( LEUKIMIA)
Dosen Pembimbing :
JURUSAN KEPERAWATAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia merupakan penyakit ganas progresif pada jaringan pembentuk darah.
Leukemia terjadi karena adanya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah yaitu
sumsum tulang. Penyakit ini sering terjadi pada anak yang berusia diatas 1 tahun, dan
puncaknya antara usia 2 sampai 6 tahun. (Apriany, 2016).
Wolley, dkk (2016), menyatakan bahwa di Indonesia insiden leukemia β,5- 4,0
per 100.000 anak dengan 2000-3200 kasus LLA tiap tahunnya. Di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado sepanjang tahun 2008-2012 jumlah anak yang menderita LLA sekitar 60
anak yang rawat inap. Di RSK Dharmais tahun 2004-2008 kasus LLA sebanyak 34 kasus
dan LMA 10 kasus. Pada tahun 2007-2009 di Departemen Kesehatan Anak FKUI/RSCM
telah dirawat pasien baru LLA sebanyak 198 kasus (Sulastriana, dkk, 2012).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan pada anak dengan kasus Leukimia
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada anak dengan kasus Leukimia
2. Tujuan Khusus
a) Mampu mendeskripsikan pengkajian pada anak dengan kasus Leukimia
b) Mampu mendeskripsikan masalah keperawatan pada anak dengan kasus Leukimia
c) Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anakdengan kasus
Leukimia .
d) Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anakdengan kasus
Leukimia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Leukemia proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembekuan darah
( Suriadi & Yuliani, 2010). Leukemia adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih
(leukosit), dihasilkan leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit
– leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh (Betz & Sowden, 2009).
Leukemia merupakan produksi sel darah putih yang berlebihan, jumlah leukosit dalam
bentuk seringkali rendah, sel – sel imatur ini tidak sengaja menyerang dan menghacurkan sel
darah normal atau jaringan vaskuler (Apriany, 2016).
1.2 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
Menekanproduksielemendarah
yang normal
Efekterapi Kuranginformasi
Disfungsisumsumtulang Peningkata Menumpuk Infiltrasike
nkonsumsik di organ-organ Kurangpengetahuantent
alori sumsumtul limfoid Mual Kompensasitubuh angpenyakit
Menurunkan Menurunka Menurunka
prognosis&perawatan
trombosit nneutrofil neritrosit
Sel Nyeritulang Splenomegali, Anoreksia,
neoplastic hepatomegali, muntah
Produksi Neutropeni Eritropeni limfadenopati
cepatmemb
platelet a Stomatiti Perlaw
elah Alopesia
Resikoper Keluaran anand
Pembesaran aritub
Trombositop Menurunka Hbmenurun ubahannu yang
Ganggu
enia nsystem Sel Peningkatanl trisi: berlebihan uh
ancitra
pertahanan normal ajumetabolis Gangguan kurangdar
tubuh
tubuhsekun Suplai O2 <nutrisi me rasa ikebutuha Hipertermi
Resikoterjadi Resikokeku
der dalamdarah nyaman :nyer n
pendarahan rangan
menurun Perubahanme
Penuru Kelelaha volume
Resikotingg mbranmukosa
nan BB
iinfeksi Anemia oral
Malaise
Pucat
Kelemahanumum
Kelelahan
Intoleransiaktivitas
1.5 Klasifikasi
Dalam istilah yang paling luas leukemia pada anak dapat diklasifikasikan sebagai
akut, kronik, kongenital. Leukemia akut menunjukkan proliferasi maligna sel immatur
(blastik). Jika proliferasi itu sebagian melibatkan jenis sel yang lebih matur (berdiferensiasi),
leukemia itu diklasifikasikan kronik. Leukemia kongenital atau neonatal adalah leukemia
yang terdiagnosis dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Leukemia pada anak biasanya
jenis limfoblastik akut (ALL) (Apriany, 2016)
Merupakan kanker yang paling sering menyerang anak – anak di bawah umur 15
tahun. Manifestasi berupa poliferasi limfoblas abnormal dalam sum – sum tulang dan tempat
– tempat ekstramedular
Merupakan neoplasma uniklonal yang berasal dari trasformasi suatu atau beberapa sel
hematopoitek. Sifat sebenarnya dari lesi molekular yang bertanggung jawab atas sifat – sifat
neoplasmik dari sel yang berubah bentuknya tidak jelas, tapi defek krisis adanya instrinsik
dan dapat diturunkan oleh keturunan sel tersebut.
adalah penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit
mieloproliferatif. CML merupakan neoplasma pada sel tunas hematopoietik yang berpotensi
menimbulkan proliferasi progenitor granulositik. Definisi lain menyebutkan CML merupakan
suatu penyakit yang dicirikan oleh elevasi yang cukup besar dari jumlah leukosit darah, tanpa
akumulasi dari segala bentuk dan belum menghasilkan granulosit matang
1.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 6
g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda – tanda DIC dapat diberikan
heparin (Ngastiyah, 2012).
2) Terapi leukemia meliputi pemakaian agens kemoterapeutik, tujuannya untuk
membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker, kemoterapi dapat
membunuh sel kanker yang telah lepas dari sel kanker induk atau bermetastase
melalui darah dan limfe ke bagian tubuh lain. Prose kemoterapi terbagi dalam
empat fase, yaitu
a) Terapi induksi Yang menghasilkan remisi total atau remisi dengan kurang
dari 5% sel – sel leukemia dalam sum – sum tulang. Hampir segera setelah
diagnosis ditegakkan, trrapi induksi dimulai dan berlangsung selama 4
hingga 6 minggu. Obat – obatan utama yang dipakai untuk induksi pada
ALL adalah kortikosteroid (terutama prednison), vinkristin, dan L-
asparaginase, dengan atau tanpa doksorubisin. Terapi obat pada AML
meliputi doksorubisin atau daunorubisin (daunomisin) dan sitosin
arabinosida
b) Terapi profilaksis SSP Yang mencegah agar sel – sel leukemia tidak
menginvasi SSP. Penanganan SSP terdiri atas terapi profilaksis melalui
kemoterapi intratekal dengan metotreksat, sitarabin, dan hidrokortison.
Karena adanya kekhawatiran terhadap terhadap efek samping iradiasi
kranial, terapi ini hanya dialakukan pada pasien – pasien yang beresiko
tinggi dan yang memiliki penyakit SSP.
c) Terapi intensifikasi (konsolidasi) Yang menghilangkan sel – sel leukemia
yang masih tersisa, diikuti dengan terapi intensifikasi lambat (delayed
intensification), yang mencegah timbulnya klon leukemik yang resisten.
Penyuntikan intratekal yang menyertai kemoterapi sistemik meliputi
pemberian Lasparaginase, metotreksat dosis tinggi atau sedang, sitarabin,
vinkristin dan merkaptopurin.
d) Terapi rumatan Yang berfungsi untuk mempertahankan fase remisi. Terapi
rumatan dimulai sesudah terapi induksi dan konsolidasi selesai dan
berhasil dengan baik untuk memelihara remisi selanjutnya mengurangi
jumlah sel leukemia. Regimen terapi obat kombinasi yang meliputi
pemberian merkaptopurin setiap hari, metotreksat seminggu sekali, dan
terapi intratekal secara periodik diberikan selama 2 tahun kemudian.
Demikian juga selama terapi rumatan, harus dilakukan pemeriksaan hitung
darah lengkap untuk mengevaluasi respons sum – sum tulang terhadap
obat – obatan yang dilakukan.
e) Reinduksi sesudah relaps Adanya sel – sel leukemia dalam sumsum tulang,
SSP atau testis menunjukkan terjadinya relaps atau kekambuhan penyakit.
Terapi pada anak – anak yang mengalami relaps mengalami relaps
meliputi terapi reinduksi dengan prednison dan vinkristin, disertai
pemberian kombinasi obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif
SSP dan terapi rumatannya dilaksanakan sesuai dengan yang telah
diuraikan sebelumnya dan dilaksanakan setelah remisi.
Efek samping kemoterapi disebabkan dari efek non-spesifik dari obat – obat sitotoksik
sehingga menghambat proliferasi tidak hanya sel – sel kanker melainkan juga sel normal.
Efek samping obat kemoterapi atau obat sitotoksik dapat berupa :
a) Sel – sel darah
Sel – sel ini melawan infeksi, membantu darah membeku, dan mengangkut oksigen
ke seluruh tubuh. Ketika sel – sel terpengaruh, penderita leukemia lebih mudah
mengalami infeksi, memar, perdarahan, dan rasa lemah serta lelah.
b) Sel – sel pada akar rambut Kemoterapi dapat menimbulkan kerontokan rambut.
c) Sel – sel yang melapisi pencernaan Kemoterapi dapat menyebabkan luka mulut dan bibir,
mual dan muntah, diare, serta penurunan nafsu makan (Maharani, 2009).
3) Terapi radiasi
Terapi radiasi (radiotherapy) dilakukan dengan menggunakan sinar – sinar
bertenaga tinggi untuk membunuh sel – sel leukemia.pada terapiini, radiasi diarahkan pada
limpa, otak, atau bagian – bagian dari tubuh yang menjadi tempat berkumpulnya sel – sel
leukemia. Radiasi ini biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. Ketika
pasien menerima terapi radiasi umumnya kulit menjadi kemerahan, kering, dan peka pada
area yang dirawat (Maharani, 2009).
4) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang sudah dilakukan untuk penanganan anak – anak yang
menderita ALL dan AML dengan hasil yang baik. Mengingat prognosis ank-anak yang
menderita AML lebih buruk, transplantasi sumsum tulang alogenik bisa dipertimbangkan
selama remisi pertama. Transplantasi sumsum tulang alogenik meliputi tindakan memperoleh
sumsum tulang dari donor anggota keluarga yang histokompatibel dan cocok (Wong, 2008)
b. Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang
menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang baik, maka
pendekatan psikologis harus diutamakan. Diagnosis leukemia cenderung menimbulkan rasa
cemas pada keluarga dan pasien. Perawat merupakan sarana untuk memberikan dukungan
dan menentramkan perasaan cemas, selain memberi penjelasan yang akurat mengenai
pemeriksaan diagnostik, prosedur dan rencana terapi
1) Mempersiapkan anak dan keluarganya dalam menghadapi prosedur diagnostik dan
terapeutik. Anak memerlukan penjelasan mengenai prosedur dan hasil yang
diharapkan dari prosedur tersebut. Mencegah komplikasi mielosupresi, proses
leukemia sebagian besar agens kemoterapi menyebabkan supresi sumsum tulang
(mielosupresi). Jumlah sel darah merah yang menurun menimbulkan
permasalahan sekunder berupa infeksi, kecenderungan perdarahan dan anemia.
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa anak – anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Pencegahan
infeksi dapat dilakukan dengan cara mengendalikan penularan infeksi. Cara ini
meliputi pemakaian ruang rawat pribadi, membatasi pengunjung dan petugas
kesehatan yang menderita infeksi aktif dan mencuci tangan dengan larutan
antiseptik. Keadaan anak perlu dievaluasi untuk menemukan lokasi yang
berpotensi menjadi tempat infeksi dan dipantau setiap kenaikan suhu tubuh anak.
Komplisai lain yang sering ditemukan adalah perdarahan. Perdarahan dapat
dicegah dengan pemberian transfusi trombosit. Kemudian perawatan mulut yang
seksama merupakan tindakan esensial karena karena sering terjadi perdarahan
gusi. Anak – anak dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang menibulkan
trauma seperti bersepeda, memanjat pohon, dan bermain sepatu roda.
2) Melaksanakan tindakan kewaspadaan dalam memberi dan menangani agens
kemoterapi. Banyak agens kemoterapi bersifat vesikan (menimbulkan sklerosis)
yang dapat menimbulkan kerusakan sel yang berat. Untuk mengatasi ektravasasi
dengan cara obat – obatan kemoterapi harus diberikan melalui slang infus.
Pemberian dihentikan apabila terlihat tanda – tanda infiltrasi seperti nyeri, rasa
tersengat, pembengkakan atau kemerahan pada tempat pemasangan kanula infus.
3) Memberikan perawatan fisik dan dukungan emosional secara berkesinambungan
(Apriany, 2016).
1.8 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang
menyebabkan gambaran tepi monoton dan terdapat sel blas. Terdapat sel blas dalam
darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukemia. Dari pemeriksaan sumsum
tulang akan ditemukan gambaran yang monoton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopoietik
patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Anak dengan sel darah putih
lebih dari 50.000/mmγ adalah tanda prognosis kurang baik. Kadar hematokrit dan
hemoglobin rendah mengindikasikan anemia. Trombosit rendah mengindikasikan
potensial perdarahan.
b. Aspirasi sumsum tulang (BMP), hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda
c. Biopsi limpa Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit.
d. Cairan serebrospinalis atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS) Bila terdapat jumlah
patologis dan protein, berarti suatu leukemia meningeal. Untuk mencegahnya diberikan
metotreksat (MTX) secara intratekal secara rutin pada setiap pasien yang menunjukkan
gejala tekanan intrakranial meninggi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua.
Biasanya leukemia banyak diderita oleh anak yang berusia 2 sampai 5 tahun, diamana
penderita laki – laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan.
b) Keluhan utama
a. Keadaan umum
1) Kesadaran composmentis sampai koma
2) Tekanan darah hipotensi
3) Nadi takikardi
4) Suhu tubuh tinggi
5) Pernapasan takipnea sesak napas
b. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang ditemukan pembesaran
Kelenjer getah bening.
c. Mata
Biasanya pada pasien dengan leukemia konjungtiva anemis, perdarahan retina.
d. Hidung
Biasanya pada hidung terjadi epistaksis.
e. Mulut
Biasanya pada wajah klien leukemiasering terjadi perdarahan pada gusi
f. Thorax
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistematik
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mual,
muntah,anoreksia, dan efek toksik obat kemoterapi
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
d. Resiko tinggi penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
e. Gangguan integritas kulit, alopesia yang berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi
f. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dalam
fungsi peran
3. intervensi keperawatan
No Tujuan Intervensi keperawatan Rasional
1. Kriteria hasil
1) Deman, Observasi
kemerahan,
nyeri, - Identifikasi riwayat kesehatan dan
bengkak
riwayat alergi.
menurun
2) Kadar sel - Identifikasi kontraindikasi
darah putih pemberian imunisasi (mis, reaksi
membaik anafilaksis terhadap vaksin
sebelumnya dan atau sakit parah
dengan atau tanpa demam)
- Identifikasi status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan
kesehatan.
Terapeutik
Apriany, Dyna. 2016. Asuhan Keperawatan Anak dengan Keganasan. Bandung : PT Refika
Aditama.
Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Hidayat, A.Aziz. β01β. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah edisi 2. Jakarta :
Salemba medika
Santoso, Monika. (2010). Pengaruh kemoterapi fase induksi dan konsolidasi terhadap
mukositis dan mikroorganisme rongga mulut pada pasien anak leukemia limfoblastik akut, Kajian di
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Diakses dalam
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=48720 diakses pada
tanggal 22 Februari 2022
Yenni. (2014). Rehabilitasi medik pada anak dengan leukemia limfoblastik akut. Jurnal
Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 1, Maret 2014, hlm. 1-7. Diakses tanggal 22 februari 2022.