Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


TRAUMA ABDOMEN

Dosen Pembimbing:
Ilkafah, S.kep., Ns M.Kep

Disusun Oleh:
Nama : Adiguna Pranata
NIM : 151811913013
Kelas : 5A-LA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
1. Konsep Medis
1.1 Pengertian

Trauma adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia sebagai
hasil dari teknologi yang cepat dan meningkat tingkat kejahatan di masyarakat
(Alkoudmani et al, 2012).
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

1.2 Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium)
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium).
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
- Hancur (tertabrak mobil)
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)

1.3 Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan
intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila
suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi
peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri
tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi
peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis
mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas
yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi
harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

Pathway
1.4 Pemeriksaaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya
darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium
(FKUI, 1995).

1.5 Manifestasi Klinis


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
• Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
• Respon stres simpatis
• Perdarahan dan pembekuan darah
• Kontaminasi bakteri
• Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
• Kehilangan darah.
• Memar/jejas pada dinding perut.
• Kerusakan organ-organ.
• Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut
• Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

1.6 Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Penanganan awal
 Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
 Penetrasi
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit
b. Penanganan dirumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika
penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera
melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas
intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril)
untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat
dijahit dan dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan

c. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
sesuai indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini
sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah
untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan
muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria
dan pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine,
pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit,
dan status neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada
kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah
penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen
dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik
(infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan
darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :

1. Trauma Tembus abdomen

- Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan; kekuatan


tumpul (pukulan).
- Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar, dan
tempat keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior abdomen,
punggung,panggul, dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pendarahan, maka perawat harus menggunakan petunjuk cullen’s sign
yaitu perdarahan pada umbilicus bila terjadi truma panggul dan Turner’s sign
yaitu perdarahan retroperitoneal bila terjadi perdarahan pada dinding abdomen.
- Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan
dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan
intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan
laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
- Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani yang
berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang
mengindikasikan adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup, maka
perawat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus
besar dan lambung.
- Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi
akumulasi cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan mengalami
distensi.
- Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan, kekakuan
otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
- Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
- Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen

Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak
akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai
berikut :

- Metode cedera.

- Waktu awitan gejala.

- Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur
limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang
digunakan.
- Waktu makan atau minum terakhir.

- Kecenderungan perdarahan.

- Penyakit dan medikasi terbaru.

- Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.

- Alergi.

- Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah
yang mengancam kehidupan.

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis) Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak

2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau


potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari
data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu,
dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama
pengkajian (Potter & Perry, 2005)
Dalam kasus saya mengambil diagnose:
1. Gangguan Integritas Kulit b.d Faktor Mekanis (SDKI, D.0129, 282)
2. Nyeri Akut b.d. Agen Pencedera Fisik (SDKI. D.0077, 172)
3. Risiko tinggi infeksi b.d Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh Primer (SDKI. D0142,
304)

2.3 Intervensi Keperawatan

Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan


orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap
klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. Tahap
perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab
perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin
dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal
(Asmadi, 2008).
Intervensi sesuai diagnose yang diambil yaitu:
INTERVENSI

TGL/ DX. KEP TUJUAN INTERVENSI


JAM
10- Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (SIKI. I.11353, 316)
12- b.d Faktor Mekanis keperawatan diharapkan Integritas Observasi :
2020/ (SDKI, D.0129, 282) Kulit dan Jaringan Meningkat 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
07.00 dengan Kriteria Hasil : (SLKI. Terapeutik
L.14125, 33) 1. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak kering
- Kerusakan jaringan menurun 2. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi
- Kerusakan lapisan kulit
1. Anjurkan menggunakan pelembab
menurun
2. Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrem
- Jaringan parut menurun
3. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar
- Nekrosis menurun
rumah
- Suhu kulit membaik
10- Nyeri Akut b.d. Agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238, 201)
12- Pencedera Fisik (SDKI. keperawatan diharapkan Tingkat Observasi :
2020/ D.0077, 172) Nyeri Menurun dengan Kriteria 1. Identifikasi skala nyeri
07.00 Hasil : (SLKI. L.08066, 145) 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Gelisah menurun
4. Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Frekuensi nasi membaik
Terapeutik :
- Pola napas membaik 1. Berikan teknik napas nonfarmakologis (teknik napas dalam)
- Tekanan darah membaik Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Pastikan tidak memiliki riwayat alergi obat
2. Kolaborasi pemberian analgetik
10- Risiko tinggi infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (SIKI. I.14539, 278)
12- Ketidakadekuatan diharapkan Tingkat Infeksi Observasi
2020/ Pertahanan Tubuh Primer Menurun dengan Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
07.00 (SDKI. D0142, 304) (SLKI. L.14137, 139) Terapeutik
- Demam, Kemerahan Bengkak 1. Berikan perawatan kulit pada area edema
Menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudan kontak dengan pasien dan

- Cairan berbau busuk menuruk lingkungan pasien


3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
- Drainase purulen menurun
Edukasi
- Kadar sel darah putih
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
membaik 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar menggunakan teknik 5
langkah
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah katagori dari prilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari
proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2005)

2.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. tujuan evaluasi ialah untuk menentukan kondisi klien dari
serangkaian proses keperawatan yang telah diberikan apakah berhasil atau tidaknya dalam memenuhi kebutuhan klien baik
secara biopsikososialspiritual dan akan dikaji ulang bila kebutuhan pasien belum teratasi (lismidar, 1990 dalam Padila,
2012)
REFERENSI

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC

Carpenito, 1998. Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC.

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien,
Edisi 3. Jakarta: EGC.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Handoyo, C. N. (2018). Profil Trauma Toraks di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Gambiran Periode Maret 2017–Maret
2018. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 7(2), 178-188.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI Media Aesculapius

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Persatuan Perawat Nasional Indonesia

DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Persatuan Perawat Nasional Indonesia
DPP PPNI. 2019. StandarLuaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai