Anda di halaman 1dari 3

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM KESEHATAN

Nama : Adi Wijayanto


NIM : 8111420322
Rombel : Internasional 2020

SOAL
1. Hukum kesehatan adalah kaidah atau peraturan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban tenaga kesehatan, individu dan masyarakat dalam pelaksanaan upaya
kesehatan, aspek organisasi kesehatan dan aspek sarana kesehatan. Selain itu, hukum
kesehatan dapat juga dapat didefinisikan sebagai segala ketentuan atau peraturan
hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan dan pelayanan kesehatan.
Sebut dan jelaskan ketentuan-ketentuan peraturan dalam Undang-Undang Kesehatan !
2. Jelaskan secara singkat perkembangan sejarah hukum kesehatan di Indonesia!
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perjanjian terapeutik!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan informed consent dan apa saja kategorinya dan
tujuannya.
5. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang menjadi hak-hak pasien! Dan apakah dalam hal
situasi darurat dimungkinkan untuk mengurangi, membatasi atau menghilangkan hak-
hak pasien seperti misal rahasia rekam medis? Jelaskan pendapat anda!

JAWABAN
1. Hukum Kesehatan merupakan suatu bidang yang menaungi bidang Kesehatan, sebagaimana
ketentuan yuridis tersebut dalam UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang mencabut
UU No. 23 Tahun 1992. Hal ini dilatarbelakangi akan perkembangan medis yang telah
berkembang secara mutakhir. Perkembangan tersebut ditorehkan dalam bidang-bidang
pelayanan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 52 UU Kesehatan tersebut, yang
menyatakan:
(1) Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Melalui undang-undang ini juga kepentingan yang diatur bukan hanya lagi mengatur satu arah
dalam sudut pandang pasien, lebih lanjut kepentingan penerima dan pemberi pelayanan
memiliki kedudukan setara.
2. Hukum Kesehatan sendiri jika diruntut lebih jauh lagi telah termuat pada Peradaban
Babilonia Kuno, yang mana diatur secara normatif pada Hamurabi Code. Mengenai
perkembangan awal di Indonesia terlebih dahulu termuat dalam pemerintahan Hindia Belanda,
melalui ordonansi tentang pemeliharaan kesehatan masyarakat.Dan selanjutnya diadopsi oleh
Indonesia hingga pada tahun 1981 manakala terjadi suatu peristiwa malpraktik yang
mengakibatkan kematian. Oleh karena tidak adanya Peraturan yang jelas mengenai hal
tersebut, maka terjadi kerancuan hukum mengenai dasar yang digunakan. Dalam tahap awal
Dokter yang bersangkutan diputus bersalah. Namun pada tingkat banding serta kasasi, Dokter
tersebut dibebaskan dari semua tuntutan, dengan konsideran tidak adanya kesengajaan, dan
merupakan suatu kelalaian, ditambah pula tidak memadainya peralatan medis yang menunjang.
Peristiwa tersebutlah yang kemudian menginisiasi ahli hukum Indonesia untuk membentuk
Perhimpunan untuk Hukum Kedokteran Indonesia (Perhuki), yang muaranya menghasilkan
produk hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992. Dalam perkembangan
selanjutnya Perhuki tersebutlah yang membawa diskursus pembaharuan hukum Kesehatan.
3. Teraupetik merupakan suatu perjanjian hubungan antara dokter dengan pasien yang
memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan pelayanan kesehatan terhadap
pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter. Dan dipertegas
dengan PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian khususnya Pasal 24 ayat B,
posisi dokter serta pasien adalah setara.
4. Informed consent merupakan persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk
melakukan tindakan kedokteran tertentu setelah mendapatkan penjelasan dari dokter yang
bersangkutan, berdasarkan kategorinya hal tersebut memliki tujuan sebagai berikut:
• Bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian)
• Bertujuan untuk mencari diagnosis,
• Bertujuan untuk terapi.
5. Hak Pasien dapat dipahami sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
10. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
Tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
11. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
17. Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
18. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 37 UU Kesehatan mengisyaratkan agar setiap tindakan kedokteran wajib mendapatkan
persetujuan dari pasien, namun pengecualian terhadap pasien yang tidak cakap ataupun dalam
keadaan tertentu, misalnya dalam darurat. Persetujuan yang dimaksud mengacu pada ketentuan
konsensual dua pihak, baik pasien dan dokter, sehingga dapat secara lisan maupun tulisan. Hak-
hak pasien tersebut dapat dibatasi manakala terdapat suatu keadaan darurat yang tidak
dimungkinkan suatu perundingan, pembatasan diperlukan namun dalam tujuan untuk
menolong nyawa daripada pasien sendiri. Pembatasan-pembatasan tersebut tetaplah mengacu
pada peraturan perundangan, dan tertib pelaksanaan operasional yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai