Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP KEGAWAT DARURATAN PADA TRAUMA ABDOMEN


(TRAUMA NON PENETRASI)

OLEH : KELOMPOK 7

I GEDE WAHYU SEPTIANA (17.321.2720)

NI KADEK DWINITA PURNAMAYANTI (17.321.2728)

NI KETUT NOPIA ANTARI (17.321.2731)

NI KOMANG LINDA RAHMAYANTI (17.321.2732)

NI LUH JULIANTARI (17.321.2740)

NI NYOMAN DESY CANDRA SARI (17.321.2748)

NI PUTU HEPINA TRESNAYANTI (17.321.2749)

NI WAYAN WENA WARDANI (17.321.2757)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN NON PENETRASI

A. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma non-penetrasi (trauma tumpul) adalah trauma yang
diakibatkan oleh trauma benda tumpul dapat mengakibatkan rusaknya
organ padat atau berongga yang menyebabkan rupture, dengan
pendarahan sekunder dan peritonitis. Pada penderita yang dilakukan
laparatomi oleh karena trauma tumpul organ yang paling sering terkena
adalah limpa (40-55%), hati dan hematoma retroperitoneum (Modul
Pelatihan Penanggulangan gawat darurat, 2008)

1
B. KLASIFIKASI
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri
dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga
terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan
faal berbagai organ
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth &
Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

2
C. Etiologi
Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan
terjatuh dari ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
Penyebab trauma non-penetrasi
a) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b) Hancur (tertabrak mobil)
c) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga.

D. Patofisiologi
Jika terjadinya trauma non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan
tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang
akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ visceral
mengalami perforasi, tanda-tanda iritasi peritoneum cepat tampak.
tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri
spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjull pasien akan mengalami
takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis.
biasanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk organ abdomen, maka operasi harus dilakuakan
(Mansjoer, 2001).

3
E. PATHWAY

Trauma (kecelakaan)

Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen

Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus

Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih



Gangguan cairan Nutrisi kurang dari dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik (Sumber : Mansjoer,2001)

4
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat.
Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri
saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda
ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FotoThoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. DR
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan
trauma pada hepar.
3. Plain Abdomen Foto Tegak

5
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara
bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan
perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini
hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard).

Indikasi untuk melakukan DPL sbb :

a. Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya


b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran
(obat,alkohol, cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang)

Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :

a. Pernah operasi abdominal.


b. Wanita hamil
c. Operator tidak berpengalaman.
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan.

6
e. Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna sebagai pemeriksaan
tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam
rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT  memeriksa cairan yang keluar dari lambung
pada trauma abdomen
3. Pemberian antibiotik  mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada
trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan
hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda
perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung.
Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari
daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan
sumber perdarahan itu sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan
mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan
mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi

Penanganan kegawat daruratan

1. Stop makanan dan minuman


2. Imobilisasi
3. Kirim ke Rumah Sakit

7
Penanganan Awal Trauma Non-Penetrasi

a) Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.


b) Pengambilan contoh darah dan urin
c) Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium
khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa,
amilase dan sebagainya.
d) Pemeriksaan rontgen
e) Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera.
f) Studi kontras Urologi dan Gastrointestinal
g) Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur.

I. Konsep asuhan keperawatan


Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman,
luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka
segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.

8
2)  Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas.
b) Pengkajian skunder
1)  pengkajian fisik
- Inspeksi
Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
Sikap penderita pada peritonitis: fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
- Palpasi
Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound
tenderness.
Rectal toucher: untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
  pemeriksaan vaginal  

- Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
- Auskultasi
Harus sabar dan teliti Borboryghmi, metalic sound pada ileus
mekanik  Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
c) Pengkajian pada trauma abdomen
1) Trauma Tembus abdomen
a. Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ;
kekuatan tumpul (pukulan).

9
b. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar,
dan tempat keluarnya peluru.
c. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan
dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan
intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan
laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri
tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan
syok.
e. Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
f. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2) Trauma tumpul abdomen
a. Metode cedera.
b. Waktu awitan gejala.
c. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur
limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang
digunakan.
d. Waktu makan atau minum terakhir.
e. Kecenderungan perdarahan.
f. Penyakit danmedikasi terbaru.
g. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h. Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.

J. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh

10
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
kurang

11
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan


dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI :


Jakarta

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta :


EGC

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC

12
13

Anda mungkin juga menyukai