Anda di halaman 1dari 32

1.

1 TB Paru
A. Konsep Medis
1. Definisi
Tuberkulosis paru-paru merupakan infeksi yang menyerang prenkim
paru-paru yang disebabkan oleh mycobcterium tuberculosis. Penyakit ini
dapat juga menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. (Somantri, 2007. Hal 59)
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan
contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan
melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus, kuman
juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu
tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
2. Etiologi
Mycobcterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm denan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar
komponen Mycobcterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid
sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan at kimia
dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat anaerob yakni
menyukai daerah yang banyak okseigen. Oleh karena itu Mycobcterium
tuberculosis senang tinggal didaerah apeks paru-paru yang kandungan
oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk
penyakit tuberkulosis. (Somantri, 2007. Hal 60)
3. Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobcterium
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobcterium
tuberculosis juba dapat menjangkau smpai ke are lain dari paru-paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran
kebagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari

Page | 1
paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh meberikan
respon dengan melakukan reaksi inlamasi. Neutrofil dan makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat
dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antra Mycobcterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati
yang dikelilingi oleh magrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas magrofag
dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotiing caseosa). Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membntuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali manjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi
sehingga mnghasilkan necroting caseosa didalam bronkus. Tuberkel yang
ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Pru-
paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjlan terus dan
basil terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Magrofag yang
mangadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhksn 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulsi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibrosa akan

Page | 2
menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhrinya akan membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
4. Manifestasi Klinis
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis.
Pada individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga
gejala tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut.
Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami
imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit
menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif
walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada
permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian
menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah
sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.
Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan
bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
e. Nyeri dada

Page | 3
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan
pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis
dan tegangan otot pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi
umum dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Gejala respiratorik, meliputi :
a) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena
pecahnya pembuluh darah.
c) Sesak napas

Page | 4
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
b. Gejala Sistemik, meliputi :
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin
lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan
makin pendek.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sputum culture
Untuk memastikan apakah keberadaan Mycobcterium tuberculosis
pada stadium aktif.
b. Ziehl neelsen ( Acid-fast staind aplied to smear of body fluid)
Positif untuk BTA
c. Skin test (PPS, mantoux, tine, and vollmer patch)
Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam
setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan
adanya antibodi, terapi tidak mengindikasikan infeksi lama dan
adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif
d. Chest X-ray
Dapat memperlihatkn infiltrasi kecil pada lesi awal bagian atas paru-
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan

Page | 5
pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubng dan fibrosa
e. Histologi
Atau kultur jaringan (termaksud kumbh lambung, urine dan CSF, serta
biopsi kulit) positif untuk Mycobcterium tuberculosis
f. Needle biopsi of lung tissue
Poitif untuk granulom TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan
nekrosis
g. Elektrolit
Mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi.
Misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dpat ditemukan
pada TB paru kronis lanjut
h. ABGs
Mungkin abnormal, tegantung lokasi, bert, dan sisa kerusakan paru
i. Bronkografi
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus
atau kerusakan paru-apru katena TB
j. Darah
Leukosit, LED menigkat
k. Tes fungsi paru-paru
VC menurun, dead space menigkat, TLC menigkat, dan menurunnya
saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis/ infiltrasi
parenkim paru dan penyakit pleura. ( Hal 62)
6. Prognosis
Prognosis penyakit TB Paru didasarkan atas dua hal, yaitu :
a. Jika berobat teratur sembuh total (95%)
b. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1% yang
mungkin relaps
B. Konsep Keperwatan
1. Pengkajian
a. Data pasien

Page | 6
Penyekit tuberkulosis (TB) dapat meneyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara
laki-laki dan perempuan. Penyakit ini basanya banyak dijumpai pada
pasien yang tinggal didaerah yang tiggal kepadatan tinggi sehingga
masuknya cahaya matahri kedalam ruangan sangat minim.
Tuberkulosis pada anak dapat terjadi 1-4 tahun. Anak-anak lebih
sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonry) dibanding TB
paru dengan perbandingan 3 : 1. Tuberkulosis luar paru-pru adalah TB
berat yang terutama ditemukan pada usia <3 tahun. Nagka kejadian Tb
paru pada usia 5<12 tahun cukup rendah meneyrupai kasus pda pasien
dewasa (sering disetrai lubang/kavitas pada paru-paru)
b. Riwayat kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
a) Demam : subebris, febris (40-41 °C) hilng timbul
b) Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batk
ini terjadi untuk mebuang/mengeluarkan produksi
radang yang dimulai dari batuk kering sampai
dengan batuk purulen (menghasilkan sputum).
c) Sesak nafas : bila sudh lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru
d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleurits
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri
otot, dn keringat malam
f) Sianosis, sesak nafas dan kolaps merupakan gejala atelektasis.
Bagian dada pasien tidak bergerak saat bernafas dan jantung
terdorong kesisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit.
Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan
digfragma menonjol ke atas

Page | 7
g) Perlu ditanyakan dengan pasien tinggal, karena biasanya penyakit
ini muncul bukan kerena sebagi penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit ineksi menuar.
c. Pemeriksaan fisik
a) Pada tahap dini sulit diketahui
b) Ronchi basah, kasar dan nyaring
c) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberikan suara umforik
d) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal, dan fibrosis
e) Bila mengenai pleura terjadi eusi pleura (perkui memberukan suara
pekak) ( Somantri, 2007. Hal 61-62)
2. Penyimpangan KDM
Invasi kuman TBC

Menempel di jalan Defisit


nafas/parenkim paru Pengetahuan
Radang Proses
airway/infeksi penyakit
Aturan
pengobatan

Reaksi
imunologi
Produksi
mukosa goblel
Invasi pada
bronkus
Bersihan
Merangsang Sputum Upaya jalan nafas
termoregulator kental batuk tidak efektif
Reaksi buruk
kuman
Suhu tubuh Penumpukan Menurunnya
Pola nafas
meningkat cairan pada ekspansi paru
tidak
Pembuluh pleura sekunder
efektif
darah pecah
Metabolisme
meningkat

Page | 8
hemaptoe
Defisit Ketidakma
Nutrisi mpuan
Resiko utuk
penurunan bernafas
HB

Adanya
Gangguan ancaman
pertukaran kematian
gas yang
dibayangka
n

Ansietas

3. Dignosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d batuk
tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
d.d PO2 menurun
c. Defisit nutrisi b.d penigkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10 % dibawah rentang normal.
d. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d frekwensi nafas
menigkat

Page | 9
4. Perencanaan/Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi


1 Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas yaitu Latihan Batuk Efektif
efektif b.d hipersekresi jalan kemampuan membersihkan sekret Tindakan
nafas d.d batuk tidak efektif, atau obstruksi jalan nafas untuk 1. Monitor tanda dan gejala ineksi saluran nafas
tidak mampu batuk, sputum mempertahankan jalan nafas tetap 2. Monitor input dan output cairan
berlebih paten 3. Monitor adanya retnsi sputum
Ekspetasi : Menigkat 4. Identifikasi kemampun batuk
Kriteria Hasil : Terapeutik
1. Batuk efektif menigkat (5) 5. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
2. Produksi sputum menurun (5) 6. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
7. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik nafas dalammelalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik
kemudian keluarkan dari mulut engan bibir
mencucun(dibulatkan) selama 8 detik
10. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga

Page | 10
3 kali
11. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dlam yang ke 3
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2 Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas oksigenasi Terapi Oksigen
b.d perubahan membran eleminasi karbondioksida pada Observasi
alveolus-kapiler d.d PO2 membran alveolus-kapiler dalam 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
menurun batas normal 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
Ekspetasi : Menigkat 3. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
Kriteria Hasil makan
1. PO2 membaik (5) Terapeutik
2. PH arteri membaik (5) 4. bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
5. Pertahankan kepatenan jalan nafas
6. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
8. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi

Page | 11
9. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
10. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
12. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
3 Defisit nutrisi b.d Status Nutrisi yaitu keadekuatan Promosi Berat Badan
penigkatan kebutuhan asupan nutrisi untuk memenuhi Observasi
metabolisme d.d berat badan kebutuhan metabolisme 1. Identifikasi kemungkinan penyabab BB
menurun minimal 10 % Ekspetasi : Membaik berkurang
dibawah rentang normal Kriteria Hasil : 2. Monitor adanya mual dan muntah
1. Berat badan membaik (5) 3. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-
2. Indeks masa tubuh (IMT) hari
membaik (5) 4. Monitor berat badan
3. Nafsu makan mambaik (5) 5. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit, serum
Terapeutik

Page | 12
6. Berikan perawatan mulut sebelum memberikan
makanan, jika perlu
7. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien
8. Hidangkan makanan secara menarik
9. Berikan supeman, jika perlu
10. Berikapn pujian pada pasien/keluarga untuk
penigkatan yang dicapai
Edukasi
11. Jelaskan jenis makanan bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau
12. Jelaskan penigkatan asupan klori yang
dibutuhkan
4 Ansietas b.d ancaman Tingkat Ansietas kondisi emosi Terapi Relaksasi
terhadap kematian d.d dan pengalaman subyektif Observasi
frekwensi nafas menigkat terhadap objek yang tidak jelas 1. Identifikasi tempat yang tenang dan nyman
dan spesifik akibat antisipsi 2. Monitor secara berkala untuk memastikan obat
bahaya memungkinkan individu rileks
melakukan tindakan untuk 3. Monitor adanya indikator tidak rileks

Page | 13
menghadapi ancaman Terapeutik
Ekspetasi : Menurun 4. Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat
Kriteria Hasil terapi
1. Verbalisasi khawatir akibat 5. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi
kondisi yang dihadapi lainnyayang nyaman
menurun (5) 6. Hentikan sesi relaksasi secara bertahap
2. Ferkwensi pernafasan 7. Beri waktu mengungkapkan perasaan tentang
menurun (5) terapi
Edukasi
8. Anjurkan memakai pakaian yang nayamn dan
tidak sempit
9. Anjurkan bernafas dalan dan perlahan

Page | 14
1.2 Efusi Pleura
A. Konsep Medis
1. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil
cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam
jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan
dengan jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di
sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma,
gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti,
2003).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,
2008).
2. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragai
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jentung kongestif (gagal
jangung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena irosis hepatitis),
sindrom vena kava superior, tumor, dan sinrom meigis
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi TB, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi, dan penyakit kolagen

Page | 15
c. Efusi hemoragi dapat disebbkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru dan tuberkulosis

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi


unilateral dan bilteral. Efusi unulteral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyababnya akan tetapi eusi bilateral
ditemukan pada enyakit jantung kobgestif, sindrom nefrotik, asites,
infark paru, lupus eritematosus sistemis, tumor dan tuberkulosis.
(Somantri, 2007. Hal 126)

3. Patofisiologi
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura.
Jumlah cairan di rongga pleura tetap karena adanya tekanan hidrostatis
peura parietals sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi
apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada pendeita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada
proses perdangan atu neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostais akibat
kegagalan jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi
atelektasis paru.
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas
dalam kavum pleura kemungkinn proses akumulasi cairan di rongga
pleura terjadi akibat bebrapa proses yang meliputi.
a. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kpiler par dalam perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan kedalam rongga pleura
c. Menurunyya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebihan
d. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab perdngan apapun pada
permukaan peura dari rongga pleura dapat meneyababkan pecahnya
membran kapiler dan memungkinkan pegaliran protein plasma dan
cairan kedalam rongga secara cepat.

Page | 16
Infeksi pada tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobcterium
tuberculosis yang masuk melalui saluran pernafasan menuju alveoli,
sehingga terjadi infeksi primer. Dari infeksi ini, akn timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus danjuga diikuti dengan pembesaran
kelenjar getah bening hilus Peradangan pada saluran

Peradangan [ada saluran getah bening akan mempengaruhi


premebilitas membran. Premebilitas membran akan menigkat dan
akihirnya menimulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain
dapat juga diakibatkan dari robeknya perkijuan kearah salurangetah
bening yang mneuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis

Adapun bentuk cairan efusi kibat tuberkulosis paru adalah eksudat


yang berisi prtein dan pada ciran pleura akibat kegagalan aliran protein
getah bening. Cairan ini biasanya serosa namu kadang-kadang bisa juga
hemarogi. (Somantri, 2007. Hal 126-128)

4. Manifestasi Klinis
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila
cairan banyak, penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sekret.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada

Page | 17
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup,
timpani di bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-
Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum
ke sisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah
dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum
yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah
pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil
untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.

Page | 18
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
g. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks
posisi lateral dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga
pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP
atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml.
Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut
costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis,
penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan
jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan
efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
a) Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glukosa.
b) Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
c) Pemeriksaan hitung sel
h. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis
hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal
yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru,
pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan.

Page | 19
6. Prognosis
Prognosis pasien dengan efusi pleura sangat erat terkait dengan
penyakit yang mendasarinya, namun secara umum makin parahnya efusi
pleura juga telah diketahui berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Hal ini ditunjukkan mortalitas efusi pleura bilateral sebesar 26% yang
lebih tinggi 4 kali lipat dibandingkan tingkat mortalitas efusi pleura
unilateral sebesar 5.9%
Pada efusi pleura tidak terkait keganasan, prognosis bervariasi
tergantung penyakit yang mendasarinya. Contoh pada efusi pleura akibat
gagal jantung kongestif, mortalitas 30 hari 22% dan 1 tahun 53%
sedangkan pada efusi pleura akibat gagal ginjal, mortalitas 30 hari 14%
dan 1 tahun 57%. Di sisi lain, pasien dengan efusi pleura terkait
keganasan umumnya memiliki prognosis buruk:
a. Mortalitas 30 hari 37%, dan 1 tahun 77%
b. Median survival 4 bulan dan mean survival <1 tahun
c. Kematian dalam 12-24 bulan, terlepas dari etiologi spesifik dari efusi
pleura akibat keganasan tersebut
d. Efusi akibat keganasan yang responsif terhadap kemoterapi, seperti
limfoma, kanker payudara, umumnya memiliki survival lebih baik
dibandingkan kanker paru atau mesothelioma.
e. Semakin rendah pH cairan pleura, maka semakin parah dan prognosis
semakin buruk
B. Konsep Keperwatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura

Page | 20
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda -tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
c) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
d) Pola nutrisi dan metabolisme

Page | 21
e) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien.
f) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
g) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
h. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
i. Pola aktivitas dan latihan
a) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
b) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
d) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
j. Pola tidur dan istirahat
a) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
b) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.

Page | 22
k. Pemeriksaan Fisik
a) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan
anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana
mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien.
b) Sistem Respirasi
1) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke
arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
2) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
3) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
4) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.

Page | 23
c) Sistem Cardiovasculer
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
2) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
4) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
d) Sistem Pencernaan
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
2) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5 – 35 kali per menit.
3) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
4) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
e) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau

Page | 24
somnolen atau comma.Pemeriksaan refleks patologis dan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji
seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
f) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain
itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen.
Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

Page | 25
2. Penyimpangan KDM
Non Infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (primer dan
Infeksi paru sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
TB,pneumonitis, abses bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis
konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.
paru

Reaksi Ag-Ab

Penumpukan sel-sel tumor Massa tumor


Merangsang mediator inflamasi

Tersumbatnya pembuluh darah vena


Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin dan getah bening

Vasoaktif Rongga pleura gagal


memindahkan cairan

Gangguan keseimbangan tekanan


Hidrostatik dan Onkotik Akumulasi cairan di rongga pleura

Meningkatkan permeabilitas membran


Bersihan Jalan Napas Tidak
Efektif
Perpindahan cairan EFUSI PLEURA

Peningkatan Menekan pleura Atelektasis


cairan pleura

Ekspansi paru Indikasi tindakan


Rangsangan serabut f inadekuat
sensoris parietalis
Nafas pendek Pemasangan
dengan usaha kuat Torakosintesis
Sesak napas WSD
Nyeri
Akut Kelelahan
nafsu makan menurun Terputusnya kontinuitas
jaringan

Defisit Nutrisi Kesulitan tidur


Perlukaan

Intoleransi Aktivitas Gangguan Pola Port de entry


Tidur
Resiko infeksi
Nyeri

Page | 26
3. Dignosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi Jalan Nafas d.d
Frekwensi Nafasberubah
b. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis d.d Mengeluh Nyeri, Pola
Nafas Berubah
c. Resiko Infeksi dibuktikan dengan Eek Prosedur Invasif

Page | 27
4. Perencanaan/Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi


1 Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan jalan nafas yaitu Pemantauan Respirasi
Efektif b.d Hipersekresi Jalan kemampuan membersihkan sekret Observasi
Nafas d.d Frekwensi Nafas atau obstruksi jalan nafas untuk 1. Monitor frekwensi, irama, kedalaman, dan
berubah
mempertahankan jalan nafas tetap upaya nafas
paten 2. Monitor pola nafas
Ekspetasi : Menigkat 3. Monitor kemampuan batuk efektif
Kriteria Hasil : 4. Monitor adanya produksi sputum
1. Frekwensi nafas membaik (5) 5. Auskultasi bunyi nafas
2. Pola nafas membaik (5) 6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
8. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
11. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Page | 28
2 Nyeri Akut b.d Agen Tingkat Nyeri pengalaman Manajemen Nyeri
Pencedera Fisiologis d.d sensorik atau emosional yang Observasi
Mengeluh Nyeri, Pola Nafas berkaitan denan kerusakan jaringan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Berubah aktual atau fungsional dengan onset frekwensi, kulitas, intensitas nyeri
mendadak atau lambat dan 2. Identifikasi skala nyeri
berintensits ringan hingga berat dan 3. Indentifikasi respon nyeri non verbal
konsisten. 4. Identifikasi aktor yang memperberat dan
Ekspetasi : Menurun memperingan nyeri
Kriteria Hasil 5. Identifikasi pengetahuan dn keyakinan tentang
1. Keluhan nyeri menurun (5) nyeri
2. Pola nafas membaik (5) 6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
7. Berikan teknik non-farmakologis untuk
mnegurangi rasa nyeri
8. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
9. Fasilitasi istirahat dan tidur
10. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan trategi meredakan nyeri

Page | 29
Edukasi
11. Jelaskan penyabab, periode, dan pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi meredakan nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri secara mendiri
14. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
15. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mngurangi rasa nyeri
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian analgetik
3 Resiko Infeksi dibuktikan Tingkat Infeski derajat infeksi Pencegahan Infeksi
dengan Eek Prosedur Invasif berdasarkan observasi atau sumber Observasi
informasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Ekspetasi : menurun sistemik
Kriteria Hasil Terapeutik
1. Kultur area luka membaik (5) 2. Batasi jumlah pengunjung
2. Nyeri menurun (5) 3. Berikan perawatan kulit pada daerah edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesuadah kontak 5.
dengan pasien dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien

Page | 30
beresiko tinggi
Edukasi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Ajarkan etika batuk
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
10. Anjurkan menigkatkan asupan cairan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberin imunisasi

Page | 31
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman.2007. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan angguan sistem

pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta : Widya
Medika.
Somantri, Irman.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Page | 32

Anda mungkin juga menyukai