Anda di halaman 1dari 90

ASUHAN KEPERAWATAN ENDOKARDITIS

Dosen : Insana Maria, BSN,.M.Kep


Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit endokarditis
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit endokarditis
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit endokarditis
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit endokarditis
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit endokarditis
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit endokarditis
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit endokarditis
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit endokarditis
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
endokarditis

A. Definisi Endokarditis
Endokarditis pertama kali ditemukan oleh Rivera tahun 1946. Endokarditis adalah infeksi
permukaan endokardial yang biasanya meliputi dinding ventrikel, katup-katup jantung, dinding arteri
besar, septum, yang ditandai dengan mudah terjadinya aggregasi dari trombin dan platelet yang disebut
vegetasi, ini berisi makroorganisme.
Endokarditis di bagi menjadi 2:
1. Endokarditis Infektif
Endokarditis Infektif adalah infeksi pada endokardium (selaput jantung) dan katup jantung.
Endokarditis infektif dapat terjadi secara tiba-tiba dan dalam beberapa hari bisa berakibat fatal
(endokarditis infektif akut); atau bisa terjadi secara bertahap dan tersamar dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan (endokarditis infektif subakut) dan penyakit yang menginfeksi pada arteri,
duktus arterious paten atau pirau arteriovenosus, yang disebabkan selain bakteri seperti virus, jamur
dan bahan lainnya.
2. Endokarditis Bakterialis
Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang tanda dan gejalanya berupa kelemahan,
anoreksia, malaise, dan demam ringan yang berlangsung beberapa minggu sampai berbulan-bulan.
Manifestasi imonulogik penyakit ekstrakardiak, seperti bercak Roth, nodus oster, glomerulunefritis,
dan faktor reumatoid positif.

B. Etiologi
1. Endokarditis Infektif
Disebabkan oleh Streptococcus viridians dan stafilokok.
2. Endokarditis Bakterialis
Streptococcus dan staphyloccus merupakan penyebab lebih dari 80% kasus.Pada pasen pecandu
obat-obatan yang menyuntik melalui intravena dan pasien dengan katup buatan/katup yang telah cacat,
insidennya lebih tinggi. Streptococcus viridan’s alpha hemolytic merupakan organisme yang paling sering
dan disusul dengan staphylococcus coagulase positiv. Golongan jamur yang tersering ialah candida dan
aspergillus. Streptococcus viridan merupakan normal flora pada oropharynx dan ini peka terhadap
penicilin.
Enterococcus dan group A beta streptococcus hemolitikus, staphilococcus sering nyerang katup
jantung yang normal dan menyebabkan kerusakan yang cepat. Pada staphylococcus sring diikuti dengan
infeksi pada organ yang lain. Masuknya kuman tersebut dapat melalui oropharynx, kulit, saluran kencing,
penyalahgunaan obat melalui parental nasokomial

C. Manifestasi Klinis
Endokarditis infektif akut lebih sering terjadi pada jantung normal. Penyakit timbul mendadak.
Tanda-tanda infeksi lebih menonjol seperti panas yang tinggi dan menggigil,jarang ditemukan jari tabuh
dan janeway lesions (bercak kemerahan pada telapak tangan dan kaki). Terdapat tanda-tanda pada mata
berupa ptekia kanjungtiva, perdarahan retina, kebutaan, tanda-tanda endoftalmitis dan panoftalmitis.
Emboli biasanya lebih sering terjadi dan umumnya menyangkut pada arteri yang lebih besar sehingga
menimbulkan infark atau abses paru dan sebagainya. Bising jantung baru atau perubahan bising jantung
dapat terjadi.
Endokarditis infektif subakut hampir selalu mengenai jantung abnormal. Gejala timbul lebih
kurang 2 minggu setelah masa inkubasi. Keluhan umum yang sering dirasa adalah demam tidak terlalu
tinggi, letih, lesu, banyak keringat malam, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit kepala dan
sakit sendi. Bila terjadi emboli akan timbul keluhan seperti paralisis, sakit dada, hematuria, sakit perut,
buta mendadak, sakit pada jari tangan dan sakit pada kulit.
Demam berlangsung terus-menerus, remiten, intemiten atau sama sekali tidak teratur, dengan
puncak panas 38 – 400 C dan terjadi pada sore atau malam hari. Sering disertaimenggigil pada suhu badan
yang tinggi, diikuti keringat banyak. Anemia, pembesaran hati dan limfa dapat terjadi. Gejala emboli dan
vaskuler dapat terjadi berupa ptekia pada mukusa tenggorokan, mata dan juga pada semua bagian kulit,
terutama pada dada. Bagian tengah ptekia biasanya lebih pucat dan dapat terjadi pada retina yang disebut
Roth’s spot.
Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan dan kaki berbentuk linear berupa bercak
kemerahan, disebut splinter hemorrhage. Lesi yang lebih spesifik (ada yang mengatakan patognomonik)
adalah Osler’s nodes, yaitu penonjolan kulit berwarna kebiruan/kemerahan yang memiliki sifat khas
berupa rasa nyeri, terdapat pada kulit tangan (tenar dan hipotenar) dan kaki, terutama pada ujung jari.
Emboli besar dapat menimbulkan gangguan syaraf sentral dan psikiatri, IMA, aneurisma mikotik, sesak
nafas, glomerulonefritis, gagal ginjal, serta infark ginjal. Tanda-tanda kelainan jantung penting untuk
menentukan adanya kelainan katub dan kelainan bawaan. Tanda yang lain adalah sesak nafas, takikardi,
aritmia, sianosis atau jari tabuh. Pada stadium akhir terjadi gagal jantung dan lebih sering terjadi pada
insufisiensi mitral dan aorta.

D. Patofisiologi
1. Endokarditis Infektif
Bakteri (atau jamur) yang terdapat di dalam aliran darah atau yang mencemari jantung selama
pembedahan jantung, dapat tersangkut pada katup jantung dan menginfeksi endokardium. Yang paling
mudah terkena infeksi adalah katup yang abnormal atau katup yang rusak; tetapi katup yang normalpun
dapat terinfeksi oleh bakteri yang agresif, terutama jika jumlahnya sangat banyak. Timbunan bakteri dan
bekuan darah pada katup (vegetasi) dapat terlepas dan berpindah ke organ vital, dimana mereka
menyebabkan penyumbatan pada aliran darah arteri. Penyumbatan seperti ini sangat serius, karena bisa
menyebabkan stroke, serangan jantung dan infeksi, juga merusak daerah tempat terbentuknya
penyumbatan.
2. Endokarditis bakterialis
Tanda utama endokarditis adalah vegetasi pada satu katup jantung. Yang merupakan radang yang
terdiri dari kumpulan trombosit, fibrin, mikroorganisme, dan sel radang. Pasien dengan defek jantung
kongiental, prolaps katup mitral, defek katup didapat seperti demam reumatik, dan kaup jantung artifisial
merupak predesposisi terjadinya endokarditis bakterialis. Faktor-faktor resiko lainnya hygiene gigi yang
buruk, hemodialisis, penyalahgunaan intravena, diabetes mellitus, dan infeksi HIV.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Endokarditis Infektif
a. Biakan Darah
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara biakan darah. Bila hematuria mikroskopis ditemukan
pada penderita merupakan manifestasi glomerulonefritis komleks kekebalan. Autoantibodi dapat
berkembang pada penderita dengan progresi yang dialami, dan adanya faktor faktor rematoid
(antiglobulin), reaksi Khan dan/krioglobulin. Pada anak-anak untuk pengujian niakan darah harus diambil
sesegera mungkin karena harus diambil tiga sedian darah yang terpisah setelah dilakukan persiapan yang
seksama pada tempat di mana flebotomia itu dikerjakan. Penularan merupakan suatu masalah karena
bakteri kulit endokarditis infeksiosa. Untuk selanjutnya pengambilan darah dapat dilakuakn 2 sampai 3
hari kemudian, sehingga biakan awal dapat diketahui.
b. Ekokardiografi
Dipergunakan untuk mencatat adanya lokasi vegetasi, tetapi cara ini tidak terlalu dapat membantu
pemeriksaan penujang, pengaruh yang ditimbulkan ketidakmampuan katup mitralis dan aorta atas
kemampuan ventrikel dapat dinilai dengan mempergunakan teknik ultrasonografi.
2. Endokarditis Bakterialis
Pemerikasaan dengan menggunakan elektrografi(EKG) dilakukan saat dirawat di rumah sakit.
Untuk lebih sensitif menggunakan ekokardiografi transesofageal(TEE).

F. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat :
 Data subyektif : Keletihan, kelemahan
 Data obyektif : Takikardia
 Tekanan darah menurun
 Dispnoe pada saat aktivitas
2. Sirkulasi
Data subyektif :
 Mempunyai riwayat demam rematik, keturunan penyakit jantung, pernah operasi jantung, by-pass
sering berdebar
Data obyektif :
 Takikardi, disritmi , friction rub perikardia, murmur, disfungsi otot-otot papila,irama gallop
S3/S4 , edem
 Peningkatan vena jugularis,ptekia (konjungtiva dan membran mucus
 Perdarahan pada bagian tertentu
 Osler’s nodes pada jari/jari kaki
 Janeway lessions (telapak tangan,dan kaki)
3. Eliminasi
Data subyektif :
 Riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal
 Riwayat frkwensi pemasukkan urin menurun
Data obyektif :
 Konsentrasi urine keruh/pekat
4. Kenyaman :
Data subyektif:
 Nyeri dada di bagian anterior (keras/tajam) sewaktu inspirasi , batuk, beraktivitas, berbaring ;
sakit berkurang bila duduk , Nyeri dada berpindah-pindah ke belakang, tidak berkurang dengan
pemberian gliserin.
Data obyektif:
 Gelisah
5. Respirasi
Data subyektif:
 Napas pendek ,memburuk pada malam hari (miokarditis)
Data obyektif:
 Dyspnea nocturnal
 Batuk
 Inspirasi wheezing
 Takipnea
 creackles dan ronchi lemah
 Respirasi lambat
6. Tes Diagnostik
 Biakan Darah
 EKG
 Ekoardiografi
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan efek-efek sistemik dari infeksi.
2. Perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses infeksi.
3. Potensial perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan embolisasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan faktor biologi (demam,
infeksi).
5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit.
Kriteria Hasil
1. Nyeri akut berhubungan dengan efek-efek sistemik dari infeksi
 Klien dapat mengidentifikasi cara-cara untuk mencegah nyeri.
 Klien dapat mengontrol dan melaporkan nyeri yang timbul
 Klien dapat mendemostrasikan tehnik relaksasi dan berbagai aktivitas yang diindikasikan untuk
keadaan individual.
Intervensi:
 Pelihara atau ciptakan lingkungan yang tenang dan tindakan yang menyenangkan seperti
perubahan posisi, beri kompres dingin atau hangat, dukungan mental, dan sebagainya. Tindakan -
tindakan tersebut dapat mengurangi ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
 Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Nonsteroid, seperti: ndometachin (indosin), ASA (aspirin).
Antipiretik, seperti: ASA / Asetaminophen (Tylenol) , Steroid. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Dapat mencegah timbulnya nyeri atau mengurangi respon inflamasi.
 Memaksimalkan pemakaian oksigen untuk mengurangi sehubungan adanya iskemia.
 Bantu klien dan keluarga
2. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Kriteria evaluasi:
 Suhu tubuh normal
 Suhu tubuh turun
Intervensi:
 Kaji adanya dehidrasi, diaforesis, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
 Ukur suhu tubuh 4 – 8 jam.
 Pantau masukan dan haluaran cairan setiap 8 jam.
 Catat kehilangan cairan yang diakibatkan dari perspirasi.
 Pantau sisi IV adanya kemerahan dan bengkak, ganti tempat setiap 24 jam.
Kriteria evaluasi:
3. Potensial perubahan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan embolisasi
 Perfusi jaringan serebral dipertahankan.
 Klien sadar dan berorientasi.
 Tidak ada tanda-tanda embolisasi.
Intervensi Keperawatan
 Kaji adanya tanda embolisasi setiap shift, laporkan adanya tanda embolisasi pada dokter dengan
segera.
 Lakukan pemeriksaan neurologis setiap shift atau sesuai kondisi klien.
 Instruksikan klien tentang perlunya meneruskan antikoagulan, jika dipesankan untuk mencegah
periode embolik lanjut.
 Berikan terapi kougulan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan faktor biologi (demam,
infeksi).
Kriteria Evaluasi:
 Status nutrisi dipertahankan/ diperbaiki.
 Pencapaian perbaikan berat badan sesuai usia, jenis kelamin.
 Klien mengungkapkan nafsu makan meningkat.
Intervensi Keperawatan
 Pantau masukan kalori setiap hari.
 Berikan makanan tambahan TKTP.
 Jamin klien merasa nyaman saat makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit
Kriteria Evaluasi:
 Menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan pengobatan, dan kemungkinan
komplikasi.
 Mengidentifikasi /melakukan pola hidup yang perlu atau perubahan perilaku untuk mencegah
terulangnya / terjadinya komplikasi.
Intervensi Keperawatan:
 Jelaskan pentingnya menghindari kelelahan, perlu merencanakan periode istirahat sebelum dan
sesudah aktivitas.
 Diskusikan gejala-gejala kambuh untuk dilaporkan ke dokter: Kelelahan, peningkatan, suhu,
menggigil, penurunan berat badan, hanya merasa tidak enak.
 Diskusikan kebutuhan untuk menghindari orang dengan infeksi, khususnya infeksi pernapasan
atas (ISPA) dan untuk melaporkan gejala (misal: dingin, flu, batuk).
 Diskusikan pentingnya melaporkan ke dokter beberapa kejadian yang cenderung menghasilkan
bakterimia, terapi gusi/gigi.
ASUHAN KEPERAWATAN MIOKARDITIS
Dosen : Insana Maria, BSN,.M.Kep
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit miokarditis.
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit miokarditis.
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit miokarditis.
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit miokarditis.
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit miokarditis.
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit miokarditis.
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit miokarditis.
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit miokarditis.
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
miokarditis.

A. DEFINISI
Miokarditis adalah peradangan, nekrosis, atau miositolisis yang mengenai miokardium oleh sebab
apapun, baik oleh invasi langsung kuman, toksinnya atau kompleks reaksi antigen antibodi dengan atau
tanpa disertai gejala sistemik dari suatu proses penyakit atau keterlibatan endokardium atau pericardium
(Cooper, 2009)

B. ETIOLOGI
Miokarditis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, protozoa, penyakit
yang didasari oleh imun termasuk demam rematik dan penyakit Kawasaki, dan penyakit
vaskuler kolagen serta obat-obatan tertentu (Blauwet, 2010):
1. Virus:
Adenovirus,arbovirus, Chikunguya, Sitomegalovirus,Echovirus, Enterovirus (Coxsackie B), virus
Epstein-Barr, Flavivirus (dengue fever dan yellow fever), virus Hepatitis B, virus Hepatitis C, virus
Herpes (human herpes-6), HIV/ AIDS, virus influenza A dan B, Parvovirus (parvovirus B-19),
mumps, poliovirus, rabies, respiratory synctial virus, rubeola, rubella, varicella, variola (smallpox)
2. Bakteri:
Burkoholderia pseudomallei (melioidosis), Brucella, Chlamydia (khususnya Chlamydia pneumonia
dan Chlamydia psittacosis), Corynebaacterium diphteriae (difteria), Francisella tularensis
(tularemia), Haemophilus influenza, gonococcus, Clostridium, Legionella pneumophila (Legionnaire
disease), Mycobacterium (tuberkulosis), Neisseria meningitidis, Salmonella, Staphylococcus,
3. Obat-obatan:
Aminofilin, amfetamin, anthracyclines, katekolamin, kloramfenikol, kokain, siklofosfamis,
doksorubicin, etanol, 5- fluouracil, imatimib mesylate, interleukin- 2, methysergide, fenitoin,
trastuzumab, zidovudin
4. Lingkungan:
Arsen, karbon monoksida, tembaga, Fe, timbal
5. Reaksi hipersensitivitas:
Obat: azitromisin, benzodiazepin, clozapin, sefalosporin, dapson, dobutamin, gefitinib, litium, loop
diuretics, metildopa, mexiletine, obat anti inflamasi non-steroid, penisilin, fenobarbital, vaksin
smallpox, streptomisin, sulfonamid, tetanus toksoid, tetrasiklin, diuretik tiazid, trisiklik antidepresan
Lainnya: bisa lebah, wasp venom, bisa labalaba black widow, bisa kalajengking, bisa Streptococcus A
(rheumatic fever), Streptococcus pneumoniae, sifilis, tetanus, tularemia, Vibrio cholera
6. Riketsia:
Coxiella burnetii (Q fever), Orientia tsutsugamushi(scrub typhus), Rickettsia prowazekii (typhus),
Rickettsia rickettsia (Rocky Mountain spotted fever)
7. Fungi:
Actinomyces, Aspergillus, Blastomyces, Candida, Coccidiides, Cryptococcus, Histoplasma, Mucor
species, Nocardia, Sporothrix schenckii, Strongyloides strecoralis
8. Protozoa:
Balantidium, Entamoeba histolytica (amebiasis), Leishmania, Plasmodium falciparum (malaria),
Sarcocystis, Trypanosoma cruzi ( penyakit Chagas), Trypanosoma brucei (African sleeping sickness),
Toxoplasma gondii (toxoplasmosis)
9. Helmintik:
Ascaris, Echinococcus granulosus, heterophyes, Paragonimus westermani, Schistosoma, Strongloides
stercoralis, Taenia solium (cysticercosis), Toxocara canis (visceral larva migrans), Trichinella
spiralis,Wuchereria bancrofti (fiariasis) ular
10. Penyakit autoimun:
Dermatomiositis, GCM, inflammatory bowel disease, rheumatoid arthritis, Sjogren syndrome,
sistemik lupus eritematosus, Takayasu’s arteritis, Wegener’s granulomatosis
11. Penyakit sistemik:
Celiac disease, Churg-Strauss syndrome, collagen-vascular disease, hypereosinophilic syndrome
dengan eosinophilic endomyocardial disease, Kawasaki, sarkoidosis (Idiopathic granulomatous
myocarditis), scleroderma
Lainnya:
Heart stroke, hipotermia, rejeksi post transplantasi jantung, terapi radiasi
C. TANDA DAN GEJALA
Miokraditis mempunyai gambaran klinis yang sangat luas sehinga sulit untuk menegakkan
diagnosis dan melakukan klasifikasi. Gambaran klinis dapat berupa kelainan Lktrokradiografi atau
ekokardiografi tanpa gejala klinis yang jelas, sampai dengan keluhan
gagal jantung, aritmia dan gangguan hemodinamik yang berat .
Gambaran klinis miokarditis diklasifikasi menjadi (Uhl 1965):
1. Miokarditis Akut
Gambaran klinis pada penderita miokarditis biasanya tidak khas. Pada penelitian terhadap 245
pasien dengan kecurigaan suatu miokarditis, maka gejala yang paling banyak ditemukan adalah lemah
badan/fatigue (82%); dyspnea on exertion (81%); aritmia (55 %,
untuk aritmia supraventrikular dan ventrikular); berdebar (49 %); dan nyeri dada saat istirahat (26 %).7
Nyeri dada pada miokarditis sulit dibedakan dengan sindroma iskemik akut karena keduanya
mengakibatkan pelepasan troponin, elevasi segmen ST pada EKG, dan gangguan gerakan segmental
dinding jantung pada ekokradiografi. Gejala pordormal akibat infeksi virus berupa demam, menggigil,
mialgia, dan gejala konstitusional lainnya dapat terjadi pada 20-80% kasus dan kadang tidak diperhatikan
oleh pasien dan tidak dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis.
Banyak kasus miokarditis datang dengan gambaran klinis berupa gagal jantung akut yang timbul
mendadak tanpa sebab yang jelas, terutama pada pasien usia pertengahan atau lebih tua. Sehingga jika
tidak ditemukan etiologi gaga jantung, maka diagnosa miokarditis viral dan kardiomiopati dilatasi
idiopatik merupakan suatu diagnosis ekslusional. Untuk dapat membedakan kardiomiopati dilatasi
idiopatik dengan miokarditis viral adalah pada sepertiga kasus miokarditis karena viral, gejala klinis dan
hasil pemeriksaan fungsi ventrikel kembali menjadi normal dengan terapi suprotif yang sesuai, sedangkan
hal ini jarang terjadi pada kasus kardiomiopati dilatasi idiopatik.
2. Miokarditis Fulminan
Pada beberapa kasus, pasien akan datang dengan gagal jantung akut yang berat dengan syok
kardiogenik dengan penyebab yang tidak jelas. Tampilan umum pasien ini sangat toksik dengan tekanan
darah dan curah jantung yang rendah dan biasanya membutuhkan vasopressor dosis tinggi atau suatu
ventricular assist device (VAD). Pada sebuah penelitian didapatkan adanya 14 dari 147 (10.2%) penderita
dengan gambaran klinis miokarditis datang dengan gambaran yang fulminan dengan gambaran trias
berupa gangguan hemodinamik, onset gejala yang singkat (dalam 2 minggu), dan demam.
Pemeriksaan ekokardiografi akan ditemukan disfungsi global ventrikel yang berat dengan
gambaran ventrikel kiri yang berdilatasi minimal. Gambaran patologi dari biopsi akan didapatkan adanya
fokus inflamasi dan nekrosis yang banyak dan tidak sesuai dengan beratnya gambaran klinis. Gambaran
klinis ini lebih disebabkan oleh produksi sitokin oleh pejamu dan mengakibatkan depresi jantung
reversibel. Pada follow-up penelitian secara kohort didapatkan adanya 93% pasien yang hidup dan tidak
dilakukan transplantasi selama 11 tahun setelah dilakukan biopsi awal dibandingkan dengan 45% pada
penderita dengan miokarditis akut yang klasik. Penelitian ini menegaskan perlunya dilakukan terapi yang
agresif pada penderita dengan miokarditis untuk dapat memaksimalkan kemungkinan penyembuhan.10
3. Miokarditis Giant cell
Miokarditis Giant cell adalah subklas miokarditis dimana pada penderita ini akan terjadi gagal
jantung diikuti dengan gambaran yang semakin memburuk. Pada pemeriksaan biopsy ditemukan adanya
giant cell dan inflamasi akut. Penelitian pada Miokarditis Giant cell didapatkan 75% pasien datang
dengan gagal jantung yang berat. Gejala yang lain berupa aritmia atau blok jantung. Penderita miokarditis
giant cell biasanya akan mengalami perburukan yang agresif dengan prognosis yang sangat buruk dan
kesintasan rata-rata kurang dari 6 bulan. Beberapa penderita akan berespon sementara dengan terapi
imunosupresif yang agresif. Sebagian besar pasien akan dilakukan transplantasi jantung.
4. Miokarditis Kronis Aktif
Miokarditis kronis aktif sering terjadi pada usia tua. Ditemukan gejala akibat dengan disfungsi
ventrikel misalnya cepat lelah dan sesak nafas. Biopsi patologi pada miokardium
akan didapatkan adanya miokarditis aktif, tetapi lebih sering pada bentuk perbatasan atau perubahan
miopati kronis secara umum dengan fibrosis. Beberapa pasien akan mengalami
disfungsi diastolik dengan fibrosis dan mempunyai gambaran seperti kardiomiopati restriktif.

D. PATOFISIOLOGI
Pada miokarditis yang disebabkan oleh virus, didasari oleh cell-mediated reaksi imunologis.
Ditandai oleh adanya infiltrat seluler, degenerasi sel dan nekrosis, dan fibrosis. Miokarditis oleh virus
juga dapat menjadi kronik. Inflamasi kronik ini berpengaruh terhadap
respon imun, termasuk aktivasi limfosit T. Adanya limfosit sitotoksik, sel NK, dan replikasi virus
menyebabkan kerusakan dari fungsi miosit tanpa sitolisis yang jelas. Protein virus juga
dapat membagi epitop antigenik dengan sel host sehingga menyebabkan reaksi autoimun. Sitokin seperti
TNFα dan IL1 menyebabkan perubahan terhadap respon imun. Inflamasi yang berkepanjangan pada
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kardiomiopati dilatasi. Walaupun infeksi virus merupakan
inisiator awal miokarditis akut, respons otoimun selanjutnya memegang peran penting pada kerusakan
miosit. Mekanisme pokok kerusakan miokardium tidak hanya replikasi virus, tetapi melibatkan reaksi
imunologis yang cellmediated (Robert, 1965; Uhl, 2008; Kaski et al, 2010).
Penelitian pada hewan menunjukkan setelah infeksi sistemik, virus memasuki miosit, lalu
bereplikasi dalam sitoplasma sel. Beberapa virus lalu memasuki interstisium dan difagosit oleh makrofag.
Aktivasi makrofag ini dirangsang oleh adanya partikel virus dalam interstisium dan pelepasan interferon
gamma oleh sel natural killer (NK). Pelepasan interferon gamma diikuti pelepasan sitokin proinflamasi
(interleukin 1β dan 2 dan tumor necrosis factor. Bila diaktivasi oleh interleukin 2, sel NK akan
mengeliminasi miosit yang terinfeksi virus dan menghambat replikasi virusBerbeda dengan sel NK, sel T
berperan pada kerusakan miosit yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi. Aktivasi sel T disebabkan oleh
akumulasi makrofag dalam miosit dan produksi efek sitotoksik cell-mediated. Walaupun sel T dapat
menyebabkan lisis miosit yang terinfeksi virus, tetapi akumulasi makrofag dan efek sitotoksik secara
bersama-sama menentukan
keseimbangan antara pembersihan virus (viral clearance) dan kerusakan miosit. Karena lisis
yang ditimbulkan oleh sel T mengenai miosit yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi, maka
juga terjadi nekrosis pada sel miosit sehat. Jadi sebagian kerusakan miokardium disebabkan
oleh respons imun tubuh sendiri. Akibat miokarditis ini dapat terjadi kerusakan miokardium
permanen (Uhl 1965)
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dahulu untuk menegakkan diagnosis miokarditis dibutuhkan kriteria secara histologist
berdasarkan kriteria klasik dari Dallas. Kriteria ini mempunyai sensitivitas yang rendah karena gambaran
bercak alami dari infiltrate inflamasi di miokard, keengganan klinisi untuk melakukan prosedur
diagnostik invasif, maka miokarditis menjadi tidak terdiagnosis. Karena insidensi miokarditis tampaknya
lebih tinggi dari yang ada, maka kecurigaan tinggi secara klinis disertai dengan kriteria gabungan antara
klinis dan laboratorium, dan modalitas pencitraan yang baru dapat membantu menentukan diagnosi tanpa
perlu dilakukan biopsy pada semua kasus. Dengan ditemukannya beberapa strategi diagnostik
miokraditis, maka akan dikatakan strongly suspect myocarditis apabila dua dari kriteria terpenuhi, dan
highly probable myocarditis apabila terdapat tiga atau lebih kriteria terpenuhi, yaitu berupa (1) gambaran
klinis yang sesuai; (2) bukti adanya defek structural atau fungsional jantung atau kerusakan miokard yang
tidak disertai adanya iskemia koroner aktif; (3) perlambatan peningkatan kontras secara regional atau
perningakatn sinyal T2 pada pencitraan CMR; dan (4) adanya sel infiltrative atau sinyal genom virus yang
positif pada pemeriksaan biopsi miokard atau patologi.
Keterangan;
Suspicious miokarditis = 2 kategori positif
Compatible miokarditis = 3 kategori positif
High probabilitymiokarditis = semua 4 kategori positif (Adanya kesesuaian kategori = kategori positif)
Kategori I: Gejala Klinis
Gagal jantung secara Klinis, demam, prodromal dari virus, lemah, dyspnea on exertion, nyeri dada,
berdebar, presinkop atau sinkop
Kategori II: Bukti Gangguan Struktural/Fungsi Jantung tanpa adanya iskemik Koroner Regional
Bukti ekokardiografi, abnormalitas gerakan dinding regional, dilatasi jantung, hipertrofi jantung regional,
pelepasan troponin, high sensitivity (>0.1 ng/ml), indium-111 antimyosin scintigraphy yang positif, dan
angiografi koroner normal atau tidak ditemuakn iskemia reversible secara distribusi koroner pada sidik
perfusi, jantung
Kategori III: CardiacMagnetic Resonance Imaging
Peningkatan sinyal T2 miokardium pada saat fase recovery, Terlambatnya peningkatan kontras setelah
infuse gadolinium-DTPA
Kategori IV: Biopsi Miokardium—Analisis Patologis atau Molekular
Temuan patologis sesuai kriteria dallas, adanya genom virus secara pcr atau hibridisasi in situ
Diagnosis miokarditis harus dipertimbangkan pada pasien usia muda.

F. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh.
Pengkajian pasien myocarditis meliputi:
Aktivitas / istirahat
Gejala : elelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.
Sirkulasi
Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah jantung, palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : takikardia, disritmia, perpindahan TIM (titik impuls maksimal) kiri dan inferior (pembesaran
jantung), kardiomegali, frivtion rub, murmur aortik , irama gallop (S3 dan S4), edema,
DVJ(GJK), petekie (konjungtiva, membrane mukosa), hemoragi splinter (punggung kuku),
nodus osler (jari/ibu jari), lesi Janeway(telapak tangan, telapak kaki).
Eleminasi
Gejala : riwayat penyakit ginjal/gagal ginjal ; penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : urin pekat gelap.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi, batuk,
gerakkan menelan, berbaring; hilang dengan duduk bersandar kedepan (perikarditis). Tidak
hilang dengan nitrogliserin.
Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.
Pernapasan
Gejala : napas pendek , napas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis).
Tanda : dispnea, DNP (dispnea nocturnal paroxismal) , batuk, inspirasi mengi, takipnea, krekel,, dan
ronki pernapasan dangkal.
Keamanan
Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ; penyakit keganasan/iradiasi
thorakal ; dalam penanganan gigi ; pemeriksaan endoskopik terhadap sitem GI/GU),
penurunan system immune, SLE atau penyakit kolagen lainnya.
Tanda : demam
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : terapi intravena jangka panjang atau pengguanaan kateter indwelling atau penyalahgunaan
obat parenteral.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan
myocarditis adalah
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium atau perikardium, efek-efek sistemik dari infeksi,
iskemia jaringan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan
curah jantung.
3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan degenerasi otot jantung,
penurunan/kontriksi fungsi ventrikel, akumulasi cairan dalam kantung pericardia.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) kondisi/pengobatan berhubungan dengan kurang informasi
tentang proses penyakit, cara untuk mencegah pengulangan atau komplikasi.
Intervensi dan Implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan . Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Intervensi dan
implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis.
1. Nyeri
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol.
kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan faktor pemberat atau penurun. Perhatikan petunjuk
nonverbal dari ketidaknyamanan, misalnya ; berbaring dengan diam/gelisah, tegangan otot, menangis.
Rasional : pada nyeri ini memburuk pada inspirasi dalam, gerakkan atau berbaring dan hilang dengan
duduk tegak/membungkuk.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, gosokkan
punggung, penggunaan kompres hangat/dingin, dukungan emosional.
Rasional : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
c. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
Rasional : mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
d. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen nonsteroid : aspirin, indocin ; antipiretik ;
steroid).
Rasional : dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi, menurunkan demam ; steroid
diberikan untuk gejala yang lebih berat.
e. kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung.

2. Intoleransi aktivitas
Tujuan
pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
- perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan kelemahan,
keletiahan, dan dispnea berkenaan dengan aktivitas.
Rasional : miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan kerusakan fungsi sel-sel miokardial.
b. Pantau frekuensi/irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan
selama diperlukan.
Rasional : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan pulmonal. Penurunan TD,
takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
c. Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut.
d. Rencanakan perawatan dengan periode istirahat/tidur tanpa gangguan.
Rasional : memberikan keseimbangan dalam kebutuhan dimana aktivitas bertumpu pada jantung.
e. Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun dari tempat
tidur, mencatat respons tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan aktivitas.
Rasional : saat inflamasi/kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu melakukan aktivitas yang
diinginkan, kecuali kerusakan miokard permanen/terjadi komplikasi.
f. kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung.

3. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung


Tujuan
Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Kriteria Hasil :
- melaporkan/menunjukkan penurunan periode dispnea, angina, dan disritmia.
- memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau frekuensi/irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan
selama diperlukan.
Rasional : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan pulmonal. Penurunan TD,
takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
b. Pertahankan tirah baring dalam posisi semi-Fowler.
Rasional : menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung.
c. Auskultasi bunyi jantung, perhatikan jarak/muffled tonus jantung, murmur, gallop S3 dan S4.
Rasional : memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi misalnya : GJK, tamponade jantung.
d. Berikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, gosokkan punggung, dan aktivitas
hiburan dalam tolerransi jantung.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
Tujuan
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Kriteria hasil
- Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
- Memperlihatan perubahan perilaku untuk mencegah komplikasi..
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.˜
Rasional : Perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang terdekat
untuk mempelajari penyakit.
b. Jelaskan efek inflamasi pada jantung, secara individual pada pasien. Ajarakkn untuk memperhatikan
gejala sehubungan dengan komplikasi/berulangnya dan gejala yang dilaporkan dengan segera pada
pemberi perawatan, contoh ; demam, peningkatan nyeri dada yang tak biasanya, peningkatan berat
badan, peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Rasional : untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan sendiri, pasien perlu memahami penyebab
khusus, pengobatan dan efek jangka panjang yang diharapkan dari kondisi inflamasi, sesuai dengan
tanda/gejala yang menunjukan kekambuhan/komplikasi.
c. Anjurkan pasien/orang terdekat tentang dosis, tujuan dan efek samping obat; kebutuhan diet ;
pertimbangan khusus ; aktivitas yang diijinkan/dibatasi.
Rasional : informasi perlu untuk meningkatkan perawatan diri, peningkatan keterlibatan pada
program terapeutik, mencegah komplikasi.
d. Kaji ulang perlunya antibiotic jangka panjang/terapy antimicrobial.
Rasional : perawatan di rumah sakit lama/pemberian antibiotic IV/antimicrobial perlu sampai kultur
darah negative/hasil darah lain menunjukkan tak ada infeksi.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis adalah :
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
4. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.

.
ASUHAN KEPERAWATAN PERIKARDITIS
Dosen : Insana Maria, BSN,.M.Kep
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit perikarditis
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit perikarditis
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit perikarditis
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit perikarditis
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit perikarditis
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit perikarditis
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit perikarditis
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit perikarditis
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
perikarditis
A. Pengertian
Perikarditis adalah peradangan perikardium parietal, perikardium viseral atau kedua-duanya. Terbagi
atas perikarditis akut dan kronik.
Perikarditis Kronis adalah suatu peradangan perikardium yang menyebabkan penimbunanan cairan
atau penebalan dan biasanya terjadi secara bertahap serta berlangsung lama. Pada Perikarditis Efusif
Kronis, secara perlahan cairan terkumpul di dalam perikardium. Biasanya penyebabnya tidak diketahui,
tetapi mungkin disebabkan oleh kanker, tuberkolosis atau penurunan fungsi tiroid. Jika memungkinkan,
penyebabnya diobati, jika fungsi jantung normal, dilakukan pendekatan dengan cara menunggu dan
melihat perkembangannya.
Perikarditis konstriktif kronis adalah penyakit yang jarang terjadi jika jaringan fibrosa terbentuk
disekitar jantung. Jaringan fibrosa cenderung untuk menetap selama bertahun-tahun, menekan jantung
dan membuat jantung menjadi kecil. Penekanan jantung akan menyebabkan meningkatnya tekanan
didalam vena yang mengangkut darah kejantung karena mengisi jantung diperlukan tekanan yang lbih
tinggi. Cairan akan mengalir balik dan kemudian meresap dan terkumpl dibawah kulit, didalam perut dan
kadang-kadang dirongga sekitar paru-paru.

B. Penyebab
Penyebab perikarditis akut antara lain: infeksi virus, infeksi bakteri spesifik atau non-spesifik, uremia,
trauma, sindrom pasca infark miokard, sindrom pasca perikardiotomi, neoplasma dan idiopatik.
Penyebab terbanyak adalah infeksi virus dan terapi penyinaran untuk kanker payudara atau limfoma.
Pentakit ini juga sebagian disebabkan oleh :
- artritis rematoid
- lupus eritematosus sistemik
- cedera
- pembedahan jantung
- infeksi bakteri
sebelumnya tuberkulosis adalah penyebab terbanyak dari perikaditis kronis di AS, tetapi saat ini hanya 2
% kasus yang disebabkan oleh tuberkulosis.
C. MANIFESTASI KLINIS
Trias klasiknya adalah nyeri dada substernal atau parasternal yang kadang-kadang menjalar ke bahu,
pericardial friction rub dan kelainan EKG yang khas. Dari pemeriksaan fisik jugadapat ditemukan
pembesaran jantung, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, edema kaki dan mungkin tanda-tanda
tamponade.
Gejala dari perikarditis kronis antara lain :
- Sesak Nafas
- Batuk
- Kelelahan
Gejala-gejala yang dapat menjadi petunjuk penting bahwa seseorang menderita perikarditis kronis adalah
tekanan darah tinggi, penyakit arteri koroner atau penyakit katub jantung.
D. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan EKG ditemukan elevasi segmen ST, depresi segmen PR dan sinus takikardia.
Setelah beberapa waktu dapat ditemukan inversi gelombang T. sebagai komplikasi dapat ditemukan
aritmia supraventrikular, termasuk vibrilasi atrium. Foto thoraks tampak normal bila efusi perikard hanya
sedikit, tetapi bila banyak dapat terlihat bayangan jantung membesar seperti botol air. Adanya inflamasi
dapat diketahui dari peningkatan LED dan leukositosis. Pemeriksaan lain dilakukan atas dasar indikasi bila
terdapat kecurigaan mengenai etiologinya, misalnya test tuberkulin.
E. Penatalaksanaan
Terapi bergantung dari penyebabnya. Misalnya diberikan salisilat atau obat anti-inflamasi non-steroid
lain bila penyebabnya virus atau idiopatik. Bila gejala tidak membaik, dapat diberikan kortikosteroid.
Sebagian besar kasus sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Sebagian kambuh kembali, hanya sedikit
yang menjadi kronik dan jarang yang menjadi perikarditis konstriktif bila berasal dari virus atau idiopatik.
Diuretik (obat yang membuang kelebihan cairan) bisa memperbaiki gejala, tetapi penyembuhan hanya
mungkin terjadi jika dilakukan pembedahan untuk mengangkat perikardium. Pembedahan memiliki
resiko kematian sebesar 5-15 %, karena itu pembedahan hanya dilakukan jika penyakit ini telah sangat
menganggu aktvitas penderita sehari-hari.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan, kelmahan
Tanda : tachikardia, penurunan tekan darah, dispnea dengan aktivitas sirkulasi.
- Sirkulasi
Gejala : riwayat demam rematik, bedah ajntung, jatuh pingsan
Tanda : tachikrdia, distritmia, perpindahan titik impuls maksimal, kardimegali.
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri dada pada anterior diperberat oleh oleh inspiasi, batuk, gerakkan menelan,
berbaring
Tanda : perilau distraksi misalnya gelisah\

- Pernafasan
Gejala: nafas pendek memburuk pada malam hari
Tanda : dispnea, batuk, inspirasi takipnea

- Keamanan
Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur
Tanda : demam

- Pendidikan kesehatan
Gejala : terapi intravena jangka panjang.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b/d inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi, iskemia jaringan.
b. Intoleransi aktivitas b/d inflamasi dan degenarasi sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung
c. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d degenerasi otot antung
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan b/ddaya ingat.

3. Intervensi dan Implementasi


2. Nyeri
Tujuan : nyeri hilang ata terkontrol
Kriteria hasil : nyeri hilang atau berkurang dan klien tampak tenang
Intervensidan implementasi :
o selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan faktor penurun.
R : pada nyeri ini memburuk pada inspirasi dalam, gerakkan dan berbaing dan hilang
dengan duduk tegak.
o Berikan lingkungan yang tenang
R : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional paisen.
o Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
R : dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi , menurunkan demam, steroid
diberikan untuk gejala yang lebih berat.
3. Intoleransi aktifitas
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktifitas
Kriteria hasil :
- Perilaku merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya.
Intervensi dan implementasi
o Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan kelemahan,
keletihan, dan dispnea berkenaan dengan aktivitas.
R : miokarditis menyebabkn inflamasi dan kemungkinan kerusakan fungsi sel-sel miokardial
o Pantau frekuensi jantung, TD, dan frekueni pernafasan sebelum dan setelah aktifitas dan
selma diperlukan
R: membantu menentukan derajat dekompensasi jntung dan pulmonal. Penurunan TD,
tachikardia, distrimia, takipnea.
o Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun dari
tempat tidur, mencatat respons tanda vital.
R : meaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan periode dispnea.

4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah janung


Tujuan : mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Kriteria hasil : melaporkan penururnan periode dipnea, angina, dan distrmia.
Intervensi dan implementasi :
o pantau frekuensi jantung , dan frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah aktivitas dan
selama diperlukan.
R : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung pulmonal. Penurunan TD terhadap
aktivitas.
o Pertahankan tirah baring
R : menurunkan beban kerja jantung , memaksimalkan curah jantung.
o Berikan tindakan yang nyaman
R : meningkatkan relaksasi dan dan mengarhkan kembali perhatian.

5. Kurang pengetahuan
Tujuan : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengetahuan
Kriteria hasil : mengidentifikasi efek samping bat dan kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan.
Intervensi dan implementasi :
o kaji kesipan dan hambatan dalam belaja termasuk orang terdekat.
R : untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan sendiri, pasien perlu memahami penyebab
khusus, pengobatan dan efek jangk pnjang yang diarapakan dari kondisi inflamasi.
o Anjurkan orang terdekat pasien tenatng dosis, tujuan dan eek samping obat, kebutuhan diet.
R : perawatan dirumah sakit lama.

4. Evaluasi
Yang diharapkan pada pasien dengan perikarditis :
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
3. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung
4. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
ASUHAN KEPERAWATAN ARITMIA
PENGAJAR : MUHLISOH, Skep,.Ns

Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Aritmia
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Aritmia
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Aritmia
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Aritmia
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Aritmia
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Aritmia
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Aritmia
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Aritmia
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Aritmia

A. Pengertian / definisi
Aritmia atau distritmia merupakan perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doengoes, 1999).Sedangkan
menurut Price, 1994, aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokardium.Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial
aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Dari dua pengertian yang telah di paparkan oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
aritmia atau distritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung yang menyebabkan terjadinya
gangguan pada system konduksi jantung.

B. Penyebab / Etiologi
Etiologi aritmia pada umumnya disebabkan oleh:
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena
infeksi)
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklorosis koroner, atau spasme arteri koroner), misalnya
iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia
lainnya.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
5. Gangguan pada pengaturan susunan syaraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama
jantung
6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat
7. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system kondulsi jantung)

C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut nodus SA dengan
irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV dengan 50 kali per menit, yang
kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu ke serabut purkinje.
Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan sentrum yang
memimppin ini disebut pacemaker. Dlam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah dapat juga
bekerja sebagai pacemaker, yaitu :
a. Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu lebih
besar.
b. Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k BIndel HIS akibat
adanya kerusakan pada system hantaran atau penekanan oleh obt.
Aritmia terjasi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal atau gngguan
konduksi). Gangguan dalam pembentukan pcu antara lain:
1. Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus dan aritmia sinus.
2. Debar ektopik dan irama ektopik:
a. Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makana sedang dicerna.
b. Takikrdi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti demam,
hipertiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis jantung.

D. Manifestasi klinis
1. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi
jantung tak teratur; bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat, edema;
haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2. Pusing, berdenyut, sakit kepala, dsorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan
(ronki, mengi)
5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi; eritema, edema.

E. Prosedur Diagnostik
1. EKG: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber
disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada: Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia: dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat
mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan: dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan
disritmia.
6. Elektrolit: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat: Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid: peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi: Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis
sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
F. Penatalaksanaan medis
Pemberian obat-obatan antiaritmia pada klien yang menderita penyakit aritmia.
Dimana obat-obatan aritmia dibagi menjadi 4 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1: sodium channel blocker
Kelas 1 A
a. Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah
berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
b. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai
anestesi.
c. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
a. Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
b. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
b) Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung,
hipertensi
c) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk
terjadinya intoksikasi
d) Kondisi psikososial

2. Pengkajian primer
a) Airway: Apakah ada peningkatan sekret ? Adakah suara nafas : krekels ?
b) Breathing :Adakah distress pernafasan ?, Adakah hipoksemia berat ?, Adakah
retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?, Apakah ada bunyi whezing
c) Circulation :Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?, Apakah ada takikardi ?,
Apakah ada takipnoe ?, Apakah haluaran urin menurun ?, Apakah terjadi penurunan
TD ?, Bagaimana kapilery refill ?, Apakah ada sianosis ?

3. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas : kelelahan umum
2. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna
dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menruun bila curah jantung menurun berat
3. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
4. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan,
mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
5. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
6. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak
dengan obat antiangina, gelisah.
7. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi)
mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
8. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuata

b. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri akut, kelelahan/keletihan.
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

c. Perencanan Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d nyeri akut, kelelahan/keletihan. Bantuan perawatan diri dengan
cara:
1) Monitor pasien kemampuan untuk perawatan mandiri
2) Monitor pasien kebutuhan untuk perangkat adaptif untuk kebersihan pribadi,
berpakaian, toileting, dan makan
3) Menyediakan artikel pribadi yang diinginkan
4) Memberikan bantuan sampai pasien sepenuhnya dapat mengasumsikan perawatan dir
5) Membantu pasien dalam menerima kebutuhan ketergantungan
6) Gunakan pengulangan yang konsisten dari rutinitas kesehatan sebagai cara
menetapkan mereka
7) Mendorong kemandirian, namun intervensi ketika pasien tidak dapat melakukan
8) Ajarkan orang tua atau keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk meningkatkan
hanya bila pasien tidak dapat melakukan
9) Menetapkan rutin untuk aktivitas perawatan diri
10) Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan kegiatan perawatan diri
2. Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d gangguan konduksi elektrikal, penurunan
kontraktilitas miokardia.
1) Hindari hal menyebabkan situasi emosional yang intens
2) Hindari terlalu panas dingin pasien
3) Mencegah pengambilan keputusan ketika pasien berada di bawah stres berat
4) Menahan diri dari memberikan stimulan lisan
5) Menahan diri dari memasukkan pelumas dubur
6) Menahan diri dari mengambil suhu rektal
7) Menahan diridari melakukan suatu pemeriksaan dubur atau vagina
8) Batasi rangsangan lingkungan
9) Keterlambatan mandi jika sesuai
10) Batasi merokok
11) Mendorong kegiatan kompetitif
12) Anjurkan pasien pada latihan progresif
13) Menginstruksikan pasien ataukeluarga pada gejala kompromi jantung menunjukkan
butuhkan untuk sisa
14) Identitas pasien metode penanganan stress
15) Lakukan terapi relaksasi jika sesuai

3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan b/d kurang


informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
1) Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal
2) Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik pada
pasien/orang terdekat.
3) Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus, contoh kelemahan, edema
dependen, perubahan mental lanjut, vertigo.
4) Anjurkan /catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan
(tindakan yang dibutuhkan), bagaimana dan kapan minum obat, apa yang dilakukan
bila dosis terlupakan (informasi dosis dan penggunaan), efek samping yang
diharapkan atau kemungkinan reaksi merugikan, interaksi dengan obat lain/obat yang
dijual bebas atau substansi (alcohol, tembakau), sesuai dengan apa dan kapan
melaporkan ke dokter.
5) Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan. Identifikasi
tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri
dada.
6) Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan kafein.
7) Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang terdekat untuk dibawa
pulang.
8) Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat. Dorong pencatatan nadi
harian sebelum minum obat/latihan. Identifikasi situasi yang memerlukan intervensi
medis cepat.
9) Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk mengevaluasi/mempertahankan
pacu jantung atau fungsi AICD dan gejala yang memerlukan intervensi medis.
10) Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus
maneuver. Valsalva bila perlur

d. Evaluasi
1. Intoleransi aktivitas b/d nyeri akut, kelelahan/keletihan.
a) Pasien menyatakan mampu melakukan perangkat adaptif untuk kebersihan pribadi,
berpakaian, toileting, dan makan
b) Pasien telah mampu melakukan kebutuhan perawatan diri secara mandiri
c) Keluarga menyatakan mampu membantu kebutuhan pasien apabila diperlukan
bantuan
d) Pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai jadwal rutin yang ditetapkan
bersama

2. Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d gangguan konduksi elektrikal, penurunan
kontraktilitas miokardia.
a) pasien merasakan kenyamanan dengan situasi yang kondusif tanpa situasi emosional
yang intens
b) pasien menyatakan mampu menahan keinginan untuk merokok
c) pasien melakukan kegiatan kompetitif sesuai kesepakatan dengan perawat
d) pasien menyatakan mampu memanagemen stress menggunakan metode penanganan
stress
e) pasien menyatakan terapi relaksasi membantunya untuk mengurangi beban pikirannya

3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan b/d kurang


informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
a) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu
jantung (bila menggunakan).
b) Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan
dari obat.
c) Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
d) Menghubungkan dengan benar prosedur tanda gagal pacu jantung.

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.2. EGC. Jakarta

Price, Sylvia A, Lorraine MW. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sjaifoellah N, (1998). Ilmu Penyakit dalam, Jilid I edisi ketiga Jakarta. Balai Penerbit FKUI hal. 1082 –
1089

Smeltzer SC, Brenda GB. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 vol.1. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009.Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

Syaifuddin.2009 .Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan .edisi 2 . Jakarta :Salemba
Medika

Udjianti, Juni Wajan .2010 .Keperawatan Kardiovaskular .Jakarta : Salemba Medika

ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA PECTORIS


Dosen :Muhlisoh, S.Kep,.Ns
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Angina Pectoris
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Angina Pectoris
1. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Aritmia
2. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Angina Pectoris
3. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Angina Pectoris
4. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Angina Pectoris
5. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Angina Pectoris
Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Angina Pectoris
6. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Angina
Pectoris

A. Definisi
Angina pektoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan
tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung
tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat. (Smeltzer dan Bare,
2002)
Angina pektoris adalah suatu sindrom kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang
khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada
tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya. (Noer, Sjaifoellah, dkk. IPD, 1999)
Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak
nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler).
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon terhadap
supalai oksigen yang tidak adequate ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri,
ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2009).
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan dada yang khas,
yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut
biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan
aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2007)
Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak enak yang berulang di
dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang disebabkan oleh ischemia miokard tetapi tidak
sampai terjadi nekrosis. Rasa tidak enak tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa
terjerat, rasa kemeng, rasa penuh, rasa terbakar, rasa bengkak dan rasa seperti sakit gigi. Rasa tidak enak
tersebut biasanya berkisar 1 – 15 menit di daerah retrosternal, tetapi dapat juga menjalar ke rahang, leher,
bahu, punggung dan lengan kiri. Walaupun jarang, kadang-kadang juga menjalar ke lengan kanan.
Kadang-kadang keluhannya dapat berupa cepat capai, sesak nafas pada saat aktivitas, yang disebabkan
oleh gangguan fungsi akibat ischemia miokard. Penyakit angina pektoris ini juga disebut sebagai penyakit
kejang jantung. Penyakit ini timbul karena adanya penyempitan pembuluh koroner pada jantung yang
mengakibatkan jantung kehabisan tenaga pada saat kegiatan jantung dipacu secara terus-menerus karena
aktifitas fisik atau mental.

B. Etiologi
1. Ateriosklerosis
Aterosklerosis berbeda dengan arteriosklerosis dimana terjadi kelainan pada jaringan arteri
sehingga dinding arteri menjadi keras dan kaku. Sedangkan aterosklerosis adalah suatu penyakit dari
lapisan otot arteri yang berkembang perlahan-lahan, dimana lapisan dalam arteri menjadi tebal dengan
adanya penimbunan lemak dan jaringan fibrosa. Arteri yang paling sering terlibat adalah pembuluh
koroner dan serebral yang dapat mengakibatkan terjadinya infark miokard dan infark serebri (stroke).
2. Spasme arteri koroner
3. Anemia berat
4. Artritis
5. Aorta Insufisiensi
Penyebabnya diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke
jantung tidak adekuat,atau dengan kata lain, suplay kebutuhan ke jantung meningkat. Biasanya
angina merupakan akibat dari penyakit arteri koroner.
6. Penyebab lain dari angina pectoris adalah:
a. Stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta)
b. Regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta)
c. Stenosis subaortik hipertrofik
d. Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-tiba).
Selain dari itu angina pectoris juga di sebabkan oleh beberapa factor anatara lain:
a. Faktor Predisposisi
1) Dapat Diubah (dimodifikasi)
a. Diet (hiperlipidemia)
b. Rokok
c. Hipertensi
d. Stress
2) Tidak dapat diubah
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Ras
d. Herediter
b. Faktor Pencetus Serangan
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
1) Emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, mengakibatkan frekuensi jantung
meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban
kerja jantung juga meningkat.
2) Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung
3) Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan,
sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat
parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).
4) Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah,
disertai peningkatan kebutuhan oksigen. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779).

C. Klasifikasi Angina Pectoris (Kunar dkk, 2007)


1. Angina Pektoris Stabil
a. Pada angina stabil keluhan nyeri dada timbul hilang berulang kali dalam periode waktu lebih
dari 2 bulan dan tidak berubah polanya dalam frekuensi serangan, lama dan beratnya nyeri
ataupun kondisi yang mencetuskan timbulnya serangan.
b. Lamanya tiap serangan nyeri dada berkisar antara 3-5 menit dan jarang melebihi 10 menit
c. Latar belakang Angina Pectoris stabil adalah kebutuhan aliran darah koroner yang meingkat
misalnya pada waktu kerja fisik atau saat olahraga dan suolay coroner tidak dapat memenuhi
kebutuhan aliran darah tersebut.
Angina stabil dibedakan menjadi 3 yaitu :
a. Angina noctural
Nyeri terjadi malam hari, biasanya pada saat tidur tetapi ini dapat di kurangi dengan duduk
tegak. Biasanya angina noctural disebabkan oleh gagal ventrikel kiri.
b. Angina dekubitus
Angina yang terjadi saat berbaring.
c. Iskemia tersamar
Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes pada stress ) tetapi pasien tidak menunjukan
gejala.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil
a. Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.
b. Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
c. Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan
3. Angina Prinzmental (Angina Varian).
a. Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
b. Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
c. EKG menunjukkan elevasi segmen ST.
d. Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
e. Dapat terjadi aritmia.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau
lengan kiri.
2. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya
perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
3. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
4. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
5. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines.
6. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
7. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
Iskemia otot jantung akan menyebabakan myeri dengan derajat yang berfariasi, mulai dari rasa
tertekan pada dada atas sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut atau akna menjelang ajal.
Nyeri sangat terasa pada dada daerah belakang sternum atau sternum atas atau sternum ketiga tengahan
meskipun rasa nyeri biasanya terlokalisasi, namun nyeri tersebut dapat menyebar keleher, dagu, bahu,
dan aspek dalam ekstremitas atas.Pasien biasanya melihatkan rasa sesak , tercekik dengan kualitas yang
terus menerus. Rasa lemah atau baal dilengan atas, pergelangan tangan dan tangan akan menyertai nyeri.
Selama terjadi nyeri fisik, pasien mungkin akan merasa segera meninggal. Karakteristik utama nyeri
angin adalah nyeri tersebut akan berkurang apabila factor presipitasinya dihilangkan ( Smaltzer, 2001).
Terjadinya serangan angina menunjukan adanya iskemia. Iskemia yang terjadi pada agina terbatas pada
durasi serangan tidak menyebabkan kerusakan permanen jaringan meokardium. Namun angina
merupakan hal yang menancam kehidupan dan dapat menyebabkan disritmia atau bekembang menjadi
infark meokardium ( udjianti, 2010 ).

E. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel
miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner
(ateriosklerosis koroner). Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering
ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat.
Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan
lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau
menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid) yang berfungsi
untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot
polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai
oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas
berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen
anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang
menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung
berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan
reda.

F. Pemeriksaan Penunjang (Sudoyo, Aru, 2009)


1. Elektrokardiografi (EKG)
30 % normal, 70 % abnormal pada episode nyeri dada atau aktifitas, berupa depresi segmen ST,
atai gel.T inverted.

Gambar: ST depresi, T inversi yang dalam, pada V2,V3 < V4,V5

2. Kardiak enzim
CK, CK MB, LDH, SGOT biasanya normal. Bila meningkat tanda infark miokard.

3. Stres test / treadmil test


ST depresi atau T inverted, serangan angina saat latihan.
4. Angiografi koroner
10% normal, 90% berupa lesi koroner.
5. Serum lipid
HDL, LDL, Trigliserida meningkat, faktor resiko CAD/PJK.
6. Ekokardiografi
7. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB
8. Fhoto Thorax : biasanya normal, namun infiltrate mungkin ada menunjukan dekompesasi jantung
atau paru-paru
9. Angiografi koroner
10. Pembedahan bypass modern

3. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Riwayat Keperawatan
a. Keluhan nyeri di dada anterior, prekordial, substernal yang menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,
punggung, dan epigastrium. Nyeri dada dapat disertai dengan gejala mual, muntah, diaforesis,
dasn sesak napas.
b. Gambaran nyeri dapat merupakan gejala yamg baru timbul atau sering hilang timbul.
c. Pekerjaan
d. Hobi
e. Kaji faktor resiko penyakit jantung
f. Riwayat penyakit klien
g. Riwayat kesehatan lain
h. Obat-obatan
i. Riwayat gangguan saluran pencernaan
j. Riwayat kesehatan keluarga

2) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : pola hidup monoton, kelemahan, kelelahan, perasaan tidak berdaya
setelah latihan, nyeri dada bila bekerja.
Tanda : dispnea saat kerja.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat penyakit jantung, hipertensi, kegemukan.
Tanda : takikardia, distritmia, tekanan darah normal, meningkat atau
menurun, bunyi jantung mungkin normal, S4 lambat atau murmur sistolik transien lambat
(disfungsi otot papilaris) mungkin ada saat nyeri.
c. Makanan/cairan
Gejala :mual,nyeri ulu hati/epigastrium saat makan, diet tinggi kolesterol/lemak, garam, kafein,
minuman keras.
Tanda : ikat pinggang sesak, distensi gaster.
d. Integritas ego
Gejala : stressor kerja, keluarga, lain-lain.
Tanda : ketakutan, mudah marah.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada substernal, anterior yang menyebar ke rahang, leher,
bahu, dan ekstremitas atas (lebih pada kiri dari pada kanan)
Kualitas : ringan sampai sedang, tekanan berat, tertekan, terjepit,terbakar.
Durasi : biasanya kurang dari 15 menit, kadang-kadang lebih dari 30 menit
(rata-rata 3 menit)
Faktor pencetus: nyeri sehubungan dengan kerja fisik atau emosi besar, seperti
marah, olahraga pada suhu ekstrim, atau mungkin tak dapat diperkirakan dan/atau
terjadi selama istirahat.
Faktor penghilang: nyeri mungkin responsif terhadap mekanisme penghilang
tertentu (contoh : istirahat,obat antiangina). Nyeri dada baru atau terus menerus
yang telah berubah frekuensi, durasinya, karakter atau dapat diperkirakan (contoh
: tidak stabil, bervariasi, prinzmetal).
Tanda : wajah berkerut, meletakkan pergelangan tangan pada midsternum,
memijit tangan kiri, tegangan otot, dan gelisah. Respon otomatis
contoh takikardi, perubahan TD.
f. Pernafasan
Gejala : dispnea saat kerja, riwayat merokok.
Tanda : meningkat pada frekuensi/irama dan gangguan kedalaman.
g. Penyuluhan pembelajaran
Gejala : riwayat keuarga sakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes.
Penggunaan/kesalahan penggunanan obat jantung, hipertensi atau obat yang dijual bebas. Penggunaan
akohol teratur, obat narkotik contoh kokain, amfetamin. DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 3,8
hari.
Pertimbangan rencana pemulangan : perubahan pada penggunaan/terapi obat, bantuan/pemeliharaan
tugas dengan rawat dirumah, perubahan pada susunan fisik rumah.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan kenyamanan ( nyeri dada akut ) b.d iskemia miokard sekunder terhadap
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
2. Risiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik b.d kurang pengetahuan
tentang diet, program terapi, program aktivitas, serta tanda dan gejala komplikasi.
3. Kecemasan b.d ancaman integritas biologis yang daraasakan sekunder terhadap serangan jantung.
4. Intoleransi aktivitas b.d curah jantung.

C. Intervensi
1. Perubahan kenyamanan ( nyeri dada akut ) b.d iskemia miokard sekunder terhadap
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang dan iskemia tidak berkembang
KH : nyeri berkurang atau hilang, pola napas eupnea, mual dan muntah

a) Kurangi atau batasi aktivitas fisik selama serangan


Rasional :Pembatasan aktivitas fisik mengurangi konsumsi oksigen dan beban kerja jantung
b) Posisi tidur supine semi fowler
Rasional: Posisi semifowler membantu meringankan gejala kesulitan bernapas
dan memperbaiki ekspansi paru
c) Pelihara ketenangan, lingkungan yang nyaman, batasi jumlah pengunjung klien
Rasional : Lingkungan nyaman dan tenang menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi
kecemasan
d) Monitor TTV segera setelah pemberian obat anti nyeri dan setiap 5 menit selam 20 menit atau
lebih secara teratur bila keadaan belum stabil
Rasional :Efek samping obat anti nyeri berupa hipotensi dab bradikardi dapat segera diantisipasi
dengan intervensi yang cepat
e) Monitor TTV, bunyi jantung setiap 2 jam bila keadaan sudah stabil, dan catat tiap perubahan
penting yang timbul.
Rasional :Perubahan TTV dan bunyi jantung merupakan indikator perubahan hemodinamik
f) Observasi timbulnya nyeri dengan melihat isyarat verbal atau nion verbal
Rasional:Nyeri merangsang respon stress yang memicu pelepasan katekolamin endogen sehingga
meningkatkan konsumsi oksigen
g) Rawat dan pertahankan IV line atau infus bila ada
Rasional :Akses IV line yang paten memudahkan perawat dokter memberikan terapi obat jika
kondisi klien memburuk
h) Kolaborasi dengan tim gizi dalam memberikan diet jantung. Bantu klien makan sedikit demi
sedikit tapi sering
Rasional:Diet rendah garam mengurangi retensi cairan. Diet rendah lemak menurunkan kadar
kolesterol darah
i) Diskusikan dengan klien tentang faktor-faktor yang dapat mempercepat timbulnya serangan nyeri
dan tentang perubahan aktivitas sehari-hari
Rasional:Pembatasan aktivitas guna mempertahankan denyut jantung dan TD pada batas aman
j) Kolaborasi dengan dokter untuk program terapi.
a. Vasodilator : nitrogliserin
b. Analgetik
c. Tranquilizer
d. Antiplatelet dan anti koagulan
Rasional :
a. nitrat merelaksasikan otot polos vaskular vena dan arteri sehingga menurunkan preload.
b. hilangnya nyeri menurunkan respon stres dan konsumsi oksigen.
c. Tranquilizer menurunkan respon stres.
d. mencegah koagulasi, memperbaiki sirkulasi arteri koroner dan perfusi miokard
k) Monitor reaksi dan efek yang diharapkan, efek samping dan toksisitas obat-obatan yang diberikan
Rasional :Efek samping obat yangdapat membehayakan kondisi klien harus dikaji
2. Risiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik b.d kurang pengetahuan tentang
diet, program terapi, program aktivitas, serta tanda dan gejala komplikasi.
Tujuan : Klien memahami tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
KH : Klien mampu :
a. Menjelaskan pengertian, penyebab dan faktor pencetus penyakitnya.
b. Menjelaskan manfaat dari diet yang diberikan.
c. Melaksanakan tindakan yang harus dilakukan setelah sembuh dan pulang ke rumah.
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang pengertian yang mendasari proses penyakit dan
tujuan pengaturan gaya hidup.
Rasional:Pengetahuan tentang proses penyakit dan pengaturan gaya hidup membantu mencegah
serangan ulang
b) Jelaskan tujuan pemberian obat, reaksi dan efek samping, serta penggunaan obat profilaksis
(harus dinilai dulu stres yang dialami pasien sebelum pemberian terapi
Rasional:Pemahaman tentang terapi obat-obatan membantu klien mentaati program terapi dan
mencegah efek samping yang membahayakan.
c) Diskusikan efek vasokontriksi akibat kebiasaan merokok
Rasional:Merokok mengakibatkan kerusakan endotel dan vasokontriksi yang memicu
peningkatan preload
d) Diskusikan jenis makanan yang harus dibatasi dan berikan contoh menu yang sesuai dengan
dietnya
Rasional:Pengetahuan tentang diet dan contoh menu membantu klien mengatur pola makan sehat
e) Diskusikan perubahan pola aktivitas. Ajarkan cara mengukur frekuensi nadi dan tekanan darah.
Rasional:Pola aktivitas dilakukan untuk menjaga denyut jantung dan tekanan darah dalam batas
aman secara individual pada masa pemulihan
3. Penurunan Curah Jantung Berhubungan Dgn Perubahan Inotropik (Iskemia Miokard
Transien/Memanjang)
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan curah jantung.
Kriteria hasil: Pasien melaporkan penurunan episode dipsnea, angina dan disritmia menunjukkan
peningkatan toleransi aktivitas, klien berpartisipasi pada perilaku atau aktivitas yang menurunkan
kerja jantung.
a) Pantau tanda vital, contoh frekuensi jantung, tekanan darah.
Rasional: Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia, dan menurunnya curah
jantung. Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena respon jantung
b) Evaluasi status mental, catat terjadinya bingung, disorientasi.
Rasional: Menurunkan perfusi otak dapat menghasilkan perubahan sensorium.
c) Catat warna kulit dan adanya kualitas nadi
Rasional:Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung turun, membuat kulit pucat dan warna abu-
abu (tergantung tingkat hipoksia) dan menurunya kekuatan nadi perifer
d) Mempertahankan tirah baring pada posisi nyaman selama episode akut
Rasional:Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan menurunkan kerja miokard dan risiko
dekompensasi
e) Berikan periode istirahat adekuat. Bantu dalam atau melakukan aktivitas perawatan diri, sesuai
indikasi
Rasional :Penghematan energy, menurunkan kerja jantung
f) Pantau dan catat efek atau kerugian respon obat, catat TD, frekuaensi jantung dan irama
(khususnya bila memberikan kombinasi antagonis kalsium, betabloker, dan nitras)
Rasional :Efek yang diinginkan untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan stress ventricular. Obat dengan kandungan inotropik negative dapat menurunkan
perfusi terhadap iskemik miokardium. Kombinasi nitras dan penyekat beta dapat memberi efek
terkumpul pada curah jantung.
g) Kaji tanda-tanda dan gejala-gejala GJK
Rasional :Angina hanya gejalab patologis yang disebabkan oleh iskemia miokard.penyakit yang
emepengaruhi fungsi jantung emnjadi dekompensasi.
h) Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : penyekat saluran kalsium, contoh ditiazem (cardizem); nifedipin
(procardia); verapamil(calan).
Rasional:Meskipun berbeda pada bentuk kerjanya, penyekat saluran kalsium berperan penting
dalam mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme arteri koroner dan menurunkan
tahanan vaskuler, sehingga menurunkan TD dan kerja jantung
i) Penyakit beta, contoh atenolol (tenormin); nadolol (corgard); propanolol (inderal); esmolal
(brebivbloc).
Rasional:Obat ini menurunkan kerja jantung dengan menurunkan frekuensi jantung dan TD
sistolik.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan serangan iskemia otot jantung, berkurangnya curah jantung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan/diperlukan.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur, pasien
menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologis.
a) Kaji respons klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas
frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas; dispnea atau nyeri dada;
keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaphoresis; pusing atau pingsan.
Rasional :
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas
dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi.
Rasional:
Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energy, juga membantu keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
c) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional:
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan
hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
5. Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman terhadap status kesehatan.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ansietas pasien turun sampai tingkat
yang dapat diatasi.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai, pasien
menunjukkan strategi koping efektif/keterampilan pemecahan masalah, pasien melaporkan ansietas
menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
a) Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes stress.
Rasional:
Menurunkan cemas dan takut terhadap diagnose dan prognosis.
b) Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut,contoh menolak, depresi, dan marah.
Rasional :
Perasaan tidak ekspresikan dapat menimbulkan kekacauan internal dan efek gambaran diri.
c) Dorong keluarga dan teman untuk menganggap pasien sebelumnya.
Rasional:
Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluarga dan kerja tidak berubah.
d) Kolaborasi : berikan sedative, tranquilizer sesuai indikasi
Rasional:
Mungkin diperlukan untuk membantu pasien rileks sampai secara fisik mampu untuk membuat
strategi koping adekuat.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan,
berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup.
a) Kaji ulang patofisiologi kondisi. Tekankan perlyunya mencegah serangan angina.
Rasional:
Pasien dengan angina membutuhkan belajar mengapa hal itu terjadi dan apakah dapat dikontrol.
Ini adalah focus manajemen terapeutik supaya menurunkan infark miokard.
b) Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina, contoh: stress
emosional, kerja fisik, makan terlalu banyak/berat, terpajan pada suhu lingkungan yang ekstrem
Rasional:
Dapat menurunkan insiden /beratnya episode iskemik.
c) Kaji pentingnya control berat badan, menghentikan merokok, perubahan diet dan olahraga.
Rasional:
Pengetahuan faktor resiko penting memberikan pasien kesempatan untuk membuat perubahan
kebutuhan.
d) Tunjukan/dorong pasien untuk memantau nadi sendiri selama aktivitas, jadwal/aktivitas
sederhana, hindari regangan.
Rasional:
Membiarkan pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang dapat dimodifikasi untuk menghindari
stress jantung dan tetap dibawah ambang angina.
e) Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina, contoh menghentikan aktivitas,
pemberian obat bila perlu, penggunaan teknik relaksasi.
Rasional:
Menyiapkan pasien pada kejadian untuk menghilangkan takut yang mungkin tidak tahu apa yang
harus dilakukan bila terjadi serangan.
f) Kaji ulang obat yang diresepkan untuk mengontrol/mencegah serangan angina.
Rasional:
Angina adalah kondisi rumit yang sering memerlukan penggunaan banyak obat untuk
menurunkan kerja jantung, memperbaiki sirkulasi koroner, dan mengontrol terjadinya serangan.
g) Tekankan pentingnya mengecek dengan dokter kapan menggunakan obat-obat yang dijual bebas.
Rasional:
Obat yang dijual bebas mempunyai potensi penyimpangan.

D. EVALUASI
a. Pasien bebas dari nyeri.
b. Peningkatan curah jantung
c. EKG dan kadar enzim jantung normal
d. Bebas dari tanda dan gejala infark miokardium akut
e. Pasien dapat mengontrol aktivitas yang dapat memicu serangan angina
f. Menunjukan penurunan kecemasan
g. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya
h. Mematuhi semua aturan medis
i. Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya berubah
j. Menghindari tinggal sendiri saat terjadi episode nyeri
k. Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukan tanda-tanda bebas dari komplikasi
l. Menjelaskan proses terjadinya angina
m. Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi

Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.2. EGC. Jakarta

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Dongoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.

Kumar,dkk.2007.Buku Ajar Patologi Robbins.Jakarta:EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Price, Sylvia A, Lorraine MW. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Sjaifoellah N. 1998. Ilmu Penyakit dalam, Jilid I edisi ketiga Jakarta. Balai Penerbit FKUI hal. 1082 –
1089
Smeltzer SC, Brenda GB. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 vol.1. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. 2009.Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

Udjianti, Juni Wajan .2010 .Keperawatan Kardiovaskular .Jakarta : Salemba Medika

ASUHAN KEPERAWATAN ATEROSKLEROSIS


Dosen : Martini Nur Sukmawaty, Skep,.Ns
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Aterosklerosis
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Aterosklerosis
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Aterosklerosis
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Aterosklerosis
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Aterosklerosis
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Aterosklerosis
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Aterosklerosis
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Aterosklerosis
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Aterosklerosis

A. DEFINISI
Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya akumulasi lipid ekstra sel,
rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan
multifaktor berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut
maupun kronis, serta menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme
pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan ke dalam sel ataupun
organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan agen tersebut, memperbaiki kerusakan sel
atau jaringan dan memulihkan homeostasis. Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark
jantung, stroke, hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh darah
yang terkena (Kurniasih dan Andi, 2001)
Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK. Merupakan proses
multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait. Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan
adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak
lemak), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik yang tidak
stabil.
Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting
dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang
dapat menyebabkan trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa
inflamasi memainkan peranan penting di dalam setiap tahapan proses aterosklerosis. Mulai dari fase
inisiasi sampai proses lanjut hingga terjadinya rupture plak yang menimbulkan komplikasi penyakit
kardiovaskular.

B. ETIOLOGI
Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliaran darah ke
dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan lemak. Pada saatnya monosit
yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam ateri. Unsur lemak
yang berperan disini adalah LDL (low density lipoprotein), LDL sering di sebut kolestrol jahat, tinggi
LDL akan berpotensi menumpuk disepanjang dinding nadi korener. Arteri yang terkena arterosklerosis
akan kehilanagan kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-
lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga bisa rapuh dan pecah. Darah bisa masuk ke
dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi lebih besar dan mempersempit arteri. Ateroma
yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu terjadinya pembekuan darah
( thrombus ). Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan
terlepas dan mengalir bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan di daerah lain ( emboli ). Akibat
dari penyempitan arteri jantung kesulitan memompa darah dan timbul rasa nyeri di dada, suka pusing-
pusing dan berlanjut ke gejala serangan jantung mendadak. Bila penyumbatan terjadi di otak maka yang
di derita stroke dan bisa juga menyebabkan kelumpuhan. Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma di
pengaruhi berbagai factor. Faktor genetik penting dan aterosklerosis serta komplikasinya cenderung
terjadi dalam keluaraga. Seseorang penderita penyakit keturunan homosistimuria memiliki ateroma yang
meluas, terutama pada usia muda.
Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu mengenai arteri koroner (arteri menuju ke
jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan hiperkolesterolemia familial, kadar kolestrol yang sangat
tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri
lainnya. Pada penderita hipertensi umumnya akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat dan
beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun batas normal. Aterosklerosis tidak
terlihat pada arteri pulmonalis (biasanya bertekanan rendah) jika tekanannya meningkat secara abnormal,
keadaan ini disebut hipertensi pulmonal.
Setiap daerah penebalan yang biasa disebut plak aterosklerotik atau ateroma, terisi dengan bahan
lembut seperti keju yang mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan
sel-sel jaringan ikat. Ateroma bisa tersebar di dalam arteri sedang dan juga arteri besar, tetapi biasanya
mereka terbentuk di daerah percabangan, mungkin karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera
pada dinding arteri, sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma.
Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma terus
tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga
ateroma menjadi rapuh dan bisa pecah. Dan kemudian darah bisa masuk ke dalam ateroma yang telah
pecah, sehingga ateroma akan menjadi lebih besar dan lebih mempersempit arteri.
Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu pembentukan
bekuan darah atau trombus. Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, dan
bekuan darah tersebut akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah sehingga menyebabkan sumbatan
di tempat lain (emboli).
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi : usia diatas 40 tahun dan jenis kelamin laki-laki.
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi : diet tinggi lemak / kolesterol, tekanan darah tinggi, diabetes
melitus dan merokok.
Diet tinggi lemak : lemak, yang tak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang larut dalam air, yang
memungkinkan dapat diangkut dalam system peredaran darah. Tiga elemen metabolisme lemak antara
lain : kolesterol total, LDL, HDL. LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan
mempercepat proses aterosklerosis.
Hipertensi, dapat mempercepat pembentukan lesi aterosklerotik pada pembuluh darah bertekanan tinggi,
dapat menyebabkan stroke.
Diabetes Melitus juga mempercepat proses aterosklerotik dengan menebalkan membran basal pembuluh
darah besar maupun kecil.
Merokok adalah salah satu faktor risiko yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke
ekstremitas dan meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah dengan menstimulasi system saraf
simpatis. Selain itu nikotin juga meningkatkan kemungkinan pembentukan bekuan darah dengan cara
meningkatkan agregasi trombosit. Karena karbon monoksida mengikat hemoglobin lebih cepat
dibandingkan oksigen maka hal tersebut dapat menurunkan jumlah oksigen jaringan. Jumlah rokok yang
dihisap berbanding langsung dengan parahnya penyakit. Menghentikan rokok dapat menurunkan risiko.
Kadar kolesterol darah termasuk kolesterol LDL tinggi (kadang-kadang disebut kolesterol jahat) dan
kolesterol HDL rendah (kadang-kadang disebut kolesterol baik).

C. PATOFISIOLOGI
Pembentukan aterosklerosis terdiri dari beberapa fase yang saling berhubungan. Fase awal terjadi
akumulasi dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi an proteolisis) dalam dinding arteri yang selanjutnya
mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi rekrutmen elemen – elemen
inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima. Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan
endotel ini diperantarai oleh beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular
Adhesion Molecule -1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin. Molekul
adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin.
Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke lapisan lebih dalam dibawah lapisan
intima. Monosit-monosit yang telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan
"memakan" LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan membentuk
sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi “fattystreaks”. Aktivasi ini menghasilkan sitokin
dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari
tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen,
yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis
sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik
akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah.
Trombosis sering terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan
jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada saat inilah muncul
berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi
dapat juga tidak stabil atau progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses
aterosklerosis yang bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut
(Corwin, 2009; Libby, 2005)

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis akibat proses aterosklerosis tergantung pada organ atau jaringan yang
terkena. Sebelum terjadinya penyempitan arteri atau penyumbatan mendadak, aterosklerosis biasanya
tidak menimbulkan gejala. Gejalanya tergantung dari lokasi terbentuknya, sehingga bisa berupa gejala
jantung, otak, tungkai atau tempat lainnya.Jika aterosklerosis menyebabkan penyempitan arteri yang
sangat berat, maka bagian tubuh yang diperdarahinya tidak akan mendapatkan darah dalam jumlah yang
memadai, yang mengangkut oksigen ke jaringan.Gejala awal dari penyempitan arteri bisa berupa nyeri
atau kram yang terjadi pada saat aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan akan oksigen. Contohnya,
selama berolah raga, seseorang dapat merasakan nyeri dada (angina) karena aliran oksigen ke jantung
berkurang; atau ketika berjalan, seseorang merasakan kram di tungkainya (klaudikasio interminten)
karena aliran oksigen ke tungkai berkurang.Yang khas adalah bahwa gejala-gejala tersebut timbul secara
perlahan, sejalan dengan terjadinya penyempitan arteri oleh ateroma yang juga berlangsung secara
perlahan. Tetapi jika penyumbatan terjadi secara tiba-tiba (misalnya jika sebuah bekuan menyumbat
arteri), maka gejalanya akan timbul secara mendadak.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tergantung kebutuhannya beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya.
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan
penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui
apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau
serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.

2. Foto rontgen dada


Dari foto roentgen pappa dokter dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran. Di samping
itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen
ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut.
Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya biasanya jantung
terlihat membesar.
3. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai bourgeois resiko. Dari pemeriksaan darah juga
diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
4. Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter
jantung/ kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
Dalam kamus kedokteran Indonesia disebut jentera, alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostic
PJK. Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan
monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat
terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan
karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu
dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.
Dari hasil teradmil ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK. Memang tidak 100%
karena pemeriksaan dengan teradmil ini sensitifitasnya hanya sekitar 84% pada pria sedangka untuk
wanita hanya 72%. Berarti masih mungkin ramalan ini meleset sekitar 16%, artinya dari 100 orang
pria penderita PJK yang terbukti benar hanya 84 orang. Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan
melakukan kateterisasi jantung.
Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan “Golden Standard” untuk PJK. Karena dapat
terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arterikoroner, apakah ringan,sedang atau berat
bahkan total.
5. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran ujung lidi. Selang
ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan atau
melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke
muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga
mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau
malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai
beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh
koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut.
Apakah apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan bourgeois
resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang
menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent,
semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya
penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain
adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.

F. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Aktivitas dan istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur
Tanda ; Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas
Sirkulasi
Gejala : Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi,
diabetesmelitus.
Tanda : Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya
capilary refill time, disritmia.Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin
mencerminkan terjadinyakegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya. Murmur
jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak
berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal. Edema: Jugular vena distension, odema
anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna kulit mungkin pucat
baik di bibir dan di kuku.
Eliminasi
Tanda : Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
Makanan/cairan
Tanda : Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan
perubahan berat badan.
Neorusensori
Gejala : Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
Kenyamanan
Gejala : Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan
nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke
lengan, rahang dan wajah. Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat
yang pernah di alami.
Tanda : Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan
postur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan
darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
Respirasi
Gejala : Didapatkan riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis
Tanda : Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif. Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan
peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
Interaksi sosial
Tanda : Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
Pengetahuan
Gejala : Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes, stroke,
hipertensi,perokok.

Diagosa Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan ketidak keseimbangan suplaidarah dan oksigen dengan kebutuhan
miokardium
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan pertukaran sirkulasi O2
3. Resiko Tinggi menurunnya curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama dan
konduksi elektrikat

Intervensi
Nyeri yang berhubungan dengan ketidak keseimbangan suplaidarah dan oksigen dengan kebutuhan
miokardium
Tujuan ; dalam waktu 1 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada
Keteria Hasil : tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi prifer.
No Intervensi Rasionalisasi
1 Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang
intesitas, lamanya dan terjadi dianggap sebagai penemuan pengkajian
penyebaran
2 Anjurkan kepada lien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
melaporkan nyeri dengan segera berdampak pada kematian mendadak
3 Lakukan manajemen nyeri
keperawatan :
Atur posisi fisiologis Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen
kejaringan yang mengalami iskemia
Istirahatkan klien Istirahatkan akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan
perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium
dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen
kemiokardium yang membutuhkan oksigen untuk
menurunkan iskemia
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
denagn kanula nasal atau masker miokardium sekaligus mengurangi ketidak kenyamanan
sesuai denagn indikasi sekurder terhadap iskemia
manajemen lingkingan : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan batasi eksternal dan pembatasan pengunjung akan membentu
kunjungan meningkatkan kondisi oksigen ruangan. Oksigen ruangan
akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada
diruangan
ajarkan teknik relaksasi Meringankan asupan oksigen sehingga akan menurunkan
pernafasan dalam pada saat nyeri nyeri akibat sekunder iskemia jaringan
ajarkan teknik distraksi pada saat
nyeri Distraksi dapat menurunkan stimulus internal melalui
mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin
yang dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak
dikirimkan kekorteks serebri dan selanjutnya akan
lakukan manajemen sentuhan menurunkan persepsi nyeri
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan,
dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dengan
otomatis membantu suplai darah dan osigen kedaerah nyeri
dan menurunkan rasa nyeri
4 Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran
farmakologis antiangina darah baik dengna menambah suplai oksigen atau
mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen

Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan pertukaran.


Tujuan:
- Denyut proksimal dan perifer distal kuat dan simetris
- Suhu ekstremitas hangat
- Tingkat sensasi normal
No Intervensi Rasional
1 Rendahkan ekstremitas Untuk meningkatkan sirkulasi arteri dengan tepat.
2 Tinggikan anggota badan lebih tinggi untuk meningkatkan aliran darah balik vena
dari jantung

3 Anjurkan latihan rentang gerak aktif atau untuk mencegah terjadinya perubahan integritas
pasif selama tirah baring kulit.

4 Pantau penggunaan alat yang panas atau Suhu yang terlalu ekstrim dapat menggangu
dingin, seperti bantalan pansa, botol berisi pertukaran
air panas, dan kantung es.

5 Anjurkan pasien untuk tidak pencegahan terhadap adanya statis vena


menyilangkan kaki

Resiko Tinggi menurunnya curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama dan konduksi
elektrikat
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria hasil:
Hemodinamika stabil (tekanan darah dalam battas normal, curah jantung kembali meningkat, asupan dan
keluaran sesuai, irama jantung menunujukan tanda-tanda disritmia)
No Intervensi Rasional
1 Ukur tekanan darah, bandingkan tekanan Hipotensi dapat terjadi akibat disfungsi ventriel,
darah kedua lengan, ukur dalam keadaan hipertensi juga fenomena umum
berbaring, dudukbila memungkinkan berhubungandengan nyeri, cemas yang
mengakibatkan terjadinya pengeluaran
katekolamin
2 Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi Penurunan curah jantung mengakibatkan
menurunnya kekuatan nadi
3 Askultasi dan catat terjadinya bunyi S3 berhubungan dengan gagal jantung kronis atau
jantung S3/S4 gagal mitral yang disertai infrak berat dan S4
berhubungan dengan iskemia, kekakuan ventrikel
atau hipertensi pulmonal
4 Auskultasi dan catat murmur Menunjukan gangguan aliran darah dalam jantung
akibat kelainan katup, keruskan septum atau fibrasi
otot papilaris
5 Pantau frekuensi jantung dan irama Perubahab frekuensi dan irama jantung
dapatmenujukan kompikasi disritmia
6 Kolaborasi : pantau data laboratorium Enzim dapat digunakan untuk mementau perluasan
enzim jantung, GDA dan elektrolit infark, perubahan elektrolit berpengaruh terhadap
irama jantung

Daftar Pustaka

Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi 1. Jakarta : EGC, 2009

Dongoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.

Kurniasih Rita, Wijaya Andi, Kadar LDL-teroksidasi suatu petanda biokimiawi untuk menentukan resiko
penyakit jantung koroner. Dalam : Donosepoetro Marsetio, Suhandi Budhianto,dkk. Forum
Diagnostikum, Bandung : Laboratorium Klinik Prodia, 2001

Libby Peter, The pathogenesis of atherosclerosis. In: Kasper Dennis L, Fauci Anthony S, Longo Dan L, et
al. Harrison’s principles of internal medicine. Sixteenth Edition,USA : McGraw-Hill, 2000

ASUHAN KEPERAWATAN INFARK MIOCARDIAC ACUT


Dosen : Martini Nur Sukmawaty,Skep,.Ns
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Infark Miocardiac Acut
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Infark Miocardiac Acut
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Infark Miocardiac Acut
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Infark Miocardiac Acut
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Infark Miocardiac Acut
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Infark Miocardiac Acut
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Infark
Miocardiac Acut
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Infark Miocardiac
Acut
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Infark
Miocardiac Acut

A. DEFINISI
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang
tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002)
Infark miokard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

B. ETIOLOGI (kasuari, 2002)


1. Faktor Penyebab :
a. Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah :
a) Aterosklerosis.
b) Spasme
c) Arteritis
2) Faktor sirkulasi :
a) Hipotensi
b) Stenosos aurta
c) insufisiensi
3) Faktor darah :
a) Anemia
b) Hipoksemia
c) Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
1) Aktifitas berlebihan
2) Emosi
3) Makan terlalu banyak
4) hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
Kerusakan miocard
 Hypertropimiocard
 Hypertensi diastolic

2. Faktor predisposisi :
a. faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1) usia lebih dari 40 tahun
2) jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
3) hereditas
4) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
a) hiperlipidemia
b) hipertensi
c) Merokok
d) Diabetes
e) Obesitas
f) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor:
a) Inaktifitas fisik
b) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
c) Stress psikologis berlebihan.

C. KLASIFIKASI
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi
1. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area
infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG.
2. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan
seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri
Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas
region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama. Keparahan nyeri dapat
meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti
tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama
beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG). Nyeri
dapat menjalar ke arah rahang dan leher. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. Pasien dengan diabetes
melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
normal dalam 3 atau 4 hari
2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini
terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun
dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.
3. Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24
jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali

E. PATOFISIOLOGI
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan
menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di
dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive
oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-
faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi
memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-
trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi
vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi
ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja
mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media
ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma
matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan
trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur
mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price,
2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut
secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan
menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia
miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner
kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
2. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
5. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup.
6. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan
pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian Primer
1. Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles
2. Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- TD meningkat / menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
Pengkajian Sekunder.
1. Aktifitas
Gejala :
- Kelemahan
- Kelelahan
- Tidak dapat tidur
- Pola hidup menetap
- Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
- Takikardi
- Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
- Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri
- Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat,
tidak teratus (disritmia)
- Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits
atau komplain ventrikel
- Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
- Friksi ; dicurigai Perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal
jantung atau ventrikel
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
- Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
- Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,
siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat .
- Intensitas :
Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
- Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Gejala :
- dispnea tanpa atau dengan kerja
- dispnea nocturnal
- batuk dengan atau tanpa produksi sputum
- riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
- peningkatan frekuensi pernafasan
- nafas sesak / kuat
- pucat, sianosis
- bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

10. Interkasi sosial


Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit,
perawatan di RS
Tanda :
- Kesulitan istirahat dengan tenang
- Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
- Menarik diri.

Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi


1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan :
 nyeri dada dengan / tanpa penyebaran
 wajah meringis
 gelisah
 delirium
 perubahan nadi, tekanan darah.
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS
Kriteria Hasil:
 Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1
 ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang
 tidak gelisah
 nadi 60-100 x / menit,
 TD 120/ 80 mmHg
Intervensi :
 Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada
tersebut.
 Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan
istirahat.
 Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku
distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
 Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
 Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan
karakteristik miokard
Tujuan :
Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria Hasil :
 Tidak ada edema
 Tidak ada disritmia
 Haluaran urin normal
 TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Pertahankan tirah baring selama fase akut
 Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD
 Monitor haluaran urin
 Kaji dan pantau TTV tiap jam
 Kaji dan pantau EKG tiap hari
 Berikan oksigen sesuai kebutuhan
 Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi
 Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis
 Berikan makanan sesuai diitnya
 Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan /
penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan :
 Daerah perifer dingin
 EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
 RR lebih dari 24 x/ menit
 Kapiler refill Lebih dari 3 detik
 Nyeri dada
 Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak
selalu )
 HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg,
pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
 Nadi lebih dari 100 x/ menit
 Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
 Daerah perifer hangat
 tak sianosis
 gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
 RR 16-24 x/ menit
 tak terdapat clubbing finger
 kapiler refill 3-5 detik
 nadi 60-100x / menit
 TD 120/80 mmHg
Intervensi :
 Monitor Frekuensi dan irama jantung
 Observasi perubahan status mental
 Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa
 Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
 Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
 Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan
saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal,
peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 tekanan darah dalam batas normal
 tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
 paru bersih
 berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Intervensi :
 Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi,
hitung keseimbangan cairan
 Observasi adanya oedema dependen
 Timbang BB tiap hari
 Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
 Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
5. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan
utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema
paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :
 Dispnea berat
 Gelisah
 Sianosis
 perubahan GDA
 hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 >
45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan
selama di RS.
Kriteria hasil :
 Tidak sesak nafas
 tidak gelisah
 GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg)

Intervensi :
 Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
 Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan
misal krakles, ronki dll.
 Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan
lendir dll.
 Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
 Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama
kerja atau tanda vital berubah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan
kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
 frekuensi jantung 60-100 x/ menit
 TD 120-80 mmHg
Intervensi :
 Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
 Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
 Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
 Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri,
ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah makan.
 Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan
pelaporan pada dokter.
7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis
Tujuan :
cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 Klien tampak rileks
 Klien dapat beristirahat
 TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
 Ajarkan tehnik relaksasi
 Minimalkan rangsang yang membuat stress
 Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan
 Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang dengan suasana tenang
 Berikan support mental
 Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung / implikasi
penyakit jantung dan status kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai
dengan pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi
pendidikan kesehatan selama di RS
Kriteria Hasil :
 Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan,
tujuan pengobatan & efek samping / reaksi merugikan
 Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat.
Intervensi :
 Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku,
program audio/ visual, Tanya jawab dll.
 Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan
aktifitas yang berlebihan,
 Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
 Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan,
kerja, rekreasi aktifitas seksual.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC, 2001.

Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology,
Magelang: Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002.

Price, A. S., Wilson M. L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm
U. Penerbit. Jakarta: EGC, 2006

Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001

ASUHAN KEPERAWATAN CONGESTIF HEART FILURE (CHF)


Dosen : Martini Nur Sukmawaty,Skep,.Ns
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Congestif Heart Filure (CHF)
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Congestif Heart Filure (CHF)
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Congestif Heart Filure (CHF)
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Congestif Heart Filure (CHF)
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Congestif Heart Filure (CHF)
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Congestif Heart Filure
(CHF)
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Congestif Heart
Filure (CHF)
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Congestif Heart
Filure (CHF)
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Congestif Heart Filure (CHF)

A. DEFINISI
Gagal jantung kongestif adalah kegagalan ventrikel kiri dan atau kanan dari jantung yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk memeberikan cardiac output yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik (Pangastuti, 2009).
Gagal jantung juga didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan
isinya. Sedangkan gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium
(Pangastuti, 2009).

B. ETIOLOGI
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan kemampuan
konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi
pada gagal jantung denganmasalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah
jumlah darah yang dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload,
konteraktilitas, afterload.
1. Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
2. Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium
3. Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung berkurang
(Brunner and Suddarth 2002).
Gagal Jantung Kiri
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu memompa darah yang
datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat
(takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan kegelisahan.
Gagal Jantung Kanan
Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah kongestif visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena
jugularis (vena leher), asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual,
nokturia dan lemah.

C. PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG


Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi
penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraksi jantung
melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi
disertai dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator untuk menurunkan
afterload venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload, sedangkan motorik untuk meningkatkan
kontraktilitas miokard (Kabo & Karsim, 2002).

D. TANDA DAN GEJALA


Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut iskemi), maka oksigen
yang tidak memadai dan hasil metabolism yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Angina
merupakan perasaan sesak di dada atau perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung tidak
mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap
orang (Necel, 2009)
Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama sekali
(suatu keadaan yang disebut silent ischemia). Sesak nafas juga merupakan gejala yang biasa ditemukan
pada gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke paru-paru (kongesti pulmonar atau
edema pulmoner) (Necel, 2009)
Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama melakukan aktivitas akan
berkurang menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk
mengatasinya, penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini
sebagai bagian dari penuaan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus ada
pada saat yang bersamaan.
Kriteria Mayor
1. Paroximal Nocturnal Dispneu
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop s3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispneu de effort
4. Efusi pleura
5. Takikardi
6. Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal.
F. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan keperawatan dimana pengkajian mencakup
data-data pasien sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan fisik, mental, sosial dan lingkungan (Doenges, 2000).
Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas,
dispnea pada saat istirahat atau aktifitas.
Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, tanda-tanda vital berubah pada aktivitas.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda: TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukan
penurunan volume sekuncup, irama jantung : disritmia, misal fibrilasi atrium, kontraksi
ventrikel prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi jantung : takikardia, nadi apikal : PMI
mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, bunyi jantung : S3 (gallop)
adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, murmur sistolik dan diastolik
dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi perifer berkurang,
perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi nadi sentral mungkin kuat, misal nadi
jugularis, karotis, abdominal terlihat, warna : kebiruan, pucat, atau sianotik, punggung kuku
pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat, hepar : pembesaran/dapat teraba, refleks
hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi, edema mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas.
Integritas Ego
Gejala: Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial
(pekerjaan/biaya perawatan medis).
Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
Tanda: Abdomen keras, asites.
Makanan/cairan
Gejal: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan
pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuretik.
Tanda: Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen,
tekanan dan pitting).
Hygiene
Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
Neurosensori
Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah tersinggung.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku melindungi diri.
Pernapasan
Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bantal, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen.
Tanda: Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk :
kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pembentukan
sputum, sputum : mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal), bunyi
napas : mungkin tidak terdengar, fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, letargi, warna
kulit : pucat atau sianosis.
Keamanan
Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet.
Tanda : Kehilangan keseimbangan.
Interaksi sosial
Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Tanda: Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.
Pembelajaran/pengajaran
Gejala: Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran kalsium.
Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan yang mana didukung
oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
CHF menurut Doenges (2000) yaitu :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum,
tirah baring lama/immobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan
penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan
dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal
jantung.

Intervensi Keperawatan
Intervensi merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas masalah, menetapkan tujuan,
menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan
Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil
Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal
jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi
beban kerja jantung.
Intervensi :
a. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan
S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis,
pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
d. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh
tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
g. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan.
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung dan status fungsi ginjal.
Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air.
Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan
vaskuler sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung.
h. Pemberian cairan IV.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi
peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
i. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan
oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran
jantung.
j. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan hipoperfusi/gagal ginjal.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum,
tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan
Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
Kriteria hasil
Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan
pucat.
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan
Tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil
Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan
stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida
pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan.
g. Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil
Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh
oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi
a. Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorong perubahan posisi.
Rasional: membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: hipoksemia dapat terjadi berat selama oedem paru.
e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan
hipoksemia jaringan.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan
penurunan perfusi jaringan.
Tujuan
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil
Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau
kegemukan/kurus.
Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status
nutrisi.
b. Pijat area kemerahan atau yang memutih.
Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional: memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional: terlalu kering atau
lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
e. Hindari obat intramuskuler.
Rasional : edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan
dengan kurang pemahaman tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung.
Tujuan
Pengetahuan klien bertambah
Kriteria hasil
Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi,
mengidentifikasi faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani, melakukan perubahan pola
hidup/perilaku.
Intervensi
a. Diskusikan fungsi jantung normal.
Rasional: pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan.
b. Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan
bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
c. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi.
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi klien Pelaksanaan pada klien
dengan CHF antara lain meningkatkan cardiac output, memandirikan klien untuk melakukan aktifitas,
mengotrol keseimbangan cairan, mencegah terjadinya gangguan pertukaran gas, mencegah terjadinya
kerusakan integritas kulit, memberikan informasi tentang kondisi dan program pengobatan.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu tindakan keperawatan dengan
normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat merupakan tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi
terdiri dari :
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon segera pada saat dan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan perkembangan.
Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan CHF yaitu :
1) Tidak terjadi penurunan cardiac output,
2) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri,
3) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,
4) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,
5) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,
6) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikasi Bedah. Edisi 8. Volume 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2002.

Kabo & Karim. EKG dan Penanggulangan beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI, 2002.

Necel. Gagal Jantung. Samarinda: Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, 2009.

Pengastuti D. Asuhan Keperawatan dengan Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Roemani Semarang.
Semarang: Universitas Muhammasiyah semarang, 2009.

Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G..Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC, 2000

ASUHAN KEPERAWATAN HEART VALVE DISEASES


PENGAJAR: MARTINI NUR SUKMAWATY,Skep,.Ns

Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Heart Valve Diseases
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Heart Valve Diseases
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Heart Valve Diseases
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Heart Valve Diseases
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Heart Valve Diseases
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Heart Valve Diseases
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Heart Valve
Diseases
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Heart Valve
Diseases
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Heart
Valve Diseases

MITRAL STENOSIS

DEFINISI
Mitral stenosis adalab suatu keadaan di mana terjadi obstruksi atau penyempitan dan katup mitral yang
menghambat aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.

PATOFISIOLOGI

a. Terjadi proses fibrosis yang progresif, skar dan kaIsifikasi dari daun katup mitral
b. Katup mitral menjadi menyempit (normal MVA 4-6 cm)
c. Terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri dan proses tersebut berlansung terus akibatnya akan
tenjadi hipertensi pulmonal

ETIOLOGI

a. Penyakit rematik
b. Gangguan kongenital katup mitral
c. Tumor di atrium kiri
d. Kalsifikasi di anulus niiiral

MANIFESTASI KLINIK

Sesak, Batuk, Hemoptysis, Siaotik, Atrial Fibnilasi, Fatique, Tanda-tanda gagal jantung kanan,
Diastolik murmur , Opening snap

PENEMUAN DIAGNOSTIK
a. Kateterisasi jantung: kalsifikasi katup mitral, peningkatan tekanan
LVEDP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis
b. Ekhokardiogram: penebalan pada anterior dan posterior katup mitral. pergerakan katup abnormal,
EKG: RV hiperiropi, atrial fibriilasi

KOMPLIKASI
Edema paru, Disritmia, REF, Pulmonay Hypertensi, Angina Pektoris
MITRAL INSUFISIENSI

DEFINISI

Mitral insufisjensi adalah suatu keadaan di mana terjadi kebocoral pada katup mitral di mana darah yang
dipompakan dari atrium kiri ke ventrikel kiri saat sistol ventrikel kembali lagi ke atrium kiri.

PATOFISIOLOGI

- Katup mitral mengalami kegagalan saat menutup selama Sistol ventrikel


- Lebih dan 50% jumlah darah kembali lagi ke atrium kiri dan ventrikel kiri
- Terjadinya peningkatan volume di ventrikel kiri akan menyebabkan dilatasi ventrikel
- LVEDP dari tekanan di atrium kiri meningkat
- Peningkatan tekanan di arlerii pulmonalis akan menyebabkan hipentensipurmonal
- Terjadi kegagalan jantung kanan

ETIOLOGI

- Penyakit jantung rheumatic


- Malformasi bawaan katup mitral, chordac tendinae atau anulus
- Trauma
- Ruptur chordae tendinae
- Ruptur papillary muscle

MANIFESTASI KLINIK

- Dyspnca
- Orthopnea
- PND
- Fatique
- Palpitasi
- Holosistolik murmur
- Tanda-tanda gagal jantung

PENEMUAN DIAGNOSTIK

- Thoraks photo: terjadi pcmbesarall atrium kiri dan pembesaiarl ventrikel kiri
- Kateterisasi jantung: terjadi peningkatan tekanan diastol akhir, ventrikel kiri dan atrium kiri
- EKO: RVH, P mitral

KOMPLIKASI; Gagal jantung kongesti

TERAPI MEDIK
1. Pengobatan non surgikal
- terapi antibiotika
- digitalis
- diuretik
- restriksi sodium
- antikoagulan
- obat-obat antianitmia
- beta adrenergik blocker
- PercutaneusTransluminary Balloon Valvuloplasty.

2. Pembedahan
- Valvulotomy
- Anuloplasty
- Mitral valve repair
- Mitral valve replacement

PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data subjektif
Riwayat demam reumatik, cepat lelah, DOE, PND, riwayat nyeri dada
Data objektif
Integument: diaphoresis. sianotik, clubbing, peripheral edema
Kardiovaskuler bunyi jantung abnormal, thrill, sistolik murmur, diastol murmur, atrial fibrilasi,
takhikardi, hipotensi
Gantrointestinal: asites, hepatomegali
Thoraks photo-pembesaran ruang-ruang jantu
EKG:aritmia

B. DIAGNOSA

1. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan Insufisiensi oksigen sekunder dengari


penurunan curah jantung dan hipertensi pulmonal
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan bendungan paru
3. Kelebihan cairan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan jantung memompakan darah ke
seluruh tubuh
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kerusakan katup jantung
5. Resiko tinggi terjadi komplikasi emboli sistemik dan emboli pulmonal berhubungan dengan lepasnya
vegetasi katup jantung.
C. RENCANA

Diagnosa keperawatan I

Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan penurunan oksigen sekunder dan penurunan
curah jantung dan hipertensi pulmonal

Tujuan:

Meningkatnya kemampuan melakukan aktifttas dengan adanya toleransi jantung

Rencana

- Kaji dan observasi respon pasien terhadap aktifitas (tanda- tanda vital)
- Rencanakan periode istirahat antar program aktifitas
- Bantu pasien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap
- Meningkatkan program aktifiias secara periodik.
Diagnosa keperawatan 2

Gangguan pola tidur berhubungan dengan bendungan paru

Tujuan

Gangguan pola tidur teratasi

Rencana

- Tinggikan tempat tidur bagian kepala 30-40 derajat


- Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
- Jaga lingkungan agar tenang

Diagosa keperawatan 3

Kelebihan cairan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan jantung memompakan darahnya ke


seluruh tubuh

Tujuan

Mengurangi kelebihan cairan tubuh

Rencana

-
Monitor gejala kelebihan cairan seperti edema perifer
-
Kaji tanda vital, auskultasi suara paru, distensi vena jugularis, ukur intake dan output, palpasi edema
perifer, ukur berat badan dan lingkar perut
- Batasi penggunaan garam
- Monitor hasil laboratorium (elektrolit, Hb, BUN. urine analisa)
Diagnosa Keperawatan 4

Penuruan curah jantung berhubungan dengan fungsi katup jantung

Tujuan

Curah jantung optimal

Rencana

- Monitor tekanan darah, pulsasi perifer, pernapasan, suara paru dan suara jantung
- Kaji parameter hemodinamik (PAP. PA\VP, CO. CVP) sesuai indikasi
- Tirah baring selama periode akut. Tinggikan kepala 30-40 derajat untuk menurunkan volume
sekuncup dan menurunkan kebutuhan oksigen
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
- Monitor irama jantung
- Ukur intake dan output
- Berikan terapi inotropik sesuai advis medis

Diagnosa Keperawatan 5
Resiko tinggi terjadi komplikasi emboli sisitemik dan emboli pulmonal berhubungan dengan lepasnya
vegetasi katup

Tujuan

Tidak terjadi emboli sistemik maupun pulmonal

Rencana

- Monitor adanya perubahan kesadaran. sesak, hemoptoe, nyeri, pulsasi tidak teraba, urine output
menurun, perubahan warna kulit
- Auskultasi suara paru
- Berikan koaguIan sesuai advis medis
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
- Kaji pulsasi perifer dan pulsasi ekstremitas bawah, warna dan adanya edema
- Lakukan ROM ekstremitas

ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA


DOSEN : Sri Rahmawati,Skep,.Ns
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Anemia
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Anemia
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Anemia
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Anemia
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Anemia
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Anemia
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Anemia
7. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Anemia
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Anemia

1. Teori
A. Definisi
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang
terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997). Anemia adalah
keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal
(Wong,2003).

B. Klasifikasi Anemia
1. Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)
a. Etiologi
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, pendarahan
karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah yang
mendadak atau menahun.
Kehilangan darah mendadak :
• Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang fisiologis berupa
kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital
(anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital (otak dan jantung).
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat
mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat,
transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan
mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversibel.
Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan angka kematian
yang tinggi. Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah plasma (plasma
expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan intravena dengan cairan infus apa saja
yang tersedia.
• Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular yaitu
agar isi intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit dan
hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi
sistem eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung Kehilangan darah
menahun Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila tidak diimbangi dengan
masukan besi yang cukup.

2. Anemia defisiensi besi


Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering
pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu.
Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar
perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan.
Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan
besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada
anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.
a. Etiologi
Anemia defisiensi besi dibagi: Masukan kurang: MEP, defisiensi diet relatif yang disertai
pertumbuhan yang cepat. Absorsi kurang: MEP: diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya. Sintesis
kurang: transferin (hipotransferinemia congenital). Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan
yang cepat. Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena ankilostomiasis, amubiasis yang
menahun, polip, hemolisis intravascular kronis yang menyebabkan hemosiderinemia
Ditinjau dari segi umur penderita, etologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi Bayi
dibawah usia 1 tahun.
 Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada prematuritas, bayi kembar, bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang anemia
 Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena bayi diberi asi saja Anak umur 1-2
tahun.
 Infeksi yang berulang-ulang seperti enteritis, bronkopneumonia dan sebagainya.
 Diet yang tidak adekuat
 Anak umur lebih dari 5 tahun.
 Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit, misalnya ankilostomiasis, amubisis
Seekor caing Ankylostoma duodenale akan menghisap darah 0,2-0,3 ml darah setiap hari
 Diet yang tidak adekuat
b. Manifestasi klinik
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan
sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat
terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna
kebiruan atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung tampak membesar dan
terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada anak MEP dengan infestasi ankylostoma akan
memperlihatkan perut buncit yang disebut pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpa
dan hepar dan tidak terdapat diatesis hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan
menunjukkan pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga mirip dengan perubahan tulang
tengkorak dari talasemia
c. Pemeriksaan laboratorium.
Kadar Hb< 10 g%; MCV < 79 cµ; MCHC < 32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel
target. Kurve Price Jones bergeser kekiri. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang
menunjukkan system eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan.
Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan pewarnaan
khusus dapat dibuktikan tidak terdapat besi dalam sumsum tulang. Serum iron (SI) merendah dan iron
binding capacity (IBC) meningkat (kecuali pada MEP, SI dan IBC rendah)
d. Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik
hipokromik, SI rendah dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik
terhadap pengobatan denan besi
e. Pengobatan
Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3x10 mg/kgbb/hari. Obat ini murah tapi kadang-kadang
dapat menyebabkan enteritis. Hasil pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit (reticulocyte
crisis) dan kenaikan kadar Hb 1-2 g%/minggu. Selain itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral.
Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intra muscular dalam atau ada pula yang dapat
diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak
berhasil.Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai dengan keadaan
umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang
diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun. Antelmintik diberikan bila ditemukan
cacing penyebab defisiensi besi, (umur) dalam tiap kapsul, diberikan 3 kapsul dengan selang waktu 1 jam,
semalam sebelumnya anak dipuasakan dan diberikan laksan setelah 1 jam kapsul ketiga dimakan. Pirantel
pamoate 10 mg/kgbb (dosis tunggal). Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi.
3. Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas morfologi dan pematangan
eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat dijumpai pada sejumlah keadaan, hampir senua kasus
pada anak disebkan oleh defisiensi asam folat, vitamin B12 atau kedua-duanya.
a. Defisiensi asam folat
Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau, buah dan organ binatang
(ginjal, hati). Defisiensi dalam makanan biasanya disertai pertumbuhan cepat atau infeksi yang dapat
menaikan kebutuhan asam folat. Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar dibandingkan
pada orang dewasa. Karena kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan. Kebutuhan juga meningkat
sejalan dengan pergantian (turnover) jaringan. Susu manusia dan binatang memberi pasokan asam folat
dalam jumlah yang memadai. Susu domba jelas defisien, suplementasi asam folat harus diberikan bila
susu domba merupakan makanan pokok. Jika tidak diberi suplemen, susu bubuk juga mungkin sumber
yang miskin asam folat.
b. Defisiensi B12 (kobalamin)
Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani, produksi
sekunder oleh mikroorganisme. Defisiensi vitamin B12 dapat disebabkan karena kurang masukan,
pembedahan lambung, konsumsi atau inhibisi kompleks B12- factor intrinsic, abnormalitas yang
melibatkan sisi reseptor di ileum terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun TCI mengikat 80%
kobalamin serum, defisiensi protein ini menyebabkan kadar penurunan B12 tetapi tidak pada anemia
megaloblastik. Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya mempunyai diet kurang atau
yang menderita anemia pernisiosa.
4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari)
Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:
 Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya penyebab
hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan bawaan (konginetal). Golongan dengan penyebab
hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan faktor yang didapat (acquired)
 Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu
sendiri. Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
Gangguan pada struktur dinding eritrosit. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme
dalam eritrosit.
• Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit.
Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya
lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi
yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan
pada anak yang telah lama menderita kelainan ini.Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan
kolelitiasis.
Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan
dan anak yang agak besar (2-3 tahun). Sebaiknya diberikan roboransia
• Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal
bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut
hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan
radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
• A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut
menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak
pada dinding sel
• Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe
fanconi Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim• Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase
(G-6PD)
 Defisiensi Glutation reduktase
 Defisiensi Glutation
 Defisiensi Piruvatkinase
 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
 Defisiensi difosfogliserat mutase
 Defisiensi Heksokinase
 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenas
5. Anemia aplastik
Merupakan keaadan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam darah tepi, akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. Sistim limfopoetik dan RES sebenarnya dalam
keadaan aplastik juga, tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya.
Aplasia ini hanya dapat terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik
dan trombopoetik).Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia
hipoplastik), yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit schultz),
sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariostik trombositopenik purpura
(ATP). Bila mengenai sistem disebut panmiel optisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun.
Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun ,dengan dosis rendah tetapi berlangsung
sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian.
Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan
menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa
kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah kontak dengan gen penyebabnya.
a. Faktor konginetal
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus,
anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.
Faktor didapat.
1. Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
Obat: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel,
obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine, dan sebagainya)
2. Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif
3. Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
4. Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya
5. Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin
6. Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini faktor imunologis telah dapat
menerangkan aetiologi golongan idiopatik ini.
b. Gejala klinis dan Hematologis
Pada prinsipnya berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistim eritropoetik,
granulopoetik dan trompoetik, serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES (lihat tabel). Aplasia
sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai dengan
merendahnya kadar Hb, hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis anak akan terlihat pucat dan berbagai
gejala anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya.
Ikhtisar gejala klinis dan hematologis anemia aplastik.
Sumsum tulang Darah tepi Gejala klinis keterangan. Aplasia eritropoesis Retikulositopenia
Anemia (pucat) Akibat retikulositopenia: kadar Hb, hematrokit dan jumlah eritrosit rendah Akibat
anemia: anoreksia, pusing, gagal jantung dan lain-lain. Aplasia granulopresis Granulositopenia,
leukopenia Panas (demam) Bila leukosit normal, periksalah hitung jenis . Panas terjadi karena infeksi
sekunder akibat Granulositopenia. Aplasia granulopoetik Trombositopenia Diatesis hemoragi Pendarahan
dapat berupa ekimosis, epistaksis, pendarahan gusi dan sebagainya. Relatif aktif limfopoesis Limfositosis
Limfositosis biasanya tidk lebih dari 80%. Relaktif aktif RES Mungkin terdapat sel plasma, monosit
bertambah. Gambaran umum: sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan lemak Tambahan:
hepar, limpa, kelenjar getah bening tidak membesar dan tidak ada ikterus.

C. Manifestasi Klinik
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya oksigenasi
pada SSP
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah
merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah
dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system
retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang
terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl
atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan
sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh.
Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-
organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang,
maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak,
tidak bisa diperbaiki.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
1. Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
2. Kadar Ht menurun ( normal 37% - 41% )
3. Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
4. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
5. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia aplastik )
Pemeriksaan lain
1. Jumlah darah lengkap (JDL): hemoglobin dan hemalokrit menurun.
Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan
MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),
peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
2. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap
kehilangan darah/hemolisis).
3. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe
khusus anemia)
4. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah
merah : atau penyakit malignasi.
5. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia
tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
6. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
7. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau
menurun (aplastik).
8. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik)
9. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
10. Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi
masukan/absorpsi
11. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
12. TBC serum : meningkat (DB)
13. Feritin serum : meningkat (DB)
14. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
15. LDH serum : menurun (DB)
16. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
17. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut /
kronis (DB).
18. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas
(AP).
19. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran,
dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak
sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
20. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges,
1999)

2. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat
untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB),
angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada
kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada
pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus,
menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis,
feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal
tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka
terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan
sudut mulut pecah. (DB).
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk,
kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons,
lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari
lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik
terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap
dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk,
sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis
(aplastik).
j. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria
dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau
ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
e. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologist.
f. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan;
efek samping terapi obat.
g. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ;
tidak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi/Implementasi keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999) adalah :
a. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
- mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi & Implementasi
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia
berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
2) Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
4) Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk
mencegah pneumonia.
5) Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran
dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
6) Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada
anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
7) Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
Rasional: adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
8) Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit
tertekan.
9) Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi
pilihan pengobatan.
10) Berikan antiseptic topical; antibiotic sistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi local.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau
ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
2) Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
3) Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat badan yang sesuai.
Intervensi & Implementasi
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
2) Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4) Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
5) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
6) Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral
luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri,
meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
7) Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
8) Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
Rasional : meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.
9) Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral
yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil :
1) Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
2) Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah
masih dalam rentang normal.
Intervensi & Implementasi
1) Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2) Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/risiko cedera.
3) Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
4) Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring
bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru.
5) Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan,
anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus
otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi & Implementasi
1) Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menetukan kebutuhan intervensi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
3) Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
4) Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
5) Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
6) Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan
thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
7) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed
produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
8) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
e. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.

Intervensi & Implementasi


1) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat
local, eritema, ekskoriasi.
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi
rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
2) Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat
tidur.
Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi
hipoksia seluler.
3) Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.
Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
4) Bantu untuk latihan rentang gerak.
Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5) Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung
tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi)
Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.
f. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan;
efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil :
Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, faktor pemberat.

Intervensi & Implementasi


1) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
2) Auskultasi bunyi usus.
Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
3) Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.
4) Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu
memperthankan status hidrasi pada diare.
5) Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
6) Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
7) Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang
traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk
defekasi.
8) Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi.
Pantau keefektifan. (kolaborasi)
Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
9) Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat
mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
g. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ;
tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostik dan rencana
pengobatan.
Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
2) Mengidentifikasi factor penyebab.
3) Melakukan tindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

Intervensi & Implementasi


1) Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada
tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya
meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
3) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
4) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan
6) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan
dari tindakan yang dilakukan.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien,
keluarga dan tenaga kesehatanlainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
a. Infeksi tidak terjadi.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
d. Peningkatan perfusi jaringan.
e. Dapat mempertahankan integritas kulit.
f. Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
g. Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Daftar Pustaka

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien. ed.3. EGC : Jakarta.

Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong: alih bahasa Monika
ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih. Ed 4. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILI
PENGAJAR : SRI RAHMAWATI, SKep,.Ns

Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Hemofili
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit Hemofili
2. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit Hemofili
3. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit Hemofili
4. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit Hemofili
5. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit Hemofili
6. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit Hemofili
Mahasiswa
7. mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit Hemofili
8. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Hemofili

A. Pengertian
Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti
darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang
disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi ( Wong, 2003 ).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai,
bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten ( Price & Wilson, 2005 ).
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan
VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). Dengan demikian hemofilia adalah penyakit koagulasi
terutama kekurangan factor VII, IX, XI, yang bersifat herediter.

B. Klasifikasi Hemofilia
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :
a. Hemofilia klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor
pembekuan pada darah.
b. Hemofilia kekurangan faktor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8 ( Faktor VIII ) protein
pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama :
a. Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang yang bernama Steven
Christmas asal Kanada.
b. Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9 ( Faktor IX ) protein pada
darah yang menyebabkan masalah pada prosese pembekuan darah.
Klasifikasi Hemofili menurut berat ringannya penyakit:
1. Defisiensi berat:
Kadar faktor VIII 0-2% dari normal
Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang
2. Defisiensi sedang:
Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal
Jarang menyebabkan kelainan ortopedik
Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan
3. Defisiensi ringan:
Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal
Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain, tetapi dapat menyebabkan
perdarahan serius bila terjadi trauma / luka yg tidak berat / proses pembedahan.
4. Subhemofilia
Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan perdarahan, kecuali bila penderita
mengalami trauma hebat dan pembedahan yang luas.

C. Etiologi Hemofilia
1. Faktor congenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah
menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau
perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
Pengobatan : dengan memberikan plasma normal atau konsetrat faktor yang kurang atau bila perlu
diberikan transfusi darah.
2. Faktor didapat.
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II ( protombin ) yang terdapat pada keadaan berikut :
Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II
mengalami gangguan. Pengobatan : umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan atau dapat diberikan.

D. Manifestasi klinis
Masa bayi ( untuk diagnosis ).
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi.
b. Ekimosis sudkutan diatas tonjolan – tonjolan tulang (saat berumur 3 – 4 bulan ).
c. Hematoma besara setelah infeksi.
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan jaringan lunak.
Episode perdarahan ( selama rentang hidup ).
a. Gejala awal, yaitu nyeri.
b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas.
Sekuela jangka panjang.
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.

D. Patofisiologi
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang letaknya
dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan
ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang
merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah
terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3
bulan atau saat – saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan,
dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral,
dan berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh
darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah keluar dari pembuluh. Pembuluh
darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh→Kekurangan
jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna→darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh → perdarahan (normalnya: Faktor-faktor
pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga
darah berhenti mengalir keluar pembuluh).
E. Komplikasi.
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang
masuk. Hal ini berarti segera setelah konsetrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan
menghilangnya. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsetrat faktor VIII atau
faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkanya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor
terhadap konsetrat faktor, reaksi penolakkan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskan. Ini berarti
konsetrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pendarahan.
2. Kerusakan sendi akibat pendarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang didalam dan
disekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat di sebabkan oleh satu kali pendarahan yang
berat ( Hemarthrosis ).
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah.
Komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji skining untuk koagulasi darah.
a. Jumlah trombosi ( normal 150.000 – 450.000 per mm3 darah ).
b. Masa protombin ( normal memerlukan waktu 11 – 13 detik ).
c. Masa tromboplastin parsial ( meningkat, mengukut keadekuatan faktor koagulasi intrinsik ).
d. Fungsional terhadap faktor VII dan IX ( memastikan diagnosis )
e. Masa pembekuan trombin ( normalnya 10 – 13 detik ).
2. Biopsi hati : digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi feal hati : digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati ( misalnya, serum glutamic –
piruvic trasaminase [ SPGT ], serum glutamic – oxaloacetic transaminase [ SGOT ], fosfatase alkali,
bilirubin ).

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis.
a. Diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap
kantongnya.
b. Berikan AHF pada awal perdarahan untuk mengontrol Hematosis.
c. Berikan analgetik dan kortikosteroid untuk dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan pada
hemofilia ringan.
d. Jika dalam darah terdapat antibodi, maka dosis plasma konsenratnya dinaikan atau diberikan
faktor pembekuan yang yang berbeda atau obat – obatan untuk mengurangi kadar antibodi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan.
a. Memperhatikan perawatan gigi agar tidak mengalami pencabutan gigi.
b. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka.
c. Gunakan alat bantu seperti tongkat bila kaki mengalami perdarahan.
d. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitar dengan es.
e. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak bergerak
( immobilisasi ).
f. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas
benda yang lembut.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian perawatan
Pada pengkajian anak dengan hemophilia dapat ditemukan adanya pendarahan kambuhan yang
dapat timbul setelah trauma baik ringan maupun berat. Pada umumnya pendarahan di daerah persendian
lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha ; sedangkan otot yang paling sering terkena adalah
flrksor lengan bawah. Khususnya pasa bayi dapat terlihat adanya perdarahan yang berkepanjangan setelah
bayi dilakukan sirkumsisi, adanya hematoma setelah terjadinya infeksi , sering pendarahan pada mukosa
oral dan jaringan lunak, sering awalnya disertai dengan nyeri kemudian setelah nyeri akan menjadi
bengkak, hangat, dan menurunnya mobilitas. Pada pemeriksaan laboratorium dapat dijumpai jumlah
trombositnya normal, masa protombinnya normal, masa tromboplastin parsialnya meningkat.
a. Aktivitas
Gejala :Kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda :Kelemahan otot, somnolen
b. Sirkulasi
Gejala :Palpitasi
Tanda :Kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebra
c. Eliminasi
Gejala :Hematuria
d. Integritas ego
Gejala :Persaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda :Depresi, menarik diri, ansietas, marah
e. Nutrisi
Gajala :Anoreksia, penurunan berat badan
f. Nyeri
Gejala :Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda :Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
g. Keamanan
Gejala :Riwayat trauma ringan, perdarahan spontan.
Tanda :Hematom

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat perdarahan ditandai dengan
mukosa mulut kering,turgor kulit lambat kembali.
c. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai
dengan seringnya terjadi cedera
d. Risiko kerusakan mobilitas fisik b.d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
e. Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit serius
3. Intervensi
DX I
Tujuan/Kriteria hasil: Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala nyeri yang
dapat diterima anak.
1) Tanyakan pada klien/keluarga tengtang nyeri yang diderita.
2) Observasi P, Q, R, S, T nyeri.
3) Lakukan manajemen nyeri (distraksi, relaksasi)
4) Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
DX II
Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan, mukosa mulut lembab, turgor kulit
cepat kembali kurang dari 2 detik
Intervensi
1) Awasi TTV
2) Awasi intake dan output cairan
3) Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan adekuat
Rasional
1) Perubahan TTV kearah yang abnormal dapat menunjukan terjadinya peningkatan kehilangan cairan
akibat perdarahan / dehidrasi
2) Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan membantu mengevaluasi
status cairan
3) Memberikan informasi tentang derajat hipovolemi dan membantu menentukan intervensi
4) Mempertahankan keseimbangan cairan akibat perdarahan

DX III
Tujuan/Kriteria hasil: Injuri dan komplikasi dapat dihindari/tidak terjadi
Intervensi
1) Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman pada tempat tidur
2) Hindarkan dari cedera, ringan – berat
3) Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
4) Anjurkan pada orangtua untuk segera membawa anak ke RS jika terjadi injuri
5) Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cedera. 1. Menurunkan resiko cidera / trauma

Rasional
1) Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme pembekuan menigkatkan resiko perdarahan meskipun
cidera /trauma ringan
2) Paien hemofilia mempunyai resiko perdarhan spontan tak terkontrol sehingga diperlukan pengawasan
setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera
3) Identifikasi dini dan pengobatan dapat membatasi beratnya komplikasi
4) Orang tua dapat mengetahui mamfaat dari pencegahan cidera/ resiko perdarahan dan menghindari
injuri dan komplikasi

DXIV
Tujuan/kriteria hasil : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
Intervensi :
1) Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode perdarahan.
2) Latihan pasif sendi dan otot.
3) Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan.
4) Konsultasikandengan perawat kesehatan masyarakat dan terapi fisik untuk supervisi ke rumah.
5) Kaji kebutuhan untuk manajemen nyeri.
6) Diskusikan diet yang sesuai.
7) Support untuk ke ortopedik dalm rehabilitasi sendi.

DX V
Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat.
Intervensi :

1) Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan beberapa kemungkinan yang
lain.
2) Rujuk kepada agen atau organisasi bagi penderita hemofilia.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal bedah I

Materi : Askep Endokarditis, Miokarditis dan Perikarditis

Semester : III

Capaian Pembelajaran :

9. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis


10. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis
11. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis
12. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis
13. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis
14. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis
15. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis
16. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit endokarditis, miokarditis dan perikarditis

N Minggu Ke TUJUAN Bahan Kajian METODE Kriteria Penilaian BOBOT Standar Kompetensi
O (Indikator) NILAI Profesional
Hari/ (Kemampuan yg (Materi Ajar) (Bentuk
Tanggal Diharapkan) Pembelajara (%)
n)

1. I 1. Memhami pengertian 1. Review Anatomi Persentasi 1. Kehadiran tidak Kehadiran = 1. Melaksanakan


2. Memahami penyebab dan patofisologi kurang dari 75%. 10% tindakan
A:15/09/20 3. Memahami tanda dan jantung Kelompok 2. Kehadiran 75% - pengobatan
14 (08.00- gejala 2. Pengertian 85% wajib Tugas = 20% sebagai hasil
09.40) 4. Memahami penyakit mengerjakan kolaborasi
pemerikasaan endokarditis, tugas UTS = 35% 2. Mengkonsultasik
B:15/09/201 penunjang miokarditis dan 3. Mahasiswa sesuai an penanganan
4 (09.40- 5. Melaksanakan perikarditis kelompok wajib UAS = 35% pasien terhadap
11.20) pengkajian 3. Penyebab persentasi materi tim kesehatan
keperawatan penyakit yang telah di lain.
C:15/09/201 6. Merumuskan diagnosa endokarditis, tentukan 3. Melaksanakan
4 (11.50- keperawatan miokarditis dan asuhan
7. Membuat perencanaan perikarditis keperawatan
13.30)
keperawatan 4. Tanda dan gelaja dengan gangguan
8. Melaksanakan evaluasi penyakit pemenuhan
A:22/09/20
keperawatan endokarditis, kebutuhan
14 (08.00- miokarditis dan oksigen
09.40) perikarditis 4. Melaksanakan
5. Pemeriksaan asuhan
B:23/09/201 penunjang keperawatan
4 (09.40- 6. Pengkajian pada pasien pre
11.20) keperawatan dan post operasi
pasien
C:18/09/201 7. Merumuskan
4 (08.00- diagnosa
09.40) keperawatan
8. Membuat rencana
keperawatan
9. Evaluasi
keperawatan

Dosen,

Insana Maria, BSN,.M.Kep

NIK. 19820908 201010 2 018


RENCANA PEMBELAJARAN

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal bedah I

Materi : Askep Aritmia dan Angina Pectoris

Semester : III

Capaian Pembelajaran :

Setelah proses pembelajaran mahasiswa mampu:

17. Mahasiswa memahami pengertian dari penyakit aritmia dan angina pectoris
18. Mahasiswa memahami penyebab dari penyakit aritmia dan angina pectoris
19. Mahasiswa memahami tanda dan gejala dari penyakit aritmia dan angina pectoris
20. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang dari penyakit aritmia dan angina pectoris
21. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien dengan penyakit aritmia dan angina pectoris
22. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit aritmia dan angina pectoris
23. Mahasiswa mampu membuat perencana keperawatan pada pasien dengan penyakit aritmia dan angina pectoris
24. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit aritmia dan angina pectoris
N Minggu Ke TUJUAN Bahan Kajian METODE Kriteria BOBOT NILAI Standar Kompetensi
O Penilaian Profesional
Hari/Tanggal (Kemampuan yg (Materi Ajar) (Bentuk (Indikator) (%)
Diharapkan) Pembelajaran)

2. IV Setelah mengikuti Asuhan keperawatan Persentasi 4. Kehadiran Teori (50%): Setelah mengikuti proses
proses pembelajaran aritmia dan angina Kelompok tidak pembelajaran diharapkan
A: diharapkan pectoris kurang UTS = 15% mahasiswa maampu:
23/09/2014 dari 75%.
mahasiswa mampu
5. Kehadiran UAS = 15% 5. Menjelaskan kembali
memahami asuhan 75% -
(08.00-09.40) Pengertian penyakit
keperawatan aritmia 85% Tugas aritmia dan angina
B: dan angina pectoris wajib mandiri/individu pectoris
19/09/2014 mengerjak = 10% 6. Menjelaskan kembali
an tugas Penyebab penyakit
(09.40-11.20) 6. Mahasisw Tugas aritmia dan angina
a sesuai pectoris
kelompok/diskusi
C: kelompok 7. Menjelaskan kembali
wajib seminar = 10%
24/09/2014 Patofisiologi aritmia
persentasi dan angina pectoris
materi Praktikum
(08.00-09.40) 8. Menjelaskan kembali
yang telah (50%):
Tanda dan gelaja
di penyakit aritmia dan
tentukan Skill Lab = 30%
angina pectoris
9. Menjelaskan kembali
Tugas
pemeriksaan penunjang
mandiri/individu penyakit aritmia dan
= 10% angina pectoris
10. Melaksanakan
Tugas kelompok asuhan keperawatan
= 10% dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan
oksigen
11. Melaksanakan
asuhan keperawatan
dengan gangguan rasa
aman dan nyaman
12. Melaksanakan
asuhan keperawatan
pada pasien pre dan
post operasi
Melaksanakan tindakan
pengobatan sebagai
hasil kolaborasi
13. Mengkonsultasik
an penanganan pasien
terhadap tim kesehatan
lain.
14.Soft skill
Dalam sistem
pembelajaran ini
mahasiswa
berpartisipasi aktif
dalam proses belajar
mengajar.

Nilai soft skill yang


diharapkan adalah
mahasiswa dapat
bertanggung jawab,
berani mengemukakan
pendapat dan bertanya,
menghargai pendapat
orang lain, belajar
mandiri, kreatif,

Dosen,
Muhlisoh, S.Kep, Ners

NIK. 19910830 201409 2 061

RENCANA PEMBELAJARAN

MATA KULIAH : Keperawatan Medikal Bedah 1

SEMESTER : IIIA, IIIB, IIIC

MATERI : Asuhan Keperawatan dengan IMA dan Aterosklerosis

Pengajar : Martini Nur Sukmawaty,S.Kep,Ners

Capaian Pembelajaran :

Setelah mengikuti perkulihaan mahasiswa DIII Keperawatan Semester IIIA-IIIB-IIIC Mampu memahami tentang Asuhan keperawatan klien
dengan Infark Miokard Akut dan Aterosklerosis

N Minggu ke Tujuan (Kemampuan Bahan Kajian METODE Kriteria BOBOT Nilai Standar Kompetensi
o yang diharapkan) (Materi Ajar) (Bentuk Penilaian (%) Profesional
pembelajaran (Indikator)
)
1 III A : Setelah mengikuti 1. Pengertian Infark Ceramah dan 7. K Kehadiran = 10% Mampu melaksanakan dan
25/9/14 perkulihan (pada akhir Miokard Akut Tanya Jawab / ehadiran Tugas = 20% menerapkan keperawatan
(09.40- pertemuan )Mahasiswa dan Diskusi tidak UTS = 35% profesional baik di
11.20) DIII Keperawatan Aterosklerosis kurang UAS = 35% pelayanan Rumah Sakit
IIIB : Semester IIIA-IIIB-IIIC- 2. Etiologi Infark dari 75% maupun di masyarakat.
23/9/14 IIID : Miokard Akut 8. K
(09.40- 1. Mampu dan ehadiran
11.20) menjelaskan Aterosklerosisi 75% -
III C : Pengertian Infark 3. Tanda dan gejala 85%
23/9/14 Miokard Akut dan Infark Miokard wajib
(09.40- Aterosklerosis Akut dan mengerja
11.20) 2. Mampu Ateroskleros kan tugas
menjelaskan 4.
Etiologi Infark 5. 1.1mampu
Miokard Akut dan menjelaskan
Aterosklerosis Manifestasi klinis
3. Mampu Infark Miokard
menjelaskan Tanda Akut dan
dan gejala Infark Aterosklerosis
Miokard Akut dan 6. Pato
Aterosklerosis fisiologi Infark
4. Mampu Miokard Akut
menjelaskan dan
Manifestasi klinis Aterosklerosis
Infark Miokard 7. Pen
Akut dan atalaksanaan
Aterosklerosis Infark Miokard
5. Mampu Akut dan
menjelaskan Aterosklerosis
Patofisiologi Infark 8.
Miokard Akut dan Konsep asuhan
Aterosklerosis Infark Miokard
Penatalaksanaan Akut dan
Infark Miokard Aterosklerosis
Akut dan
Aterosklerosis
6. Mampu
menjelaskan
Konsep asuhan
keperawatan Infark
Miokard Akut dan
Aterosklerosis

Dosen pengajar,
Martini Nur Sukmawaty.,S.Kep,Ns

NIK.19841003 201209 2 043

RENCANA PEMBELAJARAN

MATA KULIAH : Keperawatan Medikal Bedah 1


SEMESTER : IIIA, IIIB, IIIC
MATERI : Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kronik dan Katup Jantung
Pengajar : Martini Nur Sukmawaty,S.Kep,Ners
Capaian Pembelajaran :
Setelah mengikuti perkulihaan mahasiswa DIII Keperawatan Semester IIIA-IIIB-IIIC Mampu memahami tentang Asuhan keperawatan klien
dengan Gagal Jantung Kronik dan Kelainanan Katup Jantung

No Minggu Tujuan (Kemampuan Bahan Kajian (Materi METODE Kriteria Penilaian BOBOT Nilai Standar Kompetensi
ke yang diharapkan) Ajar) (Bentuk (Indikator) (%) Profesional
pembelajar
an)
1 1 Setelah mengikuti a. Pengertian Gagal Ceramah 9. Kehadiran tidak kurang Kehadiran = Mampu melaksanakan dan
perkulihan (pada akhir Jantung Kronik dan dan Tanya dari 75% 10% menerapkan asuhan
pertemuan )Mahasiswa Kelainanan Katup Jawab / 10. Kehadiran 75% - 85% Tugas = 20% keperawatan gagal jantung
DIII Keperawatan Jantung Diskusi wajib mengerjakan UTS = 35% kronik dan kelainan katup
Semester IIIA-IIIB- b. Etiologi Gagal tugas UAS = 35% jantung.
IIIC-IIID : Jantung Kronik dan
1. Mampu menjelaskan Kelainanan Katup Soft Skill :
Pengertian Gagal Jantung Mampu membedakan
Jantung Kronik dan c. Tanda dan gejala masing-masing kelainan
Kelainanan Katup Gagal Jantung katup jantung serta
Jantung Kronik dan mengenali gagal jantung
2. Mampu menjelaskan Kelainanan Katup kronik.
Etiologi Gagal Jantung Jantung
Kronik dan Kelainanan d. Manifestasi klinis
Katup Jantung Gagal Jantung
3. Mampu menjelaskan Kronik dan
Tanda dan gejala Gagal Kelainanan Katup
Jantung Kronik dan Jantung
Kelainanan Katup e. Patofisiologi Gagal
Jantung Jantung Kronik dan
4. Mampu Kelainanan Katupg
menjelaskan f. JantungPenatalaksa
Manifestasi klinis naan Gagal Jantung
Gagal Jantung Kronik Kronik dan
dan Kelainanan Katup Kelainanan Katup
Jantung Jantung
5. Mampu menjelaskan g. Konsep asuhan
Patofisiologi Gagal Gagal Jantung
Jantung Kronik dan Kronik dan
Kelainanan Katup Kelainanan Katup
JantungPenatalaksanaa Jantung
n Gagal Jantung
Kronik dan Kelainanan
Katup Jantung
5. Mampu menjelaskan
Konsep asuhan
keperawatan Gagal
Jantung Kronik dan
Kelainanan Katup
Jantung

Dosen pengajar,
Martini Nur Sukmawaty.,S.Kep,Ns

NIK.19841003 201209 2 043

RENCANA PEMBELAJARAN

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah

Materi : Asuhan Keperawatan pada Anemia, Haemofilia dan Leukimia

Semester : III

Capaian Pembelajaran : Setelah selesai pembelajaran ini,

25. Mahasiswa semester III Akper Intan Martapura dapat menguasai konsep teori asuhan keperawatan pada pasien dengan Anemia, Haemofilia
dan Leukimia, meliputi :
a. Pengertian Astma bronchiale dan Empisema
b. Etiologi Astma bronchiale dan Empisema
c. Tanda dan gejala Astma bronchiale dan Empisema
d. Patofisiologi Astma bronchiale dan Empisema
e. Pemeriksaan penunjang
f. Asuhan keperawatan pasien Astma bronchiale dan Empisema
26. Mahasiswa semester III Akper Intan Martapura dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Astma dan Emfisema di klinik.
METODE
TUJUAN Kriteria BOBOT
N Minggu Ke Bahan Kajian Standar Kompetensi
(Bentuk Penilaian NILAI
O (Kemampuan yg Profesional
Hari/Tanggal (Materi Ajar) Pembelajaran (Indikator)
Diharapkan) (%)
)

3. A:28/11/201 Mahasiswa dapat 1. Pengertian Astma Diskusi dan 1. Kehadiran Kehadiran Mahasiswa mampu
4 (09.40- memahami tentang : bronchiale dan presentasi tidak = 10% menjelas kan kembali
11.20) Empisema mahasiswa kurang dari tentang :
1. Pengertian Astma 2. Etiologi Astma 75%. Tugas =
bronchiale dan bronchiale dan 2. Kehadiran 20% a. Pengertian Astma
Empisema Empisema 75% - 85% bronchiale dan
B:05/11/201 2. Etiologi Astma 3. Tanda dan gejala wajib UTS = Empisema
4 (09.40- bronchiale dan Astma bronchiale mengerjaka 35% b. Etiologi Astma
Empisema dan Empisema n tugas. bronchiale dan
11.20)
3. Tanda dan gejala 4. Patofisiologi UAS = Empisema
Astma bronchiale Astma bronchiale 35% c. Tanda dan gejala
dan Empisema dan Empisema Astma bronchiale
C: 4. Patofisiologi 5. Pemeriksaan Skill lab. = dan Empisema
Astma bronchiale penunjang d. Patofisiologi
09/12/2014 50%
dan Empisema 6. Asuhan Astma bronchiale
(12.30- 5. Pemeriksaan keperawatan dan Empisema
penunjang pasien Astma e. Pemeriksaan
14.00)
6. Asuhan bronchiale dan penunjang
keperawatan pasien Empisema f. Asuhan
Astma bronchiale keperawatan
dan Empisema dan pasien Astma
memerapkannya di bronchiale dan
klinik. Empisema

Anda mungkin juga menyukai