Anda di halaman 1dari 21

Nama: Putri Kurnia Assiqy

NPM: 11020201111

Tugas Mandiri Skenario 2


GONDOK ENDEMIK

1. MM Anatomi Tiroid

1.1 Anatomi Makroskopis dari Tiroid

Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin tanpa ductus dan bersifat bilobular
(mempunyai dua lobus yaitu kanan dan kiri).Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm, berbentuk
kerucut.Batas-batas lobus :

1. Anterolateral : M. sternohyoideus, m. omohyoideus, m. sternohyoideus, dan


pinggir anterior m. sternocleidomastoideus
2. Posterolateral : Selubung carotis dengan a. carotis communis, v. jugularis
interna, dan n. vagus
3. Medial : Larynx, trachea, pharynx, dan oesophagus. Dekat dengan struktur-
struktur ini adalah m. cricothyroideus dan suplai sarafnya, n. laryngeus
externus. Di alur antara oesophagus dan trachea terdapat n. laryngeus
recurrens.
Pinggir posterior masing-masing lobus yang bulat berhubungan di posterior dengan
glandula parathyroidea superior dan inferior dan anastomosis antara a. thyroidea
superior dan inferior.

Kedua lobus ini dihubungkan oleh sebuah jaringan berbentuk jembatan, yang
dinamakan isthmus. Bila dua lobus disambungkan dengan isthmus, maka kelenjar
tiroid terlihat seperti dasi kupu-kupu pada pria. Isthmus meluas melintasi garis tengah
di depan cincin trachea 2, 3, dan 4. Panjang dan lebarnya kira-kira 1,25 cm dan
biasanya di anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah
karena kedudukan dan ukurannya berubah. Sering terdapat lobus pyramidalis, yang
menonjol ke atas dari isthmus, biasanya ke sebelah kiri garis tengah. Sebuah pita
fibrosa atau muskular sering menghubungkan lobus pyramidalis dengan os hyoideum.
Batas-Batas Isthmus:

1. Anterior : M. sternothyroideus, m. sternohyoideus, v. jugularis anterior, fascia,


dan kulit
2. Posterior : Cincin trachea 2, 3, dan 4

Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak


vaskularisasinya.Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25
gr.Kelenjar thyroid memiliki posisi axis (puncak) pada linea obliqua cartilaginis
thyroidea dan memiliki basis (dasar) setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5.Atau bisa
disimpulkan bahwa kelenjar tiroid berada tepat dibawah jakun pada pria.Fungsinya
sebagai ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar
dari larynx, terutama bila terjadi pembesaran kelenjar.

· Kelenjar ini dibungkus oleh 2 kapsul :


1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis
profunda yang akan berlanjut ke inferior menjadi lapisan tipis yang akan
bergabung dengan lapisan fibrosa jantung pada bagian anterior
2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar
thyroidea.

Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang mempunyai vaskularisasi paling


banyak, karena tiroid dilewati di tempat vital, yaitu di leher.
1.2 Anatomi Mikroskopis dari Tiroid

Kelenjar tiroid memiliki 2 lobus, yang dihubungkan oleh isthmus, diliputi suatu
kapsula yang terdiri atas ribuan folikel-folikel dengan diameter bervariasi, yang lumennya
mengandung substansi gelatinosa disebut Colloid.Bentuk dan ukuran follicle beragaam
tergantung penggembengungan oleh secret (colloid). Bila sel folikel berbentuk epitel pipih
maka sel tersebut sedang tidak aktif, bila epitel kuboid rendah maka sel tersebut aktif dan bila
kuboid tinggi atau toraks maka sel folikel sedang hiperaktif.Flollicle tertanam dalam jarring
halus serat reticular yang menyokong sebagai jala rapat yang terdiri dari kapiler bertingkap.
Setiap folikel tersusun dari sel-sel epitel yang berdiri di atas membrana basalis.Sel
folikel memiliki inti besar, vesikular, yang berada ditengah atau ke arah basal.Sitoplasma sel
bergranul halus, basofil, banyak mitokondria dan dengan Mikroskop Elektron kita dapat
melihat mikrovili pada sisi yang menghadap ke lumen.Fungsi mikrovili tersebut adalah untuk
memaksimalkan absorbsi di lumen.
Colloid merupakan senyawa glikoprotein yang disebut tiroglobulin (Tg). Struktur
colloid biasanya segar, homogen, jernih, kental. Warna colloid yang menggambarkan sel
folikel sedang aktif dan dalam metabolisme tinggi yaitu bersifat basofil (keunguan) dan
terlihat tidak teratur atau kosong, karena sudah dicurahkan ke darah.Sedangkan colloid yang
menggambarkan sel folikel tersebut sedang tidak aktif yaitu berwarna asidofil (merah muda)
dan terlihat penuh.
Di dalam follicle, yodium terdapat dalam bentuk diiodothronin, triiodothyronin, dan
tetraiodothyronin (thyroxin) yang terikat pada suatu globulin.Thyroid juga mengandung
sejumlah kecil sel parafolikular (Sel C, jernih, terang) yang berdampingan dengan follicle di
lamina basal, bukan tepi rongga follicular.Sel ini menghasilkan thyrocalcitonin (calcitonin)
yang berperan dalam mobilisasi kalsium. Sel ini berukuran lebih besar dari sel follicle,
terletak eksentrik, dan sitoplasma mengandung banyak granula padat (terbungkus selaput)
1.3 Vaskularisasi dan Inervasi
Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang mempunyai vaskularisasi paling banyak,
karena tiroid dilewati di tempat vital, yaitu di leher.
· Vaskularisasi kelenjar tiroid :
1. A.thyroidea superior : cabang a.carotis externa
2. A.thyroidea inferior : cabang truncus thyrocervicalis
3. A.thyroidea media : cabang a.brachiocephalica atau arcus aorta
4. V. thyroidea superior dan v.thyroidea mediae mencurahkan isinya ke v.jugularis
interna
5. V.thyroidea inferior
Menampung cabang2 dari isthmus & polus bawah kelenjar
Bermuara ke v.brachiocephalica sinistra

· Inervasi Kelenjar tiroid


Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior. Parasimpatis, yaitu
N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus). (Aryenti, 2019)
2. MM Fisiologi Kelenjar Tiroid

2.1 .Sintesis hormon-hormon tiroid

1. Penjebakan iodide. Sel folikular tiroid akan menjebak ion iodide (I -) secara transpor
aktif dari darah menuju sitosol. Hasilnya, glandula tiroid normalnya merupakan organ
yang mengandung banyak iodide dalam tubuh.
2. Sintesis thyroglobulin. Selain menjebak iodide, sel folikular juga mensintesis
thyroglobulin (TGB) yang merupakan glikoprotein diproduksi di retikulum
endoplasma, dimodifikasi di badan golgi, dan dikemas oleh vesikel sekretori. Vesikel
akan melakukan eksositosis yang akan mengeluarkan TGB ke lumen folikel.
3. Oksidasi iodide. Asam amino di TGB berupa tirosin akan beriodinasi setelah ion
iodida teroksidasi (I- menjadi I0 (Iodine)). Bersamaan saat ion iodida teroksidasi,
mereka melewati membran menuju lumen folikel.
4. Iodinasi tirosin. Iodine (I0) akan bereaksi dengan tirosin. Terikatnya satu atom iodine
akan menghasilkan monoiodotyrosine (T1) dan iodinasi berikutnya akan
menghasilkan diiodotyrosine (T2).
5. Pasangan T1 dan T2. Langkah terakhir sintesis hormon tiroid adalah dua molekul T2
akan bergabung menjadi T4. Sedangkan, satu molekul T1 dan satu molekul T2 akan
bergabung menjadi T3.
6. Pinositosis dan pencernaan koloid. Tetesan koloid akan memasuki ulang sel
folikular dengan pinositosis dan bergabung dengan lisosom. Enzim pencernaan di
lisosom akan menghancurkan TGB, memotong molekul T3 dan T4.

2.2 Sekresi hormon-hormon tiroid

Setelah hormon-hormon tiroid (T3 dan T4) dibentuk di dalam koloid folikel tiroid,
endositosis substansi koloid terjadi ke dalam sel-sel folikuler. Setelah terendositosis, vesikel-
vesikel berisi koloid ini bergabung dengan lisosom, melepas molekul MIT, DIT, dan
tiroglobulin yang tidak diperlukan (menyisakan T3 dan T4). T3 dan T4 yang tersisa berdifusi
secara bebas melewati membran sel folikuler menuju pembuluh darah dikarenakan sifatntya
yang lipofilik. MIT dan DIT yang tidak digunakan mengalami reaksi dengan enzim
deiodinase yang melepaskan iodida dari DIT dan MIT untuk kembali digunakan di dalam
sintesis hormon-hormon tiroid (Sherwood 2016).

2.3 Metabolisme hormone-hormone tiroid

Setelah disekresi, T4 dan T3 terikat protein atau bebas. 99,97% T4 dan 99,7% T3 terikat pada
binding-protein, hanya menyisakan <0.1% T4 dan <1% T3 bebas. Ini penting karena hormon
bebas adalah apa yang “dilihat” oleh tubuh sebagai kumpulan hormon yang tersedia untuk
digunakan (bekerja sebagai negative feedback). Ada tiga protein yang bertanggung jawab
untuk mengikat T4 dan T3 dalam sirkulasi: thyroxine-binding globulin (TBG), transthyretin
(juga dikenal sebagai prealbumin karena sifat migrasinya selama elektroforesis protein
serum), dan albumin. TBG hadir pada konsentrasi terendah tetapi mengikat T4 dengan
afinitas tertinggi, sedangkan di ujung lain spektrum, albumin hadir pada konsentrasi tertinggi
tetapi mengikat T4 dengan afinitas terendah. Transthyretin mewakili jalan tengah, karena
hadir pada konsentrasi menengah dan mengikat T4 dengan afinitas sederhana.
2.5.Regulasi sintesis hormone-hormone tiroid

Kondisi yang dapat meningkatkan kebutuhan ATP seperti lingkungan dingin, hipoglikemia,
berada di ketinggian, dan kehamilan yang akan meningkatkan sekresi hormon tiroid.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus dan thyroid-stimulating hormone
(TSH) dari hipofisis anterior akan menstimulasi sekresi hormon tiroid.

1. Rendahnya T3 dan T4 dalam darah atau rendahnya tingkat metabolisme akan


menstimulasi hipotalamus untuk sekresi TRH.
2. TRH akan masuk ke sistem portal hypothalamic-hypophyseal dan berjalan menuju
hipofisis anterior yang akan menstimulasi thyrotrophs untuk sekresi TSH.
3. TSH menstimulasi semua aspek sel folikular tiroid termasuk penjebakan iodide,
sintesis hormon dan sekresi, serta pertumbuhan sel folikular.
4. Sel folikular akan mengeluarkan T3 dan T4 menuju darah sampai tingkat metabolisme
kembali normal
5. Elevasi T3 menginhibisi pengeluaran TRH dan TSH (feedback negatif)
2.4 .Fungsi hormone-hormone tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon yang mengatur tingkat metabolisme tubuh


mengendalikan fungsi jantung, otot dan pencernaan, perkembangan otak dan pemeliharaan
tulang. Fungsinya yang benar tergantung pada pasokan yodium yang baik dari makanan.

Hormon tiroid tidak memiliki organ target khusus. Hormon ini mempengaruhi hampir
setiap jaringan dalam tubuh. Hormon tiroid melintasi membran plasma dan berikatan dengan
reseptor intraseluler, elemen respons tiroid DNA. Reseptor hormon tiroid inti memiliki
afinitas 10 kali lebih besar untuk T3 daripada untuk T4. Karena potensi suatu hormon
bergantung pada seberapa kuat hormon tersebut berikatan dengan reseptor sel targetnya, T3
lebih kuat daripada T4.

Semua sel tubuh dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori berikut:

● Efek pada laju metabolisme dan produksi panas

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan tubuh (BMR). Ini
adalah pengatur paling penting dari tingkat konsumsi O2 tubuh dan pengeluaran energi dalam
kondisi istirahat.

Berkaitan erat dengan efek metabolisme hormon tiroid adalah efek kalorigeniknya
(kalorigenik berarti “menghasilkan panas”). Peningkatan aktivitas metabolisme menghasilkan
peningkatan produksi panas.

● Peningkatan aktivitas simpatis (Simpatomimetik)

Setiap tindakan yang mirip dengan yang dihasilkan oleh sistem saraf simpatik dikenal
sebagai efek simpatomimetik (simpatomimetik berarti “meniru simpatik”). Hormon tiroid
meningkatkan respon sel target terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), pembawa
pesan kimia yang digunakan oleh sistem saraf simpatik dan penguatan hormonalnya dari
medula adrenal. Hormon tiroid menyelesaikan tindakan permisif ini dengan menyebabkan
proliferasi reseptor sel target katekolamin. Karena tindakan ini, banyak efek yang diamati
ketika sekresi hormon tiroid meningkat serupa dengan yang menyertai aktivasi sistem saraf
simpatik.

● Efek terhadap kardiovaskular

Hormon tiroid meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi, sehingga


meningkatkan curah jantung, baik melalui efek langsungnya pada jantung dan melalui
efeknya meningkatkan respons jantung terhadap katekolamin.

● Efek pada peningkatan pertumbuhan dan perkembangan SSP

Hormon tiroid sangat penting untuk pertumbuhan normal karena efeknya pada
hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-I. Hormon tiroid tidak hanya merangsang sekresi GH
dan meningkatkan produksi IGF-I oleh hati tetapi juga meningkatkan efek GH dan IGF-I
pada sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan tulang. Anak-anak yang
kekurangan tiroid memiliki pertumbuhan yang terhambat yang dapat diatasi dengan terapi
penggantian tiroid, tetapi kelebihan hormon tiroid tidak menghasilkan berlebihan.

Hormon tiroid memainkan peran penting dalam perkembangan sistem saraf, terutama
SSP, efek terhambat pada anak-anak yang memiliki kekurangan tiroid sejak lahir. Hormon
tiroid juga penting untuk aktivitas SSP normal pada orang dewasa.

Selain itu, hormon tiroid juga dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain, seperti:

● GIT: Hormon tiroid dapat meningkatkan ekskresi zat dan motilitas otot polos
GIT dalam memproses nutrisi.
● Sel-sel adiposa: Hormon tiroid dapat membantu proses lipolisis, dengan
memecah trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol, untuk digunakan
sebagai sumber glukoneogenesis.
● Otot lurik: Hormon tiroid memiliki fungsi penyeimbang katabolisme dan
anabolisme dari protein-asam amino pada otot lurik.

(Sherwood, 2016)

3. MM Kelainan Kelenjar Tiroid

3.1.Definisi

Gondok berarti pembesaran kelenjar tiroid dan merupakan istilah umum bahwa
volume kelenjar tiroid lebih besar dari biasanya. Kehadiran gondok dapat ditentukan dengan
inspeksi, palpasi, atau dengan studi pencitraan. Kelenjar tiroid dapat membesar karena
berbagai rangsangan fisiologis atau patologis. Gondok selama masa remaja dan kehamilan
adalah dua penyebab gondok fisiologis. Gondok dapat dikaitkan dengan eutiroidisme,
hipotiroidisme, atau hipertiroidisme.

3.2.Etiologi

Menurut Mansjour dalam Nurarif & Kusuma (2015:143), adanya ganguan fungsional dalam
pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara
lain :
1. Defisiensi yodium
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat di jumpai karena
kebutuhan terhadap tiroksin bertambah, terutama masa pubertas, pertumbuhan, menstruasi,
kehamilan, laktasi, monepouse, infeksi atau stress lain. Dalam masa-masa tersebut dapat di
jumpai hiperplasi (pembesaran) dan involusi (pengecilan) kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat
menimbulkan nodularitas (penebalan) kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat
berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah).
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKI) Menurut Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan Indonesia (2015), disebabkan oleh kekurangan yodium, yodium merupakan
mikronutrien (zat gizi mikro) yang mempunyai peran sangat vital dalam pertumbuhan otak,
sistem syaraf, dan fungsi fisiologis organ-organ tubuh. Defisiensi (kekurangan) yodium
menyebabkan produksi hormon tiroid bekurang mengakibatkan kelainan yang di sebut
GAKI. Kelompok yang paling rentan terkena GAKI adalah Wanita Usia Subur (WUS) yang
jika hamil maka akan berdampak pada janinnya, ibu menyusui dan anak-anak. Untuk
mengatasi GAKI, di lakukan program Universal Salt Iodization (USI) yang di
rekomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan UNICEF sejak tahun 1933 dan
telah diimplementasikan di Indonesia.

3.3.Epidemiologi

Kasus goiter baik endemik maupun non endemik (sporadik) diyakini merupakan prekursor
perkembangan kanker tiroid. Prevalensi goiter di seluruh dunia pada populasi umum sekitar
4-7%, dan insiden keganasan terjadi pada 10% kasus tiroid goiter. Dilaporkan bahwa insiden
karsinoma tiroid tercatat meningkat pada daerah goiter endemik seperti Kolumbia dan
Austria serta daerah non endemik seperti Jerman. Peningkatan insiden karsinoma tiroid
terkait goiter juga menjadi permasalahan di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. WHO
mencatat sekitar 655 juta jiwa di dunia mengalami goiter dan 27% diantaranya berada di Asia
Tenggara. Adapun perbandingan hasil studi epidemiologi karsinoma tiroid terkait goiter di
beberapa Negara Asia Tenggara. Serupa dengan wilayah lain di negaranegara Asia tenggara,
beberapa wilayah di Indonesia tergolong daerah goiter endemik. Selain goiter yang bersifat
endemik, sebagian kasus goiter yang terjadi di Indonesia bersifat non endemik. Hal ini sangat
berbeda dengan insiden karsinoma tiroid di dunia barat yang lebih sering berkaitan dengan
efek radiasi.

3.4.Klasifikasi

Goiter dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Jameson et al 2017):

· Goiter difus nontoksik à jikalau lebih dari 5% dalam suatu daerah dapat disebut goiter
endemik

· Goiter multinoduler nontoksik

· Goiter multinoduler toksik

· Nodul soliter hiperfungsi

3.5.Patofisiologi

Patofisiologi goiter berbeda untuk setiap jenis, berikut adalah patofisiologi setiap jenis goiter
(Jameson et al 2017):

· Goiter difus nontoksik


Pembentukan goiter terjadi dikarenakan defisiensi iodium yang menyebabkan mekanisme
kompensasi kelenjar tiroid untuk menangkap lebih banyak iodium dari dalam darah. Dapat
juga disebabkan oleh goitrogen seperti akar singkong dan susu dari daerah dengan
rerumputan yang bersifat goitrogen. Dapat juga disebabkan oleh faktor genetik.

· Goiter multinoduler nontoksik

Suatu bentuk dari goiter difus nontoksik yang berkelanjutan menyebabkan pertumbuhan
tidak terkontrol dari kelenjar tiroid.

· Goiter multinoduler toksik (Plummer’s disease)

Disebabkan oleh mutasi pada reseptor TSH yang menyebabkan otonomi sel-sel, yang
kemudian menyebabkan hipersekresi dari hormon-hormon tiroid. Dapat berupa kelanjutan
dari goiter multinoduler nontoksik.

· Nodul soliter hiperfungsi (adenoma toksik)

Disebabkan oleh mutasi pada reseptor TSH yang menyebabkan otonomi sel-sel, yang
kemudian menyebabkan hipersekresi dari hormon-hormon tiroid, tetapi hanya sedikit dan
hanya membentuk satu nodul soliter (tidak seperti goiter multinoduler toksik).

3.6.Manifestasi klinis

- pembengkakan di leher yang ditemukan oleh pasien atau pada pemeriksaan


fisik rutin.
- Kompresi lokal menyebabkan disfagia (sulit menelan), dyspnea(sesak napas),
stridor, atau suara serak
- nyeri jika didapatkan adanya perdarahan, inflamasi, nekrosis, atau
transformasi maligna Symptoms and sign of hyperthyroidism and
hipothyroidism:+

Hyperthyroidism:
-Penurunan berat badan, intoleransi panas,
-tangan gemetar, jantung berdebar,
-insomnia, kecemasan,
-peningkatan frekuensi buang air besar.

Hypothyroidism:
-Peningkatan berat badan, intoleransi dingin,
-sembelit, kulit sangat kering,

-suasana hati yang tertekan, kram otot

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

A. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di leher
yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika
pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah
pembesaran terjadi sangat progresif atau lambat, disertai dengan gangguan menelan,
gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-
gejala hiperfungsi dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal
pasien dan asupan garamnya. Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-
gejala hiperfungsi maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hipertiroid
atau hipotiroiddan ada tidaknya benjolan di leher.Gejala-gejala hipotiroidisme pada bayi baru
lahir adalah kesukaran bernapas, sianosis, ikterus, kesulitan makan, tangisan kasar, hernia
umbilikalis dan retardasi berat dan retardasi pematangan tulang yang nyata. Epifisis tibia
proksimal dan epifisis femur distal terdapat pada semua bayi cukup bulan dengan berat badan
lebih dari 2500 g. Tidak adanya epifisis ini merupakan bukti kuat adanya hipotiroidisme.
Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan tanda-tanda
retardasi mental. sedangkan hipertiroidisme pada anak-anak terdapat Hal yang perlu
diperhatikan dalam mengevaluasi pasien dengan struma nontoksik adalah pola pertumbuhan
struma, gejala obstruksi atau kompresi (rasa tercekik di tenggorokan, suara serak, kesulitan
menelan kesulitan bernafas, disfagia), dan keluhan kosmetik. Sedangkan pada struma toksik
yang perlu diperhatikan gejala dan tanda hipertiroid.

B. Pemeriksaan fisik
Screening awal adanya gangguan kelenjar tiroid dilakukan pada pemeriksaan rutin kepala dan
leher. Pasien diinstruksikan untuk mendongak sehingga leher tampak jelas. Pasien boleh
dibekali dengan air. Perhatikan outline dari kelenjar tiroid. Tepi kelenjar tiroid terletak 2 cm
dibawah krista kartilago tiroid. Pasien diinstruksikan untuk menelan ludah atau meminum air
sedikit demi sedikit. Saat pasien melakukan gerakan menelan, perhatikan outline kelenjar
tiroid dan perhatikan apakah ada pembesaran, asimetri, kelainan kontur, maupun adanya
massa.

Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada kelenjar tiroidnya. Pemeriksa berada pada posisi di
belakang dan samping pasien. Identifikasi dahulu struktur normal yakni kartilago tiroid,
membran cricotiroid, dan kartilago krikoid. Kartilago krikoid merupakan letak dari isthmus
sehingga dapat menjnadi patokan untuk meraba isthmus. Normalnya, isthmus tidak teraba.
Namun apabila ada pembesaran, isthmus akan teraba.

Selanjutnya adalah meraba kedua lobus. Palpasi dilakukan secara bimanual menggunakan 3
jari. Jari diletakkan pada kedua sisi trakea dengan posisi jari telunjuk berada sejajar dengan
kartilago krikoid. Kemudian saat pasien melakukan gerakan penelanan, rasakan kedua lobus
tersebut. Rasakan apakah ada asimetri, tekstur dan konsistensi tertentu serta perkirakan
ukuran masing-masing lobus. Ukur massa yang ada serta bandingkan dengan lingkar terluar
leher. Pasien juga dapat diinstruksikan untuk sedikit menoleh ke salah satu sisi untuk
memeriksa kelenjar tiroid kontralateralnya. Apabila pada pemeriksaan fisik ini ditemukan
kelainan, maka pasien harus dirujuk untuk pemeriksaan hormonal dan fungsional kelenjar
tiroidnya.

Diagnosis banding

3.8 .Komplikasi

a. Besarnya goiter dapat menyebabkan kompresi trakea dengan tracheomalacia


(trakea mengecil) dan asfiksia.
b. Pasien dengan autoimun goiter dapat menyebabkan terjadinya limfoma. Goiter
multinodular dapat berkembang menjadi ganas.
c. Goiter nodular dapat menyebabkan nyeri, nekrosis intranodular, dan
pendarahan
d. Abses tiroid dapat diasosiasikan dengan nyeri, demam, bakteremia, atau
sepsis.

3.9 .Pencegahan

Asupan yodium harian yang cukup diperlukan untuk mencegah goiter. Asupan harian
yang direkomendasikan (RDI) yodium adalah 90 g/hari untuk anak usia 2 sampai 5 tahun,
120 g/hari untuk anak usia 6 sampai 9 tahun, dan 150 g/hari untuk anak usia 10 tahun,
remaja, dan remaja. orang dewasa. Pada kehamilan, RDI adalah 250 g/hari dan untuk wanita
menyusui, tambahan 50 g/hari direkomendasikan untuk menyediakan yodium yang cukup
dalam ASI. Menghindari goitrogen dan paparan radiasi adalah cara lain untuk mencegah
goiter. Goiter akibat tiroiditis autoimun dapat dikontrol dengan penggunaan levothyroxine
secara hati-hati dan, bila diindikasikan, obat anti-inflamasi.

3.10 .Prognosis

Gondok sederhana memiliki prognosis yang baik. Jika tiroid terus membesar
dapat menekan struktur di sekitarnya dan dapat menyebabkan kesulitan bernapas,
kesulitan menelan, dan suara serak. Penting untuk membedakan antara penyebab
pembesaran tiroid jinak dan ganas. Jika gondok terus membesar, perawatan bedah
harus dipertimbangkan. Jika gondok merupakan tanda penyakit tiroid lain seperti
penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto, prognosisnya tergantung pada penyebab
yang mendasari pembesaran tiroid.

4. MM Pemeriksaan Penunjang Kelenjar Tiroid

5.1.Pemeriksaan Laboratorium

· Goiter difus nontoksik

Tes fungsi tiroid dapat dilakukan dan umumnya ditemukan total T4 yang rendah dengan
T3 dan TSH normal. Dapat juga dilakukan tes antibodi TPO untuk memastikan penyakit
tiroid autoimun. Dapat juga dilakukan pemeriksaan iodium urin yang umumnya ditemukan
rendah (<50 µg/L).

· Goiter multinoduler nontoksik

Dapat dilakukan tes fungsi tiroid yang umumnya berhasil normal.

· Goiter multinoduler toksik

Dapat dilakukan tes fungsi tiroid yang umumnya ditemukan TSH yang rendah, T4 yang
normal atau sedikit meningkat, dan T3 yang sering meningkat, lebih besar dari peningkatan
T4.

· Nodul soliter hiperfungsi

Dapat dilakukan tes fungsi tiroid yang umumnya ditemukan tirotoksikosis yang ringan
dan TSH yang menurun.

Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan dan mendapatkan ukuran goiter,
konsistensi, dan nodularitas. Sebuah studi oleh Kelly et al menunjukkan bahwa pada
beberapa pasien dengan goiter multinodular, risiko neoplasia dapat dinilai secara efektif
dengan ultrasonografi daripada dengan biopsi aspirasi jarum halus.

Foto Rontgen
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).

CT scan
CT scan dapat digunakan untuk menggambarkan ukuran dan luasnya goiter. Karena
penempatan kelenjar tiroid yang superfisial, ultrasonografi lebih berguna dalam mengikuti
ukuran goiter. CT scan jauh lebih baik untuk menentukan efek kelenjar tiroid pada struktur
di dekatnya. Ini juga mungkin berguna dalam tindak lanjut pasien dengan kanker tiroid yang
menunjukkan bukti kekambuhan. CT scan dapat digunakan untuk memandu biopsi tiroid.

Sidikan (Scan) tiroid


Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan
yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian
tiroid

Pemeriksaan Biopsi (jarum halus)

Indikasi pemeriksaan ini adalah untuk mengambil jaringan dan menyingkirkan DD kanker
pada tiroid nodul atau kista. Sampel diambil dengan jarum ukuran 23-27 G menuju nodul
tiroid dan aspirasi jaringan tiroid dalam jumlah sedikit dan dilihat menggunakan mikroskopis.
70%-80% hasil menunjukkan jinak. Hasil berupa nondiagnostik (jaringan tidak cukup untuk
evaluasi); jinak; atypia; suspek neoplasma folikular; suspek ganas; atau ganas. Kemungkinan
risiko keganasan sebagai berikut.

Kontraindikasi

a. Pasien dengan penyakit koagulasi karena risiko pendarahan hebat


b. Pasien dengan hipertiroidism karena insersi jarum dapat memprovokasi badai tiroid
dan goiter toksik nodular tidak ganas

Komplikasi

a. Pendarahan pada vaskular jaringan tiroid


b. Formasi kista
c. Infeksi

Prosedur

a. Pasien dalam posisi supine dengan bantal dibawah pundaknya supaya hiperekstensi
leher.
b. Kulit daerah tiroid diberi anestesi lokal (lidokain)
c. Jika nodul teraba maka dapat langsung dilakukan injeksi. Ketika nodul tidak teraba
maka menggunakan USG untuk mengharahkan injeksi.
d. Pasien menahan nafas sambil jarum diinjeksikan perlahan dan mengambil jaringan
sebanyak mungkin.
e. Jarum ditarik lalu jaringan yang diambil diletakkan di kaca

6. MM Penatalaksanaan Farmakologi Goiter

6.1.Farmakokinetik dari Obat Goiter

Data farmakokinetik anti tiroid dapat dilihat pada Tabel 27-2. Tiourasil didistribusi
ke seluruh jaringan tubuh dan diekskresi melalui urin dan air susu ibu, tetapi tidak
melalui tinja. Propiltiourasil pada dosis 100 mg mempunyai masa kerja 6-8 jam,
sedangkan metimazol pada dosis 30-40 mg bekerja selama kira-kira 24 jam. Dengan
dosis di atas, keadaan eutiroid biasanya tercapai dalam waktu 12 minggu. Setelah ini
ter- capai dosis perlu dikurangi, tetapi terapi sebaiknya jangan dihentikan.

Farmakokinetik Propiltiourasil Metimazol

Ikatan protein 75% -


plasma

T1/2 75 menit 4-6 jam

Volume distribusi 20L 40L

Metabolisme Normal Menurun


pada gangguan
hati

Metabolisme Normal Normal


pada gangguan
ginjal

Dosis 1-4 kali / hari 1-2 kali/hari

Daya tembus Rendah Rendah


sawar plasenta

Jumlah yang Sedikit Sedikit


eisekresikan
dalam ASI
5. Farmakodinamik dari Obat Kelenjar Tiroid

Farmakologi levothyroxine atau levotiroksin memiliki efek fisiologis yang sama dengan
tiroksin endogen. Levotiroksin merupakan bentuk sintetik dari tiroksin (T4), yang bersama
triiodotironin (T3) akan berdifusi ke dalam nukleus dan berikatan pada reseptor hormon tiroid
yang melekat pada DNA sel. T4 dan T3 bekerja hampir pada setiap sel di dalam tubuh,
terutama di sistem kardiovaskuler

Hormon tiroid menimbulkan efek fisiologis melalui transkripsi DNA dan sintesis protein.
Aksi fisiologis hormon tiroid dihasilkan terutama oleh T3, yang sebagian besar (80%)
merupakan turunan dari T4 melalui proses deiodinasi. Triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4)
berdifusi ke dalam nukleus dan berikatan pada reseptor hormon tiroid yang melekat pada
DNA. Kompleks reseptor ini mengaktivasi transkripsi dan sintesis messenger RNA dan
protein sitoplasmik. Hormon tiroid bekerja dengan mempengaruhi transkripsi DNA secara
langsung untuk meningkatkan sintesis protein, mobilisasi simpanan glikogen, dan fungsi
lainnya.
Sebagai respon terhadap thyroid stimulating hormone (TSH) yang disekresikan dari kelenjar
pituitari, kelenjar tiroid yang normal akan memproduksi dan mensekresikan T4 (80%) dan T3
(20%). Sekitar 50% hormon tiroksin (T4) selanjutnya dikonversi melalui proses deiodinasi
menjadi metabolit aktifnya yaitu T3. Meskipun T4 adalah produk utama yang disekresikan
oleh kelenjar tiroid, T3 menunjukkan mayoritas efek fisiologis dari hormon tiroid. T4 dan T3
menunjukkan potensi relatif 1:4 (T4:T3).
T4 dan T3 bekerja hampir pada setiap sel di dalam tubuh. Misalnya di jantung, hormon tiroid
menimbulkan efek permisif pada katekolamin sehingga meningkatkan ekspresi reseptor beta
dan menyebabkan peningkatan denyut jantung, cardiac output, dan kontraktilitas jantung.
Karena itu, penderita hipotiroid akan mengalami penurunan laju metabolisme, dengan gejala
seperti mudah lelah, lemas, intoleransi terhadap cuaca dingin (cold intolerance), peningkatan
berat badan, konstipasi, perubahan suara, dan kulit kering.

6. MM Operasi Bedah Tiroid

6.1.Indikasi Klasifikasi Bedah Tiroid

Tiroidektomi diindikasikan pada patologi ganas dan jinak dengan selektivitas tingkat
tinggi. Indikasinya meliputi kanker tiroid, goiter multinodular toksik, adenoma toksik, goiter
dengan gejala tekan, penyakit Graves yang tidak responsif terhadap pengobatan medis atau
untuk pasien yang tidak memungkinkan untuk manajemen medis, seperti pasien yang hamil.

Beberapa jenis bedah tiroid, yaitu:

● Total thyroidectomy
● Hemithyroidectomy
● Subtotal thyroidectomy
● Near total thyroidectomy
● Isthmusectomy
Indikasi untuk tiroidektomi total daripada lobektomi di PTC termasuk ukuran> 4cm,
varian sel tinggi, ekstensi ekstratiroid, penyakit bilateral, invasi limfovaskular, dan
keterlibatan nodal klinis.

Hemithyroidectomy adalah jenis bedah tiroid yang dilakukan untuk mengangkat salah
satu lobus dan isthmus tiroid. Indikasi untuk melakukan proses ini adalah biopsi eksisi nodul
tiroid soliter, Solitary toxic thyroid nodule, Thyroid adenoma, dan Karsinoma tiroid kurang
dari 1cm pada pasien risiko rendah.

Subtotal thyroidectomy adalah pengangkatan kelenjar tiroid kecuali bagian postero-


medial setiap lobus (untuk mempertahankan paratiroid dan saraf laringeal rekuren) untuk
mencegah hipotiroidisme pascaoperasi. Indikasi dalam melaksanakannya adalah Koloid besar
& goiter nodular sederhana dan Toxic Goiter.

Near total thyroidectomy dilakukan dengan cara yang mirip dengan total
thyroidectomy, namun menyisakan bagian posterior kapsul dengan tepi tipis (2 gram)
jaringan tiroid pada sisi kontralateral dari patologi. Indikasi untuk menjalankan bedah ini
adalah Karsinoma tiroid operable unilateral kurang dari 2 lobus dan menghindari rekurensi.

Terakhir, Isthmusectomy adalah suatu bedah tiroid yang prosesnya dengan cara
mengangkat isthmus dari tiroid. Indikasinya yaitu Meredakan kompresi trakea dan gangguan
pernapasan pada tiroiditis Riedel, limfoma & karsinoma anaplastik.

6..2.Risiko Keberhasilan Operasi Bedah Tiroid

Sebuah tinjauan literatur oleh Li et al menunjukkan bahwa tiroidektomi total adalah


prosedur yang aman untuk pengobatan goiter nontoksik multinodular bilateral,
menunjukkan tingkat kekambuhan yang lebih rendah daripada tiroidektomi
subtotal bilateral. Namun, tiroidektomi total juga ditemukan membawa risiko
hipoparatiroidisme transien pascaoperasi yang secara signifikan lebih tinggi
daripada prosedur lainnya.

Sebuah studi retrospektif oleh Frank et al menunjukkan bahwa pada pasien dengan
hipertiroidisme yang menjalani tiroidektomi total, tingkat komplikasi, termasuk yang
berkaitan dengan hipokalsemia transien, disfonia sementara, dan hematoma pasca operasi,
tidak berbeda secara signifikan dari prosedur pada pasien dengan eutiroid jinak. atau
penyakit tiroid ganas. Para peneliti juga menemukan bahwa di antara pasien dengan
hipertiroidisme, tingkat komplikasi serupa antara mereka dengan penyakit Graves dan pasien
dengan gondok multinodular toksik

6.3.Komplikasi Pasca Operasi

Ada beberapa komplikasi penting yang harus diperhatikan untuk pencegahan serta
deteksi, yaitu:
● Pendarahan yang menyebabkan kompresi jalan napas - ini mungkin
mengancam jiwa.
● Hipoparatiroidisme: menghasilkan hipokalsemia yang dapat menjadi gejala
dan mengancam jiwa. Kriteria hiperparatiroidisme belum ditetapkan dengan
jelas, tetapi insiden yang dilaporkan sekitar 1/3 dengan sebagian besar bersifat
sementara. Penting untuk mempertahankan protokol yang konsisten untuk
manajemen kalsium setelah tiroidektomi total atau selesai untuk
meminimalkan komplikasi terkait.
● Cedera saraf/paresis atau kelumpuhan pita suara:
● Cedera pada nervus laringeus rekurens: mengakibatkan perubahan suara dan
kemungkinan perubahan menelan. Ini lebih sering bersifat sementara tetapi
mungkin permanen dalam waktu kurang dari 1% kasus.
● Cedera pada cabang eksternal nervus laringeus superior: mengakibatkan
perubahan suara dan kemungkinan perubahan menelan. Tingkat cedera yang
dilaporkan berkisar dari 0% hingga 58%.
● Infeksi pasca operasi: sekitar 6% kasus.
● Cedera esofagus
● Cedera trakea
● Sindrom Horner
● Disfagia
● Kebocoran Chyle
● Komplikasi yang tidak umum mungkin termasuk cedera pada trakea, esofagus,
atau arteri karotis.
REFERENSI
Moore, KL & Agur, AMR. Essential Clinical Anatomy, Wiliams and Wilkins, 1996. pp. 156-
161.

Guyton, AC; Hall, JE. (1996). Textbook of medical physiology. ed 9. W.B Saunders
Company, Philadelphia, Pennsylvania. pp. 1311-1312.

Landenson w paul M.D. (Accessed : 24 february 2012), goiter and thyroid nodules.

Tortora; GJ, Derrickson, B. 2017. Principles of Anatomy & Physiology. 15th edition. USA:
Wiley

Pagana, KD; Pagana, TJ. 2014. Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Tests. 6th
edition. Missouri: Elsevier.

Fong N. 2019. Algorithms in Differential Diagnosis: How to Approach Common Presenting


Complaints in Adult Patients, for Medical Students and Junior Doctors. Singapore: World
Scientific Publishing Co.

Mulinda J. R. 2020. Goiter [Online]. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/120034-overview

Can A. S. and Rehman A. 2021. Goiter [Online]. Available from:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562161/

Jameson JL, et al. 2017. Harrison’s Endocrinology. Edisi ke-4. USA. McGraw-Hill
Education. pp 95-98.

Sherwood L. 2016. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi ke-9. 20 Channel
Center Street Boston, MA 02210 USA. Cengage Learning. p 668.

Anda mungkin juga menyukai