Anda di halaman 1dari 6

4.

      Test diagnostik / pemeriksan penunjang terkait


a.       Spinal X-Ray : adanya kerusakan pada kolumna vertebralis 
b.      Myelografi : menentukan adanya herniasi diskus atau derajat herniasi 
c.       Cairan Serebrospinalis : menentukan kerusakan saraf dan otot 
d.      CT Scan : adanya hernia diskus 
e.       MRI : adanya hernia diskus 

 
  

1.      Penatalaksanaan Medis
Bedrest dengan tempat tidur datar dan alas keras untuk mengurangi rasa nyeri dan
kerusakan syaraf. Fisioterapi : Mengurangi resiko gangguan immobilisasi, melancarkan
peredaran darah. Traksi : Menstabilkan/ memfiksasi lokasi kerusakan diskus. Perubahan
posisi : Mengurangi rasa nyeri dan resiko dekubitus. Kebutuhan nutrisi. 
a. Penatalaksanaan terapi

Analgetik untuk mengurangi nyeri. Relaksi otot : Metaxalone, Methacarbamol,


Chlorzazone. Antiinflamasi : Phanyibutasone. Antianxietas : Diazepam
b. Penatalakasan oprasi

Laminektomi : Pengangkatan lamina vertebral dan degenerasi diskus, untuk membesarkan


tekanan pada akar saraf. Lumbal/Cervikal mikrodisrektomi : Pengangkatan diskus yang
mengalami degerasi dengan menggunakan teknik pembedahan mikro. Spinal fusi :
menempatkan tulang baru pada kedua vertebral (bone graf) untuk memfiksasi vertebral. 
c. Terapi lain 
Kemonukleusis yaitu penyuntikan 2000-4000 unit kimopapain (enzin dari lateks papaya)
kedalam diskus hernia yang sakit. Kimopapain menyebabkan hidrolisis protein,
menurunkan kemampuan mengikat air dalam nucleus pulposus sehingga dapat
membebaskan rasa nyeri radiks saraf. 
D. Tinjauan Teori Askan pre Intra pasca Anestesi dan Pembedahan Umum

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan meliputi Aspek Bio,psiko,sosial dan spiritual
secara kompherensip. Maksud dari pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang
pasien. Data tersebut berasal dari pasien, keluarga pasien dan dari catatan yang ada. Pengumpulan melalui
wawancara, observasi langsung dan melihat secara medis. Data yang diperlukan mungkin dari klien HNP
adalah sebagai berikut
Data dasar, meliputi atau data yang di katakan pasien (DS)
a.   

Identitas klien yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga.
HNP terjadi pada usia pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau
aktivitas berat (mengangkat barang berat atau mendorong benda berat). 

b. Pemeriksaan fisik umum atau data yang di lihat dan di dapatkan dari pemeriksan pasien.
Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan, pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi
yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena
adanya paraparese.

1. B1 (Breathing), jika tidak mengganggu system pernafasan biasanya didapatkan pada


inspeksi, ditemukan tidak ada batuk, tidak ada sesak nafas, dan frekuensi pernafasan
normal. Palpasi, taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada frekuensi, terdapat suara
resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak terdengar bunyi nafas tambahan.

2. B2 (Blood), jika tidak ada gangguan pada system kardiovaskular, biasanya nadi kualitas
dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal, dan nada auskultasi tidak ditemukan
bunyi jantung tambahan.
3. B3 (Brain) pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya. Keadaan umum, kurvatura yang berlebihan,
pendataran arkus lumbal, adanya asimetris, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur
paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada
pergerakan punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak. Tingkat kesadaraan biasanya
compos metis. Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien yang telah lama menderita HNP
biasanya status mental klien mengalami perubahan. 
Pemeriksaan saraf kranial : saraf I, biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan. Saraf II, hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal.
Saraf III, IV, dan VI klien biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata,
pupil isokor. Saraf V, pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah
dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah simetris. Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi. Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik. Saraf XI, tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. 
Sistem motorik : kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari, dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi lalu
menahan gerakan tersebut. Ditemukan atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan dan kiri. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada
otot-otot tertentu. 
Sistem sensorik : lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam, dan rasa
getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom yang tergantung sehingga dapat ditentukan
pula radiks yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau
halus sehingga tidak membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang ringan
rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri. 
B4 (Bladder), kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat
jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal. B5 (Bowel) pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya
mual dan asupan nutris yang kurang. Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan
melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah. Hal ini dapat
menunjukkan adanya dehidrasi. B6 (Bone), adanya kesulitan dalam beraktivitas dan
menggerakan badan karena adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik, dan mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Inspeksi, kurvatura yang
berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris,
muskulatural paravertebral atau bokong yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai selama bergerak. Palpasi, ketika meraba kelumna vertebralis, cari kemungkinan
adanya deviasi ke lateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan rasa
nyerinya kearah yang paling terasa nyeri. 
3.      Pemeriksaan Penunjang 
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan HNP antara lain : rontgen foto
lumbosakral, cairan serebrospinal, EMG, iskografi, Elektroneuromiografi (ENMG),
tomografi scan, MRI, mielografi, pemeriksaan laboratorium.

2. Masalah Kesehatan Anestesi


a. Pre Anestesi

1.      Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di


daerah distribusi ujung saraf 
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi pembatasan gerak   
3. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam
melakukan pergerakan punggung, pelvis dan tungkai

b. Intra anestesi
1. resiko jatuh
2. Hipotermi
c. Post anestesi
1. Nyeri
2.

  . Perencanaan
a. Pre anestesi
1.      Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di
daerah distribusi ujung saraf Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3 x
24 jam, diharapkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien. 
Intervensi        : 
a.       Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
b.      Bantu klien dalam identifikasi factor pencetus 
c.       Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non-invasive
d.      Ajarkan relaksasi : teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka,
yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatan relaksasi masase. 
e.       Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman misalnya saat klien tidur, sanggah punggung klien dengan bantal kecil
f.       Observasi tingkat nyeri dan respons motorik klien 30 menit setelah pemberian
obat analgesic untuk mengkaji efektivitasnya. Setiap 1-2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari. 
g.      Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesik
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, terapi pembatasan gerak 
Tujuan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. 
Kriteria hasil    : klien mengatakan tidak ada kelemahan otot, ROM maksimal, atropi tidak
terjadi, meningkatnya aktifitas fisik. 
Intervensi        : 
a.       Kaji keadaan motorik, sensorik, reflex 
b.      Pertahankan bedrest dan posisi yang tepat 
c.       Lakukan ROM pasif dan aktif 
d.      Hindari hal-hal yang dapat meningkatkan nyeri seperti batuk, bersin, gerakan-
gerakan peregangan 
e.       Monitor tanda dan gejala komplikasi imobilisasi 
f.       Lakukan pesiapan operasi sesuai program 
3.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan bedrest, pembatasan gerak 
Tujuan : klien mampu mempertahankan keutuhan kulit 
Kriteria hasil    : klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab
dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit kering. 
Intervensi        : 
a.       Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin
b.      Ubah posisi tiap 2 jam

Anda mungkin juga menyukai