Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi fisiologi dan dapat timbul pula penyakit -
penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat
karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Pada tahun
2010 jumlah warga lanjut usia (lansia)di Indonesia akan mencapai 19.079.800 jiwa
(BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan berjumlah 22.202.200 jiwa atau
9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan
tahun 2004 (WHO, 2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar
dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem pernafasan
atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah
meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru. Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang
iga yang membatasi/rib cage (sebagai "dinding") dan diafragma (sebagai "lantai").
Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu rongga pleura,
yang dilapisi dengan membran serosa disebut pleura. Pleura parietal menutupi permukaan
dalam dinding thoraks dan meluas hingga diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis
menutupi permukaan luar paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura
mensekresi cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan mantel
licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan
jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus: lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanya
memiliki dua lobus: lobus superior, dan inferior. Letak dasar setiap paru yaitu diatas
permukaan diagfragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan
pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan
tuberkulosis paru menduduki penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Gangguan
sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya
Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO
pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi
ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun
2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia
dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh
dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230
anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di
seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun
(10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden padatahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia (WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia juga dikaitkan dengan
penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit jantung,
malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan
penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal
jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga
kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembangbiak. Pasienyang sebelumnya sering
mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami
aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut
menekanrangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO. 2010).
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya rawat yang
lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan
kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi
pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap
antibiotika. Adapun peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani
gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan
kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang lebih kronis dan
memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai
indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2006).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, kelompok merumuskan permasalahan sebagai
berikut: “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Pernaapasan”.

C. Tujuan
1. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan.
2. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem pernapasan pada lansia.
3. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem pernapasan pada lansia.
4. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran gangguan pernapasan pada lansia.
5. Mengetahui proses asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan

DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B, Martono H. 2006. Buku Ajar Geriatri Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia.
Soeparman & Sarwono W. 1998. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai