Anda di halaman 1dari 3

74,4% PENDUDUK MISKIN SUMBAR TIDAK

MEMPUNYAI KTP
Laporan Bulanan Data Sosisal Ekonomi Provinsi Sumatera Barat edisi Juli 2021
memperlihatkan bahwa jumlah penduduk miskin Sumatera Barat pada Maret 2021
mencapai 370,67 ribu jiwa atau sebesar 6,63%, Maret 2020 mencapai 344,23 ribu jiwa atau
sebesar 6,28%, September 2020 mencapai 364,79 ribu jiwa atau sebesar 6,56%, Maret 2019
mencapai 348,22 ribu jiwa atau sebesar 6,42%, dan September 2019 mencapai 343,09 ribu
jiwa atau sebesar 6,29% dari total penduduk Sumatera Barat. Grafik di bawah ini
memperlihatkan trend penduduk miskin.

Sementara itu, berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Catatan Sipil (PPKBDUKCAPIL) Propinsi Sumatera Barat, Novrial (dari
detiknews.com, 1 Feb 2019) diketahui bahwa sekitar 271.688 warga atau sekitar 6,91% dari
total penduduk Sumatra Barat tidak memiliki KTP yang hampir keseluruhannya adalah
masyarakat miskin.

Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa sekitar 74,4% penduduk miskin Sumbar tidak
memiliki KTP. Selain hal itu, juga ditemui ada warga Sumatera Barat sebanyak 512.963 orang
yang ternyata alamat domisilinya tidak sesuai dengan Kartu Keluarga (KK) yang dimiliki atau
jika dipersentasekan ada 10% dari total penduduk Sumbar berdasarkan Laporan Bulanan Data
Sosial Ekonomi Provinsi Sumbar edisi Juli 2021. Akibatnya adalah warga miskin yang tidak
memiliki KTP atau domisili tidak sesuai dengan yang tertera di KTP kesulitan dalam
mengakses berbagai layanan publik yang telah disediakan oleh pemerintah seperti:
1. PBI BPJS;
2. Bantuan Sosial: Program Keluarga Harapan (PKH), Keluarga Penerima Manfaat (KPM),
Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Indonesia Pintar, Bantuan Beras;
3. Modal Usaha;
1|Page
4. Vokasional;
5. Zonasi Sekolah; dll

Kelompok masyarakat yang tidak memiliki kartu identitas ini diantaranya berada dalam
kondisi tidak bekerja dan/atau bekerja di sektor informal, penyandang disabilitas, mantan
napi, penduduk yang tinggal di daerah terisolir, orang dengan HIV AIDS (Odhiv), korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan korban kekerasan seksual, serta Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) lainnya.

Data pemerintah ini sejalan dengan temuan dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang
selama ini telah membantu pemerintah daerah dalam melakukan pendampingan dan
penjangkauan HIV AIDS. Data PKBI Sumbar menunjukkan bahwa dari 500 kasus masyarakat
rentan yang mereka damping pada tahun 2020, 250 diantaranya bermasalah dengan kartu
identitas kependudukan.

Persyaratan Administratif KTP Hambatan Utama


Masyarakat Rentan
Bagi kelompok masyarakat rentan di atas, persyaratan administratif pembuatan KTP menjadi
salah satu hambatan utama mereka dalam mengurus kartu identitas ini. Seperti yang telah
diketahui, untuk membuat KTP maka persyaratan minimal yang dibutuhkan adalah:
a. Surat pengantar domisili dari RT dan RW; sebagian masyarakat rentan ini tidak memiliki
tempat tinggal tetap atau kadang berpindah-pindah karena ketidakmampuan menyewa
tempat permanen.
b. Fotocopy KTP dan KK lama; sebagian kelompok masyarakat rentan ini tidak memiliki
KTP dan KK lama karena situasi tertentu membuat mereka mengalami diskriminasi dan
pengucilan dari keluarga misalnya saja waria dan korban perdagangan orang.
c. Surat Keterangan Pindah dari kota asal; banyak di antara kelompok rentan ini yang telah
pindah bertahun-tahun lamanya dari tempat asal, sehingga memang data kependudukan
mereka sudah tidak bisa ditemukan lagi sehingga sulit mengurus surat keterangan pindah
dari kota asal. Selain itu, untuk membuat surat keterangan pindah ini juga dibutuhkan
KTP dan KK lama sehingga persoalan ini menjadi rumit dan seperti lingkaran setan bagi
kelompok rentan yang tidak memiliki kartu identitas ini. Selain itu, untuk mengurus surat
pindah ini juga berkaiatan dengan ketidakmampuan keuangan mereka karena jarak yang
jauh ataupun karena memang tidak memiliki uang sama sekali.

Faktor-faktor di atas menyebabkan kelompok rentan mengalami kesulitan dalam mengakses,


membuat, memperbaharui KTP menjadi e-KTP karena dianggap tidak memenuhi persyaratan
dan prosedur yang telah ditentukan oleh pemerintah.

2|Page
REKOMENDASI
Kartu identitas kependudukan atau KTP merupakan hak seluruh warga negara. Tanpa KTP
hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik akan menjadi terhambat. Demikian
juga halnya bila kita lihat dari pemerintah, tanpa KTP maka pemerintah akan kesulitan untuk
mengidentifikasi kelompok warganya yang membutuhkan bantuan. Pencapaian visi misi
daerah akan terhambat.

Memandang pentingnya isu kepemilikan KTP ini, maka Jaringan Advokasi HIV Sumbar
merekomendasikan:
1. Pemerintah perlu menyiapkan prosedur dan persyaratan khusus dalam pengurusan
dokumen kependudukan bagi kelompok rentan yang disebutkan di atas dengan cara:
a. Mempermudah persyaratan untuk pembuatan dokumen kependudukan misalnya
dalam kondisi tertentu cukup hanya dengan membawa surat keterangan domisili dari
RT/RW.
b. Menerima rekomendasi dari lembaga pendamping sebagai pengganti dokumen
persyaratan pengurusan dokumen kependudukan.
2. Mempercepat waktu pengurusan dokumen kependudukan terutama bagi kelompok rentan
yang tinggal di daerah yang terisolir/jauh dari kantor pengurusan dokumen
kependudukan.
3. Pemerintah menyiapkan kader dari kelompok rentan untuk melakukan edukasi dan
membantu proses pembuatan KTP.
4. Pemerintah menempuh cara jemput bola dengan mendatangi kelompok-kelompok rentan
dalam pengurusan pembuatan e-KTP yang dapat selesai dalam 1 (satu) hari kerja.

PENUTUP
Melalui implementasi rekomendasi di atas diharapkan dapat membantu pemerintah daerah
untuk menurunkan angka kemiskinan di Propinsi Sumbar sehinggai visi dan misi pemerintah
Propinsi Sumatera Barat yang tertuang di dalam RPJMD dapat tercapai.

3|Page

Anda mungkin juga menyukai