Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Oleh

Anna Khoirun Nahdhiyah

NIM : 16.1871.P

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

PEKALONGAN 2018
A. Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,


mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degenerative (Mubarak, 2008).

Gangguan mobilitas fisik didefinisikan oleh North American Nursing


Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik.
Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami
penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan
fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan fungsi motorik,
klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunter.

B. Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu :

1. Gaya hidup, mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang


budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal
(masyarakat).

2. Ketidakmampuan, kelemahan fisik dan mental akan menghalangi


seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

3. Tingkat energi, energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya


mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-
masing individu bervariasi.

4. Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam


melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk
melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan
penuaan (Mubarak, 2008).

C. Manisfestasi Klinik

1. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuaikebutuhan.

2. Keterbatasan menggerakan sendi.

3. Adanya kerusakan aktivitas.

4. Penurunan ADL dibantu orang lain.

5. Malas untuk bergerak atau mobilitas

D. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mubarak, dkk (2015) pemeriksaan penunjang pada klien dengan


gangguan mibilitas fisik diantaranya:
1. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tualng.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumot
jaringan lunak atau cidera ligamen atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (magnetik resonance imaging) adalah teknik pencitraan
khusus noninvasive, yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas.
E. Komplikasi
Menurut Asmadi tahun 2008 komplikasi pada klien dengan gangguan
mobilitas fisik diantaranya yaitu:
1. Perubahan Metabolik
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Eliminasi
6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
7. Perubahan Sistem Integumen
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah gangguan mobilitas fisik yaitu sebagai
berikut (Hidayat, A. Aziz, A. & Musrifatul U., 2016):
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibelitas sendi. Posisi-posisi tersebut yaitu:
a) Memiringkan pasien
b) Posisi fowler
c) Posisi sims
d) Posisi Trendenburg
e) Posisi dorsal recumbent
f) Posisi litotomi
2. Ambulasi dini
Cara ini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilatih dengan cara
melatih posisi duduk ditempat tidur, turun dari tempat tidur,
bergerak ke kursi roda dan lain-lain
3. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini, baik ROM pasif maupun aktif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan
otot.
G. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskulas, meliputi sistem


otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi
otot yaitu isotonikdan isometrik.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian mlalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot.
Imobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus menjadi berkurang (Hidayat,
A.A., 2008).
H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b) Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
c) Data riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang.
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat psikososial dan spiritual
d) Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah
sehari-hari
e) Aktivitas sehari-hari.
 Nutrisi
Makanan sehari-hari apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi
oleh pasien, misalnya: masakan yang mengandung garam,
santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus,
bagaimana nafsu makan klien.
 Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,
minum yang mengandung alcohol.
 Eliminasi
f) Pemeriksaan fisik
 Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato
atau riwayat operasi.
 Mata
 Adanya kekaburan, gangguan dalam mengangkat bola
mata, gangguan dalam memotar bola mata
 Hidung
Adanya gangguan pada penciuman.
 Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan
nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan
 Dada
Inspeksi : Bentuk simetris
Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan
Perkusi- : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup
Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi,
suara jantung I dan II
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada
Auskultasi : Bisisng usus agak lemah
Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
 Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisisatau hemiparase, mengalami kelemahan
otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot,
normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali
Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi
Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi
Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan
Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan
tetapi kekuatanya berkurang
Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik

b. Nyeri akut

c. Intoleransi aktivitas
d. Deficit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik


Intervensi:
a. Latihan Kekuatan, ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk
melakukan program latihan secara rutin
b. Latihan untuk ambulasi
1) Ajarkan teknik Ambulasi dan perpindahan yang aman kepada
klien dan keluarga.
2) Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan
walker.
3) Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan
yang aman.
c. Latihan mobilisasi dengan kursi roda
1) Ajarkan pada klien dan keluarga tentang cara pemakaian kursi
roda dan cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
2) Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota
tubuh
3) Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi
roda
d. Latihan Keseimbangan
1) Ajarkan pada klien dan keluarga untuk dapat mengatur posisi
secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari hari.
2) Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar.
3) Ajarkan pada klien atau keluarga untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.
4) Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
2. Nyeri akut
Intervensi:
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
e. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
f. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
g. Kurangi faktor presipitasi nyeri
h. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
i. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
j. Tingkatkan istirahat
k. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
l. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
3. Intoleransi aktivitas
Intervesni:
a. Managemen Energi
1) Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas, perawatan ,
pengobatan
2) Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
3) Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan
aktifitas.
4) Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas : takikardi,
disritmia, dispnea, diaforesis, pucat.
5) Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke adekuatan sumber
energi.
6) Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama
jantung, frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.
7) Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat yang
mudah dijangkau
8) Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan
makanan, cairan, kenyamanan / digendong untuk mencegah
tangisan yang menurunkan energi.
9) Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang menyebabkan
kelelahan.
b. Terapi Aktivitas
1) Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.
2) Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.
3) Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal: ambulasi, berubah
posisi, perawatan personal, sesuai kebutuhan.
4) Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang
adekuat.
5) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai
indikasi.
4. Defisit perawatan diri
a. Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penis atau vulva,
rambut, kulit
1) Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal, anus.
2) Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion, perawatan
kuku, rambut, gigi dan mulut, perineal dan anus, sesuai kondisi.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral hygiene
sesudah makan dan bila perlu.
4) Kolaborasi dengan Tim Medis dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
kekeringan mukosa mulut, dan gangguan integritas kulit.
b. Bantuan perawatan diri : berpakaian
1) Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian sendiri
2) Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan pakaikan pada
ektremitas yang sakit atau terbatas terlebih dahulu, Gunakan
pakaian yang longgar
3) Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum melakukan
aktivitas berpakaian sesuai indikasi
c. Bantuan perawatan diri : Makan-minum
1) Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah dan menelan
makanan
2) Fasilitasi alat bantu yang mudah digunakan klien
3) Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien saat makan
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.

Hidayat, A.A.L., 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika

Hidayat, A. Aziz Amilul & Musrifatul Uliyah. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, Lilis & Joko, 2005. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta:
Salemba medika.

Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai