Anda di halaman 1dari 29

LI 1.

Memahami dan menjelaskan tentang anatomi kelenjar tiroid


LO 1.1. Anatomi makroskopik kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid berbentuk seperti buah alpukat, terletak di daerah anterior leher di atas trakea, tepat di
bawah laring dengan batas atasnya adalah linea oblique cartilage tyroidea dan batas bawahnya setinggi cincin trakea
ke 4 dan ke 5. Kelenjar tiroid terdiri tas dua lobus lateralis yang dihubungkan oleh bagian sempit yaitu ishtmus.
Seringkali terdapat suatu lobus piramidalis yang memanjang ke atas anterior terhadap laring.

Struktur di sekitar lobus


1 Anterior lateral.
m. sternothyroideus, Venter superior m. Omohyoideus, m.sternohyoideus, dan tepi anterior m.
Sternocleidomastoideus.
2 Posterolateral.
Vagina carotica dengan a. Carotis communis, vena jugularis interna, dan nervus vagus.
3 Medial.
Laring, trakea, m. Constrictor faringis inferior, dan oesophagus.
4 Posterior.
Gld. Parathyroidea inferior dan superior.
Pinggir posterior masing-masing lobus yang bulat berhubungan di posterior dengan glandula parathyroidea
superior dan inferior dan anastomosis antara a. thyroidea superior dan inferior.
Batas-batas isthmus:
Anterior:
M. sternothyroideus, m. sternohyoideus, v. jugularis anterior, fascia, dan kulit.
Posterior:
Cincin trachea 2, 3, dan 4.
Cabang-cabang terminal terminal a. thyroidea superior beranastomosis sepanjang pinggir atas isthmus.
Vaskularisasi
Kelenjar tiroid dialiri darah oleh pembuluh darah berikut:
1 A. Thyroidea superior dan inferior, a. Thyroidea media (cabang langsung dari aorta)
2 Aliran baliknya terfapat vena berupa:
- V. Thyroidea superior ( bermuara di vena jugularis interna)
- V. Thyroidea medialis ( bermuara di vena jugularis interna)
- V. Thyrodea inferior ( bermuara di vena anonyma kiri)
Aliran limfe
Terdiri dari dua jalinan, yaitu jalinan KGB intraglandularis dan ektraglandularis. Kedua jalinan ini akan
mengeluarkan isinya ke limfanoduli pretracheal lalu menuju kelenajr limfe yang dalam sekitar vena jugularis. Dari
sini diteruskan ke limfanodularis medaistinum superior.
Persyarafan
Dipersyarafi ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior. Parasimpatis yaitu nervus
laryngea superior dan nervus laryngea reccurens (cabang nervus vagus). N. Laryngea superior dan inferior sering
mengalami cedera saat operasi, akibatnya pita suara terganggu.

LO 1.2. Anatomi mikroskopik kelenjar tiroid


Kelenjar tiroid, yang terletak di daerah servikal, anterior terhadap laring, terdiri atas dua lobus yang
dihubungkan oleh suatu isthmus. Jaringan tiroid terdiri atas ribuan folikel yang mengandung bulatan berepitel
selapis dengan lumen berisikan suatu substansi gelatinosa yang disebut koloid. Pada sediaan, sel-sel folikel
berbentuk gepeng sampai silindris dan folikel mempunyai diameter yang sangat bervariasi. Kelenjar dibungkus oleh
simpai jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalam parenkim. Septa ini berangsur-angsur menipis dan
mencapai semua folikel, yamg saling terpisah oleh ikatan jaringan ikat halus tak teratur yang terutama terdiri datas
serat retikulin. Tiroid pengatur utama status anatomi dan fungsional kelenjar tiroid adalah hormon perangsang-tiroid
(tirotropin), yang dihasilkan hipofisis anterior.
Tampilan morfologi folikel tiroid bervariasi berdasarkan bagian kelenjar dan aktivitas fungsionalnya. Pada
kelenjar yang sama, folikel yang lebih besar penuh dengan koloid dan mempunyai epitel kuboid atau gepeng, dan
dijumpai bersebelahan dengan folikel yang dilapisi epitel silindris. Meskipun ada variasi ini, kelenjar dikatakan
hipoaktif bila komposisi rata-rata folikel ini berupa epitel gepeng. Tirotropin merangsang sintesis hormon tiroid
sehingga epitel folikel tersebut meninggi. Keadaan ini diikuti pengurangan jumlah koloid dan ukuran folikel.
Membran basal sel-sel folikel memiliki banyak reseptor tirotropin.
Epitel tiroid terdapat di atas lamina basal. Epitel folikel memiliki semua ciri sel yang secara serentak
menyintesis, menyekresi, mengabsorpsi, dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini kaya akan retikulum
endoplasma kasar. Intinya biasanya bulat terletak di pusat sel. Kutub apikal memiliki kompleks Golgi yang jelas dan
granula sekresi kecil dengan ciri morfologi koloid folikel. Di daerah ini terdapat banyak lisosom yang berdiameter
0,5-0,6m, dan beberapa fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki cukup banyak mikrovili. Mitokondria
dan sisterna retikulum endoplasma kasar tersebar di seluruh sitoplasma.
Jenis sel lain, yaitu sel parafolikel atau sel C, terdapat sebagai bagian dari epitel folikel atau sebagai
kelompok tersendiri di antara folikel-folikel tiroid. Sel parafolikel agak lebih besar dan terpulas kurang kuat (lebih
pucat) dibandingkan dengan folikel tiroid. Sel parafolikel mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar,
mitokondria panjang dan kompleks Golgi yang besar. Ciri yang paling mencolok dari sel ini adalah banyaknya
granula kecil berisi hormon (berdiameter 100-180 nm). Sel-sel ini berfungsi membuat dan menyekresikan kalsitonin,
yakni suatu hormon yang pengaruh utamanya adalah penurunan kadar kalsium darah dengan cara menghambat
resorpsi tulang. Sekresi kalsitonin dipacu oleh peningkatan kadar kalsium darah.

2
3

Jenis
dan
Fungsi
Hormon
Tiroid
Hormon
tiroksin
kegiatan

:Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan


system saraf
Hormon triiodotironin :Mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan dan kegiatan sistem saraf
Hormon kalsitonin
:Menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan cara mempercepat absorpsi kalsium
oleh tulang

LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang fisiologi kelenjar tiroid


Biosintesis Hormon Thyroid
Iodium adalah adalah bahan dasar yang sangat penting dalam biosintesis hormon thyroid. Iodium yang
dikonsumsi diubah menjadi iodida kemudian diabsorbsi. Kelenjar thyroid mengkonsentrasikan iodida dengan
mentransport aktif iodida dari sirkulasi ke dalam koloid. Mekanisme transport tersebut dikenal dengan iodide
trapping mechanism. Na+ dan I- ditransport dengan mekanisme cotransport ke dalam sel thyroid, kemudian Na+
dipompa ke interstisial oleh Na+-K+ATPase.

Di dalam kelenjar thyroid, iodida mengalami oksidasi menjadi iodium. Iodium kemudian berikatan dengan
molekul tirosin yang melekat ke tiroglobulin. Tiroglobulin adalah molekul glikoprotein yang disintesis oleh
retikulum endoplasma dan kompleks Golgi sel-sel thyroid. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 140 asam
amino tirosin.
Enzim yang berperan dalam oksidasi dan pengikatan iodida adalah thyroid peroksidase. Senyawa yang
terbentuk adalah monoiodotirosin (MIT) dan diodotirosin (DIT). Dua molekul DIT kemudian mengalami suatu
kondensasi oksidatif membentuk tetraiodotironin (T4). Triiodotironin (T3) mungkin terbentuk melalui kondensasi
MIT dengan DIT. Sejumlah kecil reverse triiodotironin (rT3) juga terbentuk, mungkin melalui kondensasi DIT
dengan MIT. Dalam thyroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa beriodium adalah 23 % MIT, 33 % DIT,
35 % T4 dan 7 % T3. RT3 dan komponen lain terdapat hanya dalam jumlah yang sangat sedikit.
Sekresi Hormon Thyroid
Sel-sel thyroid mengambil koloid melalui proses endositosis. Di dalam sel, globulus koloid menyatu
dengan lisosom. Ikatan peptida antara residu beriodium dengan tiroglobulin terputus oleh protease di dalam lisosom,
dan T4, T3, DIT serta MIT dibebaskan ke dalam sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati membran sel dan
dilepaskan ke dalam sirkulasi.
MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah dibebasakan sebagai akibat dari
kerja intraselular iodotirosin dehalogenase. Hasil dari reaksi enzimatik ini adalah iodium dan tirosin. Iodium
digunakan kembali oleh kelenjar dan secara normal menyediakan iodium dua kali lipat dibandingkan dengan yang
dihasilkan oleh pompa iodium.
Transport dan Metabolisme Hormon Thyroid
Hormon thyroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, yaitu: globulin pengikat
tiroksin (thyroxine-binding globulin, TBG), prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding prealbumin, TBPA)
dan albumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding albumin, TBA). Kebanyakan hormon dalam sirkulasi terikat pada
protein-protein tersebut dan hanya sebagian kecil saja (kurang dari 0,05 %) berada dalam bentuk bebas. Hormon
yang terikat dan yang bebas berada dalam keseimbangan yang reversibel. Hormon yang bebas merupakan fraksi
yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai
jaringan sasaran.
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG merupakan protein pengikat yang paling spesifik. Selain itu,
tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini dibandingkan dengan triiodotironin.

Akibatnya triiodotironin lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa
aktifitas metabolik triiodotironin lebih besar.
Perubahan konsentrasi TBG dapat menyebabkan perubahan kadar tiroksin total dalam sirkulasi.
Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis primer kandung empedu dan
karsinoma hepatoselular dapat mengakibatkan peningkatan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Sebaliknya,
penurunan TBG, misalnya pada sindrom nefrotik, pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid
anabolik dapat menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein. Hormon-hormon thyroid diubah
secara kimia sebelum diekskresi. Perubahan yang penting adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas ekskresi
70 % hormon yang disekresi. 30 % lainnya hilang dalam feses melalui ekskresi empedu sebagai glukuronida atau
persenyawaan sulfat. Akibat deiodinasi, 80 % T4 dapat diubah menjadi 3,5,3-triiodotironin, sedangkan 20 %
sisanya diubah menjadi reverse 3,3,5-triiodotironin (rT3) yang merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.
Mekanisme Kerja Hormon Thyroid
Mekanisme kerja hormon thyroid ada yang bersifat genomik melalui pengaturan ekspresi gen, dan non
genomik melalui efek langsung pada sitosol sel, membran dan mitokondria. Mekanisme kerja yang bersifat genomik
dapat dijelaskan sebagai berikut, hormon thyroid yang tidak terikat melewati membran sel, kemudian masuk ke
dalam inti sel dan berikatan dengan reseptor thyroid (TR). T3 dan T4 masing-masing berikatan dengan reseptor
tersebut, tetapi ikatannya tidak sama erat. T3 terikat lebih erat daripada T4. Kompleks hormon-reseptor kemudian
berikatan dengan DNA melalui jari-jari zinc dan meningkatkan atau pada beberapa keadaan menurunkan ekspresi
berbagai gen yang mengkode enzim yang mengatur fungsi sel.
Ada dua gen TR manusia, yaitu gen reseptor pada kromosom 17 dan gen reseptor pada kromosom 3.
Dengan ikatan alternatif, setiap gen membentuk paling tidak dua mRNA yang berbeda, sehingga akan terbentuk dua
protein reseptor yang berbeda. TR2 hanya ditemukan di otak, sedangkan TR1, TR2 dan TR1 tersebar secara
luas. TR2 berbeda dari ketiga reseptor yang lain, yaitu tidak mengikat T3 dan fungsinya belum diketahui. Reseptor
thyroid (TR) berikatan dengan DNA sebagai monomer, homodimer dan heterodimer bersama dengan reseptor inti
yang lain. Dalam hampir semua kerjanya, T3 bekerja lebih cepat dan 3-5 kali lebih kuat daripada T4. Hal ini
disebabkan karena ikatan T3 dengan protein plasma kurang erat, tetapi terikat lebih erat pada reseptor hormon
thyroid.
Efek Hormon Thyroid
Secara umum efek hormon thyroid adalah meningkatkan aktifitas metabolisme pada hampir semua jaringan dan
organ tubuh, karena perangsangan konsumsi oksigen semua sel-sel tubuh. Kecepatan tumbuh pada anak-anak
meningkat, aktifitas beberapa kelenjar endokrin terangsang dan aktifitas mental lebih cepat.3

Efek Kalorigenik Hormon thyroid


T4 dan T3 meningkatkatkan konsumsi O2 hampir pada semua jaringan yang metabolismenya
aktif, kecuali pada jaringan otak orang dewasa, testis, uterus, kelenjar limfe, limpa dan hipofisis anterior.
Beberapa efek kalorigenik hormon thyroid disebabkan oleh metabolisme asam lemak yang dimobilisasi
oleh hormon ini. Di samping itu hormon thyroid meningkatkan aktivitas Na+-K+ATPase yang terikat pada
membran di banyak jaringan. Bila pada orang dewasa taraf metabolisme ditingkatkan oleh T4 dan T3,
maka akan terjadi peningkatan ekskresi nitrogen. Bila masukan makanan tidak ditingkatkan pada kondisi
tersebut, maka protein endogen dan simpanan lemak akan diuraikan yang berakibat pada penurunan berat
badan.

Efek Hormon Thyroid pada Sistem Saraf


Hormon thyroid memiliki efek yang kuat pada perkembangan otak. Bagian SSP yang paling
dipengaruhi adalah korteks serebri dan ganglia basalis. Di samping itu, kokhlea juga dipengaruhi.
Akibatnya, defisiensi hormon thyroid yang terjadi selama masa perkembangan akan menyebabkan retardasi
mental, kekakuan motorik dan ketulian. Hormon thyroid juga menimbulkan efek pada refleks. Waktu reaksi
refleks regang menjadi lebih singkat pada hipertiroidisme dan memanjang pada hipotiroidisme.
Pada hipertiroidisme, terjadi tremor halus pada otot. Tremor tersebut mungkin disebabkan karena
peningkatan aktivitas pada daerah-daerah medula spinalis yang mengatur tonus otot.

Efek Hormon Thyroid pada Jantung


Hormon thyroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan karena kerja
langsung T3 pada miosit, dan sebagian melalui interaksi dengan katekolamin dan sistem saraf simpatis.
Hormon thyroid meningkatkan jumlah dan afinitas reseptor -adrenergik pada jantung, sehingga
meningkatkan kepekaannya terhadap efek inotropik dan kronotropik katekolamin. Hormon-hormon ini juga
mempengaruhi jenis miosin yang ditemukan pada otot jantung. Pada pengobatan dengan hormon thyroid,
terjadi peningkatan kadar myosin heavy chain- (MHC-), sehingga meningkatkan kecepatan kontraksi
otot jantung.

Efek Hormon Thyroid pada Otot Rangka


Pada sebagian besar penderita hipertiroidisme terjadi kelemahan otot (miopati tirotoksisitas).
Kelemahan otot mungkin disebabkan oleh peningkatan katabolisme protein. Hormon thyroid

mempengaruhi ekspresi gen-gen myosin heavy chain (MHC) baik di otot rangka maupun otot jantung.
Namun , efek yang ditimbulkan bersifat kompleks dan kaitannya dengan miopati masih belum jelas.
5

Efek Hormon Thyroid dalam Sintesis Protein


Peranan hormon thyroid dalam peningkatan sintesis protein dapat dijelaskan sebagai berikut: (1)
Hormon thyroid memasuki inti sel, kemudian berikatan dengan reseptor hormon thyroid. (2) Kompleks
hormon-reseptor kemudian berikatan dengan DNA dan meningkatkan transkripsi mRNA serta sintesis
protein.

Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Karbohidrat


Hormon thyroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk ambilan
glukosa yang cepat oleh sel-sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan glukoneogenesis, meningkatkan
kecepatan absorbsi dari traktus gastrointestinalis dan juga meningkatkan sekresi insulin dengan efek
sekunder yang dihasilkan atas metabolisme karbohidrat.

Efek Hormon Thyroid pada Metabolisme Kolesterol


Hormon thyroid menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol plasma turun
sebelum kecepatan metabolisme meningkat, yang menunjukkan bahwa efek ini tidak bergantung pada
stimulasi konsumsi O2. Penurunan konsentrasi kolesterol plasma disebabkan oleh peningkatan
pembentukan reseptor LDL di hati, yang menyebabkan peningkatan penyingkiran kolesterol oleh hati dari
sirkulasi.

Efek Hormon Thyroid pada Pertumbuhan


Hormon thyroid penting untuk pertumbuhan dan pematangan tulang yang normal. Pada anak
dengan hipotiroid, pertumbuhan tulang melambat dan penutupan epifisis tertunda. Tanpa adanya hormon
thyroid, sekresi hormon pertumbuhan juga terhambat, dan hormon thyroid memperkuat efek hormon
pertumbuhan pada jaringan.

Pengaturan Sekresi Hormon Thyroid


Fungsi thyroid diatur terutama oleh kadar TSH hipofisis dalam darah. Efek spesifik TSH pada kelenjar thyroid
adalah:

Meningkatkan proteolisis tiroglobulin dalam folikel

Meningkatkan aktifitas pompa iodida

Meningkatkan iodinasi tirosin

Meningkatkan ukuran dan aktifitas sel-sel thyroid

Meningkatkan jumlah sel-sel thyroid.

Sekresi TSH meningkat oleh hormon hipotalamus, thyrotropin releasing hormone (TRH) yang disekresi oleh
ujung-ujung saraf pada eminensia media hipotalamus. TRH mempunyai efek langsung pada sel kelenjar hipofisis
anterior untuk meningkatkan pengeluaran TRHnya.
Salah satu rangsang yang paling dikenal untuk meningkatkan kecepatan sekresi TSH oleh hipofisis anterior
adalah pemaparan dengan hawa dingin. Berbagai reaksi emosi juga dapat mempengaruhi pengeluaran TRH dan TSH
sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi sekresi hormon thyroid.
Peningkatan hormon thyroid dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Bila
kecepatan sekresi hormon thyroid meningkat sekitar 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH akan turun
sampai nol. Penekanan sekresi TSH akibat peningkatan sekresi hormon thyroid terjadi melalui dua jalan, yaitu efek
langsung pada hipofisis anterior sendiri dan efek yang lebih lemah yang bekerja melalui hipotalamus.

Abnormalitas Sekresi Hormon Thyroid


Abnormalitas sekresi terjadi akibat defisiensi iodium, malfungsi hipotalamus, hipofisis atau kelenjatr
thyroid.
1

Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah penurunan produksi hormon thyroid. Hal ini mengakibatkan penurunan aktifitas
metabolik, konstipasi, letargi, reaksi mental melambat dan peningkatan simpanan lemak. Pada orang dewasa,
kondisi ini menyebabkan miksedema, yang ditandai dengan adanya akumulasi air dan musin di bawah kulit,
sehingga terlihat penampakan edema. Sedangkan pada anak kecil, hipotiroidisme mengakibatkan retardasi
mental dan fisik.

Hipertiroidisme
Hipertiroidisme adalah terjadinya produksi hormon thyroid yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan
aktifitas metabolik meningkat, berat badan menurun, gelisah, tremor, diare, frekuensi jantung meningkat dan
pada hipertiroidisme berlebihan gejalanya adalah toksisitas hormon. Hipertiroidisme berlebihan dapat
menyebabkan goiter eksoftalmik (penyakit Grave). Gejalanya berupa pembengkakan jaringan di bawah kantong
mata, sehingga bola mata menonjol.

Ganong, William. Kelenjar Thyroid, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi kedua puluh. Jakarta, McGraw-Hill &
EGC. 2003.
Guyton, Arthur C. Hormon Thyroid, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, edisi ketiga. Jakarta, EGC. 1995
LI 3. Memahami dan menjelaskan tentang kelainan kelenjar tiroid
LO 3.1. Definisi
Kelainan pada tiroid adalah berbagai kelainan yang terjadi pada kelenjar tiroid dengan berbagai etiologinya.
Pasien dengan penyakit tiroid biasanya akan mengeluh (1) pembesaran tiroid, yang mana bisa difus atau nodular;
(2) gejala-gejala defisiensi tiroid atau hipotiroidisme; (3) gejala-gejala kelebihan hormon tiroid, atau hipertiroidisme
atau (4) komplikasi spesifik hipotiroidisme-Penyakit Graves-yang muncul dengan mata yang sangat menonjol
(eksofalmus) atau, yang lebih jarang, penebalan kulit tungkai bawah (dermatopati tiroid).
LO 3.2. Epidemiologi
Hipertiroidime
Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan
wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr.
Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang
terbanyak adalah pada usia 21 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain puncaknya antara 3040
tahun. Jumlah penderita penyakit ini di seluruh dunia pada tahun 1960 diperkirakan 200 juta, 12 juta di antaranya
terdapat di Indonesia. Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonsia berkisar antara
44,44% 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi
menderita hipertiroid, biasanya sering pada usia di bawah 40 tahun.
Hipotiroidisme
Insidens berbagai penyebab hipotiroidisme akan berbeda-beda tergantung faktor-faktor geografis dan lingkungan
seperti diet iodida dan asupan bahan-bahan goitrogenik, ciri-ciri genetika dan populasi dan distribusi umur populasi
(anak atau dewasa). Hipotiroidisme terutama terjadi pada usia setelah 40 tahun. Sesudah 65 tahun prevalensinya
meningkat sebesar 10% pada wanita dan 83% pada pria.
LO 3.3. Etiologi
Hipotiroidisme :
Hipotiroisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang kemudian mengakibatkan
perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhan dan
perkembangan jelas dengan akibat yang menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan awitan
pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga
intraselular, terutama pada otot dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema. Gejala hipotiroidisme
pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi.
Penyebab hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai (1) primer (kegagalan tiroid), (2) sekunder (terhadap
kekurangan TSH hipofisis), atau (3) tersier (berhubungan dengan defisiensi TRH hipotalamus)-atau mungkin karena
(4) resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.
Hipotiroidisme dapat diklasifikasikan sebagai goiter dan non-goiter, tapi klasifikasi ini mungkin tidak
memuaskan, karena tiroiditis Hasimoto dapat menimbulkan hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter.

Primer :
1 Tiroiditis Hasimoto :
a. Dengan goiter
b. Atropi tiroid idiopatik, diduga sebagai stadium akhir penyakit tiroid autoimun, setelah tiroiditis Hashimoto atau
penyakit Graves.
2 Terapi iodin radioaktif untuk penyakit Graves.
3 Tiroidektami subtotal untuk penyakit Graves atau goiter nodular.
4 Asupan iodide berlebihan (kelp, zat warna kontras)
5 Tirokiitis subakut.
Penyebab yang jarang di Amerika Serikat.
a. Defisiensi iodide.
b. Bahan goitrogenik lain seperti litium; terapi dengan obat antitiroid.
c. Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid.
Sekunder :
Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi ablasi hipofisis, atau destruksi hipofisis.
Tersier :
a. Disfungsi hipotalamus (jarang)
b. Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid.
Tiroiditis Hashimoto mungkin merupakan penyebab hipotiroidisme tersering. Pada`pasien-pasien lebih muda,
lebih sering dihubungkan dengan goiter; pada pasien lebih tua, kelenjar mungkin dihancurkan total oleh proses
imunologis dan satu-satunya sisa penyakit ini adalah uji antibodi mikrosomal antitiroid yang terus menerus positif.
Seperti juga, stadium terakhir penyakit Graves adalah hipotiroidisme. Hal ini makin dipercepat dengan terapi
destruktif seperti pemberian iodin radioaktif aau tiroidektomi subtotal.
Kelenjar tiroid yang terlibat dalam penyakit autoimun lebih rentan terhadap asupan iodida berlebihan, (seperti
iodide-containing cough preparat atau obat antiaritmia amiodaron) atau pemberian media kontras radiografik yang
mengandung iodida. Sejumlah besar iodida yang besar menghambat sintesis hormon tiroid, menimbulkan
hipotiroidisme dengan goiter pada pasien dengan kelainan kelenjar tiroid; kelenjar normal biasanya "lolos" dari blok
iodida .
Walaupun prosesnya bisa disembuhkan sementara dengan menghentikan iodida, penyakit dasarnya biasanya
akan terus berlangsung dan biasanya akan terjadi hipotiroidisme. Hipotiroidisme dapat terjadi selama fase lanjut
tiroiditis subakut; ini biasanya sementara, akan tetapi dapat menjadi permanen pada kira-kira 10% pasien.
Defisiensi iodida adalah penyebab hipotiroidisme yang jarang ditemukan di Amerika Serikat tapi lebih sering
di negara-negara berkembang. Obat-obat tertentu dapat menghambat sintesis hormon dan menimbulkan
hipotiroidisme dengan goiter; pada saat ini litium karbonas merupakan penyebab farmakologis tersering dari
hipotiroidisme (di samping iodida), yang digunakan dalam terapi keadaan manik-depresif, dan amiodaron. Terapi
kronis (jangka panjang) dengan obat-obat antitiroid propiltiourasil dan metimazol akan berakibat sama.
Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid akan berakibat terjadinya hipotiroidisme berat. Bila hambatan pada
sintesis hormon adalah lengkap, atau hipotiroidisme ringan bila hambatan hanya sebagian. Defisiensi hipofisis dan
hipotalamus cukup jarang ditemukan sebagai penyebab hipotiroidisme dan biasanya dihubungkan dengan gejalagejala dan tanda-tanda lain.
Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis :
Tirotoksikosis adalah sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar dalam kadar
tinggi. Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau hipertiroidisme. Kadangkadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi
hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat ektopik.
Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak diketahui.
Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan
sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di
darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak daripada pria. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur,
dengan insiden puncak pada kelompok umur 20-40 tahun.
LO 3.4. Klasifikasi

Berdasarkan Fisiologisnya :
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang
berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau
struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara
berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid
menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid
akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran
terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan
tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya
sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan,
leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
Berdasarkan Klinisnya :
Secara klinis pemeriksaan klinis struma dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan
nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke
jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara
klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme
lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang
berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan
turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit
dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma
nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai
simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali
mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa.
Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita
datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya
gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan
ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan
yang diekskresi lewat urin.
Bentuk-bentuk Lain Tirotoksikosis :
1. Adenoma Toksik (Penyakit Plummer)
Adenoma fungional yang mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini
mulai sebagai "nodul panas" pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobus
lain dari kelenjar tiroid. Pasien yang khas adalah individu tua (biasanya lebih dari 60 tahun) yang mencatat
pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-gejala penurunan berat badan,
kelemahan napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi terhadap panas. Tingkat 2-4 oftalmopati infiltratif tidak
pernah dijumpai. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan sangat sedikit
jaringan tiroid pada sisi lain.
Pemeriksaan laboratorium biasanya memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat
meningkat, dengan hanya peningkatan kadar tiroksin yang "border-line". Scan menunjukkan bahwa nodul ini
"panas". Adenoma-adenoma toksik hampir selalu adalah adenoma folikuler dan hampir tidak pernah ganas.
Mereka mudah ditangani dengan pemberian obat-obat antitiroid seperti propil tiourasil 100 mg tiap 6 jam atau
metimazol 10 mg tiap 6 jam diikuti aleh lobektomi unilateral atau dengan iodin radioaktif. Natrium iodida I dalam
dosis 20-30 mCi biasanya, dibutuhkan untuk menghancurkan neoplasma jinak. Iodin radioaktif lebih dipilih untuk
nodul toksik yang lebih kecil tetapi yang lebih besar terbaik ditangani dengan operasi.
2. Goiter Toksik Multinodular
Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama. Oftalmopati sangatlah jarang.
Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau aritmia dan kadang-kadang penurunan berat badan,
nervous, tremor dan berkeringat. Pemeriksaan fisik memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup
besar dan bahkan membesar sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH tersupresi dan kadar
T3 serum yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum yang tidak terlalu menyolok. Scan radioiodin
menunjukkan nodul fungsional multipel pada kelenjar atau kadang-kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak
teratur dan bercakPenanganan goiter nodular toksika cukup sukar. Penanganan keadaan hipertiroid dengan hipertiroid dengan
obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya akan menjadi terapi pilihan, namun sering
pasien-pasien ini sudah tua dan memiliki penyakit lain sehingga pasien-pasien ini seringkali merupakan pasien
dengan risiko operasi yang buruk. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan I, tapi goiter multinodular akan tetap ada,
dan nodulnodul lain dapat menjadi toksik, sehingga dibutuhkan dosis ulangan I.
3. Tiroiditis Subakut atau Kronis
Keadaan ini akan dibicacakan pada bagian tersendiri, tetapi harus disebutkan di sini bahwa tiroiditis, baik
subakut atau kronis dapat berupa perlepasan akut T4 dan T3 menimbulkan gejala-gejala tirotoksikosis dari ringan

sampai berat. Penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari bentuk tirotoksikosis lain di mana ambilan radioiodin jelas
tersupresi, dan biasanya gejala-gejala menghilang spontan dalam waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
4. Tirotoksikosis Factitia
Ini adalah gangguan psikoneurotik di mana tiroksin atau hormon tiroid dimakan dalam jumlah berlebihan,
biasanya untuk tujuan mengendalikan berat badan. Individu biasanya adalah seseorang yang berhubungan dengan
obat-obatan sehingga mudah mendapatkan obat-obatan tiroid. Gambaran tirotoksikosis termasuk penurunan berat
badan, nervous, palpitasi, takikardi dan tremor bisa didapatkan, tetapi tidak ada tanda-tanda atau goiter. Karakteristik
adalah TSH disupresi, kadar T4 dan T3 serum yang meningkat dan tidak adanya arnbilan iodin radioaktif.
Penanganan membutuhkan diskusi yang berhati-hati tentang bahaya terapi tiroid jangka panjang, terutama kerusakan
kardiovaskuler dan hilangnya otot, dan osteoporosis. Psikoterapi formal mungkin diperlukan.
Bentuk-Bentuk Jarang dari Tirotoksikosis :
1. Struma Ovari
Pada sindroma ini, teratoma ovarium mengandung jaringan tiroid yang menjadi hiperaktif. Terjadi gambaran
tirotoksikosis ringan, seperti penurunan berat badan, takikardi, tetapi tidak didapatkan goiter atau tandatanda mata.
FT4 dan T3 serum sedikit naik, TSH serum tersupresi dan ambilan radioiodin di leher akan tidak ada sama sekali.
Scan tubuh menunjukkan ambilan radioiodin pada pelvis. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan pengangkatan
teratoma.
2. Karsinoma Tiroid
Karsinoma tiroid, terutama karsinoma folikular dapat mengkonsentrasikan iodin radioaktif, tetapi hanya jarang,
jarang karsinoma ini mempertahankan kemampuannya untuk mengkonversi iodida ini menjadi hormon aktif.
Terdapat beberapa kasus kanker tiroid metastatik yang disertai hipertiroidisme. Gambaran klinis terdiri dari
kelemahan, penurunan berat badan, dan palpitasi, nodul tiroid tapi tidak ada oftalmopati. Scan tubuh dengan I
menunjukkan daerah-daerah dengan ambilan yang biasanya jauh dari tiroid, contoh : tulang atau paru. Terapi dengan
dosis besar iodin radioaktif dapat menghancurkan deposit metastasik.
3. Mola Hidatidosa
Mola hidatiform menghasilkan gonadotropin korionik, yang mempunyai aktivitas seperti TSH yang intrinsik.
Ini bisa menginduksi hiperplasia tiroid, turn-over iodin yang meningkat, TSH tersupresi dan peningkatan ringan
kadar T4 dan T3 serum. Ini jarang dikaitkan dengan tirotoksikosis ringan kadar T4 dan T3 serum. Ini jarang
dikaitkan dengan tirotoksikosis yang jelas dan dapat disembuhkan total dengan pengangkatan mola.
4. Sindroma Sekresi TSH yang Tidak Sesuai
Sekelompok pasien akhir akhir ini dilaporkan mempunyai TSH imunoreaktif serum yang meningkat bersamaan
dengan nilai tiroksin bebas serum yang meningkat. Ini disebut "Sindroma sekresi TSH yang tidak sesuai".
Terdapat 2 jenis masalah : (1) Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH; dan (2) Hipersekresi TSH hipofisis nonneoplastik.
Pasien dengan adenoma hipofisis yang mensekresi TSH biasanya mempunyai tirotoksikosis ringan dan goiter,
sering dengan bukti adanya defisiensi hormon gonadotropin seperti amenorea atau impoten. Tidak ada tandatanda
mata penyakit Graves. Pemeriksaan menunjukkan peningkatan T4 dan T3serum total dan bebas. TSH serum
biasanya tidak terdeteksi pada penyakit Graves, biasanya dalam batas normal atau bahkan meningkat. Sekresi TSH
subunit dari tumor ini jelas meningkat rasio molar subunit : TSH lebih besar dari 1 biasanya diagnostik akan
adanya adenoma hipofisis yang merlsekresi TSH. Di samping itu, tidak ada respons hormonal terhadap TRH, dan
peningkatan ambilan iodin
Radioaktif tidak dapat disupresi hormon tiroid. Pemeriksaan lapangan penglihatan dapat mengungkapkan
adanya defek lapang pandang temporal, dan CT scan atau MRI sella menunjukkan adanya tumor hipofisis.
Penanganan biasanya menyangkut pengendalian tirotoksikosis dengan obat-obatan antitiroid dan pengangkatan
tumor hipofisis dengan hipofisektomi transsfenoidal. Tumor ini seringkali cukup agresif dan dapat membesar sampai
ke luar dari sella. Bila tumor tidak dapat diangkat menyeluruh mungkin perlu mengobati tumor sisa dengan terapi
radiasi dan untuk mengendalikan tirotoksikosis dengan iodin radioaktif.

Stomatostatin jangka panjang (oktreotida) akan menekan sekresi TSH pada banyak pasien-pasien ini dan dapat
menghambat pertumbuhan tumor pada beberapa pasien.
Hipertiroidisme (pembentukan hormone tiroid yang berlebihan)
Klasifikasi Hipertiroidisme berdasarkan penyebab
Hipertiroidisme Primer
1. Graves disease
2. Gondok multinodula toksik
3. Adenoma toksik
4. Obat: yodium lebih, litium
5. Ca tiroid yang berfungsi
6. Struma ovarii

Hipertiroidisme Sekunder
1. TSH secreting tumor chGH
2. Tirotoksikosis gestasi trimester
pertama
3. resistensi hormon tiroid

Tirotoksikosis tanpa
Hipertiroidisme
1. hormon tiroid berlebihan
2. tiroiditis subakut
3. silent thyroiditis
4. destruksi kelenjar
5. adenoma, infark, radiasi

Hipotiroidisme (defisiensi hormone tiroid)


Klasifikasi hipotiroidisme berdasarkan penyebab
Hipotiroidisme
Sentral (HS)
Lokalisasi hipofisis atau hipotalamus

1. tumor, infiltrasi tumor


2. nekrosis iskemik (sindrom sheehan pada
hipofisis)
3. iatrogen (radiasi, operasi)
4. infeksi (sarcoidosis, histiosis)

Hipotiroidisme
Primer HP

1. hipo atau agenesis kelenjar


tiroid
2. destruksi kelenjar tiroid
3. atrofi (berdasar autoimun)
4. dishormonogenesis sintesis
hormon
5. hipotiroidisme transien
(sepintas)

Hipotiroidisme sepintas
(transient)

1. tiroiditis de Quervain
2. silent tiroiditis
3. tiroiditis postpartum
4. hipotiroidisme neonatal
sepintas.

Berdasarkan pada usia awitan hipotiroidisme sbb:


Hipotiroidisme dewasa/miksedema
Hipotiroidisme juvenius Timbul setelah usia 1-2 tahun
Hipotiroidisme kongenital/kreatinin
Akibat kekurangan hormone tiroid sebelum atau segera sesudah lahir)
LO 3.5. Manifestasi klinik
A Hipertiroidisme (pembentukan hormone tiroid yang berlebihan)
Penyakit Graves
Pada penyakit ini terdapat 2 kelompok gambaran utama yaitu:
- Tirodial
Lelah, tremor, tidak tahan nafas, keringan semakin banyak apabila panas, kulit lembab, berat
badan menurun disertai nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardia, diare, kelemahan & atrofi
otot.
- Ekstratirodial

mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata
dalam mengikuti gerakan mata), kegagalan konvergensi, eksoftalmos dengan edema periorbital
Goiter nodular toksik
Aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapiterapi digitalis, berat badan menurun, lemah,
atropi otot, mata melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang. Tidak terdapat
manifestasi dramatis oftalmopati infiltratif seperti yang terlihat pada penyakit graves

Hipotiroidisme
Secara klinis dikenal :
Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid
Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis/hipothalamus
Karena sebab lain: sebab farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium dan resistensi perifer.

LO 3.6. Patofisiologi
Skema 1. Patogenesis hipertiroidisme

Limfosit T tersensitisasi
terhadap Antigen (thyroid
auto Antigen) di dalam
kelenjar tiroid

Stimulasi limfosit B

Sel-sel inflamasi intratiroid


menghasilkan sitokin
seperti IL-1, TNF-, IF- yg
menginduksi aktivitas selsel inflamasi lokal

Sintesis Antibodi
terhadap Antigen
tersebut. (TSH = TR-Ab,
thyrotrpin stimulating
hormone receptor
Antibody)

Induksi sel-sel tiroid utk


mensintesis
sitokin lain
Menstimulasi
Patofisiologi
Hipertiroidisme
Karena
hormon
tiroid meningkat, gejala yang ditimbulkan terhadap
tubuh dapat berupa:
yangkadar
dapat
membantu
pertumbuhan
dan fungsi

Kelenjar
tiroid
mensekresi
prekursor
hormon
tiroid
T4/T3
dan
proses autoimun intratiroid
kelenjarkalsitonin
tiroid. Katabolisme protein,

karbohidrat, dan lipid meningkat penurunan BB


Kadar T3 yang beredar dalam darah memberikan umpan balik negatif melalui hipotalamus untuk
menurunkan kadar TRH dan melalui hipofisis untuk menurunkan kadar TSH.

Skema 2. Patogenesis Hipotiroidisme

Autoimun (tiroiditis
Hashimoto)

Antibodi dapat mengurangi


Herediter
efek hormone
tiroid
melalui 2 cara:
1

Menyekat reseptor
TSH, mencegah
produksi TSH.
Antibodi anti-tiroid

Patofisiologi Hipotiroidisme
Pada hipotiroidisme yang disebabkan oleh kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan iodium, gondok
timbul karena kadar hormon tiroid dalam darah sirkulasi sedemikian rendah, sehingga tidak ada inhibisi
umpan-balik negatif ke hipofisis anterior, dan dengan demikian sekresi TSH meningkat. Ingatlah, bahwa
TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan kecepatan sekresi sel-sel tersebut.
Pada hipotiroidisme sekunder dari kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior tidak akan disertai oleh
gondok karena rangsangan yang adekuat bagi kelenjar tiroid saja tidak ada, apalagi rangsangan yang
berlebihan.
LO 3.7. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik :
- Inspeksi:
1 Adanya benjolan di leher depan atau lateral
2 Bila terlihat sesak, waspada adanya penekanan pada trakea
- Palpasi:
1 Benjolan kita palpasi, kalau dari tiroid maka pada waktu menelan akan ikut ke atas.
2 Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multipel dengan konsistensi bervariasi dari kistik
sampai dengan keras bergantung dari jenis patologi anatominya tetapi biasanya massa yang merupakan
suatu karsinoma berukuran > 4 cm dengan konsistensi keras dan tidak bisa digerakkan dari dasarnya.
3 Bila kelenjar besar sekali tetapi belum terlihat gejala sesak napas, kita bisa tetap curiga ada tidaknya
penekanan pada trakhea, caranya dengan menekan lobus lateral kelenjar maka akan timbul stridor akibat
penekanan pada trakea.
4 Ada tidaknya pembesaran KGB regional secara lengkap.
5 Ada tidaknya benjolan pada tulang belakang, clavicula, sternum serta tempat metastase jauh lainnya di
paru, hati, ginjal dan otak.

o
o
o
o
o

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan
nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali
apabila salah satu dari nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya. Nodul soliter pada
tiroid kemungkinan ganasnya 15-20%, sedangkan nodul multipel mempunyai kemungkinan 5%. Apabila suatu
nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan, kemungkinannya ialah suatu perdarahan ke dalam kista, suatu
adenoma atau tiroditis. Tetapi kalau nyeri dan sukar digerakkan kemungkinan besar suatu karsinoma.
Nodul yang tidak nyeri, apabila multiple dan bebas dan digerakan mungkin ini merupakan komponen struma
difus atau hyperplasia tiroid. Namun apabila nodul multiple tidak nyeri tetapi tidak mudah digerakkan ada
kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati mencurigakan suatu keganasan dengan anak sebar.
Dari suatu penelitian yang dilaksanakan di Subbagian Bedah Onkologi tentang tanda-tanda klinis kecurigaan
pada keganasan dengan ketepatan sebesar 82,6 % untuk keadaan :
Batas nodul yang tidak tegas
Nodul dengan konsistensi keras
Nodul disertai pembesaran kelenjar getah bening leher
Letak nodul di isthmus
Permukaan nodul yang berbenjol (tidak rata)

Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk membantu diagnosis karsinoma tiroid, kecuali untuk
karsinoma jenis meduler. Pada karsinoma jenis meduler, pemeriksaan kadar kalsitonin dan penting untuk diagnostik
maupun untuk follow up setelah terapi. Langkah pertama adalah menentukan status fungsi tiroid pasien dengan
memeriksa kadar TSH (sensitif) dan T4 bebas (Free T4 atau FT4). Pada keganasan tiroid, umumnya fungsi tiroid
normal. Namun, perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi tiroid tidak menghilangkan kemungkinan keganasan
meskipun memang kecil.
Pemeriksaan kadar antibodi antitiroid peroksidase dan antibodi antitiroglobulin penting untuk diagnosis
tiroiditis kronik Hashimoto, terutama bila disertai peningkatan kadar TSH. Sering pada Hashimoto juga timbul
nodul baik uni/bilateral sehingga pada tiroiditis kronik Hashimoto pun masih mungkin terdapat keganasan..
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif tetapi tidak spesifik karena
peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada tiroiditis, penyakit Graves, dan adenoma tiroid. Pemeriksaan
kadar tiroglobulin sangat baik untuk monitor kekambuhan karsinoma tiroid pascaterapi. Tetapi tidak dapat untuk
memonitor karsinoma tiroid medulare dan anaplastik, karena sel anaplastik tidak mensekresi tiroglobulin. Pada
pasien dengan riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare, tes genetik dan pemeriksaan kadar kalsitonin perlu
dikerjakan. Bila tidak ada kecurigaan ke arah karsinoma tiroid medulare atau neoplasia endokrin multipel II,
pemeriksaan kalsitonin tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin.
Apabila meningkat kadar tiroglobulin setelah total tiroidektomi, kecurigaan pada rekurensi / metstasis, dan
perlu diselidiki lebih lanjut. Kadar Tg serum normal 1,5 3,0 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan
apada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Pada karsinoma tiroid kadar serum T3 dan T4 umumnya normal. Perlu diingat bahwa abnormalitas fungsi
tiroid baik hiper atau hipotiroid tidak menghilangkan kemungkinan keganasan, meskipun sangat kecil.

Pemeriksaan USG
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair (nodul solid atau kistik). Selain itu
dengan berbagai penyempurnaan, sekarang USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan tetapi belum dapat
membedakan dengan pasti apakah suatu nodul itu ganas atau jinak. Pemeriksaan ini mudah dilakukan tetapi
interpretasinya agak lebih sukar dari pada sidik tiroid. Selain itu USG juga digunakan sebagai penuntun dalam
tindakan radiologi.
USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk menentukan ukuran dan jumlah nodul. USG pada nodul
dingin sebagian besar akan menghasilkan gambaran solid, campuran solid-kistik dan sedikit kista simpel. USG juga

dikerjakan untuk menentukan multinodularitas yang tidak teraba dengan palpasi, khususnya pada individu dengan
riwayat radiasi pengion pada daerah kepala dan leher.
Gambaran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal yang kemudian juga
dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoek atau campuran. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis secara USG ialah:
o
Kista : kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoeiksonolusen, dindingnya tipis.
o
Adenoma/nodul padat : iso atau hiperekoik, kadang disertai halo yaitu suatu lingkaran hipoekoik di
sekelilingnya.
o
Kemungkinan karsinoma : nodul padat biadanya tanpa halo.
o
Toroditis : hipoekoik difus meliputi seluruh kelenjar.
1
2
3
4

Keuntungan USG antara lain :


Dapat dilakukan kapan saja
Tidak perlu persiapan
Lebih aman
Dapat dilakukan pada wanita hamil dan anak-anak
Pemeriksaan Scanning Tiroid
Dasar pemeriksaan ini adalah persentase uptake dan distribusi yodium radioaktif J131dalam kelenjar tiroid.
Yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam kelenjar.
Juga dapat diukur uptake yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam. Sebelum dilakukan scanning tiroid, maka
obat-obatan yang mengganggu penangkapan iodium oleh tiroid harus dihentikan 2-4 minggu sebelumnya.
Dari uptake ini diketahui fungsi tiroid apakah hiportiroid, eutiroid atau hipetiroid. Uptake normal dalam 24 jam
adalah 15-40%. Scanning tiroid dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop, yaitu iodium radioaktif
(123-I) dan technetium pertechnetate (99m-Tc). 123-I lebih banyak digunakan dalam evaluasi fungsi tiroid,
sedangkan 99m-Tc lebih digunakan untuk evaluasi anatominya. Dari distribusi jodium dapat diketahui sifat tonjolan
tersebut tersebut dan membandingkannya dengan jaringan sekitar.
Pemeriksaan ini tidak untuk membedakan jinak atau ganas secara pasti, pemeriksaan ini tidak dapat
menggantikan pemeriksaan histopatologi untuk diagnosa pasti. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan.
Sidik tiroid dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam isotop, yaitu iodium radioaktif (123-I) dan
technetium pertechnetate (99m-Tc). 123-I lebih banyak digunakan dalam evaluasi fungsi tiroid, sedangkan 99m-Tc
lebih digunakan untuk evaluasi anatominya. Pada sidik tiroid kurang lebih 80 -85% nodul tiroid memberikan hasil
dingin (cold) dan 10-15% dari kelompok ini mempunyai kemungkinan keganasan. Nodul panas ditemukan sekitar
5% dengan resiko ganas paling rendah, sedang nodul hangat terdapat 10-15% dari seluruh nodul dengan
kemungkinan keganasan lebih rendah dari 10%.
Hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk:
1 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini menunjukkan
fungsi yang rendah.
2 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas
yang berlebihan.
3 Nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Hal ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian
tiroid yang lain.
Keganasan biasanya terekam sebagai nodul dingin soliter, nodul yang hangat biasanya bukan keganasan,
apabila dijumpai nodul yang panas ini hampir pasti bukan suatu keganasan.
Nodul dingin tidak selalu disebabkan neoplasma, tetapi mesti dihubungkan dengan beberapa hal :
o Bentuk cold area. Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan.
o Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya. Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih
cenderung untuk kelainan metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar.
o Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin.Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah
kecurigaan akan keganasan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area antara lain :

a
b
c
d
e
f
g

Kista.
Hematom.
Strumaadenomatosa.
Perdarahan.
Radang.
Keganasan.
Defekkongenital.
Kegunaan pemeriksaan scanning tiroid ini ialah untuk dapat :
1 Memperlihatkan nodul soliter pada tiroid
2 Memperlihatkan multipel nodul pada struma yang klinis kelihatan seperti nodul soliter
3 Memperlihatkan retrosternal struma
4 Mencari occult neoplasma pada tiroid
5 Mengidentifikasi fungsi dari jaringan tiroid setelah operasi tiroid
6 Mengidentifikasi ektopik tiroid
7 Mencari daerah metastase setelah total tiroidektomi
Pemeriksaan Needle Biopsy
Dapat dilakukan dengan cara needle core biopsy atau FNBA ( biopsi jarum halus). Biopsi aspirasi jarum halus
(BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA), mempergunakan jarum suntik no. 22-27 cara ini mudah aman dapat
dilakukan dengan berobat jalan. Dibandingkan dengan biopsy cara lama (jarum besar), biopsi jarum halus tidak
nyeri, tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas pada kista, dapat juga dihisap
cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul, jadi selain diagnostik, bisa juga terapeutik.
BAJAH merupakan metode yang sangat efektif untuk membedakan nodul jinak atau ganas. Keterbatasan
metode ini adalah sering ditemukan hasil yang tidak adekuat sehingga tidak dapat dinilai. Keterbatasan yang lain
adalah tidak mampu membedakan neoplasma sel folikular dan sel Hurtle adalah jinak atau ganas karena keduanya
mirip. Keduanya bisa dibedakan dari ada atau tidak adanya invasi kapsul atau invasi vaskular pada pemeriksaan
histopatologis sediaan dari operasi.
Ada beberapa kerugian pada biopsi, jarum ini yaitu dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu.
Negative palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang baik
dibuatnya. Hasil positif palsu terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi. Prosedur ini semakin lama semakin
banyak dipakai. Bagi yang belum menerima memberikan beberapa alasan antara lain :
o Jaringan yang memadai atau jaringan tumor sering sukar didapat walaupun dikerjakan oleh yang berpengalaman.
o Kekhawatiran terjadinya penyebaran sel-sel ganas dan implantasi di kulit.
o Keengganan dan kesukaran dalam pembacaan untuk membuat diagnosis oleh patolog dari jaringan yang minim.
o Ahli bedah sering menemukan perlengketan-perlengketan sebagai akibat tindakan ini, yang mempersulit
tindakan bedah.

1
2
3
4

Hasil BAJAH dibagi menjadi empat kategori yaitu :


Jinak
Mencurigakan
Ganas
Tidak adekuat.
Beberapa faktor yang menyebabkan hasil yang tidak adekuat adalah operator kurang terampil, vaskularitas
nodul, terdapat lesi kistik, posisi nodul sulit (kecil dan di posterior), dan pengenceran aspirat dalam darah atau cairan
kista.
Untuk mengurangi hasil yang tidak adekuat tersebut, dianjurkan mengulang BAJAH apabila nodul masih
teraba setelah aspirasi cairan kista, atau menggunakan USG untuk menuntun tindakan BAJAH khususnya untuk
nodul tiroid yang sulit.
Jenis karsinoma yang dapat segera ditentukan adalah karsinoma papilare, medulare atau anaplastik. Sedangkan
untuk jenis folikulare, untuk membedakannya dengan adenoma folikulare dan adenomatosus goiter, harus dilakukan
pemeriksaan histopatologi, yang dapat memperlihatkan adanya invasi kapsul tumor atau invasi vaskuler.

Pemeriksaan Potong Beku


Pemeriksaan yang rutin dikerjakan untuk membedakan jinak atau ganas waktu operasi berlangsung dan
sekaligus untuk menentukan tindakan operasi definitif. Pemeriksaan potong beku sulit membedakan adenoma
folikuler dan encapsulated folliculer carcinoma Apabila pada potong beku didiagnosa sebagai sebagai adenoma
folikuler maka sikap yang diambil adalah isthmolobektomi. Jika secara makroskopik kecurigaan ganas ada,
sedangkan patologi meragukan maka dilakukan isthmolobektomi. Hal ini bertujuan mendapatkan terapi seoptimal
mungkin dalam keragu-raguan tersebut karena pasien sering menolak tindakan operasi ulangan untuk total
trioidektomi. Ketepatan pemeriksaan ini 75 % - 83 %.

1
2
3
4

Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini menggunakan parafin coupe merupakan pemeriksaan definitif atau gold standar. Untuk kasus
inoperable, jaringan diambil dengan biopsi insisi.
Ada 4 tipe histologi mayor :
Papillary carcinoma (including follicular variant of papillary carcinoma)
Follicular carcinoma (including Hurthle cell carcinoma)
Medullary carcinoma
Undifferentiated (anaplastic) carcinoma
Pemeriksaan BMR
Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi metabolisme, apakah ada hubungannya dengan hipotiroid, eutiroid,
atau hipertiroid. Untuk tonjolan tunggal manfaatnya kurang, karena umumnya kasus-kasus ini eutiroid. Bila ada
hipertiroid pada tonjolan tunggal tiroid, hal ni dapat disebabkan adenoma toksik atau nodul autonom, yang
merupakan indikasi untuk operasi.
Pemeriksaan Termografi
Merupakan suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah
Dynamic Telethermografi. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya sekitar > 0,9 C dan
dingin apabila < 0,9 C. Cara pemeriksaan dengan dengan termografi ini cukup sensitif dan spesifik.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala
sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta
untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

2. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa
berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
Pemeriksaan Laboratorium :
1

Tes Fungsi Hormon


Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit
tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme
sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI)
digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. 3,4,5

Foto Rontgen leher


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).

Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat
memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu
pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma.3,4,5

Pemeriksaan Isotop scan dan Ultrasonographic


Metode Isotop scan (IS), ultrasonograhic (USG) dan sitologi saat ini digunakan untuk mengevaluasi nodul-nodul
pada tiroid. IS memiliki spesifisitas tinggi dalam mendiagnosis neoplasma malignan apabila akumulasi ekstratiroid
99mTc pertechnetate atau I 3IJ pada nodul metastasis servikal atau demarcated nodul tiroid cold kabur
dipertimbangkan positif. Karsinoma tiroid terlihat sebagai nodul hipoechogenik pada pemeriksaan USG, meskipun
demikian beberapa lesi benign juga mirip dengan gambaran echographic seperti pada lesi malignan.

Sidikan (Scan) tiroid


Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131
ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama
beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh
fungsi bagian-bagian tiroid. 3,4,5

Biopsi Aspirasi Jarum Halus


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir
tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif
palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang
baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. Biopsi aspirasi jarum halus tiroid telah berusia
lebih dari 50 tahun dan merupakan metode utama yang digunakan untuk diagnosis preoperatif pada anak-anak dan
dewasa. Biopsi aspirasi jarum halus memegang peranan yang penting dalam mendeteksi neoplasma tiroid dan
membantu dalam penanganan reseksi pembedahan selanjutnya serta mengidentifikasi lesi-lesi non neoplastik yang
dapat ditangani secara konservatif.
Biopsi aspirasi jarum halus merupakan test yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis lesi tiroid dan telah banyak
publikasi yang mengkonfirmasi keunggulan dari biopsi aspirasi jarum halus ini.
Akan tetapi, walaupun merupakan test yang akurat dengan biaya yang murah dan sering tanpa komplikasi, biopsi
aspirasi jarum halus juga memiliki keterbatasan-keterbatasan yaitu :
o Ketidakmampuan biopsi aspirasi jarum halus untuk memberikan diagnosis banding nodul pada hypercellular
goitre dan neoplasma folikular benign dan malignan. Keterbatasan ini menyebabkan ahli sitologi sering

o
o

mendiagnosisnya sebagai suspect (4-24%) dan mengharuskan penderita untuk melakukan lobectomy untuk
diagnosis yang lebih obyektif.
Keterbatasan yang berkaitan dengan jumlah negatif palsu (1,3-17%) yang akhirnya akan menyebabkan
kegagalan penanganan neoplasma malignan.
Sejumlah kasus dimana tidak mungkin merumuskan satu diagnosis disebabkan karena material inadekuat (231%) sehingga menurunkan akurasi metode ini dan jumlah penderita yang menjalani lobectomy meningkat
untuk mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat.
Sitologi biopsi jarum halus terutama diindikasikan pada nodul tiroid soliter atau nodul dominan pada
multinodul goiter. Empat sampai tujuh persen orang dewasa memiliki nodul tiroid yang dapat diraba dan angka
ini meningkat dengan ultrasonografi atau pada pemeriksaan otopsi (>60%)

Klasifikasi Sitologi Biopsi Jarum Halus :


Klasifikasi sitologi biopsi jarum halus dikatakan :
1. Jinak
Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk kelompokan atau mikrofolikular. Inti sel bulat atau oval dengan
kromatin yang padat dan homogen. Sitoplasma sedikit dan agak eosinofilik, tetapi terkadang ditemukan sel-sel
onkositik. Sejumlah koloid dapat ditemukan.
2. Curiga
Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikular. Inti sel membesar, bulat atau oval dengan kromatin
yang bergranul dan anak inti yang menonjol. Sitoplasma eosinofilik, bergranul, dikarakteristikkan dengan perubahan
sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.
3. Ganas
Bentuk papiler : sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papiler. Inti bulat atau oval dengan adanya pseudoinklusi
nuklear, nuclear grooves dan/atau bentuk palisading.
Bentuk meduler : sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi dengan inti bentuk bulat, oval atau lonjong. Inti
terletak eksentrik dengan gambaran plasmasitoid. Struktur amiloid jarang terlihat.
Bentuk anaplastik : terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya multinucleated giant cell dan sel-sel bentuk lonjong. Inti
besar, bizarre, satu atau banyak, dan kromatin kasar dan anak inti yang menonjol.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Diagnosis Banding Hipertiroid


Penyakit Graves kadang-kadang terdapat dalam bentuk tidak biasa atau atipis, di mana diagnosisnya bisa tidak
begitu jelas. Atrofi otot yang menonjol mengarah pada adanya miopati berat yang harus dibedakan dari kelainan
neurologis primer. Paralisis periodik tirotoksis biasanya terjadi pada pria Oriental dan datang dengan serangan
mendadak paralisis flasid dan hipokalemia. Paralisis membaik sendirinya dan dapat dicegah dengan tambahan K+
dan penghambat beta-adrenergik. Penyakit ini diobati dengan terapi tirotoksikosis yang tepat. Pasien dengan
penyakit jantung tiroid muncul terutama dengan gejala keterlibatan jantung --khususnya fibrilasi atrial refrakter yang
tidak peka terhadap digoksin--atau gagal jantung dengan curah yang tinggi. Kira-kira 50% pasien ini tidak terbukti
ada penyakit jantung yang mendasari, dan masalah jantung disembuhkan dengan terapi tirotoksikosis. Pasien-pasien
tua akan datang dengan penurunan berat badan, goiter kecil, fibrilasi atrial lambat, dan depresi berat, dan tidak ada
gambaran klinis adanya peningkatan reaktivitas katekolamin. Pasien flasid ini menderita "hipertiroidisme apatetik".
Akhirnya, beberapa wanita muda mengalami amenorea dan infertilitas sebagai gejala-gejala primer. Pada semua
contoh-contoh ini, diagnosis penyakit Graves biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris
tersebut di atas.
Pada sindroma disebut "hipertiroksemia disalbuminenik familial" , protein abnormal seperti albumin ada pada
serum yang sebagian mengikat T4 tapi tidak T3. Hal ini berakibat peningkatan T4 dan FT4I serum, tapi T3, T4
bebas, dan TSH normal. Hal yang penting ialah membedakan keadaan eutiroid dengan hipertiroidisme. Di samping
tidak adanya gambaran klinis hipertiroidisme, T3 serum dan kadar TSH normal akan menyingkirkan diagnosis
hipertiroidisme.
Diagnosis Banding Hipotiroidisme
Mongolisme
Hipopituitarisme
Osteogenesis imperfekta
Akondroplasia
Amiotonia kongenital
Lipodistropi (Sindrom Hurler)
Penyakit penimbunan glikogen

LO 3.8. Penatalaksanaan
A Farmakologi
Ada 4 golongan penghambat sintesis hormon tiroid:
1 Antitiroid
Golongan Tionamid
Mekanisme kerja
Terdapat dua khas obat, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil
(PTU) dan midazol dipasarkan dengan nama metimazol dan carbimazol (neomercazol). Obat golongan ini
memiliki dua efek, yaitu efek intratiroid dan ekstratiroid.
Efek intratiroid
Mencegah, mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4 dengan cara menghambat oksidasi
dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, hambat iodinisasi tyrosine (pada
thyroglobulin) yg diperantarai thyroid peroxidase, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan
menghambat sintesis tiroglobulin.
Efek ekstratiroid
Menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer (hanya propitiourasil).
Farmakokinetik
Propilitourasil pada dosis 100 mg mempunyai masa kerja 6-8 jam, sedangkan metimazol pada dosis 30-4mg bekerja selama 24 jam. Dengan dosis di atas, keadaan eutiroid biasanya tercapai dalam waktu 12
minggu.
Farmakokinetik
Ikatan protein plasma
T
Volume distribusi
Metabolisme pada gangguan hati
Metabolisme pada gangguan ginjal
Dosis
Daya tembus sawar plasenta

Propiltiurasil
75%
75 menit
20L
Normal
Normal
1-4 X/hari
Rendah

Metimazol
4-6 jam
40L
Menurun
Normal
1-2 X/hari
Rendah

Efek samping
Reaksi yang sering timbul antara lain purpura dan papular rush yang kadang-kadang hilang sendiri. Gejala
lain yang biasanya timbul antara lain nyeri dan kaku sendi terutama pada pergelangan dan tangan. Reaksi
demam obat, hepatitis dan nefritis dapat terjadi pada penggunaan propiltiurasil dosis tinggi. Agranulositosis
tergantung dosis terjadi pada metimazole sedangkan propiltiourasil tidak tergantung dosis.
Indikasi
Untuk mengatasi gejala klinik sambil menunggu remisi spontan, dan sebagai persiapan operasi. Juga dapat
sebagai kombinasi yodium radioaktif untuk mempercepat perbaikan klinis sementara menunggu efek terapi
yodium radioaktif. Selain itu, antitiroid dapat digunakan untuk hipertiroidisme yang disertai pembesaran
kelenjar tiroid bentuk difus maupun noduler. Efek terapi tampak umumnya tampak setelah 3-6 minggu
terapi. Besarnya efek hambatan feungsi tiroid tergantung dari berat ringannya gangguan fungsi sebelum
pemberianobat, jumlah hormon yang tersedia dan besarnya dosis yang diberkan. Dosis terapi biasanya tidak
menghambat fungsi tiroid secara total. Waktu yang dibutuhkan pasien berlainan.
2

Penghambat transport ion yodida


Obat ini bekerja menghambat tranport aktif yodida ke dalam kelenjar tiroid. Mekanisme obat ini
menghambat secara kompetitif sodium iodide symporter yang dapat menghambat masuknya yodium.

Obat tersebut berupa anion monovalen yang bentuk hidratnya mempunyai ukuran hampir sebesar hidrat ion
yodida, contoh: tiosianat (SCN-), perklorat (ClO4-) dan fluoborat (BF4-).Obat golongan ini dapat
menghambat fungsi tiroid dan menimbulkan goiter.
Perklorat kekuatannya 10 kali dari tisianat. Tiosianat tidak di timbun dalam tiroid. Perklorat meskipun di
timbun dalam tiroid, tidak di metabolisme dalam kelenjar tersebut dan disekresi dalam bentuk utuh. Semua
obat ini mampu menghilangkan kadar yodida dalam plasma dan tiroid. Efek goiterogeniknya dapat diatasi
dengan pemberian tiroksin. Natrium dan kalium perklorat memang bermanfaat dalam pengobatan
hipertiroidisme, terutama yang di dinduksi oleh amiodaron atau yodium.
3

Yodida
Yodida merupakan obat tertua yang digunakan dalam pengobatan hipertiroidisme sebelum ditemukan
berbagai obat antitiroid. Meskipun yodida diperlukan dalam jumlah yang kecil untuk bisintesis horomon
tiroid, dalam jumlah yang berlebihan yodida dapat menyebabkan goiter dan hipotiroidisme pada orang
sehat. Peran yodida dalam tiroid antara lain:
1 Yodium diperlukan dalam biosintesis hormon tiroid
2 Yodida menghambat proses transport aktifnya sendiri ke dalam tiroid
3 Bila yodium dalam tiroid terdapat dalam jumlah cukup banyak terjadi hambatan sintesis T3 dan T4.
Yodium dalam darah terdapat dalam bentuk yodida yang sebagian besar ditangkap oleh tiroid dan sebagian
lagi dalam bentuk PBI. Yodida digunakan dalam persiapan operasi tiroid pada hipertiroidisme. Biasanya
yodida tidak diberikan sendiri, tetapi yodida diberikan setelah hipertiroidisme diatasi dengan antitiroid,
yang biasanya diberikan selama 10 hari sebelum operasi diberikan.
Efek samping kadang-kadang dapat terjadi reaksi hipersensitive terhadap yodida ditandai dengan rasa
logam dan terbakar dalam mulut dan faring serta rangsangan selaput lendir. Dapat juga terjadi radang
faring, laring dan tonsil serta kelainan kulit ringan sampai aknefrom berat. Sedangkan gejala saluran cerna
biasanya berupa iritasi yang dapat disertai dengan perdarahan.

Yodium radioaktif
Terdapat beberapa yodium radioaktif, umpamanya 125I, 130I. Yang paling banyak dalam biologis adalah 131 I
adalah 8 hari, jadi baru kira- kira sesudah 56 hari kekuatan radioaktifnya 1%. 131I memancarkan sinar dan
. Daya tembusnya sinar maksimal 2mm kira-kira 90% destruksi sel setempat disebabkan olek sinar
tersebut. Sinar , daya tembusnya besar kira-kira 10%. Indikasinya terutama digunakan pada pasien:
hipertiroidisme usia lanjut atau dengan penyakit jantung
penyakit grave yang menetap atau kambuh setelah tiroidektomi subtotal atau setelah memakai obat
antitiroid dalam jangka waktu lama .
goiter noduler toksik
goiter multinoduler nontoksik yang disertai gejala kompresi
karsinoma tiroid
sebagai alat diagnotik.
Kontraindikasi :
Tidak boleh diberikan pada kehamilan dan anak-anak. Sebaiknya diberikan untuk pasien yang berusia lebih
dari 25 atau 30 tahun. Efek terhadap tiroid yaitu sinar yang ynag dipancarkan mempengaruhi jaringan
parenkim sekeliling folikel. Pada umumnya tidak memberikan efek gangguan pada tiroid apabila
digunakan dosis yang rendah, dan sebaliknya. Sediaan larutan natrium yodida 131 I dapat diberikan oral dan
IV sedangkan kapsul natrium yodida 131 I tersedia dalam bentuk oral.

Obat golongan penyekat beta


Obat golongan ini, seperti propanolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis
tirotoksikosis seperti, palpitasi tremor, cemas dan intoleransinya terhadap panas melalui blokadenya terhadap
reseptor adrenergik. Obat ini juga dapat meskipun sedikit menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap
konversi T4 ke T3. Dosis awal 80 mg/hari.

Efek samping:
Mual
Sakit kepala
Insomnia
Demam, agranulositosis, trombositopeni (jarang)
Fatigue
Kontraindikasi:
Gagal jantung, kecuali fibrilasi atrium
Asma
Bradiaritmia
Raynaud phenomenon
Terapi monoamine oksidase inhibitor
B

Non Farmakologi
1 Pembedahan Tiroid
Biopsi insisi, contoh indikasi: struma difus pradiagnosis
Biopsi eksisi, contoh indikasi: tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
Tiroidektomi subtotal, contoh indikasi: hipertiroidi (Graves), struma nodosa benigna
Hemitiroidektomi (istmolobektomi), contoh indikasi: kelainan unilteral (adenoma)
Tiroidektomi total, contoh indikasi: keganasan terbatas tanpa kelainan kelenjar limfe
Tiroidektomi radikal, contoh indikasi: keganasan tiroid dengan kemungkinan metastasis ke
kelenjar limfe regional
Subtotal tiroidektomi
Keuntungan dilakukan tiroidektomi adalah dapat menghilangkan keluhan, dan menurunkan insiden
terjadinya hipotiroidism yang bisa didapat oleh terapi radio iodine. Dilakukan tindakan subtotal
tiroidektomi apa bila :
pada kelenjar tiroid yang sudah membesar.
Keganasan.
Terapi untuk anak dan wanita hamil.
Untuk pasien yang tidak dapat melakukan terapi jangka panjang.
Kelenjar tiroid yang diangkat 3-8 g tanpa mengangkat kelenjar paratiroid dan N. laryngeal. Angka kematian
dari prosedur ini amatlah rendah, kurang dari 0,1%. Subtotal tiroidektomi adalah cara teraman dan tercepat
dalam mengkoreksi keadaan tirotoksikosis, frekuensi timbulnya kembali hipertiroidism dan hipotiroidism
tergantung dari jumlah tiroid yang diambil. Pada pembedahan yang berhasil dan persiapan preoperasi yang
baik, cidera pada nervus laryngeal dan kel paratiroid didapatkan kurang dari 2% kasus.
2

Iodium radioaktif.
Biasanya pasien diberi oat terlebih dahulu sampai keadaan eutiroid. Pemberian radioaktif secara bertahap
tidak mengakibatkan hipotiroid. Sedangkan pada pemberian secara langsung hipotiroid dapat terjadi oleh
karena itu diberikan terapi substitusi.

LO 3.9. Prognosis
Prognosis hipotiroidisme
Makin muda dimulai pemberian hormon tiroid, makin baik prognosisnya.Prognosis jelek pada kasus yang
terlambat diobati, terutama defisit IQ. Sebaliknyapenderita yang diobati dengan hormon tiroid sebelum umur 3
bulan, dapat mencapaipertumbuhan dan IQ yang mendekati normal. Oleh karena itu diagnosa dini sangatpenting,
namun sangat sulit ditegakkan secara klinis karena seringkali pada waktulahir bayi tampak normal, kalaupun
memperlihatkan gejala sangat samar dan tidak spesifik. Gejala khas hipotiroid biasanya tampak jelas pada saat bayi
berumurbeberapa bulan.
Perjalanan miksedema yang tidak diobati adalah penurunan keadaan secara lambat yang akhirnya menjadi koma
miksedema dan kematian. Namun, dengan terapisesuai, prognosis jangka panjang sangat menggembirakan.

Pada suatu waktu angka mortalitas koma miksedema mencapai kira-kira 80%.Prognosis telah sangat membaik
dengan diketahuinya pentingnya respirasi yangdibantu secara mekanis dan penggunaan levotiroksin intravena. Pada
saat ini, hasilnya mungkin tergantung pada seberapa baiknya masalah penyakit dasar dapat dikelola.
Prognosis hipertiroidisme
Secara umum, perjalanan penyakit Graves adalah ditandai oleh remisi dan eksaserbasi untuk jangka waktu yang
lama kecuali kalau kelenjar dirusak dengan pembedahan atau iodin radioaktif. Walaupun beberapa pasien bisa tetap
eutiroid untuk jangka waktu lama setelah terapi, banyak yang akhirnya mendapatkan hipotiroidisme. Jadi, follow-up
seumur hidup merupakan indikasi untuk semua pasien dengan penyakit Graves.
LO 3.10. Komplikasi
Komplikasi hipotiroid :
a. Koma miksedema
Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati. Ditandai oleh kelemahan
progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia, hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal.
Walaupun jarang, ini dapat terjadi lebih sering dalam masa mendatang, dihubungkan dengan peningkatan
penggunaan radioiodin untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen. Karena ini paling
sering pada pasien-pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah, mortalitasnya sangat tinggi.
Pasien (atau seorang anggota keluarga bila pasien koma) mungkin ingat akan penyakit tiroid terdahulu, terapi
radioiodin, atau tiroidektomi: Anamnesis menunjukkan awitan bertahap dari letargi terus berlanjut menjadi stupor
atau koma.
Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh mencapai 24 C (75 F). Pasien
biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-kuningan, suara parau, lidah besar, rambut tipis, mata
membengkak, ileus dan refleks-refleks melambat. Mungkin ada tanda-tanda penyakit-penyakit lain seperti
pneumonia infark miokard, trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal. Petunjuk laboratorium dari diagnosis
koma miksedema, termasuk serum "lactescent", karotin serum yang tinggi, kolesterol serum yang meningkat, dan
protein cairan serebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial atau abdominal dengan kandungan protein
tinggi bisa juga didapatkan. Tes serum akan menunjukkan FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat
meningkat. Asupan iodin radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat, menunjukkan
dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan rendah. Seringkali bila pemeriksaan laboratorium
tidak tersedia, diagnosis harus dibuat secara klinis.
Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama : (1) retensi CO2 dan hipoksia; (2)
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; dan (3) hipotermia. Retensi CO2 telah lama dikenal sebagai bagian internal
dari koma miksedema dan dianggap diakibatkan oleh faktor-faktor seperti : obesitas, kegagalan jantung, ileus,
imobilisasi, pneumonia, efusi pleural atau peritoneal, depresi sistem saraf pusat dan otot-otot dada yang lemah
cukup turut berperan. Kegagalan pasien miksedema berespons terhadap hipoksia atau hiperkapnia mungkin akibat
hipotermia. Kegagalan dorongan ventilatori sering berat, dan bantuan pernapasan hampir selalu dibutuhkan pada
pasien dengan koma miksedema. Terapi hormon tiroid pada pasien-pasien miksedema memperbaiki hipotermia dan
sangat meningkatkan respons ventilasi terhadap hipoksia. Karena dorongan ventilasi yang terganggu, respirasi yang
dibantu hampir selalu perlu pada pasien dengan koma miksedema. Gangguan cairan dan elektrolit yang utama
adalah intoksikasi cairan akibat syndrome of inappropriate secretion of vasopressin (SIADH). Kelainan ini terlihat
sebagai hiponatremia dan ditangani dengan restriksi air. Hipotermia sering tidak dikenali karena termometer klinis
biasanya hanya sampai kira-kira 34C (93F); suatu jenis termometer laboratorium yang mencatat skala yang lebih
besar harus digunakan untuk mendapatkan pembacaan suhu tubuh yang tepat. Suhu tubuh yang rendah bisa
disebabkan karena hilangnya stimulasi tiroksin pada mekanisme transpor natrium kalium dan aktivitas ATPase yang
menurun. Penghangatan kembali tubuh secara aktif adalah kontra indikasi, karena dapat menginduksi vasodilatasi
dan kolaps vaskular. Peningkatan suhu tubuh adalah indikasi yang berguna untuk melihat efektivitas tiroksin.
Kelainan-kelainan lain yang dapat mendorong terjadinya koma miksedema termasuk gagal jantung, edema paru,
efusi pleural atau peritoneal, ileus, kelebihan pemberian cairan, atau pemberian pemberian obat-obat sedatif atau
narkotik pada pasien dengan hipotiroidisme berat. Insufisiensi adrenal kadang-kadang terjadi berkaitan dengan koma
miksedema, tetapi ini relatif jarang dan biasanya berhubungan dengan miksedema hipofisis atau insufisiensi adrenal
autoimun yang terjadi bersamaan (Sindroma Schmidt). Kejang, episode perdarahan, hipokalsemia atau
hiperkalsemia bisa dijumpai. Adalah penting untuk membedakan miksedema hipofisis dari miksedema primer. Pada
miksedema hipofisis, bisa didapatkan insufisiensi adrenal dan pengganti adrenal perlu dilakukan. Petunjuk klinis
tentang adanya miksedema hipofisis termasuk riwayat adanya amenore atau impotensi dan rambut pubis atau aksilar

yang jarang; kolesterol serum normal dan kadar TSH hipofisis yang normal atau rendah. Pada CT scan atau MRI
dapat memperlihatkan pelebaran sella tursika. Terapi koma miksedema, dibicarakan di bawah.
b. Miksedema dan Penyakit Jantung
Dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koronaria, sangat
sukar karena penggantian levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark
miokard. Namun karena sudah ada angioplasti koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien dengan miksedema dan
penyakit arteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat
ditolerir.
c. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik
Hipotiroidisme sering disertai depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang lagi, pasien dapat mengalami
kebingungan, paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan FT4
dan TSH adalah cara efisien untuk menemukan pasien-pasien ini, yang mana seringkali memberikan respons
terhadap terapi tunggal levotiroksin atau dikombinasi dengan obat-obat psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada
pasien hipotiroid yang terganggu meningkatkan hipotesis bahwa penambahan T3 atau T4 pada regimen
psikoterapeutik untuk pasien depresi, mungkin membantu pasien tanpa memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian
lebih jauh harus dilakukan untuk menegakkan konsep ini sebagai terapi standar.
Komplikasi Hipertiroid :
Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua gejala tirotoksikosis, sering terjadi
sebagai suatu sindroma yang demikian berat sehingga dapat menyebabkan kematian. Kadang-kadang krisis tiroid
dapat ringan dan nampak hanya sebagai reaksi febris yang tidak bisa dijelaskan setelah operasi tiroid pada pasien
yang persiapannya tidak adekuat. Lebih sering, terjadi dalam bentuk yang lebih berat, setelah operasi, terapi iodin
radioaktif atau partus pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terkontrol adekuat atau selama penyakit atau
kelainan stres yang berat, seperti diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang berat, atau
infark miokard. Manifestasi klinis krisis tiroid adalah hipermetabolisme yang menonjol dan respons adrenergik
berlebihan. Febris dari 38 sampai 41C (100-106F) dan dihubungkan dengan muka kemerahan dan keringat
banyak. Terdapat takikardi berat sering dengan fibrilasi atrium, tekanan nadi tinggi dan kadang-kadang gagal
jantung. Gejala susunan saraf pusat termasuk agitasi berat, gelisah, delirium, dan koma. Gejala gastrointestinal
termasuk nausea, muntah, diare dan ikterus. Akibat fatal ada hubungannya dengan gagal jantung dan syok.
Pernah diduga bahwa krisis tiroid adalah akibat bahwa pelepasan mendadak atau "dumping" cadangan tiroksin
dan triiodotironin dari kelenjar tirotoksis. Pemeriksaan lebih teliti telah mengungkapkan bahwa kadar T4 dan T3
serum pada pasien dengan krisis tiroid tidaklah lebih tinggi daripada pasien tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Tidak
ada bukti bahwa krisis tiroid disebabkan oleh produksi triiodotironin berlebihan. Ada bukti bahwa pada
tirotoksikosis terdapat peningkatan jumlah tempat pengikatan untuk katekolamin, sehingga jantung dan jaringan
saraf mempunyai kepekaan yang meningkat terhadap katekolamin dalam sirkulasi. Tambahan pula, terdapat
penurunan pengikatan terhadap TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori saat ini bahwa dalam keadaan
seperti ini, dengan tempat pengikatan yang bertambah yang tersedia untuk katekolamin, suatu penyakit akut; infeksi
atau stres bedah memacu pengeluaran katekolamin, yang bersama-sama kadar T4 dan T3 bebas yang tinggi,
menimbulkan problem akut ini.
Gambaran diagnostik klinis yang paling menonjol dari krisis tirotoksikosisadalah hiperpireksia yang jauh lebih
berat dari tanda-tanda lain. Penemuan laboratorium termasuk T4, FT4 dan T3 serum, juga TSH yang tersupresi.

a.
b.
c.
d.

LO 3.11. Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko.
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian
garam yodium.
Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan
garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan
Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan keuntungan yang lebih
dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida
diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida
dalam sediaan air minum

e.

f.

Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan endemik sedang.
Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan
menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur
dan kelamin
Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan
anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah
sakit agar sembuh dan menghambat progresifitas penyakit.

a.
b.
c.

Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah proses
penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau
penyebaran.
Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan
masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi
yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang
berhubungan dengan kecantikan.
LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang cemas dalam menghadapi operasi
menurut pandangan Islam
Takut ( ) adalah sebentuk perasaan yang ALLAH Subhaanahu wa taalaakaruniakan kepada kita agar
dengannya kita menghindar dari segala yang dapat menciderai diri kita. Kita mengelak dari besi tajam yang siap
menghujam, berkelit dari kejaran binatang buas yang siap menggigit, berlari dari kobaran api yang siap membakar,
surut ke belakang ketika kaki sudah di tepi jurang. Semua itu karena takut.
Tak ada yang mendorong kita untuk berlindung atau menghindar dari bahaya, kecuali rasa takut. Tak ada yang
mendorong kita untuk berupaya mencari dan memperoleh keselamatan -di dunia maupun di akhirat- kecuali juga
rasa takut. Maka apa jadinya jika ALLAH tidak mengaruniai kita rasa takut? Takut kepada segala marabahaya dan
kemarahan, juga takut kepada api neraka dan kemurkaan-NYA. Tentu saja dengan mudahnya kita akan tertimpa
malapetaka di dunia dan terjerumus ke dalam perbuatan yang menghantarkan kita kepada kesengsaraan dan
penderitaan di akhirat ,seandainya ALLAHSubhaanahu wa taalaa tidak mengaruniai kita rasa takut. Karenanya
RasulullahShallallahu alaihi wa sallam pun mengajari kita untuk berdoa :

(Ya, Tuhan kami. Karuniailah kami rasa takut kepada-MU, yang dengan itu menjauhlah kami dari bermashiyat
kepada MU)
Takut Yang Bersifat Tabiat
Takutnya kita kepada tikaman senjata, terkaman binatang, jilatan api, terjatuh dari tempat yang tinggi, atau
tenggelam ke dalam air merupakan takut yang bersifat tabiat (khauf thabiiy). ALLAH Subhaanahu wa taalaa
memang telah memperlengkapi kita dengan perasaan ini, sebagaimana juga perasaan benci dan cinta -yang dengan
itu manusia benci kepada siapa saja yang berbuat jahat kepadanya dan cinta kepada siapa saja yang berbuat baik
kepadanya-. Karena nya takut yang bersifat tabiat ini tidaklah berdosa, selama tidak menjadi sebab dilalaikannya
perintah atau dilanggarnya larangan ALLAH. Namun jika lantaran takut terluka atau cidera kemudian kita enggan
berangkat ke medan jihad, maka takut semacam ini menjadi berdosa.
ALLAH Subhaanahu wa taalaa telah berfirman:
(Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-KU jika kalian orang beriman) (Ali Imran:
175)
Maka ketika kita tiba-tiba muncul rasa takut dari hal-hal yang dapat menciderai tubuh, hendaknya kita
bertanya ,Kenapa harus takut. Apakah yang muncul ini semata tabiat dan ia tidak menyebabkan dilalaikannya
perintah atau dilanggarnya larangan ALLAH. Masih bolehkah aku merasa takut, atau sudahkah rasa takut ini
menjerumuskan aku kepada dosa?

Takut Yang Bersifat Ibadah


Kita tegakkan sholat, shaum di bulan Ramadhan, tunaikan zakat, berhaji kebaitullah, dan amalkan segala bentuk
ibadah lainnya seperti zikir, berdoa, atau itikaf tidak lain karena mengharapkan kebaikan -berupa keridhoan
ALLAH dan ganjaran-NYA- atau karena menghindari keburukan -berupa kemurkaan ALLAH dan hukuman-NYA-.
Manakala seseorang melakukan sebentuk upacara ritual -yang tidaklah ia lakukan itu kecuali didorong oleh rasa
takut, yakni takut terhadap bahaya atau petaka yang akan menimpa jika ia tidak melaksanakan upacara tersebut-,
maka yang semacam ini semua merupakan takut yang bersifat ibadah (khauf ibadah). Jika takut semacam ini
ditujukan kepada atau disebabkan oleh selain ALLAH Subhaanahu wa taalaa, maka takut yang demikian
merupakan sejenis kesyirikan. Begitu pula, manakala seseorang menanam ari-ari bayi di depan rumah kemudian
memberinya penerangan selama 40 hari, atau menggantung janur kemudian menanam kepala kerbau di saat
menegakkan bangunan -tidaklah ia lakukan yang demikian kecuali karena takut tertimpa petaka-, maka takut yang
demikian merupakan sejenis kesyirikan.
Bukankah ALLAH Subhaanahu wa taalaa berfirman :
(162: ( )
)
(Katakanlah, sesungguhnya sholatku, ibadahku,hidup, dan matiku hanyalah untuk ALLAH, Rabb semesta alam) (Al
Anam: 162)
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

(ALLAH melanat orang yang menyembelih bukan karena ALLAH) (HR: Muslim)
Perhatikanlah, betapa seringnya kita lihat manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang dilandasi perasaan takut
yang bersifat ibadah (khauf ibadah) ini. Membuat sesajen-sesajen, menyembelih atau menanam sesembelihan, dan
menggantung atau memancangkan benda-benda, yang semuanya dilakukan dengan maksud untuk menghindari
petaka dan takut jika tidak dilakukan maka petaka itu akan menimpa dirinya. Semua ini termasuk perbuatan
menyekutukan ALLAH, karena telah mengalihkan khauf ibadahtersebut kepada selain ALLAH.
Bukankah ALLAH Subhaanahu wa taalaa berfirman:
(( ) 20:)
(Mereka yang menyeru selain ALLAH, yaitu yang tak mampu menciptakan sesuatu, bahkan sesuatu yang
diciptakan) (An-Nahl:30)
Dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan kita melalui doanya:

(Dengan Nama ALLAH Yang dengan NYA tak ada satu pun yang dapat mencelakakan, di langit maupun di bumi.
Dan IA Maha Mendengar dan Maha mengetahui)
Maka ketika hati ini terdorong -disebabkan bisikan syaithan atau adat kebiasaan- untuk meyiapkan sesajen,
menanam sesembelihan,atau menggantung penangkal bala, hendaknya kita bertanya, Kenapa harus takut. Apakah
layak sesuatu yang tak dapat memberikan manfaat dan mendatangkan mudharat menerima rasa takutku. Kenapa
sesuatu yang tak dapat menciptakan dan tak mampu -bahkan menyelamatkan dirinya sendiri- harus dimuliakan
melalui rasa takutku?
Takut Yang Tersembunyi
Takut yang tersembunyi (khauf sirry) adalah takut yang sesungguhnya tidak beralasan dan tidak pada tempatnya kita
merasa takut. Dan tidaklah timbul rasa takut semacam ini kecuali karena telah tertanam keyakinan bahwa sesuatu
yang ditakutinya itu dapat mendatangkan mudharat atau petaka baginya. Maka takut yang demikian ini
(sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -rahimahullahu taalaa- di
dalam Syarah Tsalatsatul Ushul) merupakan jenis kesyirikan.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23151/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18861/3/Chapter%20II.pdf
http://repository.unpad.ac.id/bitstream/handle/123456789/878/fungsi_dan_kelainan_kelenjar.pdf?
sequence=3

Anda mungkin juga menyukai