Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

TRAUMA ABDOMEN

KELOMPOK IV:

1. Mustofa (08200100093)
2. Margaretha (08200100082)
3. Liria Irwanti (08200100079)
4. Nur Dwi Permadi (08200100087)
5. Desy Vellya Sari (08200100088)
6. Ani Widya Astuti (08200100073)

PROGRAM S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era modernisasi kemajuan dibidang tekhnologi trasnportasi
dansemakin berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya,
menyebabkan kecelakaan yang terjadi semakin meningkat serta angka
kematian semakin tinggi. Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah
diakibatkan trauma abdomen. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
kematian 75 % trauma tumpul abdomen, sedangkan penyebab lainnya adalah
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari tempat ketinggian,
sedangkan akibat dari penganiayaan ini disebabkan oleh karena senjata tajam
dan peluru.
Oleh karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan
menimbulkan robekan dari organ organ dalam rongga abdomen atau
mengakibatkan penumpukan darah dalam rongga abdomen yang berakibat
kematian. Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi.
Dalam kasus ini “Waktu adalah nyawa” dimana dibutuhkan suatu penanganan
yang professional yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di tempat
kejadian (pre hospital), transportasi sampai tindakan definitif di rumah sakit.
Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik didalam
rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan
tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam.
Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan
pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan
yang lebih lanjut. Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.
Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada
trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai,
misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih
merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk
pengelolaan secara optimal.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Penulisan Umum
Tujuan penulisan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui
konsep dan asuhan keperawatan kegawatdaruratan trauma abdomen
2. Tujuan Penulisan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi trauma abdomen
b. Untuk mengetahui penanganan dalam trauma abdomen
c. Untuk mengetahui pengkajian kegawatdaruratan trauma abdomen
d. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dalam trauma abdomen
e. Untukmengetahui intervensi keperawatan dalam menangani masalah
kegawatdaruratan trauma abdomen
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja  (Smeltzer, 2010).
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang
meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI,
1995). Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada organ
abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme , kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja  (Smeltzer, 2010).

B. Klasifikasi
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan
darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen
adalah terjadinya ataukerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

C. Etiologi
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a) Luka akibat terkena tembakan
b) Luka akibat tikaman benda tajam
c) Luka akibat tusukan
2 Penyebab trauma non-penetrasi
a) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b) Hancur (tertabrak mobil)
c) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

C. Manifestasi Klinis
Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul dibagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. FotoThoraks, Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Darah Rutin, Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain Abdomen Foto Tegak, Memperlihatkan udara bebas dalam rongga
peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan
perubahan gambaran usus
4. Pemeriksaan Urin Rutin, Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih
bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram), Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan
bila ada persangkaan trauma pada ginjal.

E. Penatalaksanaan
1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritonium merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma
tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan
hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda
perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung.
Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah
tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu
sendiri

F. Penanganan Kegawatdaruratan
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim ke Rumah Sakit
a). Penanganan awal
1. Trauma penetrasi (trauma tajam)
a) Bila terjadi luka tusuk (pisau atau benda tajam lainnya), maka
tusukan tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain
kassa pada daerah antarapisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
c) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ
yang keluar dari dalam tersebut dibalut dengan kain bersih atau bila
ada dengan verban steril.
d) Immobilisasi pasien
e) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f) Apabila ada lika terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g) Sesegera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit.
2. Trauma penetrasi
a) Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa
lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar
yang berdekatan.
b) Skrining pemeriksaan rontgen.
c) Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraksatau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
d) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning dilakukan untuk
mengetahui jenis cidera yang ada.
e) Uretrografi dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
f) Sistografi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis

3. Trauma non-penetrasi
a) Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
b) Pengambilan contoh darah dan urin
c) Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus
seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase dan
sebagainya.
d) Pemeriksaan rontgen
e) Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera.
f) Studi kontras Urologi dan Gastrointestinal
g) Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur.

G. Konsep asuhan keperawatan


Menurut krisanty, (2009) pengkajian yaitu:
1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,
penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala
dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asinglainnya.
2) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan
dengan menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP
adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

b) Pengkajian skunder
1) Pengkajian fisik
- Inspeksi
Harus teliti : meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue sehingga
melemaskan dinding perut dan rasa sakit
- Palpasi
Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik
McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler
- Perkusi, penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra
abdominal
- Auskultasi
Harus sabar dan teliti
Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.

Pengkajian pada trauma abdomen


1) Trauma Tembus abdomen
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ;
kekuatan tumpul (pukulan).
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk,
memar, dan tempat keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya
dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi,
nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus,
hipotensi dan syok.
e. Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2) Trauma tumpul abdomen
a. Metode cedera.
b. Waktu awitan gejala.
c. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita
ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe
restrain yang digunakan.
d. Waktu makan atau minum terakhir.
e. Kecenderungan perdarahan.
f. Penyakit danmedikasi terbaru.
g. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h. Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


o Keperawatan Kriteria
Hasil
1. Kekurangan Setelah 1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk
volume dilakukan vital. mengidentifikasi
cairan b/d tindakan 2. Pantau cairan deficit volume
perdarahan keperawatan parenteral dengan cairan.
1x24 elektrolit, antibiotic 2.
jam,volume dan vitamin mengidentifikasi
cairan tidak 3. Kaji tetesan infus. keadaan
mengalami 4. Kolaborasi : Beri perdarahan, serta
kekurangan. kan cairan parenteral Penurunan
KH: sesuai indikasi. sirkulasi volume
Intake dan 5. Cairan cairan
output parenteral (IVline) menyebabkan
seimbang sesuai dengan umur. kekeringan mukosa
Turgor kulit 6. Pemberian dan pemekatan
baik tranfusi darah urin.
Perdarahan 3. awasi tetesan
(-) untuk
mengidentifikasi
kebutuhan cairan.
4. cara parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan nuitrisi
tubuh.
5. Mengganti
cairan dan
elektrolit secara
adekuat.
6. Menggantikan
darah yang keluar

2. Nyeri b/d Setelah 1. Kaji 1. Mengetahui


adanya dilakukan karakteristik nyeri. tingkat nyeri klien.
trauma Tindakan 2. Beri posisi 2. Mengurngi
abdomen keperawatan semi fowler. kontraksi abdomen
atau luka 1x24 jam, 3. Anjurkan 3.Membantu
penetrasi Nyeri klien tehnik manajemen mengurangi
abdomen teratasi. nyeri seperti distraksi rasa nyeri dengan
KH: 4. Managemant mengalihkan
Skala nyeri 0 lingkungan yang perhatian
Ekspresi nyaman. 4.lingkungan
tenang 5. Kolaborasi yang nyaman
pemberian analgetik dapat memberikan
sesuai indikasi. rasa nyaman klien
5.Analgetic
membantu
mengurangi rasa
nyeri

3. Resiko Setelah 1. Kaji tanda-tanda 1. Mengidentifikasi


infeksi b/d dilakukan infeksi. adanya resiko
Tindakan Tindakan 2. Kaji keadaan luka. infeksi lebih dini.
pembedahan, keperawatan 3. Kaji tanda-tanda vi 2. Keadaan luka
tidak 1x24 jam, tal. yang diketahui
adekuatnya infeksi tidak 4. Lakukan lebih awal dapat
pertahanan terjadi. cuci tangan sebelum mengurangi resiko
tubuh. KH: kontak dengan infeksi
Tanda-tanda pasien. 3. Suhu tubuh
infeksi(-) 5. Perawatan naik dapat di
Leukosit luka dengan indikasikan adanya
5000- 10.000 prinsip sterilisasi. proses infeksi.
mm3 6. 4. Menurunkan
Kolaborasi pemberia resiko terjadinya
n antibiotik kontaminasi
mikroorganisme.
5. Teknik aseptic
dapat menurunkan
resiko infeksi
nosokomial
6.Antibiotik
mencegah adanya
infeksi bakteri dari
luar.

Anda mungkin juga menyukai