Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI

( LEUKIMIA)

Dosen Pembimbing :

Ely Mawaddah, M.Kep. Sp.Kep.An

Disusun Oleh Kelompok 8 :

1. Mohammad Dwiki Rizkhi Reza (NIM. P07120120018)


2. Tina Nurdiana (NIM. P07120120036)
3. Trie Mulia Hanumsari (NIM. P07120120037)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Leukemia merupakan penyakit ganas progresif pada jaringan pembentuk darah.
Leukemia terjadi karena adanya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah yaitu
sumsum tulang. Penyakit ini sering terjadi pada anak yang berusia diatas 1 tahun, dan
puncaknya antara usia 2 sampai 6 tahun. (Apriany, 2016).
Wolley, dkk (2016), menyatakan bahwa di Indonesia insiden leukemia β,5- 4,0
per 100.000 anak dengan 2000-3200 kasus LLA tiap tahunnya. Di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado sepanjang tahun 2008-2012 jumlah anak yang menderita LLA sekitar 60
anak yang rawat inap. Di RSK Dharmais tahun 2004-2008 kasus LLA sebanyak 34 kasus
dan LMA 10 kasus. Pada tahun 2007-2009 di Departemen Kesehatan Anak FKUI/RSCM
telah dirawat pasien baru LLA sebanyak 198 kasus (Sulastriana, dkk, 2012).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan pada anak dengan kasus Leukimia
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada anak dengan kasus Leukimia
2. Tujuan Khusus
a) Mampu mendeskripsikan pengkajian pada anak dengan kasus Leukimia
b) Mampu mendeskripsikan masalah keperawatan pada anak dengan kasus Leukimia
c) Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anakdengan kasus
Leukimia .
d) Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anakdengan kasus
Leukimia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Leukemia proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembekuan darah
( Suriadi & Yuliani, 2010). Leukemia adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih
(leukosit), dihasilkan leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit
– leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh (Betz & Sowden, 2009).

Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah leukosit dalam
bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur ini tidak sengaja menyerang dan menghacurkan sel
darah normal atau jaringan vaskuler (Apriany, 2016).

1.2 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

 Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen


(T cell leukemia lymphoma virus/HTLV).
 Tingkat radiasi yang sangat tinggi
 Obat – obatan imunosupresif, obat – obat karsinogenik seperti
diethylstilbestrol.
 Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
 Kelainan kromosom, misalnya pada down syndrome (Suriadi & Yuliani,
2010).
1.3 Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi tanpa batas sel-sel darah putih yang imatur dalam jaringan
tubuh yang membentuk darah. Sel-sel imatur ini tidak sengaja menyerang dan menghancurkan
sel darah normal atau jaringan vaskular (Betz & Sowden , 2009).
Walaupun bukan suatu tumor, sel-sel leukemia memperlihatkan sifat neoplastik yang
sama seperti sel-sel kanker yang solid. Oleh karena itu, keadaan patologi dan menifestasi
klinisnya disebabkan oleh infiltrasi dan penggantian setiap jaringan tubuh dengan sel-sel
leukemia nonfungsional. Organ – organ yang terdiri banyak pembuluh darah, seperti limpa dan
hati, merupakan organ yang terkena paling berat (Wong, 2009).
Sel-sel leukemia berinfiltrasi kedalam sum-sum tulang, menggantikan unsur – unsur sel
yang normal, sehingga mengakibatkan timbulnya anemia dan menghasilkan sel darah merah
dalam jumlah yang tidak mencukupi bagi tubuh (Betz & Sowden , 2009).
Invasi sel – sel leukemia kedalam sum – sum tulang secara perlahan akan melemahkan
tulang dan cenderung mengakibatkan fraktur. Karena sel – sel leukemia menginvasi periosteum,
peningkatan tekanan menyebabkan nyeri yang hebat (Wong, 2009).
Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga
lebih sering terjadi karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel – sel leukemik
kedalam organ – organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati (Betz
& Sowden , 2009).
Leukemia nonlimfoid akut mencakup beberapa jenis leukemia berikut leukemia
mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, dan leukemia mielositik akut. Timbul disfungsi
sum – sum tulang, yang menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah, neutrofil, dan
trombosit. Sel – sel leukemik menginfiltrasi limfonodus, limpa, hati. Tulang, dan sistem saraf
pusat (SSP), juga organ – organ reproduksi seperti testis. Lokasi invasi yang paling penting
adalah SSP yang terjadi sekunder karena infiltrasi leukemik dapat menyebabkan tekanan
intrakranial (Betz & Sowden , 2009)
FaktorEtiologi :

Virus, abnormaitaskromosom, sinarradioaktif&sinar-


X, bahankimia, infeksi

Leukositimmature yang berlebihan

Menekanproduksielemendarah
yang normal

Sel-selleukemik LEUKEMIA Kemoterapi Perawatan di rumah

Efekterapi Kuranginformasi
Disfungsisumsumtulang Peningkata Menumpuk Infiltrasike
nkonsumsik di organ-organ Kurangpengetahuantent
alori sumsumtul limfoid Mual Kompensasitubuh angpenyakit
Menurunkan Menurunka Menurunka
prognosis&perawatan
trombosit nneutrofil neritrosit
Sel Nyeritulang Splenomegali, Anoreksia,
neoplastic hepatomegali, muntah
Produksi Neutropeni Eritropeni limfadenopati
cepatmemb
platelet a Stomatiti Perlaw
elah Alopesia
Resikoper Keluaran anand
Pembesaran aritub
Trombositop Menurunka Hbmenurun ubahannu yang
Ganggu
enia nsystem Sel Peningkatanl trisi: berlebihan uh
ancitra
pertahanan normal ajumetabolis Gangguan kurangdar
tubuh
tubuhsekun Suplai O2 <nutrisi me rasa ikebutuha Hipertermi
Resikoterjadi Resikokeku
der dalamdarah nyaman :nyer n
pendarahan rangan
menurun Perubahanme
Penuru Kelelaha volume
Resikotingg mbranmukosa
nan BB
iinfeksi Anemia oral
Malaise

Pucat
Kelemahanumum

Kelelahan
Intoleransiaktivitas
1.5 Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat diklasifikasikan sebagai
akut, kronik, kongenital. Leukemia akut menunjukkan proliferasi maligna sel immatur
(blastik). Jika proliferasi itu sebagian melibatkan jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi),
leukemia itu diklasifikasikan kronik. Leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia
yang terdiagnosis dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Leukemia pada anak biasanya
jenis limfoblastik akut (ALL) (Apriany, 2016)

a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)

Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak – anak di bawah umur 15
tahun. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas abnormal dalam sum – sum tulang dan tempat
– tempat ekstramedular

b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia (ANLL)

Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi suatu atau beberapa sel
hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi molekular yang bertanggung jawab atas sifat – sifat
neoplasmik dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis adanya instrinsik
dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.

c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML) Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)

adalah penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit
mieloproliferatif. CML merupakan neoplasma pada sel tunas hematopoietik yang berpotensi
menimbulkan proliferasi progenitor granulositik. Definisi lain menyebutkan CML merupakan
suatu penyakit yang dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari jumlah leukosit darah, tanpa
akumulasi dari segala bentuk dan belum menghasilkan granulosit matang

d. Chronic Limfoblastik Leukemia (CLL/LLK)


Usia rerata paisen saat didiagnosis berusia 65 tahun, hanya 10-15% kurang dari 50 tahun.
Risiko terjadinya LLK meningkat seiring usia. Perbandingan risiko relatif pada pria tua adalah
2, 8:1 perempuan tua.

e. Leukemia Kongenital Leukemia kongenital


sangat jarang terjadi, terdapat kurang 100 kasus yang tercatat dengan baik, dengan
sebagian besar adalah AML. Leukemia ini biasanya ditandai oleh hiperleukositosis,
hepatosplenomegeli, infiltrat kulit nodular, dan gawat napas sekunder akibat leukositasis
pulmonal. Leukemia kongenital telah dihubungkan dengan sindrom down, sindrom turner,
trisomi 9, monosomi 7 mosaik, penyakit jantung kongenital (Apriany, 2016). Dua bentuk
penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada anak – anak adalah leukemia limfoid akut
(ALL) dan leukemia nonlimfoid akut (ANLL/AML) (Wong,2009).
1.6 Manifestasi Klinis

a. Akut Limfoblastik Leukemia (ALL)


Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, dan gejalanya dapat tampak tersembunyi atau
akut. Manifestasi klinis nya antara lain pucat, mudah memar, letargi, anoreksia, malaise,
nyeri tulang, nyeri perut dan perdarahan. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan hal – hal
sebagai berikut : demam, keletihan, anoreksia, pucat, petekie dan ekimosis pada kulit atau
membran mukosa, perdarahan retina, pembesaran dan fibrosis organ – organ sistem
retikuloendotelial seperti hati, limpa, dan limfonodus, berat badan turun, nyeri abdomen yang
tidak jelas, nyeri sendi dan nyeri tekan pada tulang (Betz & Sowden 2009).

b. Akut Mieloid Leukemia (AML) atau Akut NonLymphoid Leukemia (ANLL)


Leukemia mieloblastik akut merupakan suatu kelompok penyakit yang heterogen
yang memberikan prognosis buruk. Gejala dan tanda AML yang muncul meliputi pucat,
demam, nyeri tulang, dan perdarahan kulit serta mukosa. Meskipun ALL dan AML tidak
dapat dibedakan berdasarkan temuan klinis sekarang, beberapa subtipe dari AML memiliki
manifestasi yang berbeda. Leukemia promielositik akut sering kali berhubungan dengan
koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan perdarahan yang serius, sedangkan leukemia
monoblastik atau mielomonoblastik akut dapat memperlihatkan hipertrofi gusi dan nodul
kulit. Koagulasi intravaskuler diseminata terjadi lebih sering dan lebih serius pada AML
(Apriany, 2016).

c. Chronic Mielogenosa Leukemia (CML)


CML terutama terjadi pada orang dewasa yang berusia antara 25 dan 60 tahun,
insiden puncaknya terletak pada usia antara 30 dan 50 tahun. Walaupun demikian, penyakit
ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan orang yang sangat tua

1.7 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis
1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 6
g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan
heparin (Ngastiyah, 2012).
2) Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik, tujuannya untuk
membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker, kemoterapi dapat
membunuh sel kanker yang telah lepas dari sel kanker induk atau bermetastase
melalui darah dan limfe ke bagian tubuh lain. Prose kemoterapi terbagi dalam
empat fase, yaitu
a) Terapi induksi Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang
dari 5% sel – sel leukemia dalam sum – sum tulang. Hampir segera setelah
diagnosis ditegakkan, trrapi induksi dimulai dan berlangsung selama 4
hingga 6 minggu. Obat – obatan utama yang dipakai untuk induksi pada
ALL adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin, dan L-
asparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin. Terapi obat pada AML
meliputi doksorubisin atau daunorubisin (daunomisin) dan sitosin
arabinosida
b) Terapi profilaksis SSP Yang mencegah agar sel – sel leukemia tidak
menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui
kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison.
Karena adanya kekhawatiran terhadap terhadap efek samping iradiasi
kranial, terapi ini hanya dialakukan pada pasien – pasien yang beresiko
tinggi dan yang memiliki penyakit SSP.
c) Terapi intensifikasi (konsolidasi) Yang menghilangkan sel – sel leukemia
yang masih tersisa, diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed
intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik yang resisten.
Penyuntikan intratekal yang menyertai kemoterapi sistemik meliputi
pemberian Lasparaginase, metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin,
vinkristin dan merkaptopurin.
d) Terapi rumatan Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi
rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan
berhasil dengan baik untuk memelihara remisi selanjutnya mengurangi
jumlah sel leukemia. Regimen terapi obat kombinasi yang meliputi
pemberian merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan
terapi intratekal secara periodik diberikan selama 2 tahun kemudian.
Demikian juga selama terapi rumatan, harus dilakukan pemeriksaan hitung
darah lengkap untuk mengevaluasi respons sum – sum tulang terhadap
obat – obatan yang dilakukan.
e) Reinduksi sesudah relaps Adanya sel – sel leukemia dalam sumsum tulang,
SSP atau testis menunjukkan terjadinya relaps atau kekambuhan penyakit.
Terapi pada anak – anak yang mengalami relaps mengalami relaps
meliputi terapi reinduksi dengan prednison dan vinkristin, disertai
pemberian kombinasi obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif
SSP dan terapi rumatannya dilaksanakan sesuai dengan yang telah
diuraikan sebelumnya dan dilaksanakan setelah remisi.

Efek samping kemoterapi disebabkan dari efek non-spesifik dari obat – obat sitotoksik
sehingga menghambat proliferasi tidak hanya sel – sel kanker melainkan juga sel normal.
Efek samping obat kemoterapi atau obat sitotoksik dapat berupa :
a) Sel – sel darah
Sel – sel ini melawan infeksi, membantu darah membeku, dan mengangkut oksigen
ke seluruh tubuh. Ketika sel – sel terpengaruh, penderita leukemia lebih mudah
mengalami infeksi, memar, perdarahan, dan rasa lemah serta lelah.
b) Sel – sel pada akar rambut Kemoterapi dapat menimbulkan kerontokan rambut.
c) Sel – sel yang melapisi pencernaan Kemoterapi dapat menyebabkan luka mulut dan bibir,
mual dan muntah, diare, serta penurunan nafsu makan (Maharani, 2009).
3) Terapi radiasi
Terapi radiasi (radiotherapy) dilakukan dengan menggunakan sinar – sinar
bertenaga tinggi untuk membunuh sel – sel leukemia.pada terapiini, radiasi diarahkan pada
limpa, otak, atau bagian – bagian dari tubuh yang menjadi tempat berkumpulnya sel – sel
leukemia. Radiasi ini biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. Ketika
pasien menerima terapi radiasi umumnya kulit menjadi kemerahan, kering, dan peka pada
area yang dirawat (Maharani, 2009).
4) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan untuk penanganan anak – anak yang
menderita ALL dan AML dengan hasil yang baik. Mengingat prognosis ank-anak yang
menderita AML lebih buruk, transplantasi sumsum tulang alogenik bisa dipertimbangkan
selama remisi pertama. Transplantasi sumsum tulang alogenik meliputi tindakan memperoleh
sumsum tulang dari donor anggota keluarga yang histokompatibel dan cocok (Wong, 2008)

b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang baik, maka
pendekatan psikologis harus diutamakan. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan rasa
cemas pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana untuk memberikan dukungan
dan menentramkan perasaan cemas, selain memberi penjelasan yang akurat mengenai
pemeriksaan diagnostik, prosedur dan rencana terapi
1) Mempersiapkan anak dan keluarganya dalam menghadapi prosedur diagnostik dan
terapeutik. Anak memerlukan penjelasan mengenai prosedur dan hasil yang
diharapkan dari prosedur tersebut. Mencegah komplikasi mielosupresi, proses
leukemia sebagian besar agens kemoterapi menyebabkan supresi sumsum tulang
(mielosupresi). Jumlah sel darah merah yang menurun menimbulkan
permasalahan sekunder berupa infeksi, kecenderungan perdarahan dan anemia.
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa anak – anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Pencegahan
infeksi dapat dilakukan dengan cara mengendalikan penularan infeksi. Cara ini
meliputi pemakaian ruang rawat pribadi, membatasi pengunjung dan petugas
kesehatan yang menderita infeksi aktif dan mencuci tangan dengan larutan
antiseptik. Keadaan anak perlu dievaluasi untuk menemukan lokasi yang
berpotensi menjadi tempat infeksi dan dipantau setiap kenaikan suhu tubuh anak.
Komplisai lain yang sering ditemukan adalah perdarahan. Perdarahan dapat
dicegah dengan pemberian transfusi trombosit. Kemudian perawatan mulut yang
seksama merupakan tindakan esensial karena karena sering terjadi perdarahan
gusi. Anak – anak dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang menibulkan
trauma seperti bersepeda, memanjat pohon, dan bermain sepatu roda.
2) Melaksanakan tindakan kewaspadaan dalam memberi dan menangani agens
kemoterapi. Banyak agens kemoterapi bersifat vesikan (menimbulkan sklerosis)
yang dapat menimbulkan kerusakan sel yang berat. Untuk mengatasi ektravasasi
dengan cara obat – obatan kemoterapi harus diberikan melalui slang infus.
Pemberian dihentikan apabila terlihat tanda – tanda infiltrasi seperti nyeri, rasa
tersengat, pembengkakan atau kemerahan pada tempat pemasangan kanula infus.
3) Memberikan perawatan fisik dan dukungan emosional secara berkesinambungan
(Apriany, 2016).
1.8 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang
menyebabkan gambaran tepi monoton dan terdapat sel blas. Terdapat sel blas dalam
darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukemia. Dari pemeriksaan sumsum
tulang akan ditemukan gambaran yang monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik
patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Anak dengan sel darah putih
lebih dari 50.000/mmγ adalah tanda prognosis kurang baik. Kadar hematokrit dan
hemoglobin rendah mengindikasikan anemia. Trombosit rendah mengindikasikan
potensial perdarahan.
b. Aspirasi sumsum tulang (BMP), hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda
c. Biopsi limpa Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit.
d. Cairan serebrospinalis atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS) Bila terdapat jumlah
patologis dan protein, berarti suatu leukemia meningeal. Untuk mencegahnya diberikan
metotreksat (MTX) secara intratekal secara rutin pada setiap pasien yang menunjukkan
gejala tekanan intrakranial meninggi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Identitas pasien

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua.
Biasanya leukemia banyak diderita oleh anak yang berusia 2 sampai 5 tahun, diamana
penderita laki – laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan.
b) Keluhan utama

1. Riwayat Kesehatan sekarang


Biasanya orang tua anak mengeluhkan anak demam, nafas sesak, anak tampak
bernafas cepat, terdapat petekie pada tubuh anak, anak tampak letih. Anak meneguluh nyeri
pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, penurunan selera makan, sakit kepala dan
perasaan tidak enak badan.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu juga mencakup riwayat kesehatan keluarga yaitu keluarga
juga mengalami leukemia.
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kesehatan ibu saat hamil adanya pemaparan sinarX saat hamil muda, riwayat
keluarga dengan Sindrom down karena kelainan kromosom salah satu penyebab terjadinya
leukemia.
4. Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan, nyeri
pada ekstremitas, anak mudah terserang infeksi.
5. Riwayat psikososial dan perkembangan
Kelainan juga dapat membuat anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan, hal ini disebabkan karena aktivitas bermain anak dibatasi.
c). Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
1) Kesadaran composmentis sampai koma
2) Tekanan darah hipotensi
3) Nadi takikardi
4) Suhu tubuh tinggi
5) Pernapasan takipnea sesak napas
b. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang ditemukan pembesaran
Kelenjer getah bening.
c. Mata
Biasanya pada pasien dengan leukemia konjungtiva anemis, perdarahan retina.
d. Hidung
Biasanya pada hidung terjadi epistaksis.
e. Mulut
Biasanya pada wajah klien leukemiasering terjadi perdarahan pada gusi
f. Thorax

Nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura


g. Abdomen
Biasanya pasien mengalami hepatomegali, spenomegali, limfadenopati, nyeri
abdomen
h. Kulit
Biasanya pada klien leukemia terdapat petekie pada tubuh akibat perdarahan.
i. Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas terasa nyeri terutama pada persendian apabila digerakkan
d) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
Didapatkan Hb dan eritrosit menurun, leukosit rendah, trombosit rendah.
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan hampir selalu penuh dengan blastosit abnormal dan sistem
hemopoitik normal terdesak. Aspirasi sumsum tulang (BMP) didapatkan hiperseluler
terutama banyak terdapat sel muda.
3) Lumbal punksi
Untuk mengetahui apakah sistem saraf pusat terinfiltrasi
4) Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi el leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa akan
terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit (Wijaya & putri, 2012).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistematik
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah,anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
d. Resiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
e. Gangguan integritas kulit, alopesia yang berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi
f. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam
fungsi peran
3. intervensi keperawatan
No Tujuan Intervensi keperawatan Rasional

1. Kriteria hasil

1) Deman, Observasi
kemerahan,
nyeri, - Identifikasi riwayat kesehatan dan
bengkak
riwayat alergi.
menurun
2) Kadar sel - Identifikasi kontraindikasi
darah putih pemberian imunisasi (mis, reaksi
membaik anafilaksis terhadap vaksin
sebelumnya dan atau sakit parah
dengan atau tanpa demam)
- Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan
kesehatan.
Terapeutik

- Berikan suntikan pada bayi


dibagian paha anterolateral.
- Dokumentasikan
informasi vaksin (mis, nama
produsen, tanggal kadalwarsa)
- Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat.
Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi


yang terjadi, jadwal dan efek
samping
- Informasikan imunisasi yang
diwajibakan pemerintah (mis,
hepatitis B, BCG, difteri, tetanus,
pertusis, H. influenza, polio,
campak, measles, rubella)
- Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah (mis, influenza,
pneumokokus)
- Informasikan untuk vaksinasi utuk
kejadian khusus (mis, rabies,
tetanus)
- Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi
kembali
- Informasikan penyedia layanan
pecan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis.
2. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1)
tindakan,
diharapkan nyeri Observasi
akan berkurang
dengan kriteria - Identifikasi lokasi, karakteristik,
hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
1) Melaporkan intensitas nyeri
penurunan - Identifikasi skala nyeri
tingkat nyeri
- Identifikasi respon nyeri non
2) Penurunan
tanda-tanda verbal
fisik dan - Idetifikasi factor yang
perilaku
memperberat dan memperingan
tentang nyeri
3) Menerima nyeri
medikasi - Identifikasi pengetahuan dan
nyeri sesuai keyakinan tentang nyeri
dengan resep
- Identifikasi pengaruh budaya
yang telah
diresepkan terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik

- Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
tens, hipnotis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain.
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis,
suhu, ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Apriany, Dyna. 2016. Asuhan Keperawatan Anak dengan Keganasan. Bandung : PT Refika
Aditama.
Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Hidayat, A.Aziz. β01β. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah edisi 2. Jakarta :
Salemba medika
Santoso, Monika. (2010). Pengaruh kemoterapi fase induksi dan konsolidasi terhadap
mukositis dan mikroorganisme rongga mulut pada pasien anak leukemia limfoblastik akut, Kajian di
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Diakses dalam
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=48720 diakses pada
tanggal 22 Februari 2022
Yenni. (2014). Rehabilitasi medik pada anak dengan leukemia limfoblastik akut. Jurnal
Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 1, Maret 2014, hlm. 1-7. Diakses tanggal 22 februari 2022.

Anda mungkin juga menyukai