Anda di halaman 1dari 3

1. Jelaskan yang kalian ketahui tentang mal praktik!

Malpraktik (malapraktik) atau malpraktik terdiri ari suku kata mal dan praktik atau praktek. Mal berasal
dari kata, Yunani yang berarti buruk. Praktik (Kamus Umum Bahasa Indonesia ,Purwadarminta, 1976)
atau praktik (Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti
menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi,
malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat.
Malpraktik tidak hanya dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan,
pengacara, akuntan publik, wartawan.

2. Jelaskan yang kalian ketahui tentang kelalaian!

Kelalaian adalah kegagalan untuk melakukan perawatan yang sesuai dan atau etis yang diharapkan akan
dilakukan di antara keadaan tertentu.

3. Jelaskan mal praktik dalam keperawatan

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan
terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum.

Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila penggugat
dapat menunjukan hal-hal dibawah ini.

1. Duty, pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan
segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukan bahwa melakukan
kewajiban berdasarkan standar keperawatan.

2. Breach of the duty, pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari
apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.

3. Injuri, seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara
hukum. Misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, adanya
penderitaan, atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera jika terkait dengan cedera
fisik.

4. Proximate caused, pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera
yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran
terhadap kewajiban perawat terhadap pasien.

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukan bahwa telah terjadi
malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Tuntutan malpraktik dapat bersifat
pelanggaran sebagai berikut.

1. Pelanggaran etika profesi. Pelanggaran ini sepenuhnya tanggung jawab organisasi profesi (Majelis
Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercantum pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI.
Sebagaimana halnya dokter, perawat pun merupakan tenaga kesehatan profesional yang menghadapi
banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik, antara
lain moral unprepareness, moral blindness, amoralssm, dan moral fanaatism. Masalah etika yang terjadi
pada tenaga keperawatan ditangani organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis Kode Etik
Keperawatan.

2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No. 56 tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objektif kepada tenaga
kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan
ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan pemeriksaan MDTK, hasilnya
akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk diambil tindakan disiplin terhadap tenaga
kesehatan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindakan
sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1) terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin. (2) penentuan ada tidaknya
kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 ditentukan oleh Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan.

3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran bersifat
perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi : (1)
setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2)
ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat beresiko melakukan
kesalahan, antara lain :

1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang pasien secara


adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan
laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Untuk
menghindari kegagalan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komperhensif
dan mendasar.

2. Planning errors, termasuk :

a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalam rencana keperawatan.

b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat.


c. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.

Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya mengira-ngira dalam membuat rencana
keperawatan tanpa mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulis harus
dengan pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan
modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar
yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas
baik secara liasan maupun dengan tulisan. Bekerja berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati
instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

3. Intervension errors, temasuk kegagalan menginterprestasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi,


kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat
order/perintah dari dokter atau supervisor. Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit
tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan

4.

Pada umumnya masyarakat khusus yang tinggal di daerah pedesaan, jika mereka sakit, tujuan utama
mereka adalah perawat. Alasan terjadinya hal ini bermacam – macam. Misalnya, alasan ketika berobat
di pukesmas dokternya tidak memberikan suntikan sehingga penyembuhannya lama. Dibandingkan
dengan berobat pada perawat, penyembuhannya terasa lebih cepat karena pasien diberikan suntikan.
Padahal kesembuhan sendiri merupakan sugesti. Saat masyarakat meyakini bahwa mereka akan sembuh
jika tubuhnya diberikan suntikan, tentu akan mempercepat kesembuhan mereka dengan sugesti mereka
sendiri.

Namun banyak perawat yang melakukan praktik di desa tanpa memiliki surat tanda registrasi dan tanpa
memiliki standar pelayanan yang pasti. Mereka melakukan tindakan hanya sesuai dengan pengalaman
yang mereka dapatkan, tanpa memperhatikan standar yang sudah ditetapkan. Contohnya jika
melakukan tindakan suntikan, biasanya jarum suntik yang sudah digunakan pada satu orang tetap saja
digunakan pada pasien lain. Meski berdalih bahwa jarum suntik yang merega gunakan telah direndam
dengan air panas kemudian digunakan lagi, namun hal tersebut dapat berisiko untuk pasien, karena
dapat menyebabkan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai