Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Kompetensi Praktik Kinik


Departemen Keperawatan Maternitas Terpadu

Oleh :

ELISA AMELIANA

201710300511021

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Anemia

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah kadar
hematokrit dibawa normal. Anemia bukan penyakit, melainkan merupakan pencerminan
keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangut oksigen kejaringan. Anemia
tidak merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik
yang mendasari (Wijaya, 2013, hal. 127)

Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit hitung eritrosit


(red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengungkutan oksigen oleh darah.
Tetapi harus diingat pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter akut, dan
kehamilan.oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada
label anemia tetapi harus dapat ditatapkan penykit dasar anemia tersebut (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 35).

Kriteria anemia menurut WHO

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)


Laki-laki dewasa <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil <12g/dl
Wanita hamil <11g/dl

(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 35)

B. Etiologi Anemia

1. Anemia pasca pendarahan


Terjadi sebagai akibat pendarahan yang masif seperti kecelakaan, oerasi dan
persalinan dengan pendarahan atau menahun seperti pada penyakit cacingan.
2. Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
3. Anemia hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena
 Faktor intrasel

Misalnya talasemia, hemoglobnopatia (talasemia Hbe, sickle cell anemia),


sferosits, defesiensi enzim eritrosit (G-6PD, piiruvatkinase, glutation reduktase.

 Faktor ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pad tranfusi darah).

4. Anemia aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darh sumsum tulang kerusakan
sumsum tulang (Wijaya, 2013, pp. 129-130).
Kebanyakan anemia terjadi karena kekurangan gizi yang diperlukan untuk
sintesis epritrosit, seperti zat besi, vitamign B12, dan asam folat. Selain itu,
disebabkan oleh perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronis, dan keracunan obat.
(Kardiyudiani 2019).
C. Klasifikasi
Berdasarkan faktor morfologik SDM dan indeksnya

1. Anemia makroskopik/ normositik Makrositik

Memiliki SDM lebih besar dari normal (MCV>100) tetapi normokromik


karena konsentrasi hemoglobin normal (MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh
terganggunya atau terhentinya sitesis asam deoksibonukleut (DNA) seperti yang
ditemukan pada defesiensi B12, atau asam folat dan bisa juga terhadi pada pasien
yang mengalami kemoterapi kanker karena agen-agen menggangu sintesis DNA
(Wijaya, 2013, pp. 128-129).

a. Anemia yang Megaloblastic berkaitan dengan kekurangan dari vitamin B12


dan asam folic (atau kedua-keduanya) tidak cukup atau penyerapan yang tidak
cukup. Kekurangan folate secara normal todak menghasilkan gejala, selagi
B12 cukup. Anemia yang Megaloblastic adalah paling umum penyebab
anemia yang macrocytic
b. Anemia pernisiosa adalah suatu kondisi autoimmune yang melawan sel
pariental dari perut. Sel pariental menghasilkan faktor intrinsik, yang
diperlukan dalam menyerap vitamin B12 dari makanan. Oleh karena itu
penghancuran dari sel pariental menyebabkan suatu ketidaan faktor intrinsik,
mendorong penyerapan yang buruk dari vitamin B12 (Wijaya, 2013, pp. 128-
129).
c. Yang sakit karena banyak minum
d. Methotrexate, zidovudine, dan lain obat yang menghalangi repliksi DNA. Ini
adalah etiologi yang paling umum pada pasien yang tanpa alkohol (Wijaya,
2013, pp. 128-129)

2. Anemia Mikrositik

Anemia hipokromik mikrositik, mikrositik: sel kecil, hipokkronik: pewarnaan


yang berkurang, karena darah nerasal dari Hb, sel-sel ini mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari jumlah normal. Kedaan ini umunya mencerminkan
isufisiensi sintesis heme/ kekurangan zat besi, seperti anemia pada defesiensi besi,
keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronis dan gangguan sintesis globin
(Wijaya, 2013, pp. 128-129).

a. Anemia kekurangan zat besia dalah jenis anemia paling umum dari
keseluruhan dan yang paling sering adalah microcytic hypochromic. Anemia
kekurangan besi disebabkan karena ketika penyerapan atau masukan dari besi
tidak cukup. Besi adalah suatu bahan penting dari hemoglobin, dan
kekurangan besi mengakibatkan berkurangnya hemoglobin kedalam sel darah
merah. Di Amerika Serika, 20% dari semua wanita-wanita dari umur yang
mampu melahirkan mempunyai anemia kekurangan zat besi, bandingkan
dengan hanya 2% dari orang tua. Penyebab dari anemia kekurangan zat besi
pada wanita-wanita premenopausal adalah darah hilang selama haid. Stusi
sudah menjukkan bahwa kekurangan zat besi menyebabkan prestasi sekolah
lemah dan menurunnya IQ pada gadis remaja. Pada pasien yang lebih tua,
anemia kekurangan zat besi disebabkan karena pendarahan saluran
pencernaan: tes darah pada BAB, endoskopi atas dan endoskopi bawah sering
dilakukan untuk mengidentifikasi lesi dan pendarahan yang bisa malignan
(Wijaya, 2013, pp. 128-129)
b. Hemoglobinnopathies lebih jarang (terlepas dari masyarakat dimana kondisi-
kondisi ini adalah lazim) anemia sel sabit, thalasemia

3. Anemia Normositik

SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah


hemoglobin normal. Kekurangan darah merah yang Normacytic adalah ketika
cadangan Hb dikurangi, tetapi ukuran sel darah yang merah (MCV) sisa yang normal.
Penyebab meliputi: pendarahan yang akut, anemia dari penyakit kronis, anemia yang
aplastic kegagalan sumsum tulang (Wijaya, 2013, pp. 128-129).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Kardiyudiani (2019: 186)untuk anemia adalah sebagai
berikut :
1. Keadaan umum: lemah, letih, lesu, dan lelah, sering mengeluh pusing dan mata
berkunang-kunang, sensitif terhadap dingin, BB turun, vertigo.
2. Kulit: kulit kering, kuku rapuh, clubbing.
3. Mata: penglihatan kabur, perdarahan retina.
4. Mulut: mukosa licin dan mengkilat, stomatitis.
5. Paru-paru: dipsneu dan orthopnea.
6. Kardiovaskuler: takikardia, palpitasi, murmur, angina, hipotensi, kardiomegali, gagal
jantung.
7. Gastrointestinal: anoreksia dan menorargia, menurunnya fertilisasi, hematuria.
8. Muskuloskeletal: nyeri pinggang
9. Sistem persyarafan: nyeri kepala, bingung, neurupatu perifer, parastesia, mental.
10. Depresi, cemas, kesulitan koping.

D. Patofisiologis Anemia
Menurut Wiwik dan Hariwibowo, patofisiologis apada klien anemia adalah
timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi.
Pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui pendarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah
terjadi dalam sel fagostik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, billirubin terbentuk dalam fagosit
akan memaski aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glumerulus
ginjal dan ke dalam urine. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan dan mekanisme kompensasi terhadap anemia (Bararah, 2013, pp. 201-202).

E. Pathway

Pathway Anemia(Wijaya & Putri, 2013 : 132)


F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi
anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen
berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV,MCV, dan MCHC), asupan
darah tepi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)
b. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED)
dan hitung retikulosit. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology
analizer yang dapat memberikan presisi hasil yang baik (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 37)
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
adanya sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan utuk diagnosa difinitif
pada beberapa jenis anemia. pemeriksaan sumsum tulang belakang mutlak
diperlukan diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan
hemotologik yang dapat mensupresi sistem eritroid (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
37)
d. Pemeriksaan atas indeksi khusus: pemeriksaan ini untuk mengomfirmasikan
dugaan diagnosis awal yang memilki komponen berikut ini:

 Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
 Anemia megalobalistik: asam folat darah / eritrosit, vitamin B12
 Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coomb, dan elektroforesis Hb.
 Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.

2. Pemeriksaan laboratorium non hematologis: faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal
hati, biakan kuman.
3. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau linfangiografi
4. Pemeriksaan sitogenik
5. Pemeriksaan biologi molekul (PCR = polymerase chain raction, FISH= fluorescense
in situ hybridization (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 37)

G. Penatalaksanaan Medis
1. Anemia karena pendarahan
Pengobatan terbaik adalah tranfusi darah. Pada pendarahan kronik diberikan
tranfusi packed cell. Mengatasi renjatan dan penyebab pendarahan. Dalam keadaan
darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia
(Wijaya, 2013, hal. 135-136).
2. Anemia defisiensi
Anemia defisiensi besi (DB) respon regular DB terhadap sejumah besi cukup
mempunyai arti diagnostik, pemberian oral garam ferro sederhana ( sulfat, glukonat,
fumarat) merupakan terapi yang murah dan memuskan. Preprt besi parental ( dekstran
besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila perhitungan dosis tepat,
sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penderita, dan komsumsi susu
harus dibatasi lebih baik 500 Ml/ 24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh
ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah
karena intoleransi protein susu sapi tercegah. Anemia defisiensi asam folat meliputi
terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian/ suplementasi
asam folat oral 1 mg perhari (Wijaya, 2013, hal. 135-136).
3. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik autoimun terapi insial dengan menggunakan prednison 1-2
mg/Kg BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, tranfusi harus diberikan dengan hati-
hati. Apabila predison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit
mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff dari prednisone maka dilakukan
splenektomi. Apabila kedunya tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan
menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi
intravena (500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari). Namun efek pengobatan ini hanya
sebentar (1-3 minggu) dan sangat mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini
hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednisone
merupakan kontra indikasi (Wijaya, 2013, hal. 135-136).
Anemia hemolitik karena kekurangan enzim pencegahan hemolisi adalah cara
terapi yang paling penting. Tranfusi ukur mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubinemia pada neonatus. Tranfusi eritrosit terpapar diperlukan untuk
anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau jika diperlukan
tranfusi yang sering, splenektomi haarus dikerjakn setelah umur 5-6 tahun (Wijaya,
2013, hal. 135-136).

H. Komplikasi
Komplikasi Anemia menurut Wijaya & Putri (2013 : 137) komplikasi Anemia adalah
sebagai berikut:
1. Perkembangan otot buruk
2. Daya konsentrasi menurun
3. Hasil uji perkembangan menurun
4. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
5. Sepsis
6. Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi-silang menyebabkan perdarahan yang
tidak terkendali
7. Cangkokan vs penyakit hospes (timbul setelah pencangkokan sum-sum tulang)
8. Kegagalan cangkok sumsum
9. Leukemia mielogen akut berhubungan dengan Anemia fanconi

I. Pengobatan
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia, dan mungkin termasuk:

1. Tranfusi darah
2. Kortikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan tubuh
3. Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang membantu sel-sel darah
4. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya
(Proverawati, 2011, hal. 34-35).

J. Pencegahan Anemia
Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan makan-
makanan yang sehat dan membatasi penggunakan alkohol. Semua jenis anemia sebaiknya
dihindari dengan memriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika masalah itu timbul.
Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh dokter untuk selalu dikontrol,
bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat terdeteksi adanya anemia dan meminta dokter
untuk mencari penyebab yang mendasari (Proverawati, 2011, hal. 37)

Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut (Wijaya & Putri, 2013 : 137) berikut tinjauan teoritis tentang pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Anemia:
1. Pengkajian
a. Identitas klien & keluarga
b. Keluhan utama : Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat,
kelelahan, kelemahan, pusing.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
1) Prenata: ibu selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan
kehamilan berapa kali, kebiasaan pemakaian obat-obatan dalam jangka
waktu lama.
2) Intranatal: usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan
berat badan waktu lahir
3) Postnatal: keadaan bayi setelah masa, neonatorum, ada trauma post partum
akibat tindakan misalnya forcep, vakum, danpemberian ASI
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi
2) Adanya riwayat trauma, perdarahan
3) Adanya riwayat demam tinggi
4) Adanya riwayat penyakit ISPA
e. Keadaan saat ini : Klien pucat, kelemahan, sesak napas, sampai adanya gejala
gelisah, diaphoresis, tachikardi,dan penurunan kesadaran.
f. Riwayat keluarga
Riwayat anemia dalam keluarga dan riwayat penyakit-penyakit seperti:
kanker, jantung, hepatitis, DM, asthma, penyakit-penyakit infeksi saluran
pernapasan.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Keadaan tampak lemah sampai sakit berat
Kesadaran : Composmentis, kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran apatis,somnolen spoor coma.
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Tekanan darah menurun
Nadi : Frekuensi nadi meningkat, kuat sampai lemah
Suhu : Bisa meningkat atau turun
Pernapasan : Meningkat
3) Tinggi Badan (TB) dan Berat Badan (BB)
4) Kulit : Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat
perdarahan dibawah kulit
5) Kepala : Biasanya bentuk dalam batas normal
6) Mata : Kelainan bentuk tidak ada,konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
terdapat perdarahan sub conjungtiva, keadaan pupil,palpebra, reflek cahaya
biasanya tidak ada kelainan.
7) Hidung : Keadaan/bentuk mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung,
fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan.
8) Telinga : Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
9) Mulut : Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibir pecah-
pecah atau perdaraha
10) Leher : Terdapat pembesaran kelenjar getah bening, thyroid lidah
membesar, tidak ada distensi vena jugularis.
11) Thoraks : Pergerakan dada, biasanya pernapasan cepat irama tidak
teratur. Fremitus yang meninggi, percusi sonor, suara napas bisa vesikuler
atau ronchi, wheezing.
12) Abdomen : Cekung, pembesaran hati, nyeri, bising usus normal dan
bisa juga dibawah normal dan bisa juga meningkat
13) Genetalia : Laki-laki:testis sudah turun ke dalam skrotum, Perempuan:
labia minora tertutup labia mayor
14) Ekstremitas : Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot
kurang, akral dingin
15) Anus : Keadaan anus, anus (+)
16) Neurologis Refleksi fisiologis (+) seperti reflek patella, reflek patologi
(-) seperti Babinski, tanda kerniq (-) dan Bruzinski I-II = (-)

2. Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada Anemia menurut (Wijaya dan Putri,
2013)
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi
hemoglobin.
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Ansietas berhubungan dengankrisis situasional
e. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder.
Rencana Tindakan Keperawatan

No
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
.
1 Perfusi perifer tidak efektif Perfusi jaringan : perifer Perawatan sirkulasi :
berhubungan dengan ( 407:447) (4066:391)
penurunan kosentrasi 1.Pengisian kapiler jari (5) 1. Lakukan
hemoglobin penilaian yang
2.Suhu kulit ujung kaki
(5) kemprehensif
pada sirkulasi
3.Kekuatan denyut nadi perifer (CRT)
(5) 2. Inspeksi kulit
4.Nilai rata rata tekanan apakah terdapat
darah (5) luka tekan dan
5.Muka pucat (5) jaringan yang
tidak utuh
Status sirkulasi (401:561) 3. Mengintruksikan
1.Tekanan darah sistol dan klien untuk
diastol (5) merubah posisi
2.Kelelahan (5) setiap 2 jam sekali
4. Intruksikan klien
3.Pingsan (5) mengenai faktor –
4.Pitting edema (5) faktor yang
mempengaruhi
sirkulasi darah
5. Pertahankan status
hidrasi untuk
menurunkan
viskositas darah
Manajemen Cairan
(4120:157)

1. Monitor status hidrasi


(misalnya ,membrane
mukosa lembab, denyut
nadi adekuat, tekanan
darah.
2. Dukung peningkatan
asupan kalori
3. Lakukan perawatan
mulut sebelum amakan
4. Sediakan suplemen
makanan jika
diperlukan
5. Persiapkan pemberian
produk-produk darah
(misalnya,cek darah dan
mempersiapkan
pemasangan infus)
6. Berikan produk-produk
darah (misalnya,
trombosit dan plasma
yang baru)
7. Atur ketersediaan
produk darah untuk
transfusi, persiapkan
pemberian produk-
produk darah
(misalnya, cek darah
dan mempersiapkan
pemasangan
infus)Berikan produk-
produk darah
(misalnya, trombosit
dan plasma yang baru)

2 Defisit nutrisi berhubungan Status Nutrisi : Manajemen Nutrisi :


dengan kurangnya asupan (1004:551) (1100:197)
makanan 1. Asupan gizi (5) 1. Identifikasi
2. Asupan makanan (5) adanya alergi
3. Asupan cairan (5) atau intoleransi
makanan yang
4. Energi (5) dimiliki pasien
Status Nutrisi: Asupan 2. Instruksikan kepada
Nutrisi ( 1009:553) pasien mengenai
1. Asupan kalori (5) kebutuhan nutrisi
3. Ciptakan
2. Asupan protein (5) lingkungan yang
3. Asupan lemak (5) optimal pada saat
4. Asupan karbohidrat (5) mengkonsumsi
Asupan zat besi (5 makan
4. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi
Bantuan Peningkatan
Berat Badan : (1240:78)
1. Timbang pasien pada
jam yang sama
2. Dukung peningkatan
asupan kalori
3. Lakukan perawatan
mulut sebelum makan
Sediakan suplemen
makanan jika diperlukan
3 Intoleransiaktivitas Daya tahan ( 1:80) Manajemen Energi
berhubungan dengan 1.Melakukan aktifitas (180:177)
proses metabolisme yang rutin (5) 1. Kaji status fisiologis
terganggu pasien yang
2. Aktifitas fisik (5)
menyebabkan
3. Pemulihan kelelahan
energi setelah 2. Tentukan persepsi
istirahat (5) pasien/orang
4. Hemoglobi terdekat mengenai
n (5) penyebab kelelahan
5. Hematokrit 3. Pilih intervensi untuk
(5) mengurangi kelelahan
baik secara
Toleransi terhadap farmakologi maupun
aktifitas (5:582) nonfarmakologi
1.Frekuensi nadi setelah 4. Tingkatkan tirah
beraktifitas(5) baring
2. Kekuatan tubuh bagian 5. Susun kegiatan
atas (5) fisik untuk
3.Kekuatan tubuh bagian mengurangi
bawah (5) penggunaan
4.Kemudahan dalam cadangan O2
melakukan aktifitas untuk fungsi organ
harian (5) vital
6. Bantu aktifitas harian
pasien
7. Anjurkan
keluarga
membantu pasien
dalam aktivitas
sehari-hari yang
teratur sesuai
kebutuhan
8. Ajarkan pasien
mengenai
pengelolaan
kegiatan dan
manajemen waktu
untuk mencegah
kelelahan
9. Memantau tanda –
tanda vital klien
10. Evaluasi secara
bertahap kenaikan
level aktivitas klien
4 Tingat kecemasan: Pengurangan
(1211:572) Kecemasan : (5820:319)
1. Tidak dapat beristirahat 1. Kaji untuk
(5) tanda verbal
2. Perasaan gelisah (5) dan non
verbal
3. Kesulitan berkosentrasi kecemasan
(5) 2. Jelaskan semua
4. Pusing (5) prosedur termasuk
Gangguan tidur (5) sensasi yang akan
dirasakan yang
mungkin akan dialami
klien selama prosedur
dilakukan
3. Anjurkan keluarga
untuk mendampingi
klien
5 Resiko infeksi Keparaha Kontrol Infeksi:
berhubungan dengan n infeksi: (6540:134)
ketidakadekuatan (703:145) 1. Cuci tangan setiap
pertahanan tubuh 1. Kemerahan (5) sebelum dan sesudah
sekunder 2. Nyeri (5) tindakan keperawatan
3. Ketidakstabilan suhu 2. Pertahankan
(5) lingkungan
aseptik
4. Hilang nafsu makan
selama
(5)
pemasangan
alat
3. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
4. Tingkatkan intake
nutrisi
5. Berikan terapi
antibiotik
Perlindungan Infeksi:
(6550:398)
1. Monitor
adanya tanda
dan gejala
infeksi
sistemik dan
local
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. Monitor hitung
mutlak granulosit,
WBC, dan, hasil-
hasil diferensial
1. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Suarni & Apriyani, 2017)
2. Evaluasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000), Evaluasi didefinisikan sebagai
keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatanklien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang
tampil.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakarya.

Handayani, W. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

M.Wilkinson, J. (2016). Dignosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnois Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Proverawati, A. (2011). Anemia dan Anemia kehamilan . Yogyakrta: Nuha Medika.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai