Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1998). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk. Trauma abdomen adalah cidera pada abdomen, dapat
brupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001: 2476).
B. Penanganan Pre Hospital Dan Hospital
Pre Hospital
 Penilaian awal dilakukan ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan nafas.
1. Airway
Dengan mengontrol tulang belakang. Membuka jalan nafas menggunakan
teknik “head tilt and lift” atau mengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan
napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara “lihat-dengar-rasakan” tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada jalan napas atau tidak. Selanjutya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme, dan adkeuat
tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada
tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
 Penanganan awal trauma non-penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim ke rumah sakit
 Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjaid luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kasa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh. Kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada perban steril.
4. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
5. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan.
6. Kirim ke rumah sakit.
C. Klasifikasi
a) Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
b) Trauma non-penetrasi
1. Kompres
2. Hancur akibat kecelakaan
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari

1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non – penetrasi kontusio


dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa
darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdpat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddart & Brunner (2002)
terdiri dari :

1. Perforasi organ viseral intraperitoneium


Cidera pada isi abdomen mungkin diseratai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk ( trauma penetrasi ) pada abdomen. Luka tusuk pada
abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorax andomen.

D. Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) diantaranya :
1. Paksaan / benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum
- Jatuh
- Kekerasan fisik atau pukulan
- Cedera akibat olahraga
- Benturan
- Ledakan
- Deselerasi
- Kompres atau sabuk pengaman
- Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
2. Trauma tembus
Merupaka trauma abdome dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum
- Luka tembus abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak
E. Patofisiologi
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi dan non - Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen

(kontusio, leserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf periotonitis

Terjadi pendarahan jaringan lunak dan rongga abdomen Nyeri

Mobilitas usus

Disfungsi Usus Resiko Infeksi

Resiko usus output cairan berlebih

Gangguan cairan elektrolit

Kelemahan fisik

Gangguan Mobilitas Fisik

Sumber : Mansjoer, 2001

F. Manifestasi Klinis
Menurut (Hudak & Gello, 2001):
1. Nyeri
2. Darah dan cairan, adanya penumpukkan darah atau cairan dirongga peritonium
yang disebabkan oleh iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma, nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (Malaise, lateragi, gelisah), yang disebabkan oleh keilangan
darah dan tanda – tanda awal syock heorogi.
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thorax
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Plain abdomen foto tegak
H. Pemeriksaan Khusus
1) Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritonium. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm
dalam larutan Nacl yang keluar dari rongga peritonium setelah dimasukkan 100-
200 ml larutan NaCl 0,9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparatomi.
2) Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebab.
3) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
I. Penatalaksanaan Medis
1) Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi
untuk laparatomi.
2) Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut
3) Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen
4) Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi
5) Laparotomi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

A. PENGKAJIAN
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip
penanggulangan penderita gawat darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway),
B (Breathing), C (Circulation). Seperti:
 A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
 B : Breathing (pernapasan): Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan
napas cuping hidung
 C : Circulation (sirkulasi): Hipertensi, perdarahan , tanda Cullen, tanda Grey-
Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaphoresis
 D : Disability (ketidakmampuan): Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr.
Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma
dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1. Anamnase
a) Biodata
Identitas: Nama anak, umur, jenis kelamin, alamat, nama KK, pekerjaan,
pendidikan, dan lain-lain.
b) Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan sakit. Hal spesifik dengan penyebab dari


traumanya.
c) Riwayat penyakit sekarang (Trauma). Penderita trauma abdomen
menampakkan gejala nyeri dan perdarahan. Penyebab dari traumanya
dikarenakan benda tumpul atau peluru. Kalau penyebabnya jatuh,
ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya. Berapa berat keluhan yang
dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang
dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
d) Riwayat Penyakit yang lalu

Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.


Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetes mellitus dan
gangguan faal hemostasis.
Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti yang
diderita pasien sekarang.
e) Riwayat psikososial spiritual

Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami. Apakah musibah tersebut


mengganggu emosi dan mental. Adakah kemungkinan percobaan bunuh
diri (tentamen-suicide).
PemeriksaanFisik
1) Sistim Pernapasan. Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan
adakah jejas pada dada serta jalan napasnya. Pada palpasi simetris
tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal. Pada perkusi
adalah suara hipersonor dan pekak. Pada auskultasi adakah suara
abnormal, wheezing dan ronchi.
2) Sistim kardivaskuler (B2 = blead). Pada inspeksi adakah perdarahan
aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana
suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung
paradoks.
3) Sistim Neurologis (B3 = Brain) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak
gelisah dan adakah jejas di kepala. Pada palpasi adakah kelumpuhan atau
lateralisasi pada anggota gerak Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
4) Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel) Pada inspeksi : Adakah jejas dan
luka atau adanya organ yang luar, Adakah distensi abdomen kemungkinan
adanya perdarahan dalam cavum abdomen, Adakah pernapasan perut yang
tertinggal atau tidak, Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran
berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
 Pada Palpasi :
(1) Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
(2) Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
(3) Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
 Pada perkusi :
(1) Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
(2) Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/ udara bebas dalam
cavum abdomen.
 Pada Auskultasi : Kemungkinan adanya peningkatan atau
penurunan dari bising usus atau menghilang.
 Pada rectal toucher : Kemungkinan adanya darah/ lendir pada
sarung tangan. Adanya ketegangan tonus otot/ lesi pada otot
rectum.
5) Sistim Urologi (B5 = bladder) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah
rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta
bagaimana produksi urine dan warnanya. Pada palpasi adakah nyeri
tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi. Pada perkusi adakah
nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6) Sistim Tulang dan Otot (B6 = Bone) Pada inspeksi adakah jejas dan
kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.
2. PRIORITAS KEPERAWATAN
a. Menghentikan perdarahan
b. Menghilangkan/mengurangi nyeri
c. Menghilangkan cemas pasien
d. Mencegah komplikasi
e. Memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan

1 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. untuk


. volume cairan tindakan tanda vital. mengidentifikas
b/d perdarahan keperawatan i defisit volume
2. Pantau cairan
1x24 jam, volume cairan.
parenteral dengan
cairan tidak
elektrolit, 2. mengidentifik
mengalami
antibiotik dan asi keadaan
kekurangan.
vitamin perdarahan,
KH: serta Penurunan
3. Kaji tetesan
sirkulasi volume
Intake dan output infus.
cairan
seimbang, turgor
4. Kolaborasi : menyebabkan
kulit baik,
Berikan cairan kekeringan
perdarahan (-)
parenteral sesuai mukosa dan
indikasi. pemekatan urin.
Deteksi dini
5. Cairan
memungkinkan
parenteral ( IV
terapi
line ) sesuai
pergantian
dengan umur.
cairan segera.
6. Pemberian
3. awasi tetesan
tranfusi darah.
untuk
mengidentifikas
i kebutuhan
cairan.

4. cara parenteral
membantu
memenuhi
kebutuhan
nuitrisi tubuh.

5. Mengganti
cairan dan
elektrolit secara
adekuat dan
cepat.

6. menggantikan
darah yang
keluar.

2 Nyeri b/d Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengetahui


. adanya trauma tindakan karakteristik tingkat nyeri
abdomen atau keperawatan nyeri. klien.
luka penetrasi 1x24 jam, Nyeri
2. Beri posisi semi 2. Mengurngi
abdomen. klien teratasi.
fowler. kontraksi
KH: Skala nyeri abdomen
3. Anjurkan tehnik
0,ekspresi tenang.
manajemen nyeri 3. Membantu
seperti distraksi mengurangi rasa
nyeri dengan
4. Managemant
mengalihkan
lingkungan yang
perhatian
nyaman.
4. lingkungan
5. Kolaborasi pem
yang nyaman
berian analgetik
dapat
sesuai indikasi.
memberikan
rasa nyaman
klien

5. analgetik
membantu
mengurangi rasa
nyeri.

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Mengidentifik


. b/d tindakan tindakan tanda infeksi asi adanya
pembedahan, keperawatan resiko infeksi
2. Kaji keadaan
tidak 1x24 jam, infeksi lebih dini.
luka.
adekuatnya tidak terjadi.
2. Keadaan luka
pertahanan 3. Kaji tanda-tanda
KH: Tanda-tanda yang diketahui
tubuh. vital.
infeksi (-) lebih awal dapat
4. Lakukan cuci mengurangi
Leukosit 5000-
tangan sebelum resiko
10.000 mm3
kntak dengan pasien. infeksi.

5. Lakukan 3. Suhu tubuh


pencukuran pada naik dapat di
area operasi indikasikan
(perut kanan adanya proses
bawah infeksi.

6. Perawatan luka 4. Menurunkan


dengan prinsip resiko
sterilisasi. terjadinya
kontaminasi
7. Kolaborasi
mikroorganisme
pemberian
.
antibiotik
5. Dengan
pencukuran
klien terhindar
dari infeksi post
operasi

6. Teknik aseptik
dapat
menurunkan
resiko infeksi
nosokomial

7. Antibiotik
mencegah
adanya infeksi
bakteri dari luar.

4 Gangguan Setelah 1. Kaji 1. identifikasi


. mobilitas fisik dilakukan kemampuan kemampuan
berhubungan tindakan pasien untuk klien dalam
dengan keperawatan bergerak. mobilisasi.
kelemahan fisik 1x24
2. Dekatkan 2. meminimalisir
jam, diharapka
peralatan yang pergerakan kien.
n dapat
dibutuhkan
bergerak 3. melatih otot-
pasien.
bebas. otot klien.
3. Berikan latihan
KH: 4. membantu
gerak aktif pasif.
dalam
Mempertahankan
4. Bantu mengatasi
mobilitas optimal
kebutuhan pasien. kebutuhan dasar
klien.
5. Kolaborasi
dengan ahli 5. terapi
fisioterapi. fisioterapi dapat
memulihkan
kondisi klien.
5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Ajarkan dan 1. Keletihan
. nutrisi kurang tindakan bantu klien untuk berlanjut
dari kebutuhan keperawatan istirahat sebelum menurunkan
tubuh b/d intake 1x24 jam, nutrisi makan keinginan untuk
yang kurang. klien terpenuhi. makan.
2. Awasi
2. Adanya
KH: pemasukan
pembesaran
diet/jumlah
Nafsu makan hepar dapat
kalori, tawarkan
meningkat menekan
makan sedikit
saluran gastro
BB Meningkat tapi sering dan
intestinal dan
tawarkan pagi
Klien tidak lemah menurunkan
paling sering.
kapasitasnya.
3. Pertahankan
hygiene mulut 3. Akumulasi
yang baik partikel
sebelum makan makanan di
dan sesudah mulut dapat
makan . menambah baru
dan rasa tak
4. Anjurkan makan
sedap yang
pada posisi duduk
menurunkan
tegak.
nafsu makan.
5. Berikan diit 4. Menurunka
tinggi kalori, n rasa penuh
rendah lemak pada abdomen
dan dapat
meningkatkan
pemasukan.
5. Glukosa
dalam
karbohidrat
cukup efektif
untuk
pemenuhan
energi,
sedangkan
lemak sulit
untuk
diserap/dimetab
olisme sehingga
akan
membebani
hepar.
Daftar Pustaka

Sjamsuhidayat, 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI: Jakarta

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta:EGC

Suddarth & Brunne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

http://www.primarytraumacare.org/ptcmacare.org/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10, 17, 2009,13.


10am
KASUS HUKUM MALPRAKTIK

Gagal Sunat Bocah

Oleh

1. Aditya Frendi N (16.1865.P)


2. Aldiana Oktavia (16.1866.P)
3. Anna Khoirun N (16.1871.P)
4. Dwi Aggoro (16.1884.P)
5. Hanifa Agustina (16.1893.P)
6. Nur Kholis (16.1920.P)

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

PEKALONGAN

TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai