Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MATERNITAS II

“Trend dan Issue Masalah Kesehatan Wanita”


Dosen : Dian Taviyanda, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Aldo Stefanus ( 01.2.18.00638 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGAM SARJANA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran kelamin bagian atas yang melibatkan
semua atau salah satu dari struktur berikut: leher rahim, rahim, saluran telur, indung
telur, dan sekitarnya structures.
Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan kondisi ini di antaranya adalah
beberapa pasangan seksual, penghentian kehamilan yang tidak aman, instrumentasi
rahim, tidak ada kehamilan sebelumnya, penggunaan non metode kontrasepsi
penghalang, alat kontrasepsi dalam rahim, coitarche awal, sejarah masa lalu dari
penyakit radang panggul dan merokok tembakau, lahir mati sebelumnya, dan
beberapa mitra seksual.
Penyakit radang panggul (PID) adalah infeksi rahim ,saluran tuba dan
organreproduksi lainnya yang menyebabkan gejala seperti nyeri perut bawah. Ini
merupakankomplikasi serius dari beberapa penyakit menular seksual (PMS).
Terutama klamidiadan gonore. PID dapat merusak tuba dan jaringan di dekat uterus
dan ovarium.PIDdapat menyebabkan kemandulan, kehamilan ektopik, pembentukan
abses dan nyeri panggul kronis
Diagnosis yang tidak tepat Its dan pengobatan merupakan penyebab gejala sisa
medis dan sosial ekonomi: Ini merupakan sekitar 2% dari konsultasi ginekologi
perempuan muda untuk dokter perawatan primer mereka di Inggris dan Wales Remaja
dan dewasa muda account untuk hampir setengah dari. 780.000 kasus PID dilaporkan
setiap tahun di Amerika Serikat dengan 250.000 wanita di rumah sakit setiap tahun
dan 18 / 10.000 discharge rumah sakit. Pengeluaran anggaran besar pada
pengobatannya ditemukan di Amerika Serikat di mana sekitar 5,5 miliar dolar yang
dihabiskan setiap tahun pada pengobatan dan gejala sisa. Dalam rangkaian miskin
sumber daya itu menyumbang 17-40% dari penerimaan ginekologi di Sub-Sahara
Afrika, 15- 37% di Asia Tenggara, dan 3% di India.
1.2 Rumusan Masalah
1. Definisi Radang panggul
2. Etiologi radang panggul.
3. Faktor resiko radang panggul.
4. Patofisiologi radang panggul
5. Jenis-Jenis Pelvic inflammatory desease
6. Gejala dan diagnosis radang panggul
7. Deferensial radang panggul
8. Penatalaksanaan radang panggul
9. Cara pencegahan radang panggul

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui definisi, etiologi, faktor resiko, patofisiologis dari radang
panggul
2. Dapat mengetahui jenis, gejala, klasifikasi penatalaksanaan, dan cara
pencegahandari radang panggul.
3. Kita dapat memahami lebih lanjut dari radang panggul
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Trend an Issu

Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren juga
dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini
yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat.

Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik,
hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang
krisis.

Trend dan Issu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang dibicarakan banyak orang
tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend
dan issu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.
Trend Issue Kepereawatan Maternitas terkait Masalah Kesehatan Wanita. Menurut
Menkes RI di pidatonya pada acara Upacara Peringatan Hari Kartini pada 20 April
2018, berdasarkan data Riskesdas 2013, di Indonesia masih terdapat masalah
tingginya angka anemia pada perempuan sebesar 23,9%, anemia ibu hamil 37,1%;
Kurang Energi Kronik (KEK) pada Wanita Usia Subur 20 ,8%, KEK pada Ibu Hamil
24 ,2%.

2.2 Definisi

Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi padaalat
genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopi,
ovarium,miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang
paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa
(Sawarno, 2011).

Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan radang pada saluran genital bagian


atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium, tuba
fallopi,ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara
hematogenataupun sebagai akibat hubungan seksual. (Yani 2009)
Penykit radang panggul atau pelvic inflamatory disease (PID) merupakan
infeksigenetalia bagian atas wanita yang sebagian besar disebabkan hubunganseksual.
(manuaba)Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari
uterus,tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan
pembedahan dankehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat
kandungan tinggitermasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian
dan peritonitis pelvis.Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi
Batas antara infeksi rendah dantinggi ialah ostium uteri internum (Marmi 2013)

2.3 Etiologi

Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam
hitungan hariatau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul.
Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yangm
enyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan
berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua
bakteri iniadalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan
terjadinya infeksikarena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan
berkurangnya pertahanandari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk
pertumbuhan bakteri (darahmenstruasi).

Bakteri fakultatif anaerob dan flora juga diduga berpotensi menjadi penyebab
PID.yang termasuk dantaranya adalah Gardnerella vaginalis, streptokokus agalactiae
peptostreptokokus bakteroides dan mycoplasma genetalia patogen genetalia lain
yangmenyebabkan PID adalah haemaphilus influenza dan haemophilus
parainfluenza actinomices diduga menyebabkan PID yang dipicu oleh penggunaan
AKDR. PID mungkin juga disebabkan oleh salpingitis granulomatosa yang
disebabkan  Mycobakterium tuberkulosis dan Schistosoma.
2.4 Faktor resiko

Terdapat beberapa faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas seksual.
PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas
seksual berjumlah sekitar 85% sedangkan 15% di sebabkan karena luka pada mukosa
misalnya AKDR atau kuretase

Resiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita


denganlebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki pningkatan resiko
sebesar 3 kali lipat.

Usia muda juga merupakan salah satu faktor resiko yang di sebabkan olehkurangnya
kestabilan hubungan seksual dan mungkin oleh kurangnya imunitas. Faktor resiko
lainnya yaitu pemasangan alat kontrasepsi, etnik, status postmaterialdimana resiko
meningkat 3 kali di banding yang tidak menikah, infeksi bacterialvaginosis, dan
merokok. Peningkatan resiko PID di temukan pada etnik berkulit putihdan pada
golongan sosio ekonomi rendah. PID sering muncul pada usia 15 – 19 tahundan pada
wanita yang pertama kali berhubungan seksual.

Pasien yang digolongkan memiliki faktor resiko tinggi untuk PID adalah wanita
diusia 25 tahun, menstruasi, memiliki pasangan seksual yang multiple, tidak
menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah yang tinggi prevelensi penyakit
menular seksual. PID juga sering timbul pada wanita yang pertama kali berhubungan
aseksual. Pemakain AKDR meningkatkan resiko PID
2 – 3 kali lipat pada 4 bulan pertama setelah pemakaian namun kemudian resiko
kembali menurun. Wanita yangtidak berhubungan seksual secara aktif dan telah
menjalani sterilisasi tuba, memilikiresiko yang sangat rendah untuk PID.
2.5 Patofisiologis

PID di sebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus genital


atas dari vagiana dan serviks. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab
atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktifitas seksual mekanis dan
pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh.Banyak kasus PID
timbul dengan 2 tahap :

 Tahap Pertama : melibatkan akuisisi dari vagiana atau infeksi servikal.Penyakit


menular seksual yang menyebabkan mungkin asimptomatik
 Tahap Ke dua : Timbul oleh penyebaran asenden langsung mikroorganisme dari
vagina dan serviks.

Mukosa serviks menyediakan barrier fungsional melawan penyebaran ke atas,namun


efek dari barrier ini mungkin berkurang akibat pengaruh perubahan hormonalyang
timbul selama ovulasi dan menstruasi. Gangguan suasana servikovaginal dapat timbul
akibat terapi antibiotic dan penyakit menular seksual yang dapat menggagu
keseimbangan flora endogen. Menyebabkan organisme nonpatogen bertumbuh
secara berlebihan dan bergerak ke atas. Pembukaan serviks selama menstruasi dengan
aliranmenstrual yang retrograd dapat memfasilitasi pergerakan asenden dari
mikroorganisme. Hubungan seksual juga dapat menyebabkan ifeksi asenden
akibatdari kontraksi uterus mekanis dan ritmik. Bakteri dapat terbawa bersama
spermamenuju uterus dan tuba.

Faktor resiko meningkat pada wanita dengan pasangan seksual multiple , punya
riwayat penyakit seksual sebelumnya, pernah PID, Riwayat pelecehan seksual
usiamuda, dan mengalami tindakan pembedahan. Usia muda mengalami
peningkatanresiko akibat dari peningkatan permeabilitas mucosal serviks, zona
servical ektopiyang lebih besar, proteksi antibody chalamidya yang masih rendah, dan
peningkatan berlaku beresiko. Prosedur pembedahan
dapat menghancurkan barrier servical, sehingga menjadi predisposisi terjadi infeksi.

AKDR telah di duga merupakan predisposisi terjadinya PID dengan memfasilitasi


transmisi mikroorganisme ke traktus genitalia atas. Kontrasepsi oral justru
mengurangi resiko PID secara simptomatik. Mungkin dengan meningkatkan
viskositas mukosa oral, menurunkan aliran menstrual antegrade dan retrograde, dan
memodifikasi respon imun local.
Pada traktus bagian atas, jumlah mikroba dan fakrot host memiliki peneran terhadap
derajat inflamasi dan parut yang dihasilkan. Infeksi uterus biasanya terbatas pada
endometrium, namun
dapat lebih invasive pada uterus yang gravid aytau postpartum. Infeksi tuba awalnya
melibatkan mukosa, tapi inflamasi transmural yang di mediasi komplimen yang
bersifat akut dapat timbul cepat dan intensitas terjadinya infeksi lanjutan pun
meningkat. Inflamasi dapat meluas ke struktur parametrial termasuk usus. Infeksi
dapat pula meluas oleh tumpahnya materi purulrn dari tubafallopi atau fia penyebaran
limfatik dalam pelvis menyebabkan peritonitis akut atau perihepatitis akut.

2.6 Jenis – jenis PID

Beberapa jenis inflamasi yang termasuk PID yang sering ditemukan adalah :

1. Salpingitis

mikroorganisme yang menyebabkan salpingitis adalah N. Gonorhea dan C


trachomatis. Salpingitis timbul pada remaja yang memiliki pasangan seksual yang
multiple dan tidak menggunakan kontrasepsi.

2. Abses tuba ovarium

Abses ini sering muncul setelah salfingitis namun lebih sering karena
infeksiadnexa yang berulang.pasian dalam keadaan asimtomatik atau dalam
keadaan septic syok, bitemukan 2 minggu setelah menstruasi denga nyeri pelvis
dan abdomen, mual, muntah, demam dan takikardi. Seluruh abdomen tegang dan
nyeri.
2.7 Gejala dan Diagnosis

Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah nyeri abdominopelvik.
Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina, atau perdarahan, demam,
menggigil, serta mual dan disuria. Demam terlihat pada 60% –  80% kasus. Daignosis
PID sulit karena kaluhan dan gejala-gejala yang di kemukanan sangat berfariasi.Pada
pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan adneksa, PID didiagnosis dengan
akurat hanya 65%. Karena kaibat buruk PID terutama infertilitas dannyeri panggul
kronik, maka PID harus di curigai pada perempuan beresiko danditerapi secara
agresif. Kriteria diagnosis diagnostic dari CDC dapat membantuakurasi diagnosis dan
ketepatan terapi.

Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut : (ketiga tiganya
harus ada)

 Nyeri gerak serviks


 Nyeri tekan uterus
 Nyeri tekan adneksa

Kriteria tambahan seperti berikut adalah dapat di pakai untuk menambah spesifisitas
kriteria minimum dan mendukung diagnosis PID.

 Suhu oral < 38,3Oc
 Cairan serviks atau vagina tidak normal mukokurulen.
 Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekter
vaginadengan salin
 Kenaikan laju endap darah
 Protein reaktif –  C meningkat
 Dokumentasi laboraturium infeksi serviks oleh N. gonorrhoeae atau C.
trachomatis

Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai :

 Tegang di bagian bawah


 Nyeri serta nyeri gerak pada serviks
 Dapat teraba tumor karena pembentukan abses
 Di bagian belakang Rahim terjadi penimbunan nanah
 Dalam bentuk menahun mungkin teraba tumor, perasaan tidak
enak(Discomfort) di bagain bawah abdomen (Manuaba, 2010)

Kriteria diagnosis PID sangat spesifik meliputi :

 Bipsi endometrium desertai bukti histopatologis endometritis


 USG transvaginal atau MRA memperlihatkan tuba menebal penuh berisi
cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo – ovarial
atau pemeriksaan dopler menyarankan infeksi panggul (missalhiperemi tuba)
 Hasil pemeriksaan laporoskopi yang konsisten dengan PID
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pasien dengan PID di rawat inapagar
dapat segera di mulai istirahat baring dan pemberian antibiotika parenteral
dalam pengawasan akan tetapi, untuk pasien pasien PID ringanatau sedang
rawat jalan dapat memberikan kesudahan jangka pendek dan panjang yang
sama dengan rawat inap. Keputusan untuk rawat inap ada ditangan dokter
yang merawat. Di sarankan memakai kriteria rawat inapsebagai berikut :
o Kedaruratan bedah (mial apensisitis) tidak dapat di kesampingkan.
o Pasien sedang hamil
o Pasien tidak memberi respons klinis terhadap antimikrobia oral
o Pasien tidak mampu mengikuti atau menaati pengobatan rawat jalan
o Pasien menderita sakit berat mual dan muntah, atau demam tinggi
o Ada akses tubo ovarial
2.8 Deferensial Diagnosa

1. Tumor adnexa
2. Apendicitis
3. Servicitis
4. Kista ovarium
5. Tersio ovarium
6. Aborsi spontan
7. Infeksi saluran kemih
8. Kehamilan ektopik
9. Endometriosis

2.9 Penatalaksanaan

A. PADA WANITA TIDAK HAMIL


Terapi PID harus ditujukan untuk mencegah kerusakan tuba yang
menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik, serta pencegahan ektopik infeksi
kronik.
Banyak pasien yang berhasil di terapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan di
ni harusmenjadi pendekatan terapiotik permulaan. Pemilihan antibiotika harus
ditujuakan pada organisme etiologi utama (N. Gonorrhoeae atau C. Trachomatis)
tetapi juga harus mengarah pada sifat pilimik krobial PID.
Untuk pasien dengan PID ringan atau sedang terapi oral dan perenteral
mempunyai daya guna klinis yang sama.

Rekomendasi terapi dari CDC

a. Terapi perenteral
 Rekomendasi terapi parenteral A
 Sevotetan 2 g intavena setiap 12 jam atau
 Sevoksitin 2 g intravena setiap 6 jam di tambah
 Doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam
 Rekomendasi terapi parenteral B
 Klindamisin 900 mg setiap 8 jam di tambah
 Gentamicin dosis muatan intravena atau intramuskuler ( 2mg / kg BB)
diikutidengan dosis pemeliharaan ( 1,5 mg / kg BB) Setiap 8 jam.
Dapat diganti denagn dosis tunggal harian.
 Terapi parenteral alternative
Tiga terapi alternatif telah di coba dan mereka mempunyai cakupan
spektrum yang luas
 Levofloksasin500 mg intravena 1X sehari dengan atau tanpa
metronidazole 500mg intravena setiap 8 jam atau
 Ofloksasin 400 mg intravena stiap 12 jam dengan atau tanpa
metronidazole 500mg intraven setiap 8 jam atau
 Ampisilin/sulbaktam 3 mg intavena setiap 6 jam di tambak Doksisiklin
100 mgoral atau intravena etiap 12 jam. b.
b. Terapi oral Terapi oral dapat di pertimbangkan untuk penderita PID atau
sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien
yang mendapat terapidan tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam
harus dire-evaluasi untuk memastikan diagnosisnya dan diberikan terapi
parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.
 Rekomendasi terapi A
 Levofloksasin 500 mg oral 1X setiap hari selama 14 hari atau
ofloksasin 400 mg2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
 Metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari
 Rekomendasi terapi B
 Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal di tambah
doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa
metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
 Sefoksitin 2 g intramuscular dosis tunggal dan probenosid di
tambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau
tanpa metronidazole 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau
 Sefalosporin generasi ketiga (missal seftizoksim atau
sefotaksim) di tambah doksisiklin oral 2x sehari selam 14 hari
dengan atau tanpa metronidazole 500mg oral 2x sehari selama
14 hari.
B. PADA WANITA HAMIL
Pada ibu hamil yang terkena radang panggul tidak boleh di berikan antibiotic Dan
kemungkinan akan di lakukan terminasi.

C. PADA IBU MENYUSUI

Pada ibu menyusui yang terkena radang panggul boleh di berikan antibiotic, seperti

1. Ceftriaxone : Di anggap aman untuk digunakan selama menyusui oleh


AmericanAcademy of pediatric.
2. Doksisiklin : Dapat menyebabkan noda gigi atau menghambat
pertumbuhantulang. Produsen obat klaim serius potensi efek samping.
3. Metromidazol : Potensi resiko pertumbuhan tulang.
 BILA UNTUK MENGURANGI RASA SAKIT PERUT DANPANGGUL,
bisa diberikan seperti penghilang rasa sakit ibuprofen dan paracetamol dan
bersamaan dengan pemberian antibiotic
 Infeksi radang panggul karena IUD, dilakukan pemberian antibioticdulu dan
dilakukan observasi beberapa hari dan jika tidak ada perbaikan maka
dilakukan pelepasan IUD karena kemungkinan infeksi disebabkan oleh IUD .

KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN

Penelitia telah menunjukkan bahwa menunda pengobatan sedikitnnya 2-3 hari


dapatmenyebabkan peningkatan resiko infertilitas. Pengobatan segera dilakukan
terkait denganPID dan tingkat keparahannya

 Infertilitas : resiko infertile setelah terkena PID jumlah dan tingkat keparahannya
 Kehamilan ektopik
 Nyeri panggul kronis
 Perihepatitis ( sindrom fitz- hugh Curtis ) : menyebabkan nyeri kuadran kanan atas
 Abses tubo ovarium
 Reiter’s syndrome ( reaktif arthritis )
 Pada kehamilan : PID dikaitkan dengan peningkatan
persalinan prematur, danmorbiditas ibu dan janin
 Neonatal : transmisi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae dapat
menyebabkan ophthalmia neonatorum pneumonitis clamidia juga bisa terjadi
2.10 Cara pencegahan

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pencegahan dapat di lakukan dengan mencegah terjadi infeksi yang di


sebabkanoleh kuman penyebab penyakit menular seksual. Terutama
chalamidya. Peningkatan edukasi masyarakat, penapisan rutin, diagnosis dini,
serta penanganan yang tepat terhadap infeksi chlamidya berpengaruh besar
dalam menurunkan angka PID. Edukasi hendaknya focus pada metode
pencegahan penyakit menular seksual,termasuk setiap terhadap satu pasangan,
menghindari aktifitas seksual yang tidakaman, dan menggunakan pengamanan
secara rutin.
2. Adanya progam penapisan penyakit menular seksual dapat mencegah
terjadinyaPID pada wanita. Mengadakan penapisan terhadap pria perlu di
lakukan untuk mencegah penularan kepada wanita.
3. Pasien yang telah di diagnosa dengan PID atau penyakit menular seksual
harusdi terapi hingga tuntas, dan terapi juga di lkukan terhadap pasangannya
untuk mencegah penularan kembali.4. Wanita usia remaja harus menghindari
aktivitas seksual hingga usia 16 tahunatau lebih.5. Kontrasepsi oral dilakukan
dapat mengurangi resiko PID6. Semua wanita berusia 25 tahun ke atas harus
di lakukan penapisan terhadap chlamidya tanpa memandang faktor resiko
BAB III

HASIL ANALISIS JURNAL

3.1 Jurnal yang dilampirkan ada 3 jurnal

1. Jurnal 1 ( Hubungan Infeksi Chlamydia trachomatis dengan kejadian abortus spontan


di RSUD DR. Rasidin dan RSIA Siti Hawa Padang )

Identitas Jurnal
Nama Jurnal : Jurnal kesehetan Andalas
Volume : 3
Nomor : 2
Halaman : 15-19
Tahun Penerbit : 2018
Judul Jurnal : Hubungan Infeksi Chlamydia trachomatis dengan kejadian abortus
spontan di RSUD DR. Rasidin dan RSIA Siti Hawa Padang
Nama Penulis : Wenny Nursa Octarina

2. Jurnal 2 ( The Effect of Using Dummy Variable on Classification of Womb Disease)

Identitas Jurnal

Nama Jurnal : Jurnal ilmiah teknologi dan informasi

Volume : 5

Nomor : 2

Halaman : 77 - 85

Tahun Penerbit : 2016

Judul Jurnal : The Effect of Using Dummy Variable on Classification of Womb


Disease
Nama Penulis : Moch shofieyuddin

3. Jurnal 3 (Tingginya Infeksi Chlamydia trachomatis pada Kerusakan Tuba Fallopi


Wanita Infertil )

Identitas Jurnal

Nama Jurnal : Majalah obstreti dan ginekologi

Volume : 23

Nomor : 2

Halaman : 69 - 74

Tahun Penerbit : 2015

Judul Jurnal : Tingginya infeksi chlamydia trachomatis pada Kerusakan Tuba


Fallopi Wanita Infertil

Nama Penulis : Wafirotus Sariroh

3.2 Sasaran Jurnal

Jurnal 1 : Sasaran pada semua ibu hamil dengan abortus spontan di RS dr. rasidin
padang dan RSIA Siti Hawa Padang

Jurnal 2 : Sasaran pada mahasiswi Universitas Sebelas Maret

Jurnal 3 : Sasaran pada Mahasiswi Universitas Airlangga

3.3 Keunggulan Jurnal

Isi dari jurnal singkat, padat dan jelas. Penggunaan kata yang tepat dan baku.
Menerapkan kerapian dalam penulisan. Sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah/jurnal.
Secara keseluruhan jurnal memiliki kelebihan yang menonjol. Kelebihan yang lain
adalah dilihat dari metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif menyajikan
sebuah data dengan sangat valid.

3.4 Kesenjangan Jurnal

Dalam jurnal penelitian yang bersifat kualitatif sudah ada tetapi sampel kurang banyak,
sehingga jurnal belum bisa dipertanggung jawabkan. Selain itu beberapa jurnal ini
belum ada penggolongan usia dalam setiap kategori topic yang dimiliki dan juga pada
jurnal belum ada penyebab secara spesifik topic yang dibahas pada jurnal pada jurnal.

3.5 Pembaharuan

Dalam jurnal penelitian ada beberapa kesenjangan yang terjadi seperti belum ada
penggolongan usia dalam setiap kategori dan belum ada penyebab secara spesifik, jadi
sebaiknya jika ada penggolongan usia kita bisa memahami usia dan kategori secara
spesifik selain itu jika ada penyebab secara spesifik kita akan lebih memahami isi jurnal
dan bisa mengerti penyebab apa yang dimaksud dengan PID

3.6 Permasalahan

Hasil penelitian menggambarkan proporsi faktor resiko maternal dan infeksi


Chlamydia trachomatis dengan kejadian abortus spontan. Sedangkan untuk melihat
hubungan faktor resiko maternal dan infeksi Chlamydia trachomatis dengan kejadian
abortus spontan dilakukan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat kemaknaan p=0,05.

Selain itu penggunaan dummy variable menspesifikasikan atribut gejala penyakit


yang digunakan pada klasifikasi penyakit kandungan hal ini ditunjukkan dengan
munculnya atribut yang dominan berdasarkan hasil pohon keputusan C4.5. Untuk data
dummy muncul atribut yang lebih spesifik dibandingkan dengan data asli seperti,
atribut nyeri perut bawah pada data dummy dengan atribut nyeri perut pada data asli
dan atribut pendarahan tiba – tiba pada data dummy dengan atribut pendarahan pada
data asli
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah infeksi padaalat
genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopi,
ovarium,miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang
paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa.
(Sarwono,2011; h.227)Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat
kandungan tinggi dari uterus,tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak
berkaitan dengan pembedahan dankehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan
inflamasi alat kandungan tinggitermasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses
tuba ovarian dan
peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas antara infeksi re
ndah dantinggi ialah ostium uteri internum (Marmi, 2013; h.198)Terdapat beberapa
faktor resiko PID , namun yang utama adalah aktivitas seksual.PID yang timbul
setelah periode menstruasi pada wanita dengan aktivitas seksual berjumlah sekitar
85% sedangkan 15% di sebabkan karena luka pada mukosa misalnya AKDR atau
kuretaseResiko juga meningkat berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Wanita
denganlebih banyak dari 10 pasangan seksual cenderung memiliki pningkatan resiko
sebesar 3kali lipat.Keluhan atau gejala yang paling sering di kemukakan adalah
nyeriabdominopelvik. Keluhan lain berfariasi, antar alin keluarnya cairan vagina,
atau perdarahan, demam, menggigil, serta mual dan dysuria.
Demam terlihat pada 60% – 80% kasus. Daignosis PID sulit karena kaluhan dan
gejala-gejala yang di kemukanan sangat berfariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan
serviks, uterus, dan adneksa, PID didiagnosis dengan akurat hanya 65%. Karena
kaibat buruk PID terutama infertilitas dannyeri panggul kronik, maka PID harus di
curigai pada perempuan beresiko dan diterapisecara agresif. Kriteria diagnosis
diagnostic dari CDC dapat membantu akurasidiagnosis dan ketepatan terapi

3.2 Saran
Diharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi pedoman dan pertimbangan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar PID dan bagaimana cara
penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/53420488/Pelvic-Inflammatory-Disease
https://www.academia.edu/35281859/Makalah_radang_panggul?auto=download

Anda mungkin juga menyukai