Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PRINSIP LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN JIWA DAN

LINTAS BUDAYA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1

IMANUEL RATO NONO 2120001

SITI RAHMATIYA YASIN 2120012

YUSTINA NOVARIA JENOLITA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan
rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat
serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang
tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.Adapun
maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty, kami susun
dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul ” Aspek Legal Etik dalam Keperawatan Jiwa dan Lintas
Budaya dalam Asuhan ” dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa
menyampaikan ucapan terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................................................

BAB I ...........................................................................................................................................

PENDAHULUAN............................................................................................................................

1.1. LATAR BELAKANG..................................................................................................................

RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................

TUJUAN........................................................................................................................................

MANFAAT ...................................................................................................................................

BAB II ..........................................................................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................

2.1. ISSUE DAN LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN JIWA ..........................................................

2. PRINSIP ETIK DALAM KEPERAWATAN JIWA .............................................................................

3. DILEMA ETIK DAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIK DALAM KEPERAWATAN JIWA....

4. HAK – HAK PASIEN JIWA ..........................................................................................................

3. PERAN LEGAL PERAWAT DALAM KEPERAWATAN JIWA ..........................................................

4. PERAN BUDAYA DALAM ASUHAN KEPERAWATAN JIWA .........................................................

BAB III .........................................................................................................................................

PENUTUP ....................................................................................................................................

3.1.KESIMPULAN .........................................................................................................................

3.2.SARAN....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu
tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek
keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of
knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada
masyarakat langsung(Kozier, 2010). Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud
adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik
kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan
dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitasi. Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung
berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi
inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak
disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan
penerima praktek keperawatan (Kozier, 2010). Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi
perbuatan yang benar. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan
dengan kewajiban moral. Etika merupakan metode penyelidikan yang membantu orang
memahami moralitas perilaku manusia (yaitu ilmu yang mempelajari moralitas), praktik
atau keyakinan kelompok tertentu (misalnya, kedokteran, keperawatan, dan sebagainya),
dan standar perilaku moral yang diharapkan dari kelompok tertentu sesuai dalam kode etik
profesi kelompok tersebut (Kozier, 2010). Pelayanan kepada umat manusia merupakan
fungsi utama perawat dan dasar adanya profesi keperawatan. "ebutuhan pelayanan
keperawatan adalah universal. Pelayanan profesional berdasarkan kebutuhan manusia)
karena itu tidak membedakan kebangsaan, warna kulit, politik, status sosial dan lain-lain.
Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia yang menggunakan manusia juga,
yaitu perawat. Pelayanan ini berdasarkan

kepercayaan bahwa perawat akan berbuat hal yang benar, hal yang diperlukan, dan
hal yang menguntungkan pasien dan kesehatannya. Oleh karena manusia dalam interaksi
bertingkah laku berbeda-beda maka diperlukan pedoman untuk mengarahkan bagaimana
harus bertindak. Asuhan keperawatan jiwa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
klien dan kemandirian klien serta membantu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya baik fisik maupun psikologis, baik pada individu, keluarga maupun kelompok
masyarakat (komunitas). Dalam upaya penanganan masalah kesehatan jiwa salah satu
terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa terapi
kelompok atau therapeutic community. Oleh akrenaitulah asuhan keperawatan harus
bersifat holistik. Selain bersifat holistik, pendekatan humanistik dalam
mengimplementasikan berbagai terapi harus benar-benar diperhatikan. Dengan demikian,
siapapun yang melakukan terapi keperawatan, khususnya psychoterapiharus mempunyai
kemampuan dalam mengatasi masalah pasien secara ilmiah, memperhatikan legasl dan etis
agar tindakannya tidak bertentangan dengan norma yang ada baik dalam menjalankan
standar asuhan,dalam berhubungan dengan profesi lain dan juga secara humanistik dalam
memperlakukan pasien sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan asuhan (Stuart. G. W,
2013). Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi,
pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu masa
transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan masyarakat
tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai
macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang
berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya angka
kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya
pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan
hidup yang meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok lanjut usia serta penyakit degeneratif (Direja, 2011). Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memahami mengenai aspek legal dan etik keperawatan jiwa serta
trend issue yang sedang marak di kalangan masyarakat yaitu seklusi pada pasien dengan
gangguan jiwa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka ditemukan beberapa rumusan masalah
adalah sebagai berikut :

1. Apa saja issue dan legal etik keperawatan jiwa?

2. Apa saja prinsip etik keperawatan jiwa?

3. Bagaimana dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik dalam keperawatan
jiwa?

4. Apa saja hak-hak pasien keperawatan jiwa?

5. Bagaimana peran dan fungsi perawat dalam keperawatan jiwa?

6. Bagaimana peran budaya dalam asuhan keperawatan jiwa?

7. Seperti apa mengetahui trend dan issue keperawatan jiwa :

seklusi di Indonesia?

1.3. Tujuan

1. Tujuan Umum Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Jiwa
2. Tujuan Khusus

a. Untuk memahami dan mengetahui issue dan legal etik keperawatan jiwa

b. Untuk memahami dan mengetahui prinsip etik keperawatan jiwa

c. Untuk memahami dan mengetahui dilema etik dan proses pengambilan keputusan etik
dalam keperawatan jiwa

d. Untuk memahami dan mengetahui hak-hak pasien keperawatan jiwa

e. Untuk memahami dan mengetahui peran dan fungsi perawat dalam keperawatan jiwa

f. Untuk memahami dan mengetahui peran budaya dalam asuhan keperawatan jiwa

g. Untuk memahami dan mengetahui trend dan issue keperawatan jiwa : seklusi di
Indonesia

1.4. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam mempelajari teori
aspek legal etik keperawatan jiwa dan trend issue keperawatan jiwa : seklusi di Indonesia.

2. Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat) Makalah ini bagi tenaga kesehatan khususnya untuk
perawat adalah untuk mengetahui pentingnya bagaimana teori aspek legal etik keperawatan
jiwa dan trnd issue keperawatan jiwa : seklusi di Indonesia.

3. Bagi Mahasiswa Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca
adalah untuk menambah wawasan tentang teori aspek legal etik keperawatan jiwa dan
trnd issue keperawatan jiwa : seklusi di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Issue dan Legal Etik Keperawatan Jiwa

Legal adalah suatu yang dianggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus Besar
Bahasa Indonesia) (Ermawati, 2015). Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prisip-prisip
yang diyakini oleh profesi keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang bberhubungan
dengan pasien, masyarakat, teman sejawatmaupun dengan organisasi propesi, serta
pengaturan praktik dalam keperawatan itu sendiri (Barger&Wiliams, 1999). Etika
keperawatan merupakan suatu acuan dalam melaksanakan prakktik keperawatan, tidak
terkecuali keperawatan jiwa. Keputusan dan tindakan perawat psikiarti kepada klien
dibedakan oleh apa yang dinamakan dengan ethical manner (cara yang sesuai denagan etik)
(Ermawati, 2015).

1) Menurut Beeker(Dalam Kozier, Erb 1990) empat hal yang harus ditanyakan perawat
untuk melindungi mereka secara hukum (Ermawati, 2015) :

a) Tanyakan pesanan yang ditanyakan pasien.

b) Tanyakan setiap pesanan setiap kondisi pasien berubah.

c) Tanyakan dan catat pesan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi.

d) Tanyakan pesanan (Standing Order), terutama bila perawat tidak berpengalaman.

2) Melaksanakan intervensi keperawatan mandidri atau yang di Delegasi.Dalam


melaksanakan intervensi keperawatan, perawat memperhatikan beberapa prekausi
(Ermawati, 2015) :

a) Ketahuai pembagian tugas ( Job Deskription) mereka.

b) Ikuti kebijakan dan prosedur yang diterapkan ditempat kerja.

c) Selalu identifikasi pasien, terutama sebelum melaksanakan intervensi utama .

d) Pastikan bahwa obat yang benar diberikan dengan dosis, rute, waktu, dan pasien
yang benar.

e) Lakukan setiap prosedur secara tepat.

f) Catat semua pengkajian dan perawatan yang diberikan dengan tepat dan akurat.

g) Catat semua kecelakaan yang mengenai pasien.

h) Jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik(raport) dengan pasien.

i) Pertahankan kompetisi praktik keperawatan

j) Mengetahui kekuatan dan kelemahan perawat.


k) Sewaktu mendelegasikan tanggungjawab keperawatan, pastikan bahwa orang yang
diberikan delegasi tugas mengetahui apa yang harus dikerjakan dan orang tersebut
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.

l) Selalu waspada saat melakukan intervensi keperawatan dan secara penuh setiap
tugas yang dilaksanakan.

3)Berbagai aspek legal dalam keperawatan Fungsi hukum dalam praktik keperawatan
yaitu (Ermawati, 2015) :

a.Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang


sesuai dengan hukum.

b.Membedakan tanggungjawab perawat dengan tanggung jawab profesi yang lain

c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri

d.Membantu dalam mempertahankan standar praktik-praktik keperawatan dengan


posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum(Kozier, Erb)

4)legal untuk perawat Untuk menjalankan praktik secara hukum perawatan harus
dilindungi dari tuntutan malpraktik dan kelahiran pada keadaan darurat. Contoh
(Ermawati, 2015) :

a.UU di AS yang bernama Good Samaritan Acts yang memberikan perlindungan


tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat.

b. Di kanada terdapat UU lalu lintas yang memperbolehkan setiap untuk menolong


korban pada setiap situasi kecelakaan yang bernama Traffic Acrt.

c. Di indonesia UU kesehatan No.23 tahun 1992. Menurut curtin (1978) yang dikutuip
oleh Stuart Sundeen dalam Principles and Pratice of Psychiatrtic Nursing Care (1995),
membuat suatu model untuk pengambilan keputusan suatu etik yaitu sebagai
berikut (Direja, 2011) :

1. Meliputi pengumpulan informasi untuk mengklarifikasi latar belakang isu tersebut.

2. Mengidentifikasi komponen etik atau atau keadaan dilema yang terjadi, seperti adakah
faktor ancamannya (dilihat dari sudut hak untuk dapat menolak pelayanan).

3. Mengklarifikasi hak dan tanggung jawab yang ada pada seluruh pihak, meliputi klien,
perawat, dan pihak lain seperti kuluarga klien, dokter, lembaga perawatan
kesehatan,ulama/pendeta, pekrja sosial, dan mungkin juga hakim.

Terdapat empat pendekatan yang digunakan perawat untuk melakukan pendekatan dalam
pemberian asuhan keperawatan yaitu sebagai berikut.
a) Utilitarianism: tindakan yang dilakukan oleh perawat yang dapat menimbulkan
kebahagian.

b) Egoism: semua tindakan diarahkan kepada diri pasien.

c) Formalism: mengutamakann segala sesuatu secara formal.

d) Fairness: sikap yang mengutamakan keadilan dan kejujuran dalam kehidupan, tidak
mendiskriminasikan pasien.

4. Yang terakhir adalah solusi yang diimplementasikan ke dalam tindakan . dalam konteks
memenuhi harapan sosial dan sesuai dengan hukum yang berlaku, perawat memutuskan
kedalam tujuan dan metode implementasi. Terdapat dua penerimaan klien dirumah
sakit jiwa yaitu kesepakatan yang disadari dan kesepakatan yang tidak disadari, meliputi
isu mengenai hukum dan aspek etik, serta legal dan aspek propesional. Perawat
psikiartri mempunyai peran dalam tugas propesional dan tugas pribadi yaitu sebagai
berikut (Direja, 2011) :

1. Pemberian pelayanan

2. Pekerjaan dari rumah sakit

3. Sebagai warga negara pribadi Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah
masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-
masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar
pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global (Direja, 2011). Ada
beberapa trend penting yang rnenjadi perhatian dalam Keperawatan Jiwa di antaranya
adalah masalah berikut (Direja, 2011) :

a) Kesehatan jiwa dimutai masa konsepsi Dahulu bila berbicara masalah kesehatan jiwa
biasanya dimulai pada saat onset terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala

b) Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa Masalah jiwa akan meningkat di era
globalisasi

c) Kecenderungan Faktor Penyebab Gangguan Jiwa

d) Kecenderungan situasi di Era Globalisasi. Era globalisasi adalah suatu era dimana tidak
ada lagi pembatas antar Negara-negara khususnya di bidang informasi, ekonomi, dan
politik.

e) Globalisasi dan Perubahan Orientasi Sehat Globalisasi atau era pasar bebas disadari atau
tidak telah berdampak pada pelayanan kesehatan.

5. Kecenderungan Penyakit

a) Meningkatnya post traumatic syndrome disorder

b) Meningkatnya masalah psikososial


c) Trend bunuh diri pada anak dan remaja

d) Masalah Napza dan HlV/AIDS

6. Issue Seputar Pelayanan Keperawatan Mental Psikiatri

a) Pelayanan keperawatan mental psikiatri yang ada kurang bisa dipertanggung jawabkan
secara ilmiah hal ini karena masih kurangnya hasil-hasit riset keperawatan tentang
keperawatan jiwa klinik.

b) b) Perawat psikiatri yang ada kurang siap menghadapi pasar bebas karena pendidikan
yang rendah dan belum adanya lisensi untuk praktek yang bisa diakui secara
internasional.

c) Pembedaan peran perawat jiwa berdasarkan pendidikan dan pengalaman seringkai tidak
jelas dalam “Position Description", job responsibility dan system reward di dalam
pelayanan keperawatan dimana mereka bekerja (Stuart Sudeen,1998).

d) Menjadi perawat psikiatri bukanlah pilihan bagi peserta didik (mahasiswa keperawatan)

B. Prinsip Etik Keperawatan Jiwa

Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok
tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip perbuatan yang bisa disebut
benar. Etika berhubungan dengan peraturan atas perbuatan atau tindakan yang
mempunyai prinsip benar atau salah serta prinsip moralitas karena etika bertanggung
jawab secara moral (Wulan, 2011). Prinsip etika mempunyai peranan penting dalam
menentukan perilaku yang beretika dan dalam pengambilan keputusan etis. Prinsip etika
berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang,
diperlukanatau diizinkan dalam suatu keadaarL Menurut Beuchamp dan Childress
(Fowler, 1989; Potter & Perry, 1992) prinsip etika dapat digunakan untuk
memperkirakan issu etika dan membuat keputusan etis yang terdiri dari atas(Wulan,
2011) :

a. Otonomi

Otonomi adalah hak untuk membuat keputusan sendiri. Menghormati otonomi


menyangkut penghormatan terhadap otonomi individu untuk dengan bebas
menentukan sendiri apa yang akan dilakukan. Ini menunjukkan bahwa setiap individu
tidak hanya membuat pilihan untuk membuat keputusan sendiri, tetapi juga bebas
dalam menerima setiap konsekuensi dari keputusan yang dibuat. Otonomi berarti
individu mampu bertindak untuk diri mereka sendiri sesuai dengan kemampuannya
(Fowler, 1989; Potter and Perry, 1992). Menurut Potter dan Perry (1992), konsep
manusia sebagai individu yang bebas menuntut perawat untuk menghargai nilai dan
pilihan mereka. Otonomi adalah kebebasan individu dalam bertindak dan menentukan
diri sendiri. Menghargai otonomi berarti menghargai individu sebagai seseorang yang
mempunyai harga diri dan martabat yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.
Prinsip otonomi sering menjadi isu yang kontroversial. Setiap orang mempunyai hak
dasar untuk membuat suatu keputusal‘ yang penting dalam program pengobatan. Pada
situasi tertentw seseorang mungkin tidak dapat membuat keputusan sendiri dalan1
menentukan program pengobatannya, ketika menderita gangguan jiwa yang akut
(Gardner dkk., 1999 dalam Wulan, 2011). Perawat harus berhati-hati dalam mengkaji
kemampuan pasien gangguan jiwa terhadap setiap informasi yag diterima pasien,
pemecahan masalah, dan membuat keputusan sendiri. Pengkajian menjadi sesuatu yang
kritikal ketika perawat memberikan informed consent pada pasien. Contoh, ketika
pasien memberikan persetujuan terhadap program pengobatannya, apakah mereka
diberi kebebasan untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut? Penerapan
prinsip otonomi pada pasien gangguan jiwa masih menjadi perdebatan. Apa yang terjadi
bila pasien menolak minum obat dan menolak untuk dirawat di rumah sakit? Yang harus
diingat penggunaan kekerasan atau paksaan bertentangan dengan prinsip otonomi
ini(Wulan, 2011). Prinsip otonomi sangat penting dalam praktik keperawatan. Perawat
harus menghargai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang dapat
memutuskan hal terbaik bagi keputusan yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan klien tersebut (Suhaemi [2003]). Menurut Beuchamp dan Childress (1994,
dalam Brent, 2001) ada tiga kondisi tindakan otonomi, yaitu sungguh. sungguh,
pengertian, dan tidak adanya pengaruh control(Wulan, 2011).

b. Non-maleficience

Nonmaleficence (tidak merugikan orang lain atau jangan mencelakakan) berarti


tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya atau cedera bagi orang lain. Prinsip
nonmaleficence meliputi ungkapan moral yang terkenal ”Above all, do not harm" (yang
terpenting dari semuanya, jangan merugikan atau mencelakan). Prinsip ini
menambahkan kesem~ bronoan, kedengkian, kurang hati-hatidan ketidaktahuan yang
seharusnya tidak diizinkan memengaruhi perawatan pasien (Bailey dan Schwartzberg,
1995). Johnson (1989, dalam Suhaemi [2003]) me.ngatakan bahwa prinsip untuk tidak
melukai orang lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk melakukan kebaikan.
Munson (1988, dalam Bailey 8: Schwartzberg [1995]) membuat susunan frase yang baru:
”Kita seharusnya bertindak dengan cara yang tidak menimbulkan kerugian atau cedera
bagi orang lain.” Dengan kata lain, kita seharusnya bertindak dengan cara yang benar
sehingga tidak menyebabkan kecelakaan terhadap lainnya. Menurut hukum, hal ini
adalah merupakan pokok-pokok (stndar) ”hak keperawatan”.

Dengan tidak sesuainya standar ini, para perawat kesehatan membuat diri mereka
terlibat dalam moral maleficence yang sah (Seedhouse, 1992). Contoh prinsip
nonmaleficence dapat terjadi dalam pemberian kemoterapi kepada pasien kanker,
diketahui bahwa kemoterapi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan dapat juga
mem'mbulkan ”kerugian” (efek samping) pada pasien(Wulan, 2011).

c. Beneficience

Prinsip beneficence (memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian) berasal


dari tulisan-tulisan Hipocrates dan menekankan pada profesi medis yang mempunyai
tugas untuk menolong (Bailey, 1995). Prinsip ini sudah menjadi salah satu prinsip yang
mendasar dalam etika medis sejak zaman sumpah Hipocrates(Wulan, 2011). Prinsip ini
bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia dan untuk tidak mencelakakannya.
Perawat diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang bermanfaat bagi klien, akan
tetapi seiring dengan me~ ningkatnya teknologi dalam sistem asuhan keperawatan,
terkadang tindakan tersebut mempunyai risiko yang dapat membahayakan pasien
(Suhaemi, 2003). Beneficence ialah sesuatu yang bemilai positif dalam kesehatan atau
kesejahteraan (welfare). Beneficence merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan
tidak merugikan orang lain. Menurut Beauchamp & Childress (2001), prinsip beneficence
terdiri dari kewajiban untuk mencegah bahaya, memindahkan bahaya, dan melakukan
yang terbaik (Brent, 2001). Inti dari prinsip beneficence adalah tanggung jawab untuk
melakukan kebaikan yang menguntungkan pasien dan menghindari perbuatan yang
merugikan atau membahayakan pasien. Contoh, seorang pasien yang mengalami
perdarahan hebat akibat penyakit hati yang kronis mempunyai kepercayaan bahwa
pemberian transfusi darah bertentangan dengan keyakinannya. Sebelum kondisi pasien
bertambah berat, pasien telah memberikan pernyataan tertulis kepada dokter bahwa
pasien tidak mau ditransfusi darah, ketika kondisi pasien bertambah buruk dan terjadi
perdarahan yang hebat, dokter seharusnya menginstruksikan untuk memberikan
transfusi darah. Dalam hal ini, akhimya transfusi darah tidak diberikan karena prinsip
beneficence, walaupun sebenamya pada saat bersamaan terjadi penyalahgunaan prinsip
nonmaleficence. Perawat diwajibkan untuk melaksanakan tindakan yang bermanfaat
bagi pasien, akan tetapi dengan meningkatnya teknologi dalam sistem asuhan
keperawatan, juga merupakan risiko dari suatu tindakan yang membahayakan (Suhaemi,
2003). Munson (1988 dalam Bailey & Schwartzberg, 1995) menjelaskan bahwa ”setiap
orang seharusnya bertindak untuk mempromosikan kesejahteraan orang lain" (Wulan,
2011). d. Justice Justice (keadilan) merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua
individu, tindakan yang dilakukan untuk semua orang sama. Tindakan yang sama tidak
selalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif
sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Justice adalah prinsip etik, yaitu perawat
secara langsung menghormati hak dan pengobatan yang adil (Greipp, 1992). Menurut
Hitler (1981) kebutuhan kesehatan harus menerima number pelayanan kesehatan dalam
jumlah yang sama. Prinsip keadilan menurut Beauchamp dan Childress dalam Priharjo
(1995) adalah mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang
tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan
mereka.Sedangkan yang tidak aederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai
dengan kebutuhan mereka. Hal ini berarti bahwa kebutuhan kesehatan dari mereka
yang sederajat harus menerima sumber pelayanan kesehatan dalam jumlah sebanding
ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka ia harus
mendapatkan sumber-sumber kesehatan yang besar pula (Priharjo, 1995 dalam Wulan,
2011). Justice menyangkut kewajiban untuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan
apa yang baik dan benar dan memberikan apa yang menjadi hak pada setiap orang.
Dalam hubungan perawat dengan pasien, perawat dapat berfungsi sebagai narasumber
dalam memberikan informasi yang relevan dengan masalah pasien, perawat juga
berfungsi sebagai konseling yaitu ketika pasien mengungkapkan perasaannya dalam hal
yang berkaitan dengan keadaan sakitnya. Memperlakukan orang lain secara adil dan
memberikan apa yang menjadi kebutuhan mereka (Beauchamp & Childress, 2001 dalam
Wulan, 2011).

d. Veracity

Prinsip veracity (kejujuran) menurut Veatch dam Fry (1987) didefinisL kan untuk
menyatakan hal yang sebenamya dan tidak berbohong.Kejujuran merupakan dasar
terbinanya hubungan saling percaya antara perawat-pasien. Perawat sering tidak
memberitahukan kejadian yang sebenarnya pada pasien yang sakit parah. Namun
penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberi
tahu tenmng kondisinya secara jujur (Priharjo, 1995). Mengatakan yang sebenamya,
mengarahkan perawat untuk menghindari kebohongan pada pasien atau menipu
pasien(Wulan, 2011). f. Confidentiality Confidentiality (kerahasiaan) merupakan bagian
dari privasi, seseorang bersedia untuk menjaga kerahasiaan informasi. Confiden tiality
adalah sesuatu yang profesional dan merupakan kewajiban yang etis dalam
menggunakan penggalian pengetahuan pasien untuk meningkatkan kualitas perawatan
pasien dan bukan untuk tujuan lain, seperti gosip, kepentingan orang lain, dan
memberikan informasi pasien pada orang lain. Perawat harus mempertahankan
kerahasiaan tentang data pasien baik secara verbal maupun informasi tertulis. Menjaga
kerahasiaan data pasien adalah sesuatu yang khusus dan penting dalam perawatan
pasien gangguan jiwa. Meskipun pada kenyataannya, masyarakat memberikan label
atau stigma kepada setiap orang yang didiagnosis menderita gangguan jiwa. Setiap
pelanggaran terhadap prinsip confidentiality sepertj memberitahukan data pasien,
diagnosis pasien, gejala yang ditun jukkan pasien, perilaku, dan hasil pengobatan tanpa
mendapat persetujuan dari pasien akan memengaruhi kualitas hidup pasien. Tenaga
kesehatan khususnya perawat seringkali kesulitan untuk mempertahankan
keseimbangan ini (Mohr, 2003). Menurut Winslade (1995) praktik confidentiality terdiri
dari tiga aspek berupa subjek individu atau perawatan kesehatan berhubungan dengan
informasi pasien, hubungan profesional antara perawat dan pasien serta menjelaskan
prosedur pertukaran informasi pasien yang secara logis dapat menerima, mengizinkan
dan mengakses informasi yang bertujuan untuk memfasilitasi komunikasi sensitif dan
mengeluarkan larangan individu (Registered Nursing Association British Columbia, 2000
dalam Wulan, 2011). g. Fidelity Menurut Veatch dan Fry (Priharjo, 1995) prinsip fidelity
(kesetiaan/ ketaatan) didefinisikan sebagai tanggung jawab dalam konteks hubungan
perawatan pasien yang meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan
kerahasiaan dan memberikan perhatian/kepedulian. Mempertahankan kerahasiaan
secara moral dapat diterima. Kadang-kadang dengan alasan moral yang tepat, janji
dapat dibatalkan untuk memberikan keuntungan bagi yang lain (Pujiastuti, 2004).

Menurut Purba dan Marlindawati (2010) pada keperawatan jiwa prinsip etik dan moral yang
harus dilaksanakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan jiwa adalah sebagai
berikut :

a) Outonomy (penentuan diri) yang merupakan hak para individu untuk mengatur
kegiatankegiatan mereka menurut alasan dan tujuan mereka sendiri

b) Beneficience (melakukan hal yang baik) berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik
c) Juctice (keadilan) dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan

d) Non malfience (tidak merugi) berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak
menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologik

e. Veracity Prinsip veracity (kejujuran) menurut Veatch dam Fry (1987) didefinisL kan
untuk menyatakan hal yang sebenamya dan tidak berbohong.Kejujuran merupakan
dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat-pasien. Perawat sering tidak
memberitahukan kejadian yang sebenarnya pada pasien yang sakit parah. Namun
penelitian pada pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberi
tahu tenmng kondisinya secara jujur (Priharjo, 1995). Mengatakan yang sebenamya,
mengarahkan perawat untuk menghindari kebohongan pada pasien atau menipu
pasien(Wulan, 2011).

f. Confidentiality Confidentiality (kerahasiaan) merupakan bagian dari privasi, seseorang


bersedia untuk menjaga kerahasiaan informasi. Confiden tiality adalah sesuatu yang
profesional dan merupakan kewajiban yang etis dalam menggunakan penggalian
pengetahuan pasien untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien dan bukan untuk
tujuan lain, seperti gosip, kepentingan orang lain, dan memberikan informasi pasien
pada orang lain. Perawat harus mempertahankan kerahasiaan tentang data pasien baik
secara verbal maupun informasi

g. Proses keperawataan bersifat interaktif, suatu peruses pemecahan masalah (problem


solving), digunakan oleh perawat secara sistematis dab secara individual untuk
mencapai tujuan keperawataan.

h. Pengkajian seharusnya merefleksikan keadaan, proses, informasi biopsikososiospiritual


klien, data dikumpulkan secara sisitematik yang secara ideal didasari konsep-konsep
keperawataan jiwa.

i. Diagnose keperawatan seharusnya meliputi respon adiktif klien atau respons naladaptif
klien, mendefinisikan karakteristik respon tersebut dan pengaruh stressornya.

j. Perencanaan keperawataan seharusnya meliputi prioritas diagnose keperawtaan dan


tujuan yang diharapkan.

k. Intervensi keperawataan seharusnya secara langsung membantu klien meningkatkan


insight (penilaian terhadap dirinya) dan pemecahan masalah melalui perencanaaan
tindakan yang positif.

l. Evaluasi meliputi penilaian kembali fase- fase sebelumnya dari proses keperawataan
menentukan tahapan untuk merencanakan tujuan yang hendak dicapai.
C. TREND ISSUE SEKLUSI

Definisi Seklusi adalah penempatan pasien di ruang terkunci dimana tidak dapat keluar
dengan bebas tanpa izin perawat untuk memberikan perlindungan bagi pasien atau orang
lain. Ruangan ini dianggap memberikan isolasi dan pengurangan rangsangan indrawi
(Mayers, et al. 2010). Menurut jurnal yang berjudul “The Use Seclusion in Emergency
Medicine” yang menyatakan seklusi adalah pengurungan seorang pasien ke area yang
ditentukan untuk jangka waktu tertentu.Empat varian pengasingan telah dicatat:

a) menempatkan pasien di ruangan yang terkunci

b) menempatkan pasien di ruangan dengan pintu tertutup secara fisik

c) menempatkan pasien di ruangan di mana gerakan bebas dilarang

d) memisahkan pasien dari kelompok Sehingga dapat di simpulkan bahwaSeklusi adalah


bentuk terapi dengan mengurung pasien dalam ruangan khusus.Klien dapat meninggalkan
ruangan tersebut secara bebas.Bentuk seklusi dapat berupa pengurungan diruangan tidak
terkunci sampai pengurungan dalam ruangan terkunci dengan kasur tanpa seprei,
tergantung dari tingkat kegawatan klien.

3.2 Tujuan

Menurut jurnal yang berjudul “Seclusion : The Perspective Nurses” yang menyatakan
bahwa sebuah studi komprehensif menunjukkan alasan-alasan berikut untuk dilakukan
seklusi pada pasien jiwa yaitu (Lendemeijer, 2000):

a) Motif terapeutik, seperti untuk mengurangi rangsangan atau memberikan struktur

b) Mengandung perilaku pasien yang berbahaya (sebagaimana tercantum dalam hukum)

c) Mengandung perilaku untuk melindungi iklim terapeutik dan ketertiban harian bangsal

d) Seklusi sebagai hukuman, sering disebut sebagai bagian dari pendekatan perilaku

3.3 Indikasi Menurut jurnal yang berjudul “Seclusion : The Perspective Nurses” yang
menyatakan bahwa seklusi sebagai intervensi, setelah insiden agresif atau perilaku
kekerasan yang dilakukan oleh pasien dengan gangguan jiwa atau perilaku pasien yang
mengganggu orang lain dan pasien lain. Indikasi seklusi yaitu pasien dengan perilaku
kekerasan yang membahayakan diri sendiri, orang lain dengan lingkungan.

3.4 Kontraindikasi Kontraindikasi dari terapi ini antara lain :

3) Risiko tinggi bunuh diri

4) Klien dengan gangguan social

5) Kebutuhan untuk observasi masalah medis


6) Hukuman

3.5 Perasaan Perawat saat melakukan Seklusi Peran perawat selama proses pengasingan,
tetapi juga menjadi orang yang paling peduli dengan perawatan harian pasien, menentukan
perasaan yang berpengalaman untuk sebagian besar. Dukungan sosial dan pengakuan
terhadap dampak dari proses pengasingan pada kesejahteraan mereka diperlukan untuk
menghindari efek yang terkait dengan stres dalam jangka panjang.Karena beban emosional
mengikuti pengasingan dan risiko pengembangan respon stres patologis, penelitian proses
ini diperlukan untuk kepentingan kesehatan perawat. Maka dari hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan perasaan perawat pada saat melakukan seklusi pada pasien dengan
gangguan jiwa (Nagel, 2009) :

a. Tension Dalam ketegangan, ketakutan akan ancaman dari pasien itu diklasifikasikan, rasa
takut sering dirasakan sebagai gairah fisik: Ketegangan dirasakan untuk oleh beberapa
perawat dalam waktu yang panjang. Para perawat mungkin merasakannya sebagai
ketegangan, gelombang adrenalin. Ketegangan pada diri perawat adalah sebagai stimulus
untuk mengetahui bahwa perawat harus segera bertindak dengan kekuatan fisik. Setelah
semua tugas terselesaikan maka terdapat perasaan lega pada diri perawat.

b. Trust Konsep kepercayaan tidak hanya terkait dengan perasaan percaya atau percaya diri,
tetapi juga perasaan solidaritas dan dukungan. Juga ketidakpercayaan dari beberapa orang
yang terlibat atau merasa tidak aman, kepercayaan diri dan keyakinan penutupan positif
dari situasi yang terkait dengan kegiatan seklusi terkait dengan kepercayaan.

c. Power Ketimpangan kekuasaan dan kontrol antara pasien dan staf dalam acara
pengasingan, menginduksi perasaan yang terkait dengan otoritas dan kekuasaan, seperti
ketidakberdayaan dan perasaan tanggung jawab untuk kesejahteraan pasien d. Rest
Terlepas dari tema utama ketegangan, kepercayaan dan kekuasaan, pengasingan juga
terkait dengan perasaan tidak manusiawi sehubungan dengan intervensi.

3.6 Hukum tentang Hak Asasi Manusia

a) PBB (Commision of Human Right) Melihat perkembangan tuntutan akan hak asasi
manusia yang semakin besar, maka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1946
membentuk Komisi Hak Asasi Manusia (Commission of Human Right). Komisi tersebut
berhasil membuat pernyataan HAM, yang dikenal dengan sebutan Universal Declaration of
Human Rights, 10 Desember 1948, yang ditandatangani oleh 48 negara. Dalam pernyataan
tersebut, antara lain mengemukakan bahwa setiap manusia mempunyai hak asasi yaitu:

1) Hak untuk hidup.

2) Hak untuk kemerdekaan dan keamanan secara fisik.

3) Hak diakui kepribadiannya.

4) Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.

5) Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara.


6) Hak mendapatkan kebangsaan atau kewarganegaraan.

7) Hak memiliki suatu benda dengan cara yang sah.

8) Hak untuk bebas mengeluarkan pikiran dan perasaan.

9) Hak untuk memilih dan memeluk agama.

10) Hak untuk bebas mengeluarkan pendapat.

11) Hak untuk mengadakan rapat dan berkumpul.

12) Hak untuk mendapatkan jaminan sosial atas hidupnya.

13) Hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

14) Hak untuk berdagang.

15) Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakatnya masingmasing.
16) Hak untuk menikmati kesenian.

17) Hak untuk turut serta memajukan keilmuan.

b) UU No. 39 Tentang Hak Asasi Manusia

1) Pasal 1 ayat 1 berbunyi “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahNya yang wajibdihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”

2) Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas
dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis
kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.”

3) Pasal 1 ayat 4 yang berbunyi “Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani
maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari
seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah
dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam
atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada
setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh,
atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat
publik.”
c) Pancasila Sila ke 2 yang berbunyi “ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dimana sila ini
mempunyai makna sebagai berikut :

1) Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan

2) Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.

3) Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.

d) Pembukaan UUD 1945 alinea pertama yang berbunyi “Bahwa kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan perikeadilan”.

Pada alinea ini bermakna pada alenia pertama mengungkap dalil obyektif dimana
penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, maka penjajahan di
harus di tentang dan di hapuskan agar semua bangsa di dunia mendapat hak publik
absolutnnya(merdeka). Serta pada alenia pertama mengandung pernyataan subyektif
tentang aspirasi bangsa Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu penjajahan. 3.7
Legal Etik Seklusi di Indonesia Sesuai dengan penjelasan konsep Seklusi diatas bahwa
pengasingan lingkungan adalah salah satu strategi utama untuk menangani.
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Legal etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang sah menurut Undang-undang
keperawatan yang berlaku dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien,
masyarakat, teman sejawat maupun dengan organisasi profesi, serta pengaturan praktik dalam
keperawatan itu sendiri. Sehinggalegal etika keperawatan dijadikan acuan dalam melaksanakan
prakktik keperawatan, tidak terkecuali keperawatan jiwa. Keputusan dan tindakan perawat psikiarti
kepada klien dibedakan oleh apa yang dinamakan dengan ethical manner (cara yang sesuai dengan
etik). Salah satu prinsip etik perawat dalam menjalankan tugasnya yaitu prinsip otonomi yang berarti
hak untuk membuat keputusan sendiri. Menghormati otonomi menyangkut penghormatan terhadap
otonomi individu untuk dengan bebas menentukan sendiri apa yang akan dilakukan. Ini
menunjukkan bahwa setiap individu tidak hanya membuat pilihan untuk membuat keputusan
sendiri, tetapi juga bebas dalam menerima setiap konsekuensi dari keputusan yang dibuat. Namun,
dalam keadaan tertentu jika pasien jiwa mengalami depresi sampai membuat tindakan yang
membahayakan maka perawat jiwa melakukan Seklusi atau pengurungan pasien dalam suatu ruang
untuk mencegah kerusakan atau bahaya terhadap orang lain, lingkungan, fasilitas rumah sakit serta
dirinya sendiri. Namun saat ini, seklusi banyak di kritik oleh berbagai pihak karena dianggap
melanggar hak asasi kemanusiaan pada pasien jiwa, sehingga timbul lah beberapa penelitian dan
keputusan untuk melakukan seklusi pada pasien jiwa maka perawat harus tetap memenuhi
kebutuhan dasar pasien jiwa.

4.2 Saran

Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang kami uraikan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, Farida, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Stuart, Gail. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC.

Purba, Jenny Marlindawani, dkk. 2009. Dilema Etik dan Pengambilan Keputusan Etik dalam Praktik
Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Simpson, A. Scott. 2014. Journal General Hospital Psychiatriy : Risk for physical restraint or seclusion
in the psychiatric emergency service (PES). Vol.36. England : Elsevier.

VanDerNagel, J.E.L. 2009. International Journal of Law dan Psychiatry : Seclusion : The Perspective of
Nurses. Vol. 32. England : Elsevier.

Georgiva, Irina. 2013. Psychiatry Research : Reducing seclusion through involuntary medication: A
randomizedclinical trial. Vol. 205. England : Elsevier.

Janssen. W. A. 2013. Differences in Seclusion Rates Between Admission Wards: Does Patient
Compilation Explain?. Vol. 52. DOI 10.1007/s11126-012-9225-3. Spinger : Netherland.

Brown, Julia S. 1990. On The Seclusion of Psychiatric Patients Vol. 35 No. 05. Pergamon Press Ltd :
USA.

Morrison, Paul. 1992. Journal on Enviromental Psychology : The Use Of Environmental Seclusion In
Psychiatric Settings : A Multidimensional Scalogram AnalysisVol. 10. Academic Press Ltd : USA.

Anda mungkin juga menyukai