BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dalam kecelakaan lalu lintas.
(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Insiden cidera kepala di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus. Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Dari psien yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai
cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang dan 10% sedang, dan 10 %
termasuk cedera kepala berat.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para
dokter mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama
pada penderita. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan
tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak dan menghindarkan terjadinya
cedera otak sekunder merupakan pokok-pokok tindakan yang sangat penting
untuk keberhasilan kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang
penting setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang
memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan
CT Scan kepala.
Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang
memerlukan tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara
konservatif. Pragnosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan
dilakukan secara tepat dan cepat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana etiologi, klasifikasi, patogenesis, dan penatalaksanaan Cedera
Kepala Ringan dan Epidural Hematome?
1.3 Tujuan
wawasan
mengenai
penyakit
bedah
saraf
khususnya
BAB II
STATUS PENDERITA
2.1 Identitas Penderita
Nama
: Tn. S
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Buruh Tani
Agama
: Islam
Alamat
: Wajak
Status perkawinan
: Menikah
Suku
: Jawa
Tanggal MRS
: 23 Oktober 2014
Tanggal periksa
: 27 Oktober 2014
2.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama:
Nyeri kepala setelah kecelakaan lalu lintas
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan (23/10/2014), pukul 16.30)
diantar oleh petugas kesehatan dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini
terjadi setelah pasien mengalami tabrakan antar sepeda motor (23/10/2014,
pada pukul 07.00). Pasien mengalami tabrakan sepeda motor ketika pasien
mau pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan. Saat itu pasien hendak
mendahului kendaraan lain,namun dari arah berlawanan sepeda motor lain
melaju dengan kecepatan tinggi. Terjdilah kecelakaan yang tidak di inginkan.
Saat terjadi kecelakaan pasien tidak sadarkan diri, saat terbangun
sudah
berada di RS Bokor.
Setelah kejadian pasien dibawa RS Bokor, pukul 08.30. Pasien dirawat,
luka dijahit dan diinfus. Setelah di observasi pasien mengalami mual dan
: 150/100 mmHg
Nadi
: 66 x/menit
R.R
: 20 x/menit
Suhu
: 36,0 C
2) Status Neurologik
Kesadaran
Reflek fisiologis
Reflek Bisep
: dbn
Reflek Trisep
:dbn
Reflek Pattella
:dbn
Reflek Achilles
:dbn
Refleks Patologis
Babinski
:(-)
Chaddock
:(-)
Oppenheim
:(-)
3) Status Generalis
Kepala
Bentuk mesocephal, simetris, terdapat luka sudah dijahit sepanjang 3
cm.
Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema (+/-) eritema palpebra
(+/-).
Telinga
Bentuk normotia, otorhoe (-/-), battle sign (-/-), sekret (-/-),
pendengaran berkurang (-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-),
Mulut dan Tenggorokan
Bibir atas luka (-), perdarahan (-).
Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tidak teraba adanya
benjolan.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
epigastrium (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
Kulit
Warna sawo matang, turgor kulit baik.
Ekstremitas
Ekstremitas superior: tidak tampak kelainan
Ekstremitas inferior regio pedis valnus laseratum 4 cm
4) Status Lokalis
Pada regio temporal dextra terdapat vulnus laceratum sudah dijahit
2.5 Resume
Laki laki usia 50 tahun datang ke UGD RSUD Kanjuruhan dengan keluhan
nyeri kepala, setelah mengalami tabrakan dengan sepeda. Pasien tidak sadar, dan
terdapat luka di kepala sebelah kiri. Pasien dirawat di RS Bokor, tetapi setelah di
observasi selama 2 hari, pasien mual, kepala masih terasa sakit, sehingga dirujuk
ke RSUD.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum GCS 456, TD: 150/90, N:66x/mnt,
RR: 20x/mnt, S: 360 C. Pada regio temporal sinistra terdapat vulnus laseratum
yang sudah dijahit dengan panjang 3 cm. Selain itu juga pada region pedis dekstra
selebar 4 cm
Pada pemeriksaan penunjang yaitu Pemeriksaan CT scan kepala kesan
epidural hematoma temporal sinistra.
observasi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Kepala
Anatomi kepala terdiri dari :
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Subcutaneous tissue
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikranium.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan
akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah,
terutama pada bayi dan anak-anak.
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal.
Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga. Tulang tengkorak terdiri dari 8 tulang cranial membentuk
tempurung otak dan 14 tulang wajah yang menyusun wajah. Diantara tulang
terdapat sendi yang tidak dapat digerakkan disebut sutura. Dinding luar disebut
tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur
demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan
bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan
arteri meningea anterior, media dan posterior. Basis kranii berbentuk tidak rata
sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi
dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior, fosa media,
dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media
adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian bawah
batang otak dan serebelum.
10
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu: duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput
yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya,
maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara
duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan
tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang
melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi
dalam ruang sub araknoid.
4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer
serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung
pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi
dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
11
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi
memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla
spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat
menyebabkan defisit neurologis yang berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang
otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus
sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan
masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak
dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
vili araknoid.
6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra
tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
3.2 Cidera Kepala
3.2.1 Definisi
Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
12
Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan
dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain :
-
13
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun
kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Yang termasuk lesi lesi local
yaitu;
-
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Static loading
Dynamic loading:
a. Lesi impact dan
b. Lesi akselerasi-deselerasi
Static loading
Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja
lambat, lebih dari 200 milidetik, mekanisme static loading ini jarang
terjadi, tetapi kerusakan yang dihasilkan sangat berat mulai dari cidera
pada kulit kepala sampai kerusakan tulang kepala, jaringan otak dan
pembuluh darah otak.
14
Dynamic loading
Gaya mengenai kepala terjadi secara cepat (kurang dari 50
milidetik), gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung
(Impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung
(Accelerated-decelerated injury), mekanisme cidera kepala dynamic
loading ini paling sering terjadi.
a. Impact injury
Gaya langsung bekerja pada kepala, gaya yang terjadi akan
diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap
sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan sedangkan jika
mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Gaya
impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat
dari impact injury akan menimbulkan lesi:
-
Laserasi serebri
15
Hematom subdural
Hematom intraserebral
Hematom intraventrikel
Komosio serebri
3.2.4 Patofisiologi
1. Cedera primer
Luka primer termasuk transfer eksternal dari energi kinetik ke berbagai
komponen stukrtur otak (misal neuron, sinaps saraf, sel glial, akson, dan
pembuluh darah cerebral). Desakan zat biokimia bertanggung jawab
terhadap luka otak primer dapat diklasifikasikan secara umum sebagai
concussive/compressive (misal pukulan benda tumpul, luka penetrasi
peluru) dan akselerasi/deselerasi (misal pergerakan otak akibat kecelakaan
bermotor). Luka primer terkategori selanjutnya sebagai fokal (misal luka
memar, hematoma) atau difusse.
2. Cedera sekunder
Suatu rangkaian patofisiologi yang kompleks dipercepat oleh cedera
otak primer dapat mengganggu secara serius terhadap keseimbangan antara
kebutuhan dan supply oksigen di CNS. Hipotensi selama periode awal pasca
trauma merupakan penyumbang utama terhadap ketidakseimbangan yang
terjadi
dan
faktor
yang
menentukan
outcome.
Hasil
akhir
dari
16
17
meningkatnya
tekanan
intrakranial,
terdapat
pupil
anisokor,
refleks
cahaya
menurun/hemiparesis/plegi, dll
o Kejang
18
19
Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran
garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol
pendarahan dan mencegah perdarahan ulang.
lndikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan hal dibawah
ini :
1. Status neurologis
2. Status radiologis
3. Pengukuran tekanan intrakranial
Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :
Massa hematoma kira-kira 40 cc
Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan
GCS 8 atau kurang.
Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm.
Pasien
yang
menurun
kesadarannya
dikemudian
waktu
disertai
20
21
22
Sinus duramatis
3.3.5 Diagnosis
Diagnosis EDH didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan penunjang
seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur yang
menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral
dengan pupil yang melebar, garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma.
23
3.3.6 Terapi
Penanganan darurat :
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang
dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa
naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk
membuka jalur intravena : guna-kan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan
intracranial dan meningkakan drainase vena.
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin
24
Ketebalan > 2 cm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya
menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh
lesi desak ruang
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan:
Penurunan klinis
3.3.7 Prognosa
25
Besarnya
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada pasien yang mengalami Cedera Kepala Ringan
perlu dilakukan
penanganan yang cepat dan tepat, baik dalam upaya untuk tindakan life saving
dan untuk mencegah terjadinya kecacatan fisik maupum mental, sehingga setelah
semua kegawatan telah diatasi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang tepat
untuk mendapatkan diagnosa pasti, sehingga terapi Operatif ataupun Non-operatif
(medikamentosa dan non-medikamentosa) yang diberikan dapat adekuat dan
tepat.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah
P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html
Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta: EGC,
1994. p. 329-30
Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran USU. 2004.. Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi61.pdf
Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis
Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. p.
818-9
Wedro B C, Stoppler MC. Head Injury Overview. on emedicine health. Available at
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?
articlekey=59402&page=1#overview