Anda di halaman 1dari 19

HUKUM KESEHATAN DAN SENGKETA

MEDIK SECARA HUKUM PIDANA

OLEH:
JULAIDDIN

DOSEN PENGAMPUH:
PROF. DR. SARSINTORINI PUTRA., S.H., M.H.

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM PASCA SARJANA ANGKATAN X


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2020
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

 Era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting


dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian
integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum
bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang
kesehatan.
 Kesejahteraan tersebut, meliputi peningkatan kesehatan
masyarakat baik fisik maupun non fisik.

2
 Jika dilihat dari sejarah perkembangannya, telah
terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran
mengenai upaya memecahkan masalah
kesehatan sesuai dengan perkembangan
teknologi dan sosial budaya.
 Dimana kebijakan pembangunan dibidang
kesehatan yang semula berupa, upaya
penyembuhan penderita secara berangsur-
angsur berkembang ke arah satuan upaya
pembangunan kesehatan.
 Paradigma ini dikenal dalam kalangan
kesehatan sebagai paradigma sehat.
3
 Belakunya sistem kesehatan nasional sebagai satu
tatanan yang mencerminkan upaya bangsa indonesia
untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat
kesehatan yang optimal sebagai perwujudan
kesejahteraan umum yang dimaksud oleh pembukaan
UUD 1945.
 Seperti halnya Roscam Abing (1998) menautkan hukum
kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan
bahwa hak atas pemeliharaan kesehatan mencakup
berbagai aspek yang merefleksikan pemberian
perlindungan dan pemberian fasilitas dalam
pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas
pemeliharaan bisa juga mengandung pelaksanaan hak
untuk hidup.

4
• Salah satu contoh kasus mengenai sengketa
medik secara hukum pidana, yaitu:
– Kasus dugaan malpraktik yang dilakukan oleh dr. Dewa
Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjuntak dan dr.
Hendy Siagian yang mengakibatkan hilangnya nyawa
seseorang.
– Kasus ini berawal dari Ketiga dokter tersebut membantu
proses operasi cesar pasien bernama Julia Siska Makatey
berusia 25 tahun, pada hari Sabtu 10 April 2010 di RSUD
Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado.
– Pada kasus tersebut, Hakim Pengadilan Negeri
menyatakan bahwa ketiga dokter tersebut terbukti lalai
dalam menangani korban, tetapi Pengadilan Negeri
memutuskan ketiga dokter itu tidak terbukti bersalah dan
membebaskan dr. Ayu dan dokter lainnya dari semua
dakwaan.
5
– Serta memulihkan hak para terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan dan harkat serta martabatnya.
– Tetapi pihak jaksa merasa keberatan atas kasus tersebut
dan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
– Keberatan dari pihak Kejaksaan oleh MA dengan
memutuskan bahwa membatalkan putusan Pengadilan
Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal
22 September 2011.
– Mahkamah Agung juga menyatakan para terdakwa telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana "perbuatan yang karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain".
– Mahkamah Agung juga menjatuhkan pidana terhadap para
terdakwa dr. Dewa Ayu dan dokter lainnya dengan pidana
penjara masing-masing selama 10 bulan.

6
• Meskipun putusan Kasasi menyatakan bersalah dan
menjatuhkan sanksi pidana kepada dr. Ayu, tetapi dalam
Putusan Peninjauan Kembali (PK) No.79 PK/PID/2013
menyatakan mengabulkan permohonan dan
membatalkan putusan Kasasi dengan
No.365.K/Pid/2012 tertanggal 18 September 2012.
• Analisis penulis pada kasus diatas adalah kurangnya
pihak yang bertanggungjawab atas meninggalnya pasien,
karena posisi dr. Ayu dan rekannya adalah sebagai PPDS
yang sedang mengambil spesialis, seharusnya pihak
Dokter Penanggung Jawab Praktik (DPJP) turut
bertanggungjawab pada kasus tersebut.

7
• Efek pemberitaan dan media sosial yang ada juga turut memberikan
dampak dari putusan MA di pidananya dr. Ayu dan rekannya,
seakan-akan terjadi kriminalisasi kepada profesi kedokteran. Akibat
dari tuntutan pidana terhadap dr. Ayu tersebut, profesi kedokteran
di Indonesia secara kompak merasa atas jiwa kebersamaan profesi,
melakukan demo dan mengancam pemerintah akan melakukan
tindakan “mogok massal”. Kondisi tersebut kemudian menimbulkan
sikap pro dan kontra baik dari masyarakat biasa hingga juga
termasuk kalangan akademisi hukum dan kesehatan dan lain
sebagainya. Tidak terbayangkan apabila walaupun cuma sehari
secara serius dokter dan tenaga kesehatan lainnya melakukan
pemogokan bekerja dan tidak membantu pasien, hal ini justru akan
merugikan masyarakat umum tentunya.

8
• Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang maka harus secara
terus menerus dilakukan perhatian yang
sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan
pembangunan nasional yang berwawasan
kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan
kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan
dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.

9
• Apa yang dimaksud dengan
Hukum Kesehatan?
• Apa yang dimaksud Sengketa
Medik?
B. Perumusan • Apa yang dimaksud Hukum
Masalah Pidana?
• Bagaimanakah Fungsi, Tujuan,
Asas-asas serta Hak dan
Kewajiban dalam Hukum
Kesehatan?

10
• Untuk memahami hukum
kesehatan dan sengketa medik
secara hukum pidana.
C. Tujuan • Untuk memahami peraturan
hukum kesehatan dan sengketa
medik secara hukum pidana.

11
PEMBAHASAN
• Penyebab terjadinya sengketa antara dokter dan
pasien adalah jika timbul ketidakpuasan pasien
terhadap dokter dalam melaksanakan upaya
pengobatan atau melaksanakan tindakan medik.
• Ketidakpuasan tersebut dikarenakan adanya
pelanggaran yang mengandung sifat perbuatan
melawan hukum dalam melaksanakan profesi
kedokteran yang menyebabkan kerugian di pihak
pasien, di mana hal tersebut terjadi apabila ada
anggapan bahwa isi perjanjian terapeutik (kontrak
terapeutik) tidak dipenuhi atau dilanggar dokter.
• Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
dokter dalam penyelenggaraan profesi medik
dapat berupa pelanggaran etik, pelanggaran
disiplin, pelanggaran administrasi, pelanggaran
hukum (pidana dan perdata).
12
• Sengketa medik antara pasien atau keluarganya
dengan tenaga kesehatan atau pasien dengan
rumah sakit/fasilitas kesehatan biasanya yang
dipermasalahkan adalah hasil atau hasil akhir
pelayanan kesehatan dengan tidak
memperhatikan atau mengabaikan prosesnya.
• Padahal, dalam hukum kesehatan diakui bahwa
tenaga kesehatan atau pelaksanaan pelayanan
kesehatan saat memberikan pelayanan hanya
bertanggung jawab atas proses atau upaya yang
dilakukan (inspaning verbintenis) dan tidak
menjamin/menggaransi hasil akhir (resultalte
verbintenis).
• Oleh karena itu, sebelum ada putusan dari
peradilan profesi maupun ketidaksesuaian logika
medis antara pasien dan dokter/rumah sakit,
maka istilah yang tepat adalah sengketa medik
bukan malapraktik kedokteran. 13
• Adapun ciri-ciri dari sengketa medik yang
terjadi antara dokter dengan pasien, antara
lain:
1. Sengketa terjadi dalam hubungan antara
dokter dengan pasien;
2. Objek sengketa adalah upaya penyembuhan
yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien;
3. Pihak yang merasa dirugikan dalam sengketa
medik adalah pasien, baik kerugian berupa
luka atau cacat maupun kematian;
4. Kerugian yang diderita pasien disebabkan
oleh adanya dugaan kelalaian atau kesalahan
medik dari dokter, yang sering disebut
“malapraktik medik”.

14
• Pada umumnya sengketa dilanjutkan dengan
pengajuan gugatan/ tuntutan pasien kepada
dokter/rumah sakit dengan berbagai alasan antara
lain:
a. dokter melakukan wanprestasi (ingkar janji);
b. dokter diragukan kompetensinya;
c. perilaku dokter dipermasalahkan, baik perilaku
profesional maupun perilaku pribadi;
d. marah akibat hasil tindakan medis tidak sesuai
dengan harapan pasien/keluarga;
e. hak-hak pasien diabaikan atau dilanggar;
f. biaya pengobatan yang (dianggap) mahal;
g. salah komunikasi, persepsi atau interprestasi; dan
alasan ganti rugi keuangan.

15
Dalam melakukan suatu tindakan medik dalam
pelayanan kesehatan seorang dokter harus
memenuhi persyaratan antara lain:
1. Adanya indikasi medik;
2. Bertindak secara hati-hati;
3. Bekerja berdasarkan standar profesi dan
prosedur operasional;
4. Ada persetujuan tindakan medik (informed
consent).

Hukum kesehatan termasuk hukum “lex specialis”,


melindungi secara khusus tugas profesi kesehatan
(provider) dalam program pelayanan kesehatan manusia
menuju ke arah tujuan deklarasi “health for all” dan
perlindungan secara khusus terhadap pasien “receiver”
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. 16
• Dengan sendirinya hukum kesehatan ini
mengatur hak dan kewajiban masing-masing
penyelenggara pelayanan dan penerima
pelayanan, baik sebagai perorangan (pasien)
atau kelompok masyarakat.
• Hak dalam Hukum Kesehatan yang dimiliki
setiap warga diatur dalam Pasal 4 s/d Pasal 8
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan.
• Dan Kewajiban dalam Hukum Kesehatan
yang dimiliki setiap warga diatur dalam Pasal
9 s/d Pasal 13 Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan.

17
Moeljatno memberikan makna hukum pidana
sebagai bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang
tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan
tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa
kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yang telah diancamkan
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

18
TERIMAKASIH

19

Anda mungkin juga menyukai