Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN MENGENAI INFEKSI PADA IBU

POSTPARTUM

Disusun Oleh :

Maria Joanita (201711028)


Rani Artha Sinambela (201711041)
Riya Agustina (201711045)
Simranjit Kaur (201711048)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN SINT CAROLUS

TAHUN AJARAN 2019/2020

JAKARTA
BAB I

LATAR BELAKANG

Persalinan aman dan bersih merupakan salah satu pilar Safe Motherhood. Bersih
artinya bebas dari infeksi. Infeksi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan
penyebab utama kedua dari kematian ibu dan perinatal. Masa nifas atau post partum adalah
masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ
reproduksi secara berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil.

Di Negara-negara maju, umumnya perempuan hamil dalam keadaan sehat dan


bergizi baik. Persalinan terjadi di rumah sakit atau dirumah sakit bersalin yang telah
menjalankan praktik pencegahan infeksi dengan baik. Jika diperlukan tindakan, misalnya
sescio sesaria, pembedahannya berlangsung singkat dan biasanya tanpa komplikasi.
Katerisasi urin, jika perlu, hanya sebentar. Umumnya tidak diperlukan antibiotic sistemik
dan tidak memerlukan perawatan lama sebelum persalinan. Dengan demikian, infeksi
nosocomial atau dengan organisme yang kebal terhadap banyak obat menjadi rendah.
Disamping itu, karna umumnya perempuan hamil mengunjungi klinik antenatal lebih dini
dan di imunisasi secara lengkap, resiko infeksi serius pada janin dan bayi baru lahir juga
rendah.

Dinegara berkembang, seperti Indonesia, masih sekitar 80% perempuan hamil


melahirkan di rumah dengan asuhan antenatal yang sangat terbatas. Mereka kekurangan
gizi dan anemic. Tindakan dirumah sakit yang diperlukan menjadi terhambat karena terkait
masalah jarak, transportasi, dan keadaaan sosial ekonomi, sehingga sering perempuan
hamil tiba dirumah sakit sudah terlambat atau sudah dekat dengan kematian. Tingkat
infeksi pasca pembedahan tinggi (15-60%), dengan infeksi luka dan infeksi serius yang
sering terjadi. Ditambah pula dengan infeksi HIV/AIDS serta timbulnya tuberculosis dan
infeksi.

Infeksi post partum terjadi di traktus genetalia setelah kelahiran yang diakibatkan
oleh bakteri. Hal ini akan meningkatkan resiko infeksi post partum yang salah satunya
disebabkan luka perineum. (Susilo Damarini, 2013). Penyembuhan luka pada ibu pasca
bersalin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya mobilisasi dini, nutrisi, dan
perawatan perineum atau kebersihan diri. (Anggraeni, 2010). Perawatan perineum adalah
pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus
pada ibu yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ
genetic pada waktu sebelum hamil. (Sujiatini dkk, 2010).

Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu


kualitas sumber daya manusia di setiap Negara. Salah satu indicator untuk menilai
keberhasilan pembangunan kesehatan adalah dari tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu
(AKI) di setiap Negara. Menurut World Health Organization (WHO) diseluruh dunia
setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi terkait dengan kehanilan,
persalinan, dan nifas. Dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap hari atau 500.000
perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 terjadi 2,7
juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan akan meningkat
mencapi 6,3 juta pada tahun 2050 jika tidak mendapat perhatian dan penanganan yang
lebih.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI INFEKSI POST PARTUM


Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genetelia, terjadi
sesudah melahirkan, ditandai dengan kenaikkan suhu sampai 38º c atau lebih
selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan
mengecualikan 24 jam pertama.
Definisi infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya
mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh
terhadapnya.( Zulkarnain Iskandar, 1998).
Infeksi post partum adalah infeksi pada saluran genital yang terjadi dalam
28 hari setelah abortus atau persalinan. (Bobac, 2004)
Penyebab infeksi nifas terjadi :
1. Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
 Vulvitis ( Peradangan pada vagina)
Gejala sepeti pruritus vulva, iritasi, inflamasi, sekresi vaginal, dan
rasa perih, biasanya diakibatkan oleh salah satu organisme berikut :
Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Gardnerella vaginalis.
Biasanya permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan
getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
Hal ini terjadi biasanya karena adanya peningkatan pH vagina yang
berubah, Adanya perubahan mukosa pada vagina, daya tahan tubuh
terganggu karena perubahan yang berkaitan dengan proses penuaan, stress,
atau penyakit. Pemakaian antibiotic juga bisa merusak flora normal yang
melindugi vagina.
 Servisitis ( Peradangan pada serviks)
Servisitis adalah infeksi dan inflamasi pada serviks. Secara klinis
sulit memberi perbedaan kecuali dilakukan evaluasi mikroseluler. Luka
serviks yang dalam dan meluas, dan langsung ke dasar ligamentum latum
dan dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. Biasanya
tidak menimbulkan banyak gejala. Servisitis dikaitkan dengan kanker
serviks.
 Endometritis
Merupakan infeksi yang biasanya demam dimulai dalam 48 jam
post partum dan bersifat naik turun. Kuman-kuman memasuki endometrium
(biasanya pada insersio plasenta ) dalam waktu singkat dan menyebar
keseluruh endometrium.
 Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium
adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri
tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum.
Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi
yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada
wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis
akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat
jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan
leukore. Akan tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya
disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi dapat
berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6 jam,
gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti
tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
 Mastitis
Infeksi pada payudara. Infeksi terjadi karena adanya luka pada
putting susu dan bendungan ASI.
2. Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh darah:
 Septikemia : Bakteri atau toksinnya langsung masuk ke dalam peredaran
darah dan menyebabkan infeksi.
 Piemia : Infeksi dan abses pada organ-organ yang diserang yang didahului
oleh terjadinya tromboflebitis.
 Tromboflebitis : Perluasan invasi mikroorganisme pathogen yang
mengikuti aliran darah vena disepanjang vena dan cabang-cabangnya.
3. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium :
 Parametritis :
 Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang
ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi,
Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.
Penyebab Parametritis yaitu :
a. Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
2. Lymphogen
3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b. Dari robekan serviks
c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )
 Peritonitis :
Inflamasi pada peritoneum yang merupakan lapisan membrane serosa
rongga abdomen. Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya
endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-
ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses
pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan
kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita,
yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.
4. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium :
 Salpingitis : Reaksi inflamasi dan infeksi pada saluran tuba.
 Ooforitis : Infeksi pada ovarium.
5. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan
terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki
kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, Vaginitis,
obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir
mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia
coli.
B. ETIOLOGI
Bermacam-macam jalan masuk bakteri seperti eksogen (bakteri datang dari
luar), autogen (bakteri masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (bakteri
berasal dari jalan lahir sendiri). Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan infeksi
antara lainnya :
 Steptococcus haemoliticus anerobic
Masuknya bakteri secara eksogen dan menyebabkan infeksiberat. Infeksi
iini biasanya ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan
penolong.
 Staphylococcus aureus :
Masuknya secara eksogen, infeksinya dalam tingkat sedang. Banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi dirumah sakit.
 Escherichia coli :
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkaninfeksi
terbatas pada perineu, vulva dan endometrium. Bakteri ini merupakan sebab
penting dari infeksi traktus urinarius.
 Clostridium welchii :
Bakteri ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya
infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang
ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.

Cara terjadinya infeksi :


1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi dimana membawa bakteri yang sudah
ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung
tanagn atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari bakteri.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan tenaga kesehatan.
3. Didalam rumah sakit banyak bakteri-bakteri pathogen yang berasal dari
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Bakteri-bakteri ini bisa dibawa
oleh aliran udara kemana-kemana antara lain misalnya, ke handuk, kain-
kain, alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan.
C. FAKTOR RESIKO
1. Faktor Sosial Ekonomi
Penderita yang memiliki sosial ekonomi rendah mempunyai resiko
timbulnya infeksi nifas karena kurangnya biaya untuk persalinan pada saat
persalinan. Asupan gizi, atau nutrisi yang rendah, dan perawatan antenatal
yang tidak adekuat juga mempengaruhi terjadinya infeksi pada ibu.
2. Faktor Proses Persalinan :
Proses persalinan sangat mempengaruhi resiko timbulnya infeksi
nifas, diantaranya ialah partus lama atau partus kasep (persalinan
berlangsung lebih dari 24/jam pada primi, dan lebih dari 18/jam pada multi
(Mochtar, 1998), lamanya ketuban pecah, korioamnionitis, pemakaian
monitoring janin intrauterine, jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan
selama proses persalinan dan perdarahan yang terjadi.
3. Faktor Tindakan Persalinan :
Tindakan persalinan merupakan salah satu faktor resiko timbulnya
infeksi postpartum. Seksio sesarea merupakan faktor utama terjadinya
infeksi nifas. Penderita yang mengalami seksio sesarea mempunyai faktor
resiko 5-30 kali lebih besar terkena infeksi.
4. Anemia :
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan
infeksi. Hal ini juga terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon
sel darah putih kurang untuk menghambat masuknya bakteri.
5. Ketuban Pecah Dini (KPD) :
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi
jembatan masuknya kuman keorgan genital.
6. Trauma Pembedahan :
Perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen,
seperti operasi.
7. Kontaminasi Bakteri :
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau serviks dapat terbawa ke
rongga Rahim. Selain itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan
vagina atau saat dilakukan tindakan persalinan dapat menajdi salah satu
jalan masuk bakteri.

D. PATOFISIOLOGI
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat
itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel
fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut
inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan
jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka
sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit
kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga
membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman
(peradangan yang luas dijaringan ikat).

E. TANDA DAN GEJALA

Jika infeksi menyebar melalui pembuluh darah :


 Septikemia
1. Kelihatan sudah sakit dan lemah sejak awal
2. Menggigil
3. Nadi cepat 140-160x/mnt atau lebih
4. Suhu meningkat antara 39-40ºC
5. Sesak nafas
6. Kesadaran turun
7. Gelisah
 Piemia
1. Tidak lama postpartum pasien sudah merasa sakit
2. Perut nyeri
3. Berukang-ulang suhu meningkat dan menggigil, diikuti oleh turunnya suhu
yang lambat akan timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.

Jika infeksi menyevar melalui jalan limfe :

 Perionitis
1. Suhu badan tinggi
2. Nadi cepat dan kecil
3. Nyeri tekan perut +
4. Pucat
5. Mata cekung yang disebut dengan muka hipokrates
6. Kulit dingin
 Salfingitis dan Ooforitis
1. Nyeri tekan pada salah satu atau kedua sisi abdomen
2. Demam disertai menggigil
3. Pengeluaran secret yang banyak dan kadang disertai pus.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hitung darah lengkap
Untuk memperkirakan apakah ibu mengalami kehilangan darah atau tidak,
untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya terjadi perubahan Hb atau Ht dan
peningkatan sel darah putih (SdP). Salah satu yang mengindikasikan seseoramg
terkena infeksi adalah terjadi peningkatan leukosit, yaitu mencapai >11.000/mm
2. Kultur Uterus dan Vagina
Untuk memastikan diagnose infeksi postpartum. Dengan demikian dapat
diketahui miikorganisme yang menyebabkan infeksi pada ibu, sehingga tenaga
kesehatan dapat memberikan tindakan asuhan yang tepat.
3. USG
Melihat adanya plasenta yang tertinggal dalam uterus.
4. Pengecekan Lochea pada perineum setelah melahirkan (1-14 hari)
COCA (Konsistansi, bau, warna, jumlah cairan)
5. Pengecekan pada perubahan perineum
Observasi adanya kemerahan, edema atau pembengkakan, warna, adanya keluaran
cairan seperti nanah, dan perlekatan luka (REEDA).

G. KOMPLIKASI
1. Peritonitis (Peradangan selaput rongga perut)
2. Tromboflebitis Pelvika (Bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner
3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan bakteri dalam darah
4. Syok toksik dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang berat bahkan
kematian.

H. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Beri antibiotik sampai dengan 48 jam bebas demam
2. Cegah dehidrasi : berikan minum atau infus cairan kristaloid
3. Jika diduga ada sisa plasenta, lalukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan
serta sisa kotiledon.
4. USG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta dalam rongga
uterus atau massa intra abdomen-pelvik.
5. Periksa kondisi umum : TTV. Nyeri perut dan cairan per vagiam setiap 4 jam.
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN POLA GORDON


1. Pola Kesehatan Pemeliharaan Kesehatan
 Kaji riwayat obstetri pada ibu
 Kaji riwayat kesehatan ibu, alergi, konsumsi obat
 Kaji pola pemeliharaan kebersihan ibu
 Kaji riwayat ibu berapa kali melahirkan
 Kaji apa tehnik melahirkan ibu
 Kaji lamanya persalinan
 Kaji lamanya plasenta dan jaringan keluar dari Rahim
 Kaji riwayat alat kontrasepsi ibu

2. Pola Nutrisi Metabolik

 Kaji nafsu dan pola makan ibu


 Kaji jenis dan banyaknya makanan sehari-hari ibu
 Kaji tingkat mual dan muntah, frekuensi, banyaknya, warna dan jenis
muntahan
 Kaji adanya suplemen yang dikonsumsi ibu
 Kaji jenis makanan yang disukai ibu
 Kaji frekuensi dan banyaknya asupan cairan
 Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi: finger print, mukosa kering, turgor
kurang elastis
 Kaji kecepatan proses penyembuhan luka
 Kaji adanya penurunan berat badan

3. Pola Eliminasi

 Kaji BAB ibu (warna, bau, konsistensi)


 Kaji frekuensi urine ibu (warna, bau, frekuensi)

4. Pola Tidur dan Istirahat

 Kaji apakah ibu mengalami sulit tidur


 Kaji berapa lama ibu istirahat

5. Pola Aktivitas dan Latihan

 Kaji apakah ibu sudah bisa mobilisasi


 Kaji apakah ada hambatan saat melakukan mobilisasi
 Kaji adanya sesak nafas dan nyeri dada
6. Pola Kognitif
 Kaji Nyeri (p,q,r,s,t)
 Kaji lokasi nyeri tekan

7. Pola Konsep Diri

 Kaji adanya body image pada ibu


 Kaji harga diri dan ideal diri setelah melahirkan

8. Pola Peran dan Hubungan Sesama

 Kaji peran klien dalam keluarga


 Kaji hubungan klien dengan suami, orang tua, keluarga atau mitra lainnya
 Kaji kualitas support system dari keluarga atau mitra lainnya

9. Pola Seksualitas dan Reproduksi

 Kaji seksual ibu setelah post partum


 Kaji adanya bendungan ASI pada payudara
 Kaji COCA
 Kaji REEDA
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri akut b.d distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih.
2. Resiko infeksi b.d trauma jaringan
3. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan, peningkatan kebutuhan
metabolism, faktor ekonomi (Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2017)
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses infeksi
5. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang gejala yang muncul
6. Kurangnya pengetahuan tentang hygiene yang tepat b.d kurangnya
informasi
7. Intoleransi aktivitas b.d hambatan mobilitas fisik
8. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis dan
edema jaringan

C. DISCHARGE PLANNING
1. Ajarkan ibu untuk membersihkan daerah perineum dengan air matang sesudah
mengganti kotek atau sesudah buang air.
2. Jika ibu menyusui, ajari ia merawat payudara dan putting susu untuk
mencegah infeksi (Mastitis)
3. Jika persalinan dengan sesio sesarea, untuk mecegah masalah pernafasan
dalam masalah persalinan, anjurkan ibu untuk berhati-hati dalam
menggonsumsi obat, segera mobilisasi dan tarik nafas dalam sering-sering,
dalam 12 jam pertama ibu boleh berjalan.
4. Anjurkan ibu untuk mengonsumsi vit.A dimana berfungsi untuk menurunkan
angka kematian dan angka kesakitan, vitamin A berperan terhadap sistim
kekebalan tubuh, mempertahankan terhadap infeksi.
DAFTAR PUSAKA

A'Yunin, Q. (2016). Gambaran Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Infeksi Pada


Ruptur Perineum Di RB.Matiro Baju Sungu Minasa Goa, 13-14.

Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2007). Seri Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

BRUNNER , & SUDDARTH'S. (2014). Medical-Surgical Nursing. Jakarta: Wolters


Kluwer.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi & Klasifikasi . (2015-2017). Jakarta: EGC.

Herlina, U., & Hidayat, A. (2019). Pendeketan Eksistensial dalam Praktik Bimbingan
dan Konseling, 1-9.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah (Gangguan Neurologi). Jakarta: RGC.

Leveno, K. J. (2013). Manual Williams Komplikasi Kehamilan. Jakarta: Penerbis Buku


Kedokteran EGC.

LEWIS, BUCHER, HEITKEMPER, HARDING, KWONG, & ROBERTS. (2017).


MEDICAL SURGICAL NURSING. America: ELSEVIER.

Maryani, D. (2019). Oksitosin. Jurnal Ilmu Kebidanan. SUPLEMENTASI VITAMIN A


BAGI IBU POST PARTUM DAN BAYI, 2.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta: PPNI.

Prawiroharjdo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Sarwono Prawirohardjo.

Rahmasari, D. (2012). Peran Filsafat Eksistensialisme TerhadapTerapi Eksistensial-


Humanistik Untuk Mengatasi Frustasi Eksistensial, 2-7.
Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai