PENDAHULUAN
1
trauma, terutama disebabkan oleh pendarahan. Kematian yang terjadi lebih dari
48 jam setelah cedera abdomen disebabkan oleh sepsis dan komplikasinya. Pada
trauma intra abdomen, jarang sekali terjadi hanya cedera pada satu organ saja .
Dalam kasus ini “ Waktu adalah nyawa ” dimana dibutuhkan suatu
penanganan yang professional yaitu cepat, tepat, cermat dan akurat, baik di
tempat kejadian ( pre hospital ), transportasi sampai tindakan definitif di rumah
sakit. Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di
dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya
melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada
pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban
dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya
lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu trauma mayor yang sering
terjadi di Indonesia, dengan angka mortalitas yang cukup tinggi. Penyebab
terbanyak karena kecelakaan sepeda motor dan jatuh dari ketinggian. Prevalensi
cedera tertinggi didapatkan pada kelompok usia 15–24 tahun. Trauma tumpul
abdomen sering berhubungan dengan cedera multiple dan kadang tidak
memiliki tanda klinis yang serius pada pasien (Costa et al., 2010). Pada
penderita yang dilakukan laparatomi oleh karena trauma tumpul, organ yang
paling sering cedera adalah hati (40 – 55%), limpa (35 – 45%) dan organ
retroperitoneum 15%. (Vlies, 2017).
2
7. Pemeriksaan diagnostic trauma abdomen?
8. Pengkajian pada trauma abdomen?
9. Diagnosa keperawatan pada trauma abdomen?
10. Penyimpangan KDM pada trauma abdomen?
11. Intervensi keperawatan pada trauma abdomen?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan dari trauma
abdomen.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi trauma abdomen
b. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen
c. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen
g. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic trauma abdomen
h. Untuk mengetahui pengkajian pada trauma abdomen
i. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada trauma abdomen
j. Untuk mengetahui penyimpangan KDM pada trauma abdomen
k. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada trauma abdomen
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mahasiswa mengenai trauma abdomen sehingga dapat diterapkan dalam
menangani kasus-kasus trauma abdomen.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda
tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak
yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka
tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi
luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu:
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh:
1) Jatuh
2) Kekerasan fisik atau pukulan
3) Kecelakaan kendaraan bermotor
4) Cedera akibat berolahraga
5) Benturan
6) Ledakan
7) Deselarasi
8) Kompresi atau sabuk pengaman
9) Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda
tajam atau luka tembak. (Amin, Hardi (2015). Nanda Nic Noc.
Mediaction Jogja, Jogjakarta Hal :186 )
2.1.3 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen
tidakterdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
Keperawatan Kritis : Trauma Abdomen
5
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
6
2.1.5 Manifestasi klinis
Klinis kasus trauma abdomen ini dapat menimbulkan manifestasi klinis
menurut (sjamsuhidayat, 2010), meliputi :
a. Nyeri tekan diatas daerah abdomen
b. Demam
c. Anorexia
d. Mual dan muntah
e. Takikardi
f. Peningkatan suhu tubuh
g. Nyeri spontan
Pada trauma non penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya jejas atau
ruptur di bagian dalam abdomen yaitu terjadi perdarahan intra abdominal.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena).
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tidak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat : terdapat
luka robekan pada abdomen, luka tusuk sampai menembus abdomen,
biasanya organ yang terkene penetrasi bias perdarahan/ memperparah
keadaan keluar dari dalam abdomen.
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
meliputi : nyeri tekanan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam,
anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, dan nyeri
spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya :
a. Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
b. Terjadi perdarahan intra abdominal
c. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)
7
d. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah
trauma
e. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.
8
b. Perdarahan dan syok hipovolemik
Setiap trauma abdomen (baik trauma tumpul dan trauma tembus)
dapat menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan
pada trauma adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamenta;
sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya
tidak terkena. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit
dibandingkan dengan trauma tajam, lebih-lebih pada taraf permulaan.
Dalam taraf pertama darah akan berkumpul dalam sakus lienalis,
sehingga tanda-tanda umum perangsangan peritoneal belum ada sama
sekali. Apabila perdarahan tidak segera ditangani dengan baik dan tepat
maka dapat terjadi syok hipovolemik yang ditandai dengan hipotensi,
takikardia, dehidrasi, penurunan turgor kulit, oliguria, kulit dingin dan
pucat.
c. Menurunnya atau menghilangnya fungsi organ
Penurunan fungsi organ dapat disebabkan karena terjadinya
perdarahan yang masif tanpa penanganan yang adekuat sehingga
pasokan darah ke organ tertentu menjadi berkurang sehingga dapat
mengakibatkan penurunan fungsi organ, bahkan fungsi organ bisa
menghilang.
d. Infeksi dan sepsis
Peradangan dan penumpukan darah dan cairan pada rongga
peritoneal dapat menyebabkan mudahnya bakteri untuk menginfeksi
sehingga risiko terjadinya infeksi sangat tinggi, dan apabila infeksi tak
terkendali, mikroorganisme penyebab infeksi dapat masuk ke dalam
darah dan mengakibatkan syok sepsis.
e. Komplikasi pada organ lainnya
1) Pankreas: pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pankreas-
duodenal, dan perdarahan
2) Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin,
diaphoresis dan syok
3) Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok
Keperawatan Kritis : Trauma Abdomen
9
4) Ginjal: Gagal ginjal akut. (Legome, 2016).
2.1.7 Pemeriksaan diagnostic
Menurut Musliha (2010), pemeriksaan diagnostik untuk trauma
abdomen, yaitu:
a. Foto thoraks: Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
b. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya
infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan
ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan
kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.
Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.
c. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran
usus.
d. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma
pada saluran urogenital.
e. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
f. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut:
1) Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
Keperawatan Kritis : Trauma Abdomen
10
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol,
cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
11
2.2 Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Menurut krisanty (2009) pengkajian dan diagnose secara teoritis yaitu:
a. Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1) Airway
Dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
2) Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10
detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme
dan adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas.
12
4) Disability
Status neurologis (tingkat kesadaran/GCS, respon pupil).
5) Exposure/Enviromental control
Buka baju penderita tetapi cegah hipotermia.
b. Pengkajian skunder
1) Inspeksi
a) Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung,
adanya tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia,
dll.
b) Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit.
2) Auskultasi
a) Harus sabar dan teliti.
b) Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik.
c) Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
3) Palpasi
a) Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit
tekan titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing
sign, rebound tenderness.
b) Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik,
invaginasi, tumor, appendikuler infiltrate.
4) Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal.
c. Pengkajian pada trauma abdomen
1) Trauma Tembus abdomen
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan
tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera
tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar
sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus
Keperawatan Kritis : Trauma Abdomen
13
adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda
iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan
melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas,
penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-
abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi
c. Risiko syok
d. Pola napas tidak efektif
e. Risiko perfusi serebral tidak efektif
f. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
14
2.2.3 Penyimpangan KDM
TRAUMA ABDOMEN
Penurunan Suplai O2 ke
kesadaran jaringan menurun
3.1 Kesimpulan
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 2010).
Menurut Sjamsuhidayat (2010), penyebab trauma abdomen yaitu, luka
akibat terkena tembakan, luka akibat tikaman benda tajam, luka akibat tusukan,
terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh, hancur (tertabrak mobil), terjepit
sabuk pengaman karena terlalu menekan perut, cedera akselerasi/deserasi
karena kecelakaan olah raga.
Klasifikasi dari trauma abdomen trauma pada dinding abdomen yang terdiri
dari kontusio dinding abdomen, laserasi. Sedangkan trauma abdomen pada isi
abdomen terdiri dari perforasi organ viseral intraperitoneum, luka tusuk (trauma
penetrasi) pada abdomen, cedera thorak abdomen.
Jika terjadi trauma penetrasi atu non penetrasi kemungkinan terjadi
perdarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-
tanda iritasi yang di sertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ visceral mengalami
perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritoneum cepat
tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi
dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis.
Klinis kasus trauma abdomen ini bias menimbulkan manifestasi klinis
menurut (sjamsuhidayat, 2010), meliputi nyeri tekan diatas daerah abdomen,
demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, Nyeri
spontan.
24
Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan karena trauma abdomen adalah
perforasi, perdarahan dan syok hipovolemik, menurunnya atau menghilangnya
fungsi organ, Infeksi dan sepsis, komplikasi pada organ lainnya.
Menurut Musliha (2010), pemeriksaan diagnostik untuk trauma abdomen,
yaitu, foto thoraks, pemeriksaan darah rutin, plain abdomen foto tegak,
pemeriksaan urine rutin, VP (Intravenous Pyelogram), diagnostic Peritoneal
Lavage (DPL).
Menurut krisanty, (2010) pengkajian dan diagnose secara teoritis yaitu,
pengkajian primer yang terdiri dari airway, breathing, circulation, disability,
exposure/Enviromental control. Sedangkan pengkajian skunder terdiri dari
inspeksi, auskultasi, Palpasi, perkusi.
Pada trauma abdomen dapat menimbulkan beberapa masalah keperawatan
seperti nyeri akut, risiko infeksi, risiko syok, pola napas tidak efektif, risiko
perfusi serebral tidak efektif, resiko ketidakseimbangan elektrolit.
3.2 Saran
Saran penulis terutama bagi mahasiswa keperawatan agar kiranya dari
makalah ini dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai trauma
abdomen sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma
abdomen.
25
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty, Paula. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta. Trans
info Media.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI
26