Anda di halaman 1dari 3

Terlepas dari siklus kekerasan, seperti merasa bersalah, putus asa, dan menyalahkan

diri sendiri.
Wanita korban penganiyaan memiliki 3 alternatif dasar :
1. Melepaskan hubungan (dengan ancaman pembunuhan, perebutan hak asuh
anak, kehilangan dukungan material)
2. Tetap tinggal bersama dan berharap bahwa pelakuakan berubah melalui
konseling, terapi, atau intervensi legal (perubahan tersebut membutuhkan
waktu yang lama dan resiko penganiyaan dan kematian terus berlanjut).
3. Tetap tinggal bersama dan memutuskan dirinya tidak akan berubah (risiko
penganiyaan atau kematian terus berlanjut).

Tampaknya tidak ada alternative yang sempurna, tetapi wanita tersebut harus
mengambil keputusannya sendiri. Para perawat dapat menjadi frustasi bila
keputusan atau pilihannya adalah tetap bertahan dalam hubungan tersebut. Perawat
perlu mengkaji perasaan mereka sendiri mengenai proses menolong wanita korban
penganiyaan. Menyelamatkan wanita yang mengalami penganiyaan merupakan hal
yang tidak mungkin dilakukan, dan siklus kekerasan tersebut memberdayakan
dirinya untuk mengambil inisiatif. Wanita korban penganiyaan harus membangun
kembali rasa pengendalian terhadap keidupannya dan merasa cukup aman untuk
hidup normal kembali. Perawat membantu proses ini dengan membina hubungan
saling percaya, memberikan kesempatan ungkapan rasa takut, memperlihatkan
sikap empati tidak perduli seberapa menakutkan kejadian nanti, membersarkan
martabat dengan menunjukkan penghargaan terhadap arti wanita, dan berupaya
memfasilitasi kemampuan pengambilan keputusan wanita tersebut.
Perawat memberikan informasi pada wanita korban penganiyaan mengenai
layanan yang ada dimasyarakat, seperti rumah singgah dari rumah aman untuk
wanita. Keamanan fisik merupakan perhatian utama. Wanita diberikan informasi
tentang hak hukumnya dan bagaimana petugas hokum dapat melindungi mereka
dari pemukulan. Ketentuan ketentuan hokum yang berlaku bervariasi disetiap
negara. Jika korban memutuskan meninggalkan pelaku, korban dianjurkan untuk
membawa anak-anaknya (jika memiliki anak) untuk melindungi mereka dari
penganiyaan dan memfasilitasi hak pengasuhnya. Jika wanita memutuskan untuk
bertahan, ia butuh penguatan untuk menggunakan sumber-sumber yang tersedia,
dan penenangan akan penghargaan dan dukungan yang terus menerus dari perawat.
PANDUAN KEPERAWATAN
Membina Hubungan Terapeutik Dengan Wanita Korban Penganiyaan

 Bertanya langsung tentang penganiyaan ; identifikasi pelaku yang bersifat


abusive.
 Menerima persepsi wanita tentang penganiyaan.
 Dukung betapa seriusnya penganiyaan dan bahwa wanita tidak layak
mengalaminya.
 Bantu wanita mengidentifikasi alternative yang dimilikinya dengan jelas.
 Bantu wanita untuk menemukan kekuatan dan mengklarifikasi nilai nilai
yang ada pada dirinya
 Menganjurkan kelompok dukungan wanita dan jaringan bagi wanita korban
penganiyaan
 Beri peringatan pada pria bahwa penganiyaan adalah suatu perbuatan
criminal dan harus dihentikan.
 Menunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap pilihan wanita.

Respon yang Menghambat

 Kurang mengakui saat penganiyaan disingkap.


 Tidak mempercayai persepsi wanita tentang penganiyaan
 Menyalahkan wanita terhadap penganiyaan yang dialami (mendukung
pelaku penganiyaan)
 Mengungkapkan pendapat tentang apa yang seharusnya dikatakan wanita.
 Menasehati korban untuk meninggalkan hubungan.
 Menjadi frustasi dengan keputusan atau pilihan wanita.
 Terjebak dalam ketidakberdayaannya.

Intervensi keperawatan dapat meliputi perawatan yang ditunjukkan untuk pria


pelaku penganiyaan. Terapi kelompok untuk pasangan yang hidup dalam hubungan
yang penuh dengan kekerasan semakin banyak tersedia. Kelompok tersebut
berfokus memberikan bantuan untuk pasangan agar dapat menghargai memperoleh
umpan balik terhadap perilaku adaptif dan maladaptive, belajar dan mempraktikkan
perilaku baru, dan memperbaiki harga diri.
Terapi pasangan dapat efektif apabila wanita dilindungi dari tindak kekerasan
lebih jauh (seringkali dengan tinggal terpisah) dan pria pelaku dimotivasi
Untuk mencari bantuan.karena keduanya dilibatkan untuk menciptakan dan
mempertahankan hubungan mereka, terapi pasangan memberikan kesempatan
penggalian dinamika hubungan dan peran. Strategi terapi difokuskan pada
pengendalian rasa marah pelaku penganiyaan, penghentian kekerasan, dan belajar
teknik tanpa pertengkaran saat mengatasi konflik. Para pasangan belajar untuk
saling mengkontrol ineraksi kekerasan mereka, dengan pola kekerasan sulit diubah
tanpa adanya modifikasi factor sosioekonomi atau pendidikan, yang mungkin sulit
untuk dimodifikasi.
Ketika pria pelaku penganiyaan menolak untuk mengikuti terapi atau terapi
kelompok tidak berhasil, wanita harus kembali berhadapan dengan meninggalkan
atau tetap tinggal bersama pelaku dalam hubungan yang bersifat abusive.
Memutuskan hubungan simbiosis dengan pria pelaku penganiyaan sulit dilakukan.
Perawat berperan untuk memberdayakan wanita melalui pernyataan “saya”,
klarifikasi nilai, terapi berduka, dan mendukung keputusan mandiri. Wanita
tersebut mengidentifikasi dan membangun kekuatan dan sumber yang ada pada
dirinya. Kelompok dukungan, konseling individu, dan psikoterapi dapat dianjurkan.
Wanita yang mengalami penganiyan sering kali membutuhkan waktu tahunan,
selama itu mereka dengan perlahan memperoleh kekuatan ego dan harga diri
mereka kembali. Perawat turut membantu proses ini dengan memberikan konseling
yang efektif dan dukungan pada setiap kontak dengan wanita korban penganiyaan.

EVALUASI

Pemulihan dari trauma penganiyaan membutuhkan waktu yang lama, dengan


periode kambuh. Tanda-tanda kemajuan bisa berupa mencari keamanan, mengakui
kebutuhan akan pertolongan, dan mengekspresikan rasa takut. Wanita tersebut
dapat mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya dan system dukungan yang
tersedia, mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya, merasa patut dihargai, dan
memahami dan berusaha memperoleh hak-hak perlindungan hokum. Cedera fisik
mendapatkan perawatan segera. Ketika wanita dalam kondisi hamil, janin dari
anak-anak lainnya dilindungi dari penganiyaan. Ia membuat pilihan dari berbagai
alternative yang tersedia dan menjalani keputusan tersebut. Seiring dengn ia dapat
melewati langkah ini, ia membangun suatu rasa pengendalian terhadap
kehidupannya dan merasa cukup aman untuk hidup dengan normal.

Anda mungkin juga menyukai