu

sudah merasa perlu menyusui bayinya (Astutik, 2017). Menyusui yang

dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat

berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan

menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah

banyak masalah yang mungkin timbul. Menyusui pada malam hari

sangat berguna bagi ibu yang bekerja, karena dengan sering disusukan

pada malam hari akan memacu produksi ASI, dan juga dapat

mendukung keberhasilan menunda kehamilan. Untuk menjaga

kesimbangan besarnya kedua payudara, maka sebaiknya setiap kali

menyusui harus digunakan kedua payudara dan diusahakan sampar

payudara terasakosong, agar produksi ASI tetap baik. Setiap menyusui

dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan (Soetjiningsih,

2014).
30

Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar

lima sampai tujuh menit, sedangkan ASI dalam lambung bayi akan

kosong dalam waktu dua jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola

yang teratur dalam menyusui dan akan mempunyai pola tertentu

setelah 1-2 minggu kemudian (Astutik, 2017).

c. Pelekatan

Pelekatan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut cara

bayi menahan puting ibu dalam mulutnya (Astutik, 2017). Ada dua

cara untuk mengetahui apakah mulut bayi melekat pada puting ibu

dengan benar atau tidak, yaitu sebagai berikut:

1) Jika bayi melekat dengan benar, bibir bawah akan terlipat ke

bawah dan dagu akan mendekat ke payudara. Lidah seharusnya

ada di bawah payudara, areola, dan puting menempel pada langit-

langit mulut bayi. Posisi ini memungkinkan bayi mengisap secara

efisien.

2) Seluruh puting dan areola berada dalam mulut bayi. Posisi ini

memungkinkan bayi menekan sinus-sinus di bawah areola dan

mengeluarkan ASI dari puting. Jika hanya putting yang masuk ke

mulut bayi, maka jumlah ASI yang dikeluarkan akan lebih sedikit

dan bayi harus mengisap lebih keras dan lebih lama untuk

memuaskan rasa laparnya (Reni Yuli Astutik, 2017).


31

3) Dapat dilihat hisapan lamban dan dalam serta menelan.

4) Bayi terlihat senang dan tenang.

5) Ibu tidak merasakan nyeri pada putting susu (Andina Vita Sutanto,

2021).

Pelekatan yang kurang baik disebabkan karena hal sebagai berikut.

a) Menggendong bayi dalam posisi yang kurang benar.

b) Pemakaian baju ibu yang berlebihan.

c) Kemungkinan bayi tidak siap menyusu yang bisa dikarenakan bayi

bingung puting atau malas menyusu.

d) Adanya penyakit, baik pada ibu maupun bayi.

e) Tidak cukup privasi pada saat menyusui, misalnya di tempat

umum atau tempat kerja yang tidak disediakan pojok laktasi

(Astutik: 2017).

d. Macam Posisi Menyusui

1) Posisi berbaring miring. Posisi ini baik dilakukan pada saat

pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah atau nyeri.

2) Posisi duduk. Pada saat pemberian ASI dengan posisi duduk

dimaksudkan untuk memberikan topangan atau sandaran pada


punggung ibu dalam posisi tegak lurus (90 ) terhadap pangkuanya.

Posisi ini dapat dilakukan dengan bersila di atas tempat tidur atau

lantai, ataupun duduk dikursi.


32

3) Tidur terlentang. Seperti halnya pada saat dilakukan inisiasi

menyusui dini, maka posisi ini juga dapat dilakukan oleh ibu.

Posisi bayi berada di atas dada ibu di antara payudara ibu (Sutanto,

2021).

Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu

seperti ibu pasca operasi sesar, yaitu bayi diletakkan di samping

kepala ibu dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar

dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila disusul

bersamaan, di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar

(penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit

menahan kepala bayi, dengan posisi ini bayi tidak tersedak

(Sutanto, 2021).

Gambar 2.1 Posisi bayi menyusui agar tidak tersedak


33

e. Langkah-Langkah Menyusui yang Benar

Menurut Reni Yuli Astutik, 2017 langkah – langkah menyusui

yang benar adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui dengan sabun dan air

mengalir untuk membersihkan tangan dari kemungkinan adanya

kotoran, serta kuman yang dikhawatirkan bisa menempel pada

payudara atau bayi.

2) Masase payudara dimulai dari korpus menuju areola sampai teraba

lemas/lunak.

3) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan

pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai

manfaat sebagai disinfektan dan menjaga kelembapan putting susu.

4) Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.

a) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk, lebih baik

menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung

dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Berikut ini

contoh posisi menyusui.


34

Gamabar 2.2 Macam – macam menyusui


A: Posisi setengah duduk D: Posisi duduk di kursi
B: Posisi berbaring miring E: Posisi duduk di tempat tidur
C: Posisi berbaring terlentang F: Posisi berdiri

b) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada

lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan.

Kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi ditahan

dengan telapak tangan ibu.

Gambar 2.3 Posisi menyusui yang benar


35

c) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang

satu di depan.

d) Perut bayi menempel badan ibu dan kepala bayi menghadap

payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).

e) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

f) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

5) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain

menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya

saja.

Gambar 2.4 Cara memegang payudara

a) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex)

dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau

menyentuh sisi mulut bayi.

Gambar 2.5 Rooting reflex dan bayi mulai menyusui


36

b) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi

didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola

dimasukkan ke mulut bayi.

(a) Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam

mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah

langitlangit dan lidah bayi akan menekan ASI yang terletak

di bawah areola.

(b)Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang

atau disangga lagi.

6) Cara melepas isapan bayi yaitu dengan memasukkan jari

kelingking ibu ke mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi

ditekan ke bawah.

Gambar 2.6 Cara melepas isapan bayi

7) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya, biarkan kering

dengan sendirinya.

8) Menyendawakan bayi dengan tujuan mengeluarkan udara dari

lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah menyusui


37

dengan cara menggendong bayi tegak dengan bersandar pada bahu

ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan. Hal ini dapat

dilakukan juga dengan bayi ditidurkan tengkurap di pangkuan ibu

kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.

Gambar 2.7 Cara menyendawakan bayi

9) Periksa terbendung.keadaan payudara, adakan perlukaan/pecah-

pecah atau terbendung.

f. Cara Pengamatan Teknik Menyusui yang Benar

Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat

mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan ASI tidak keluar optimal

sehingga memengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan

menyusu. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang

benar atau salah, ada beberapa hal yang bisa diamati di antaranya

sebagai berikut.

1) Bayi tampak tenang.

2) Badan bayi menempel pada perut ibu.

3) Mulut bayi terbuka lebar.


38

4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.

5) Sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bagian

bawah lebih banyak yang masuk.

6) Bayi tampak mengisap kuat dengan irama perlahan.

7) Puting susu ibu tidak terasa nyeri.

8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

9) Kepala agak menengadah, saat satu payudara sampai terasa

kosong, maka ganti menyusui pada payudara yang lain (Astutik,

2017).

g. Kriteria ASI Cukup/Tidak

Ada beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk mengetahui

apakah jumlah ASI cukup atau tidak, di antaranya sebagai berikut.

1) ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting susu,

terutama pada saat ibu memikirkan untuk menyusui bayi atau ingat

pada bayi.

2) Sebelum disusukan pada bayi, payudara terasa tegang.

3) Jika ASI cukup, maka bayi akan tidur atau tenang selama 3-4 jam

setelah menyusu.

4) Bayi akan berkemih sekitar delapan kali sehari.

5) Berat badan bayi naik sesuai dengan pertambahan usia (Astutik

,2017).
39

Tabel 2.4 Kenaikan berat badan berdasarkan usia bayi

Usia Bayi Kenaikan Berat Badan Rata-rata


1-3 bulan 700 g/bulan
5 bulan Dua kali berat badan waktu lahir
4-6 bulan 600 g/bulan
7-9 bulan 400 g/bulan
10-12 bulan 300 g/bulan
1 tahun Tiga kali berat badan waktu lahir
Sumber: Astutik (2017)

Tabel tersebut menggambarkan kenaikan berat badan yang

dihubungkan dengan usia bayi. Tanda yang menunjukkan bahwa bayi

kurang mendapat cukup ASI adalah sebagai berikut.

a) Urine bayi berwarna kekuningan pekat, berbau tajam, dan

jumlahnya sedikit (bayi buang air kecil kurang dari enam kali

sehari).

b) Pada bulan pertama berat badan bayi meningkat kurang dari 300

gram (dalam satu minggu pertama kelahiran berat badan bayi

masih boleh turun sampai 10% dan dalam kurun waktu dua

minggu sudah kembali ke berat badan semula). Sementara pada

bulan kedua sampai bulan keenam kurang dari 500 gram per bulan

atau bayi belum mencapai berat lahirnya pada usia dua minggu. Ini

menunjukkan bayi kurang mendapatkan asupan yang baik selama

satu bulan terakhir (Astutik ,2017)


40

B. Kerangka Teori

Penyempitan
duktus laktiferus

Kelenjar – Teknik menyusui


Faktor – faktor kelenjar air susu yang benar
penyebab tidak lancar
bendungan ASI Bendungan ASI
Kelainan putting
susu

Gambar 2.8 Kerangka Teori Hubungan Teknik Menyusui dengan Kejadian


Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Pasiran
Jaya. Modifikasi dari Wahyuningsih (2019), Soetjiningsih (2014), dan Yuliana &
Hakim (2020).

C. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Teknik Menyusui Bendungan ASI

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Hubungan TeknikMenyusui dengan Kejadian


Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Pasiran
Jaya.
41

D. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara teknik menyusui dengan kejadian bendungan

ASI pada ibu nifas di wilayah kerja puskesmas rawat inap Pasiran Jaya.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis / Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian studi kuantitatif, karena data pada

penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. (Sugiyono,

2019). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross

sectional. Metode cross sectional adalah Adalah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan

cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin

time approach).Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan (Siyoto & Sodik,2015). Secara sistematis desain penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independent Variabel Dependent

X Y

Gambar 3.1 Skema rancangan penelitian hubungan teknik menyusui kejadian bendungan
ASI pada ibu nifas di wilayah kerja puskesmas rawat inap Pasiran Jaya. Modifikasi dari Sri
Wahyuningsih (2019), Soetjiningsih (2014), dan Wahida Yuliana & Bawon Nul Hakim
(2020), Sugiyono (2019).

Keterangan:
X: Teknik menyusui
Y: Bendumgan ASI

42
43

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas rawat inap Pasiran

Jaya, waktu penelitian dilakukan bulan Mei-September 2023.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Pada suatu penelitian memerlukan adanya populasi. Populasi atau

universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-

individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut

dinamakan unitanalisis, dan dapat berupa orang-orang, institusi-institusi,

benda-benda, dst (Nasrudin, 2019). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh ibu nifas yang sedang menyusui di wilayah kerja puskesmas rawat

inap Pasiran Jaya periode bulan Mei-September 2023 berjumlah 93 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk

menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Notoadmojo,2018). Teknik

pengambilan sampel yang digunakan accidental sampling merupakan teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,bila

dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data

(Sugiyono, 2019) . Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menyusui pada

masa nifas, ASI mulai banyak di sekresi meningkatkan aliran vena dan limfe
44

jika pengeluaran ASI tersebut tidak lancar akan menyebabkan bendungan ASI

(Rasjidi, 2013). Sampel dihitung dengan menggunakan teknik slovin menurut

Sugiyono, 2011. Rumus slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai

berikut:

n = N
2
1+ N (e)

= 93
2
1+ 93 (0,2)

= 93

2.86

= 32 sampel

Keterangan:
n = Ukuran sampel/jumlah responden
N = Ukuran populasi
e = Persentase kelonggaran ketelitian kesalahan pangambilan sampel yang
masih bisa ditolerir

Dalam rumus slovin ada ketentuan sebagai berikut:

 Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

 Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil

Jadi setelah dihitung menggunakan rumus slovin menurut sugiyono, 2011

didapatkan sampel sebanyak 32 sampel dalam kurun waktu 2 bulan.


45

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri-ciri,

sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep pengertian, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan,

status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan

sebagainya (Notoadmojo,2016). Dalam penelitian ini menggunakan variable

Dependen. Variabel Dependen adalah variabel yang nilainya tergantung dari

nilai variabel lainnya (Nasrudin, 2019).

a. Variabel independent (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi

variable terikat dan tidak tergantung dengan variable lain yaitu teknik

menyusui.

b. Variabel dependent (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi variable

bebas yaitu bendungan ASI.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah aspek penelitian yang memberikan


informasi atau petunjuk kepada kita tentang bagaimana caranya mengukur
suatu variabel (Candra, dkk:2021).
46

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Sakala


Operasional Ukur Pengukuran
Independen
(Bebas)
1. Teknik Hasil Observasi Lembar 0. Kurang Nominal
menyusui pengamatan ceklis baik,
yang jika satu
dilakukan atau
ibu nifas lebih
dalam langkah
memberikan tidak
ASI sesuai dilakuka
dengan n
langkah – 1. Baik,
langkah jika
teknik semua
menyusui langkah
pada lembar dilakuka
observasi n
meliputi:
posisi Dikatakan
menyusui, Baik = jika
cara skor >50%,
responden dan
merangsang Dikatakan
membuka Kurang baik
mulut bayi, = jika skor
dan <50 %
perlekatan
mulut bayi.
Sehingga
sebagai
dasar
dikatakan
teknik
menyusui
dengan
benar ada 7
langkah
pada lembar
ceklist.
47

Dependent
(Terikat)
2. Bendungan Hasil Observasi Lembar 0. Terjadi , Nominal
ASI pengamatan dan ceklist jika di
yang pemeriksaan temukan
dilakukan fisik satu atau
pada lebih
payudara gejala
responden bendung
mengenai an ASI
gejala 1. Tidak
bendungan terjadi,
ASI jika
meliputi: tidak
payudara dijumpai
teraba keras gejala
dan nyeri bendung
tekan, an ASI
puting susu
teregang
menjadi
rata,
terdapat
edema di
daerah
eritema
difus, dan
ASI tidak
mengalir
lancar.
Kategori
ASI lancar
yaitu jika
puting susu
ibu tidak
terasa nyeri.
ASI tidak
lancar yaitu
puting susu
ibu terasa
nyeri.
48

E. Metode dan Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data

asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data

primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer yaitu dengan observasi

(Siyoto & Sodik, 2015).

Pada penelitian ini penulis mengambil data primer yang diperoleh

langsung dari responden ibu nifas di wilayah kerja puskesmas rawat inap

Pasiran Jaya.

2. Cara Pengambilan Data

Data dalam penelitian merupakan data primer yang akan diperoleh dari

narasumber langsung. Dengan menggunakan lembar observasi yang diisi oleh

peneliti dengan mengobservasi langsung teknik menyusui dan mengobservasi

serta melakukan pemeriksaan fisik seperti inspeksi dan palpasi pada payudara

ibu untuk mengetahui tanda gejala bendungan ASI.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen

penelitian dalam bentuk lembar observasi yang terdiri dari dua, yakni

observasi tentang teknik menyusui dan observasi tentang bendungan ASI.

Pada observasi tentang teknik menyusui memuat mengenai pernyataan

tentang teknik menyusui yang baik dan benar dengan pilihan jawaban “Ya”
49

dengan skor 1 dan “Tidak” dengan skor 0. Sementara observasi tentang

Bendungan ASI memuat pertanyaan tentang aktifitas menyusui dengan

pilihan jawaban “Ya” dengan skor 1 dan “Tidak” dengan skor 0. Terjadi

bendungan ASI jika terdapat satu atau lebih tanda dan gejala, tidak terjadi jika

terdapat tanda dan gejala pada lembar observasi. Pada observasi teknik

menyusui dikategorikan 2 yaitu kurang baik dan baik. Kurang baik, jika

terdapat satu langkah – langkah menyusui atau lebih yang tidak dilakukan.

Baik, jika semua langkah –langkah menyusui dilakukan ibu.

Penentuan skor diperoleh dari persentase jawaban menggunakan skala

Guttman. Adapun rumus umum menurut skala gutman yaitu: Baik = jika skor

>50%, dan Kurang baik = jika skor < 50 % (Saryono, 2011).


50

Tabel 3.2 Checklist teknik menyusui

Berikan tanda (√) pada hasil observasi !

No. Langkah – langkah Ya Tidak


1 Ibu memegang bayi dengan satu tangan, kepala bayi terletak
pada lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan
2 Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakan
satu tangan bayi dibelakang badan ibu dan yang satu di depan,
kepala bayi menghadap payudara
3 Posisi telinga bayi dan lengan ibu pada garis lurus
4 Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang dibawah
5 Ibu merangsang membuka mulut bayi dengan menyentuh pipi
dengan putting susu atau menyentuh sudut mulut bayi
6 Pastikan bayi tidak hanya menghisap puting,tetapi seluruh aerola
masuk ke dalam mulutnya
7 Ibu tampak merasa nyaman dan tidak merasa sakit saat
menyusui
Sumber: Deyarizka Nurul Syarah (2019)

Tabel 3.3 Checklist bendungan ASI

Berikan tanda (√) pada hasil observasi !

No. Tanda dan Gejala Ya Tidak


1 Payudara teraba keras dan nyeri tekan
2 Puting susu teregang menjadi rata
3 Terdapat edema di daerah eritema difus (Pengelembungan organ
pembuluh darah atau jaringan yang berlebihan akibat akumulasi
cairan)
4 ASI tidak mengalir lancer
Sumber: Deyarizka Nurul Syarah (2019)
51

F. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan atau pemberian poin-poin

formulir kuisioner yang telah dikumpulkan untuk mengetahui

kelengkapan kejelasan, kesamaan atau konsisten analisa jawaban dan

pertanyaan. (Notoatmodjo, 2010).

b. Coding

Coding adalah mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf

menjadi angka atau bilangan (Notoatmodjo,2010). Dalam variable

independent adalah teknik menyusui hasil ukurnya yaitu 0 jika kurang

baik, apabila satu atau lebih langkah tidak dilakukan dan 1 jika baik,

apabila semua langkah dilakukan. Sedangkan dalam variabel dependent

adalah bendungan ASI hasil ukurnya yaitu 0 jika terjadi, apabila

ditemukan satu atau lebih gejala bendungan ASI dan 1 jika tidak

terjadi,apabila tidak dijumpai gejala bendungan ASI.

c. Processing

Processing yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

berbentuk kode dimasukkan kedalam program atau software komputer

(Notoatmodjo,2010).
52

d. Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan untuk melihat kembali kemungkinan-

kemungkikan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo,2010).

2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara

mendeskripsikan setiap variabel yang digunakan dalam penelitian untuk

melihat distribusi frekuensi, baik dalam bentuk tabel maupun dalam bentuk

grafik (Siyoto & Sodik, 2015).

P= f x 100
N

P : nilai persentase checklist

f : jumlah jawaban yang benar

N : jumlah keseluruhan item pertanyaan

3. Analisis Bivariat

Jenis analisis ini digunakan untuk melihat hubungan dua variabel.

Keduavariabel tersebut merupakan variabel pokok, yaitu variabel pengaruh

(bebas) dan variabel terpengaruh (tidak bebas) (Sandu Siyoto & M. Ali Sodik,

2015). Dilakukan untuk melihat hubungan variabel bebas (Teknik Menyusui)

dengan variabel terikat (Bendungan ASI), dengan menggunakan uji Chi

Squere.
53

2
Rumus Chi Squere (x ):

2 2
Rumus Chi Squere (x )= ∑ (f0-fe)

fe

Keterangan :

2
X = Chi kuadrat

fo = frekuensi observasi

fe = frekuensi harapan (Notoatmodjo, 2012)

Untuk dapat memutuskan tentang hipotesis yang diajukan diterima

atau ditolak, maka harga chi kuadrat tersebut perlu dibandingkan dengan chi

kuadrat table dengan taraf kesalahan tertentu. Dalam hal ini berlaku ketentuan

bila chi kuadrat hitung lebih kecil dari table, maka Ho diterima dan apabila

lebih besar atau sama dengan (≥) harga table maka Ho ditolak (Sugiyono,

2017).

G. Jalannya Penelitian

1. Persiapan

a) Pengajuan judul dan masalah penelitian yang diangkat dengan melakukan

konsultasi kepada dosen pembimbing.

b) Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti mengajukan surat untuk

melakukan studi pendahuluan.

c) Peneliti membuat skripsi penelitian pada bulan Mei-September 2023


54

d) Surat izin peneliti diberikan kepada Puskesmas Rawat Inap Pasiran

Jaya yang akan digunakan sebagai tempat peneliti.

2. Pelaksanaan

a) Bekerjasama dengan wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Pasiran Jaya.

b) Peneliti menunggu ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap


Pasiran Jaya.
.

c) Setelah pasien datang, peneliti memberikan inform consent dan

melakukan observasi.

d) Kemudian melakukan pemeriksaan kepada ibu nifas.

e) Setelah pasien selesai di pemeriksaan, pasien dilakukan konseling.

3. Pelaporan

Setelah data terkumpul, peneliti kemudian akan melakukan

pengolahan data menggunakan komputerisasi. Setelah data selesai di olah,

kemudian akan dianalisis yang terdiri dari analisis univariat dan bivariat

kemudian ditarik kesimpulan dan disusun menjadi laporan penelitian. Setelah

laporan penelitian disetujui oleh kedua pembimbing, maka dilakukan ujian

laporan penelitian dan diberi waktu 1 minggu untuk melakukan perbaikan

laporan penelitian. Kemudian setelah dilakukan perbaikan dan disetujui oleh

kedua pembimbing dan penguji maka laporan penelitian akan dikumpulkan

ke bagian administrasi.
55

H. Etika Penelitian

1. Informed Consent (Lembar persetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian. Dengan memberikan lembar persetujuan

kepada responden sebelum penelitian agar responden mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden menyetujui harus

menandatangani lembar persetujuan. Beberapa informasi yang harus ada

dalam lembar persetujuan tersebut adalah partisipasi responden, tujuan

dilakukan tindakan, jenis data yang diperlakukan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, kerahasiaan.

2. Anominity (Tanpa nama)

Masalah etika memberi jaminan dalam penggunaan subyek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama responden

pada lembar, alat ukur, dan hanya memerlukan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang dilakukan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah etika dengan memberikan jaminan keberhasilan hasil

penelitian. Baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi yang

dijamin oleh peneliti dijamin kerahasiaannya.


56

I. Jadwal Penelitian

Tabel 3.4 Jadwal penelitian

Bulan 2023 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Mei Pengajuan judul

Juni ACC Judul Penyusunan Skripsi dan Konsul

Juli Lebaran Ujian Skripsi Revisi Skripsi

Agustus Penelitian Penyusunan Laporan

September Konsultasi Laporan

Oktober
Ujian Skripsi
November

Lokasi: Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Pasiran Jaya Tulang Bawang.
DAFTAR PUSTAKA

Aeni, N., Andayani, A., Widodo, G. G. & DI, B. (2013). Hubungan Cara Ibu
Menyusui dengan Kejadian Bendungan Asi Pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Tengaran Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Semarang:
AKBID Ngudi Waluyo.

Ahmad, D. (2013). Asuhan Kebidanan IV (Patologi), Jakarta, CV Trans Info Medika.

Apriyani, N., Kristiyanti, R. & Susiatmi, S. A. (2014). 1 Pengetahuan Ibu Nifas


tentang Teknik Menyusui dengan kejadian putting susu lecet. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 6.

Astuti, Reni Yuli. (2017). Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika.

Dessiya Rahayu & Tri Nurpajriani, (2019). Hubungan Teknik Menyusui dengan
Kejadian Bendunan ASI pada Ibu Nifas di Puskesmas Kecamatan Langsa
Timur Tahun 2019. Jurnal Edukes. Vol. 2. September.

Dewi, R., Wijayanti, Y. T. & Anggraini, Y. (2019). Hubungan Teknik Menyusui dan
Praktek Breast Care dengan Kejadian Bendung Asi. Jurnal Kesehatan Metro
Sai Wawai, 10, 41-48.

Esti Handayani & Wahyu Pujiastuti. (2016). Asuhan Holistik Masa Nifas dan
Menyusui. Yogyakarta: Transmedika.

Fitri Nurhayati & Amalia Suratni. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Postpartum
Tentang Tehnik Menyusui Dengan Terjadinya Bendungan ASI di Wilayah
Kerja PKM Melong Asih Kota Cimahi Periode Juni- Agustus 2016. Jurnal
ilmiah bidan. Vol.ii, no.1, 2017.

I Made Indra P & Ika Cahyaningrum. (2019). Cara Mudah Memahami Metodologi
Penelitian. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Imam Rasjidi. (2013). Panduan Kehamilan Muslimah. Jakarta Selatan: Noura Books.

Juhana Nasrudin.(2019). Metodologi Penelitian Pendidikan (Buku Ajar Praktis Cara


Membuat Penelitian). Bandung: PT. Panca Terra Firma.
Juliani, S. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Teknik Menyusui
Dengan Kejadian Puting Susu Lecet di Desa Emplasement Pasar IV
Namuterasi Kecamatan Sei. Bingei Kabupaten Langkat Tahun 2017. Jurnal
Maternal dan Neonatal, 2, 13-19.

Juneris Ari Tonang & Yunida Turisna Octavia Simanjuntak. (2021). Asuhan
Kebidanan pada Masa Nifas Disertai Kisi – kisi Soal Ujian Kompetensi.
Yogyakarta: Deepublish

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Bagi Ibu Hamil,


Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir Revisi 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI.

Lowdermilk, C. (2013). Buku ajar keperawatan maternitas, Jakarta, EGC. Mansyur,

N. (2014). Buku ajar: Asuhan kebidanan masa nifas. Selaksa Media. Misrina.

(2013). Hubungan Tehnik Menyusui Yang Beenar dengan Kejadian


Bendungan ASI Pada Ibu Nifas si Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu
Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal Karya Tulis Ilmiah.

Notoatmodjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.

Notoadmojo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.

Rinata Evi, Tutik Rusdyati, & Putri Anjar Sari. (2016). Teknik menyusui posisi
perlekatan dan keefektifan menghisap- studi pada ibu menyusui di RSUD
Sidoarjo. RAKERNAS AIPKEMA 2016. 15 januari 2019.

Risneni, R. (2017). Hubungan Teknik Menyusui Dengan Terjadinya Lecet Puting


Susu Pada Ibu Nifas. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 11, 158-163.

RISKESDAS Lampung. (2019). Laporan Provinsi Lampung Riskesdas 2018/ Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta : Lembaga Penerbit Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Rosita, E. (2017). Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan
Asi (Studi Di Desa Jolotundo dan Desa Kupang Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto). Jurnal Kebidanan, 7.

Sandu Siyoto & M. Ali Sodik. (2015). Dasar Metodologi Penelitian.Yogyakarta:


Literasi Media Publishing.
Soetjiningsih. (2014). ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Sri Wahyuni. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum.


Yogyakarta: Deepublish.

Sugiyono. (2017). Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi.


Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2019). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sutanto, Andina Vita. (2021). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui Teori dalam
Praktik Kebidanan Profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Vivi Candra, dkk. (2021). Pengantar Metodologi Penelitian. Denpasar: Yayasan Kita
Menulis.

Wahida Yuliana & Hakim, Bawon Nul. (2020). Emodemo dalam Asuhan Kebidanan
Masa Nifas. Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai