ANEMIA
Oleh :
ELISA AMELIANA
201710300511021
A. Definisi Anemia
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah kadar
hematokrit dibawa normal. Anemia bukan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangut oksigen kejaringan. Anemia
tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik
yang mendasari (Wijaya, 2013, hal. 127)
B. Etiologi Anemia
Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pad tranfusi darah).
4. Anemia aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darh sumsum tulang kerusakan
sumsum tulang (Wijaya, 2013, pp. 129-130).
Kebanyakan anemia terjadi karena kekurangan gizi yang diperlukan untuk
sintesis epritrosit, seperti zat besi, vitamign B12, dan asam folat. Selain itu,
disebabkan oleh perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronis, dan keracunan obat.
(Kardiyudiani 2019).
C. Klasifikasi
Berdasarkan faktor morfologik SDM dan indeksnya
2. Anemia Mikrositik
a. Anemia kekurangan zat besia dalah jenis anemia paling umum dari
keseluruhan dan yang paling sering adalah microcytic hypochromic. Anemia
kekurangan besi disebabkan karena ketika penyerapan atau masukan dari besi
tidak cukup. Besi adalah suatu bahan penting dari hemoglobin, dan
kekurangan besi mengakibatkan berkurangnya hemoglobin kedalam sel darah
merah. Di Amerika Serika, 20% dari semua wanita-wanita dari umur yang
mampu melahirkan mempunyai anemia kekurangan zat besi, bandingkan
dengan hanya 2% dari orang tua. Penyebab dari anemia kekurangan zat besi
pada wanita-wanita premenopausal adalah darah hilang selama haid. Stusi
sudah menjukkan bahwa kekurangan zat besi menyebabkan prestasi sekolah
lemah dan menurunnya IQ pada gadis remaja. Pada pasien yang lebih tua,
anemia kekurangan zat besi disebabkan karena pendarahan saluran
pencernaan: tes darah pada BAB, endoskopi atas dan endoskopi bawah sering
dilakukan untuk mengidentifikasi lesi dan pendarahan yang bisa malignan
(Wijaya, 2013, pp. 128-129)
b. Hemoglobinnopathies lebih jarang (terlepas dari masyarakat dimana kondisi-
kondisi ini adalah lazim) anemia sel sabit, thalasemia
3. Anemia Normositik
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Kardiyudiani (2019: 186)untuk anemia adalah sebagai
berikut :
1. Keadaan umum: lemah, letih, lesu, dan lelah, sering mengeluh pusing dan mata
berkunang-kunang, sensitif terhadap dingin, BB turun, vertigo.
2. Kulit: kulit kering, kuku rapuh, clubbing.
3. Mata: penglihatan kabur, perdarahan retina.
4. Mulut: mukosa licin dan mengkilat, stomatitis.
5. Paru-paru: dipsneu dan orthopnea.
6. Kardiovaskuler: takikardia, palpitasi, murmur, angina, hipotensi, kardiomegali, gagal
jantung.
7. Gastrointestinal: anoreksia dan menorargia, menurunnya fertilisasi, hematuria.
8. Muskuloskeletal: nyeri pinggang
9. Sistem persyarafan: nyeri kepala, bingung, neurupatu perifer, parastesia, mental.
10. Depresi, cemas, kesulitan koping.
D. Patofisiologis Anemia
Menurut Wiwik dan Hariwibowo, patofisiologis apada klien anemia adalah
timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi.
Pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui pendarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah
terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, billirubin terbentuk dalam fagosit
akan memaski aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus
ginjal dan ke dalam urine. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan dan mekanisme kompensasi terhadap anemia (Bararah, 2013, pp. 201-202).
E. Pathway
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi
anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen
berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV, dan MCHC), asupan
darah tepi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED)
dan hitung retikulosit. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology
analizer yang dapat memberikan presisi hasil yang baik (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 37)
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
adanya sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan utuk diagnosa difinitif
pada beberapa jenis anemia. pemeriksaan sumsum tulang belakang mutlak
diperlukan diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan
hemotologik yang dapat mensupresi sistem eritroid (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
37)
d. Pemeriksaan atas indeksi khusus: pemeriksaan ini untuk mengomfirmasikan
dugaan diagnosis awal yang memilki komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Anemia megalobalistik: asam folat darah / eritrosit, vitamin B12
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coomb, dan elektroforesis Hb.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.
2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal
hati, biakan kuman.
3. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenik
5. Pemeriksaan biologi molekul (PCR = polymerase chain raction, FISH= fluorescense
in situ hybridization (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
G. Penatalaksanaan Medis
1. Anemia karena pendarahan
Pengobatan terbaik adalah tranfusi darah. Pada pendarahan kronik diberikan
tranfusi packed cell. Mengatasi renjatan dan penyebab pendarahan. Dalam keadaan
darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia
(Wijaya, 2013, hal. 135-136).
2. Anemia defisiensi
Anemia defisiensi besi (DB) respon regular DB terhadap sejumah besi cukup
mempunyai arti diagnostik, pemberian oral garam ferro sederhana ( sulfat, glukonat,
fumarat) merupakan terapi yang murah dan memuskan. Preprt besi parental ( dekstran
besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila perhitungan dosis tepat,
sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penderita, dan komsumsi susu
harus dibatasi lebih baik 500 Ml/ 24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh
ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah
karena intoleransi protein susu sapi tercegah. Anemia defisiensi asam folat meliputi
terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/ suplementasi
asam folat oral 1 mg perhari (Wijaya, 2013, hal. 135-136).
3. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik autoimun terapi insial dengan menggunakan prednison 1-2
mg/Kg BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, tranfusi harus diberikan dengan hati-
hati. Apabila predison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit
mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff dari prednisone maka dilakukan
splenektomi. Apabila kedunya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari). Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1-3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini
hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednisone
merupakan kontra indikasi (Wijaya, 2013, hal. 135-136).
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim pencegahan hemolisi adalah cara
terapi yang paling penting. Tranfusi ukur mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubinemia pada neonatus. Tranfusi eritrosit terpapar diperlukan untuk
anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan
tranfusi yang sering, splenektomi haarus dikerjakn setelah umur 5-6 tahun (Wijaya,
2013, hal. 135-136).
H. Komplikasi
Komplikasi Anemia menurut Wijaya & Putri (2013 : 137) komplikasi Anemia adalah
sebagai berikut:
1. Perkembangan otot buruk
2. Daya konsentrasi menurun
3. Hasil uji perkembangan menurun
4. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
5. Sepsis
6. Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi-silang menyebabkan perdarahan yang
tidak terkendali
7. Cangkokan vs penyakit hospes (timbul setelah pencangkokan sum-sum tulang)
8. Kegagalan cangkok sumsum
9. Leukemia mielogen akut berhubungan dengan Anemia fanconi
I. Pengobatan
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia, dan mungkin termasuk:
1. Tranfusi darah
2. Kortikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan tubuh
3. Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang membantu sel-sel darah
4. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya
(Proverawati, 2011, hal. 34-35).
J. Pencegahan Anemia
Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan makan-
makanan yang sehat dan membatasi penggunakan alkohol. Semua jenis anemia sebaiknya
dihindari dengan memriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika masalah itu timbul.
Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh dokter untuk selalu dikontrol,
bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat terdeteksi adanya anemia dan meminta dokter
untuk mencari penyebab yang mendasari (Proverawati, 2011, hal. 37)
Menurut (Wijaya & Putri, 2013 : 137) berikut tinjauan teoritis tentang pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Anemia:
1. Pengkajian
a. Identitas klien & keluarga
b. Keluhan utama : Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat,
kelelahan, kelemahan, pusing.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Prenata: ibu selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan
kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat-obatan dalam jangka
waktu lama.
2) Intranatal: usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan
berat badan waktu lahir
3) Postnatal: keadaan bayi setelah masa, neonatorum, ada trauma post partum
akibat tindakan misalnya forcep, vakum, danpemberian ASI
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi
2) Adanya riwayat trauma, perdarahan
3) Adanya riwayat demam tinggi
4) Adanya riwayat penyakit ISPA
e. Keadaan saat ini : Klien pucat, kelemahan, sesak napas, sampai adanya gejala
gelisah, diaphoresis, tachikardi,dan penurunan kesadaran.
f. Riwayat keluarga
Riwayat anemia dalam keluarga dan riwayat penyakit-penyakit seperti:
kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit-penyakit infeksi saluran
pernapasan.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Keadaan tampak lemah sampai sakit berat
Kesadaran : Composmentis, kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran apatis,somnolen spoor coma.
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Tekanan darah menurun
Nadi : Frekuensi nadi meningkat, kuat sampai lemah
Suhu : Bisa meningkat atau turun
Pernapasan : Meningkat
3) Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan (BB)
4) Kulit : Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat
perdarahan dibawah kulit
5) Kepala : Biasanya bentuk dalam batas normal
6) Mata : Kelainan bentuk tidak ada,konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
terdapat perdarahan sub conjungtiva, keadaan pupil,palpebra, reflek cahaya
biasanya tidak ada kelainan.
7) Hidung : Keadaan/bentuk mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung,
fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
8) Telinga : Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
9) Mulut : Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibir pecah-
pecah atau perdaraha
10) Leher : Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, thyroid lidah
membesar, tidak ada distensi vena jugularis.
11) Thoraks : Pergerakan dada, biasanya pernapasan cepat irama tidak
teratur. Fremitus yang meninggi, percusi sonor, suara napas bisa vesikuler
atau ronchi, wheezing.
12) Abdomen : Cekung, pembesaran hati, nyeri, bising usus normal dan
bisa juga dibawah normal dan bisa juga meningkat
13) Genetalia : Laki-laki:testis sudah turun ke dalam skrotum, Perempuan:
labia minora tertutup labia mayor
14) Ekstremitas : Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot
kurang, akral dingin
15) Anus : Keadaan anus, anus (+)
16) Neurologis Refleksi fisiologis (+) seperti reflek patella, reflek patologi
(-) seperti Babinski, tanda kerniq (-) dan Bruzinski I-II = (-)
2. Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada Anemia menurut (Wijaya dan Putri,
2013)
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi
hemoglobin.
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Ansietas berhubungan dengankrisis situasional
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder.
Rencana Tindakan Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
.
1 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi jaringan : perifer Perawatan sirkulasi :
berhubungan dengan ( 407:447) (4066:391)
penurunan kosentrasi 1.Pengisian kapiler jari (5) 1. Lakukan
hemoglobin penilaian yang
2.Suhu kulit ujung kaki
(5) kemprehensif
pada sirkulasi
3.Kekuatan denyut nadi perifer (CRT)
(5) 2. Inspeksi kulit
4.Nilai rata rata tekanan apakah terdapat
darah (5) luka tekan dan
5.Muka pucat (5) jaringan yang
tidak utuh
Status sirkulasi (401:561) 3. Mengintruksikan
1.Tekanan darah sistol dan klien untuk
diastol (5) merubah posisi
2.Kelelahan (5) setiap 2 jam sekali
4. Intruksikan klien
3.Pingsan (5) mengenai faktor –
4.Pitting edema (5) faktor yang
mempengaruhi
sirkulasi darah
5. Pertahankan status
hidrasi untuk
menurunkan
viskositas darah
Manajemen Cairan
(4120:157)
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.