Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK TENTANG


MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN GERONTIK

DISUSUN OLEH:

ISRA HAYATI OKTAVIA LISNI


213310728

DOSEN PEMBIMBING :
Tasman.S.KP.M.Kep.Sp.Kom

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PADANG
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat dan
karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Model
Konseptual Pada Keperawatan Gerontik” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun dengan semaksimal mungkin sehingga laporan makalah ini
bisa selesai dengan lancar.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah


keperawatan gerontik dari dosen pengampu.selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk memberikan tambahan wawasan bagi penulis untuk meningkatkan motivasi
belajar.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada bapak Tasman,S.KP., M.Kep.,


Sp.Kom selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan gerontik yang telah
memberikan bimbingan materi pendukung dan dorongan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari dosen
pembimbing agar penulis bisa menghasilkan laporan makalah yang lebih baik lagi
kedepannya. Penulis berharap makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi
penulis lain dan pembaca.

Padang, 18 Januari 2024

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan Makalah..................................................................................................2

BAB II............................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Sifat Pelayanan Keperawatan Gerontik..............................................................3

B. Aspek Legal Etik Keperawatan Gerontik...........................................................3

BAB III...........................................................................................................................9
PENUTUP......................................................................................................................9
A. Kesimpulan.........................................................................................................9

B. Saran....................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan.


Penerapan praktik keperawatan tidak hanya diberikan pada pasien balita, anak - anak,
dan orang dewasa muda, tetapi juga diberikan pada pasien lanjut usia. Menurut
Undang-Undang No 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada bab I pasal
1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas. Lansia biasanya ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan (Surini & Otamo, 2003 dalam Marifatul Lilik,
2011), hal ini dikatakan sebagai ageing process. Ageing process (proses menua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri, mengganti atau mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Canstantindes, 1994; Darmojo, 2004 dikutip oleh Ma'rifatul Lilik, 2011).

Terlepas dari permasalahan peningkatan harapan hidup di negara maju telah


memimpin peningkatan jumlah orang tua dirawat di panti jompo berdampak pula
pada otonomi dan masalah legal etik lansia. Mengingat kelemahan fisik dan
kerusakan kapasitas mental di banyak penduduk ini, pertanyaan muncul sebagai
otonomi mereka dan untuk perlindungan mereka dari bahaya. Pada tahun 2005, salah
satu pengadilan Jerman tertinggi, Bundesgerichtshof (BGH) mengeluarkan putusan
mani yang berurusan dengan kewajiban panti jompo dan dengan melestarikan
otonomi dan privasi dalam penghuni panti jompo (Artikel Global Medical Ethic oleh
Kai Sammet, 2007).

Isu - isu legal dan etik yang memengaruhi lansia telah mengalami peningkatan
angka kejadian di pengadilan pada masa sekarang ini. Perawat yang merawat lansia
mengalami isu etis yang unik pada golongan usia ini. Sekelompok pertanyaan muncul
pada tingkat individu yang berkaitan dengan permasalahan penuaan dan arti manusia.
Kelompok pertanyaan kedua berkaitan dengan pengalaman subjektif dari kecacatan

1
dan penyakit sebagai yang dirasakan dan ditafsirkan oleh lansia dan respons
yang diberikan oleh perawat, dokter, atau tenaga kesehatan yang lain. Serta yang
terakhir kelompok ketiga masalah berpusat pada proses pengambilan keputusan medis
yang mengikutsertakan pasien, anggota keluarga, para tenaga kesehatan, petugas
lapangan, dan administrator rumah sakit. Akhirnya, masalah etis yang berhubungan
dengan lansia sebagai suatu kelompok muncul dalam konteks masyarakat yang lebih
besar (Mickey & Patricia, 2006). Oleh karnanya akan dibahas lebih lanjut mengenai
pengaruh nilai - nilai etis terhadap perawatan lansia berdasarkan evidence-based dari
beberapa Buku kesehatan lansia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah “
Bagaimana Model Konseptual Keperawatan Gerontik”

C. Tujuan Makalah

1. Tujuan Umum
Untuk diketahuinya dan memahami sifat pelayanan dan legal etik
keperawatan gerontik.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya sifat pelayanan keperawatan gerontik.
b. Diketahuinya etik dan legal keperawatan gerontik.

3.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Keperawatan Menurut Virginia Henderson

Definisi Keperawatan Menurut Virginia Henderson Virginia Henderson


memperkenalkan definition of nursing (definisi keperawatan). Ia menyatakan bahwa
definisi keperawatan harus menyertakan prinsip keseimbangan fisiologis. Definisi ini
dipengaruhi oleh persahabatan dengan seorang ahli fisiologis bernama Stackpole.
Henderson sendiri kemudian mengemukakan sebuah definisi keperawatan yang
ditinjau dari sisi fungsional. Menurutnya tugas unik perawat adalah membantu
individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit, melalui upayanya melaksanakan
berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses
meninggal dengan. Damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh individu saat ia
memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan atau pengetahuan untuk itu (tugas
perawat). Di samping itu, Henderson juga mengembangkan sebuah model
keperawatan yang dikenal dengan “The Activities of Living”. Model tersebut
menjelaskan bahwa tugas perawat adalah membantu individu dengan meningkatkan
kemandiriannya secepat mungkin. Perawat menjalankan tugasnya secara mandiri,
tidak tergantung pada dokter. Akan tetapi perawat tetap menyampaikan rencananya
pada dokter sewaktu mengunjungi pasien.

2.2. Model Keperawatan Menurut Virginia Henderson.

Virginia Henderson adalah ahli teori keperawatan yang penting yang telah
memberi pengaruh besar pada keperawatan sebagai profesi yang mendunia. La
membuat model konseptualnya pada awal 1960-an, ketika profesi keperawatan. Mulai
mencari identitasnya sendiri. Masalah intinya adalah apakah perawat cukup berbeda
dari profesi lain dalam layanan kesehatan dalam hal kinerja?. Pertanyaan ini
merupakan hal yang penting sampai 1950-an, perawat lebih sering melakuakan
instruksi dokter. Virginia Henderson adalah orang pertama yang mencarifungsi unik
dalam keperawatan. Pada saat ia menulis pada 1960-an ia dipengaruhi oleh aspek
negatif dan positif dari praktik keperawatan pada masa itu. Hal tersebut mencakup

3
1. Authoritarian dan struktur hierarki di rumah sakit

2. Sering terdapat fokus satu pihak yaitu pada penyembuhan gangguan fungsi
fisik semata

3. Fakta bahwa mempertahankan kontak pribadi dengan pasien merupakan hal


yang tidak mungkin dilakukan pada masa itu

4. Adanya keanekaragaman pengalaman yang ia miliki selama karier


keperawatannya di Amerika Serikat di berbagai bidang layanan kesehatan.

Selain keinginan untuk menemukan fungsi unik dari keperawatan, perubahan


sosial tidak diragukan lagi untuk memainkan peranan besar dalam perkembangan.
pandangan dan ide-idenya. Sebagai contoh, bukanlah suatu kebetulan bahwa ilmu
perilaku memiliki pengaruh besar pada pandangan dan pendapat kita tentang
masyarakat pada tahun 1960-an. Oleh karena itu, inisiatifnya diarahkan untuk
memberikan perhatian yang lebih pada aspek-aspek psikososial dari perawatan pasien.
Virginia Henderson diminta untuk mempublikasikan model konseptual. oleh
International Council of Nurses (ICN).

Konstribusi penting oleh Henderson (1966) adalah definisi keperawatan


berikut yang saat ini menjadi definisi yang sudah diterima secara umum: "Fungsi unik
dari keperawatan adalah untuk membantu individu sehat atau sakit. dalam hal
memberikan kesehatan atau pemulihan (kematian yang damai) yang dapat dilakukan
tanpa bantuan jika ia memiliki kekuatan, kemauan atau pengetahuan. Dan
melakukannya dengan cara tersebut dapat membantunya mendapatkan kemandirian
secepat mungkin". Henderson sangat dipengaruhi Edward Thorndyke, yang banyak
melakukan penelitian dalam bidang kebutuhan manusia. Berdasarkan teori-teori
Thorndyke dan definisinya sendiri tentang keperawatan, Henderson memberi tugas
kebutuhan manusia. Pembagian asuhan keperawatan menjadi empatbelas kebutuhan
manusia ini menjadi pilar dari model keperawatannya. Ia menyatakan bahwa:

1. Perawat harus selalu mengakui bahwa terdapat pola kebutuhan pasien yang
harus dipenuhi

4
2. Perawat harus selalu mencoba menempatkan dirinya pada posisi pasien.
sebanyak mungkin. Sayangnya, tidak selalu memungkinkan bagi seseorang untuk
menempatkan diri pada posisi pasien, dan kalaupun memungkinkan hal tersebut tidak
selalu pas. Pada situasi ini kebutuhan pasien sulit untuk dipenuhi

Ketika Henderson berbicara mengenai kebutuhan, ia merujuk pada semua


kebutuhan dasar dari setiap manusia. Agar perawat dapat membantu pasien memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut, diperlukan asuhan keperawatan dasar. Oleh karena itu,
Henderson menyimpulkan bahwa asuhan keperawatan dasar ada pada setiap situasi
keperawatan. Situasi tersebut sebagai contoh adalah:

a. Rumah sakit Umum

b. Rumah sakit Jiwa

e. Institusi untuk penderita cacat mental

d. Rumah perawatan

e. Perawatan di rumah.

Jadi menurut Hendeson, lapangan kerja perawat tidak terbatas hanya di


rumahsakit umum. Henderson juga menekankan pada pentingnya merencanakan
asuhan. Dalam modelnya ia menggambarkan rencana keperawatan, metode eskematik
untuk pengawasan asuhan. Perencanaan yang cermat akan mengklarifikasi hal-hal
berikut:

a. Urutan aktifitas yang harus dilakukan

b. Aktifitas perawat yang harus dan tidak boleh dilakukan

c. Perubahan-perubahan yang harus dibuat

2.3 Hubungan Model Keperawatan dengan Paradigma Keperawatan

5
1. Manusia

Individu sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, jiwa dan raga adalah satu
kesatuan. Lebih lanjut lagi, individu dan keluarganya dipandang sebagai unit tunggal.
Setiap manusia harus berupaya untuk mempertahankan keseimbangan fisiologi dan
emosional.

2. Lingkungan

Henderson mendefinisikan lingkungan sebagai seluruh faktor eksternal dan kondisi


yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia.

3. Sehat dan sakit

Sehat adalah kualitas hidup tertentu yang oleh Henderson dihubungkan dengan
kemandirian. Karakteristik utama dari sakit adalah ketergantungan dan berbagai
tingkat inkapasitas individu (pasien) untuk memuaskan kebutuhan. manusianya.
Menganggap bahwa sehat adalah kemandirian dan sakit adalah ketergantungan dapat
dipandang sebagai simplifikasi. Dapat juga dikatakan bahwa sakit adalah keterbatasan
kemandirian.

4. Keperawatan

Fungsi unik dari perawat adalah untuk membantu individu, baik apakah ia sakit atau
sehat, dalam peran tambahan atau peran pendukung. Tujuan dari keperawatan adalah

6
untuk membantu individu memperoleh kembali kemandiriannya sesegera mungkin.
Namun demikian, keputusan Henderson. untuk meningkatkan kemandirian dan hanya
melakukan sesuatu untuk pasien, jika ia tidak dapat melakukannya maka sendiri tidak
disetujui oleh profesi sebagai prinsip dasar asuhan keperawatan sebelum Henderson
menjelaskan lebih lanjut.

2.4 Konsep Utama Teori Virginia Henderson

1. Manusia

Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan bantuan untuk


meraih kesehatan, kebebasan atau kematian yang damai, serta bantuan untuk meraih
kemandirian. Menurut Henderson, kebutuhan dasar manusia terdiri atas 14 komponen
yang merupakan komponen penanganan perawatan. Ke-14 kebutuhan tersebut adalah
sebagai berikut:

a. Bernafas secara normal.

b. Makan dan minum dengan cukup.

c. Membuang kotoran tubuh.

d. Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan.

7
e. Tidur dan istirahat.

f. Memilih pakaian yang sesuai.

g. Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan


menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan.

h. Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta


melindungi integumen.

i. Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai.

j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam


mengungkapkan emosi, kebutuhan, rasa takut atau
pendapat.

k. Beribadah sesuai dengan keyakinan.

1. Bekerja dengan tata cam yang mengandung


unsur prestasi.

l. Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi.

8
m. Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran
yang menuntun pada perkembangan normal dan
kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan yang
tersedia.

Keempat belas kebutuhan dasar manusia di atas dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori, yaitu komponen komponen kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis dan
spiritual. Kebutuhan dasar poin 19 termasuk komponen kebutuhan biologis. Poin 10
dan 14 termasuk komponen kebutuhan psikologis. Poin 11 termasuk kebutuhan
spiritual. Sedangkan poin 12 dan 13 termasuk komponen kebutuhan sosiologis.
Henderson juga menyatakan bahwa pikiran dan tubuh manusia tidak dapat dipisahkan
satu sama lain (inseparable). Sama halnya dengan klien dan keluarga, mereka
merupakan satu kesatuan (unit).

2. Keperawatan

Menurut Henderson, perawat mempunyai fungsi yang unik yaitu untuk membantu
individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Sebagai anggota tim kesehatan,
perawat mempunyai fungsi independence di dalam penanganan perawat berdasarkan
kebutuhan dasar manusia (14 kebutuhan. dasar manusia) Untuk menjalankan
fungsinya, perawat harus memiliki pengetahuan biologis maupun sosio.

3. Kesehatan

Sehat adalah siklus hidup yang menjadi dasar seseorang dapat berfungsi bagi
kemanusiaan. Memperoleh kesehatan lebih penting dari pada mengobati penyakit.

9
Untuk mencapai kondisi sehat, diperlukan kemandirian dan saling ketergantungan.
Individu akan meraih atau mempertahankan kesehatan bila mereka memiliki
kekuatan, kehendak serta pengetahuan yang cukup.

4. Lingkungan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan aspek lingkungan.

a. Individu yang sehat mampu mengontrol lingkungan mereka, namun kondisi sakit
akan menghambat kemampuan tersebut.

b. Perawat harus mampu melindungi pasien dari cedera mekanis.

c. Perawat hanis memiliki pengetahuan tentang keamanan lingkungan.

d. Dokter menggunakan hasil observasi dan penilaian perawat sebagai dasar dalam
memberikan resep.

e. Perawat harus meminimalkan peluang terjadinya luka melalui saran- saran tentang
konstruksi bangunan dan pemeliharaannya.

f. Perawat harus tahu tentang kebiasaan sosial dan praktik keagamaan untuk
memperkirakan adanya bahaya.

10
Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara perawat dan klien.
Menurut Henderson, hubungan perawat dengan klien terbagi menjadi tiga tingkatan,
mulai dari hubungan sangat bergantung hingga hubungan sangat mandiri.

1. Perawat sebagai pengganti (substitute) bagi pasien

2. Perawat sebagai penolong (helper) bagi pasien.

3. Perawat sebagai mitra (partner) bagi pasien.

Pada situasi pasien yang gawat, perawat berperan sebagai pengganti (substitute) di
dalam memenuhi kekurangan pasien akibat kekuatan fisik, kemampuan atau kemauan
pasien yang berkurang. Dalam hubungan antara perawat dan pasien ini perawat
berfungsi untuk "melengkapinya". Setelah kondisi gawat berlalu dan pasien berada
pada fase pemulihan, perawat berperan sebagai penolong (helper), untuk menolong
atau membantu pasien mendapatkan kembali kemandiriannya kernandirian ini
sifatnya relatif, sebab tidak ada satu pun manusia yang tidak bergantung pada orang
lain. Meskipun demikian, perawat berusaha keras saling bergantung demi
mewujudkan kesehatan pasien. Sebagai mitra (partner), perawat dan pasien bersama-
sama menerusakan rencana perawatan bagi pasien. Meski diagnosisnya berbeda,
setiap pasien tetap memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Hanya saja,
kebutuhan dasar tersebut dimodifikasi berdasarkan kondisi patologis dan. faktor
lainnya seperti usia, tabiat, kondisi emosional, status sosial atau budaya, serta
kekuatan fisik dan intelektual.

Kaitannya dengan hubungan perawat dan dokter, berpendapat bahwa perawat tidak
boleh selalu melaksanakan perintah dokter. Henderson sendiri mempertanyakan
filosofi yang membolehkan seorang dokter memberi perintah kepada pasien atau

11
tenaga kerja lainnya. Tugas perawat adalah. membantu pasien dalam melakukan
manajemen kesehatan ketika tidak ada tenaga dokter. Rencana perawatan yang
dirumuskan oleh perawat dan pasiente arus dijalankan sedemikian rupa sehingga
dapat memenuhi rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter.

2.5 Prinsip Dasar Model Keperawatan Menurut Henderson

1. Fungsi unik perawat.

2. Upaya pasien ke arah kemandirian.

3. Asuhan keperawatan berdasarkan kebutuhan dasar manusia,

4. Perencanaan yang akan diberikan

2.6 Aplikasi Teori Henderson dalam Proses Keperawatan

Definisi ilmu keperawatan Henderson dalam kaitannya dengan praktik keperawatan


menunjukkan bahwa perawat memiliki tugas utama sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada pasien. Manfaat asuhan keperawatan ini terlihat dari
kemajuan kondisi pasien, yang semula bergantung pada orang lain menjadi lebih
mandiri. Perawat dapat membantu pasien beralih dari kondisi bergantung (dependent)
menjadi mandiri (independent)dengan mengkaji, merencanakan,
mengimplemetasikan, serta mengevaluasi 14 komponen. penangana perawatan dasar.

12
Pada tahap penilaian (pengkajian), perawat menilai kebutuhan dasar pasien
berdasarkan 14 komponen diatas. Dalam mengumpulkan data, perawat menggunaka
metode observasi, indra penciuman, peraba, dan pendengaran. Setelah data terkumpul,
perawat menganalisis data tersebut dan membandingkannya dengan pengetahuan
dasar tentang sehat-sakit. Hasil analisis tersebut menghasilkan diagnosis keperawatan
yang akan muncul. Diagnosis keperawatan, menurut Henderson dibuat dengan
mengenali kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya dengan atau tanpa
bantuan, serta dengan mempertimbangkan kekuatan atau pengetahuan yang dimiliki
individu, Tahap perencanaan, menurut Henderson, meliputi aktivitas penyusunan
rencan perawatan sesuai kebutuhan individu termasuk di dalamnya perbaikan. rencana
jika ditemukan adanya perubahan serta dokumentasi bagaimana perawat

f. Perawat harus tahu tentang kebiasaan sosial dan praktik keagamaan untuk
memperkirakan adanya bahaya.

Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara perawat dan klien.
Menurut Henderson, hubungan perawat dengan klien terbagi menjadi tiga tingkatan,
mulai dari hubungan sangat bergantung hingga hubungan sangat mandiri.

1. Perawat sebagai pengganti (substitute) bagi pasien

2. Perawat sebagai penolong (helper) bagi pasien.

3. Perawat sebagai mitra (partner) bagi pasien.

Pada situasi pasien yang gawat, perawat berperan sebagai pengganti (substitute) di
dalam memenuhi kekurangan pasien akibat kekuatan fisik, kemampuan atau kemauan
pasien yang berkurang. Dalam hubungan antara perawat dan pasien ini perawat

13
berfungsi untuk "melengkapinya". Setelah kondisi gawat berlalu dan pasien berada
pada fase pemulihan, perawat berperan sebagai penolong (helper), untuk menolong
atau membantu pasien mendapatkan kembali kemandiriannya kernandirian ini
sifatnya relatif, sebab tidak ada satu pun manusia yang tidak bergantung pada orang
lain. Meskipun demikian, perawat berusaha keras saling bergantung demi
mewujudkan kesehatan pasien. Sebagai mitra (partner), perawat dan pasien bersama-
sama menerusakan rencana perawatan bagi pasien. Meski diagnosisnya berbeda,
setiap pasien tetap memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Hanya saja,
kebutuhan dasar tersebut dimodifikasi berdasarkan kondisi patologis dan. faktor
lainnya seperti usia, tabiat, kondisi emosional, status sosial atau budaya, serta
kekuatan fisik dan intelektual.

Kaitannya dengan hubungan perawat dan dokter, berpendapat bahwa perawat tidak
boleh selalu melaksanakan perintah dokter. Henderson sendiri mempertanyakan
filosofi yang membolehkan seorang dokter memberi perintah kepada pasien atau
tenaga kerja lainnya. Tugas perawat adalah. membantu pasien dalam melakukan
manajemen kesehatan ketika tidak ada tenaga dokter. Rencana perawatan yang
dirumuskan oleh perawat dan pasien

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep legal dan etik dalam keperawatan gerontik menekankan pentingnya


memahami dan menghormati hak-hak pasien lanjut usia, serta melaksanakan
pelayanan keperawatan dengan prinsip menguntungkan pasien, tidak membahayakan,
menjaga kerahasiaan, dan berlaku adil. Aspek legal dalam keperawatan gerontik
melibatkan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian pelayanan
keperawatan kepada lansia. Sementara itu, aspek etik melibatkan penyelesaian dilema
etik, identifikasi masalah etik, pengumpulan fakta, evaluasi tindakan alternatif,
pengambilan keputusan, dan tindakan yang dilakukan. Penerapan konsep legal dan
etik ini penting dalam memastikan pelayanan keperawatan gerontik dilakukan secara
profesional dan mengutamakan kesejahteraan pasien lanjut

B. Saran

Semoga makalah ini hendaknya bisa menambah wawasan setiap kita yang
membacanya agar kita bisa tahu tentang sifat layanan keperawatan gerontik serta
aspek etik dan legalnya

15
DAFTAR PUSTAKA
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan keperawatan gerontik. Penerbit Andi.
Dewi, S. R., & Ners, S. K. (2015). Buku ajar keperawatan gerontik. Deepublish.
Ma'rifatul Lilik A. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Mickey & Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. EGC.Jakarta:
Buku Kedokteran.
SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari
Berbagai Aspek. 2005. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut), Edisi 2. 2000. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
R, Rully. 2002. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Lansia di RSU dalam Perspektif
HAM. Jakarta: Harian Suara Pembaharuan.
SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari
Berbagai Aspek. 2005. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai