TRAUMA ABDOMEN
Tujuan Umum
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami mengenai asuhan
kegawatdaruratan pada klien dengan trauma thorax, abdomen, kepala
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti perkuliahan askep pada klien dengan asuhan kegawatdaruratan pada klien dengan
fraktur, sprai, strain, dislokasi, sindroma kompartemen dan gagal napas mahasiswa diharapkan mampu
/ dapat :
ETIOLOGI
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya
banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir
mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan
yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen
bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
13
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen
yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah
merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi,
maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri, Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan, Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
4. Cairan atau udara dibawah diafragma, Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
5. Mual dan muntah
6. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-
tanda awal shock hemoragi
14
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau
bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman
akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat
berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan saraf peritonitis
↓
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri
↓
Motilitas usus
↓
Disfungsi usus → Resiko infeksi
↓
Refluks usus output cairan berlebih
15
TRAUMA KEPALA
PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak
yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi & Rita
Yuliani, 2001)
KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. SKG 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
ETIOLOGI
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. Jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung
sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan
pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
16
f. Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan ota hampir
selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk
MANIFESTASI KLINIS
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga
(otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
KOMPLIKASI
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3. Edema
4. Herniasi
PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Rencana Pemulangan :
1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
17
2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya
berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah,
kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak
mengalami gangguan mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1.
Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke
atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan
pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.
D. MANIFESTASI KLINIS
1) Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.
Pucat, keringat dingin.
Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2) Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3) Pneumothoraks :
18
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur.
Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal
(Mowschenson, 1990).
E. KOMPLIKASI
1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4) Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5) Esofagus : mediastinitis.
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Radiologi : foto thorax (AP).
2) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4) Hemoglobin : mungkin menurun.
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6) Pa O2 normal / menurun.
7) Saturasi O2 menurun (biasanya).
8) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
G. PENATALAKSANAAN
1) Darurat
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat kejadian.
yang ditanyakan :
• Waktu kejadian
• Tempat kejadian
• Jenis senjata
• Arah masuk keluar perlukaan
• Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
• Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
• Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
• Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
• Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
19
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan
memungkinkan).
2) Therapy
Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD :
hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk
yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi
subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya
intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
21
• Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga
akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu
tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan
berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk
22
mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
23