Di Rumah Sakit
NPM 2010631010040
Kelas : 6/C
Fakultas Hukum
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam menyelesaikan
makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
makalah “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Yang Mendapatkan Pelayanan Kurang Baik
Di Rumah Sakit” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Kesehatan. Penulis berharap makalah tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pasien
Yang Mendapatkan Pelayanan Kurang Baik Di Rumah Sakit dapat menjadi referensi bagi
semua Mahasiswa dan masyarakat.
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan
penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran. Semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.
Wassalamualaikum wr.wb
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
Abstrak.......................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.3 Tujuan...................................................................................................................................7
1.4 Manfaat..............................................................................................................................7-8
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana Perlindungan Pasien Atas Pelayanan Yang Kurang Baik di Rumah Sakit...9-14
2.2 Bagaimana Kewajiban Negara Dalam Pemenuhan Hak Pasien Atas Pelayanan
Kesehatan............................................................................................................................14-19
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................20
3.2 Saran...................................................................................................................................21
Daftar Pustaka.....................................................................................................................22-23
2
ABSTRAK
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1
Soerjono Soekanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya, Bandung, 1987, Hlm-29
4
dipenuhi dan terlindungi, Dengan demikian jelas terlihat bahwa tujuan hukum kesehatan pun
tidak akan banyak menyimpang dari tujuan hukum itu sendiri, hal ini bisa dilihat dari bidang
kesehatan yang mencangkup aspek sosial dan kemasyarakatan dimana banyak kepentingan
harus dapat diakomodir dengan baik. Untuk tercapainya tujuan hukum kesehatan tidak luput
dari peran pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan adalah semua tindakan yang diambil
dalam rangka mencegah dan memelihara kesehatan masyarakat pada umumnya, keberhasilan
upaya kesehatan tergantung pada ketersediaan sumber daya kesehatan seperti tenaga sarana
prasarana serta adminitrasi dengan jumlah dan mutu yang memadai. 2 Tenaga Kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Kedokteran (bahasa Inggris:
medicine) adalah suatu ilmu, dan seni yang mempelajari tentang penyakit, dan cara-cara
penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang
cara mempertahankan kesehatan manusia, dan mengembalikan manusia pada keadaan sehat
dengan memberikan pengobatan pada penyakit, dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan
tentang sistem tubuh manusia, dan penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari
pengetahuan tersebut. 3 Amanat Pasal 28 H ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalamPasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah
Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya
kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan.
Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik danorganisasi
yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan denganperangkat keilmuannya masing-
masing Amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian
dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah Sakit sebagai salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat
diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.
2
Sri Fatimahningsih, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit, rajawali
pers, jakarta, 2006, hlm. 3
3
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press, Surabaya, 1984, hlm. 6
5
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing4. Oleh karena
alasan tersebut pelayanan kesehatan pada rumah sakit merupakan hal yang penting dan harus
dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku agar
masyarakat sebagai konsumen dapat merasakan pelayanan yang diberikan. Terdapat 3 (tiga)
komponen yang terlihat dalam suatu proses pelayanan yaitu; pelayanan sangat ditentukan oleh
kualitas pelayanan yang diberikan, siapa yang melakukan pelayanan, serta konsumen yang
menilai sesuatu pelayanan melalui harapan yang diinginkannya 5. Deklarasi Universal Hak
Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut
menandatanganinya) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada
pasal 28 H, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena
itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap
kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi
penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu6. Hak setiap rakyat tersebut
tentunya harus dibarengi dengan pelaksanaan dari Pemerintah agar hak tersebut dapat diperoleh
oleh setiap orang. Mengenai tanggung jawab negara tersebut tercantum dalam Pasal 34 ayat
(3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak”. Hak yang sama ini harus diberikan kepada semua masyarakat Indonesia,
termasuk masyarakat miskin. Masyarakat miskin yang kemudian juga tergolong ke dalam fakir
miskin harus dipelihara oleh negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 34 ayat (1) UUD NRI
Tahun 1945. Maka dari itu peran pemerintah dalam pemeliharaan masyarakat miskin ini juga
termasuk pemeliharaan kesehatan mereka. Menurut „Declaration of Lisbon (1981) : The Rights
of the Patient” disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat
dokter yang “bebas”, hak menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak
atas kerahasiaan, hak mati secara bermartabat, hak atas dukungan moral atau spiritual7. Dan
terkait hak-hak pasien juga diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang No. 44 tahun
4
Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, Cetakan Pertama. PT. Prestasi
Pustakaraya, Jakarta. 2010, hal. 1
5
Ibid hal 2
6
Depertemen Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas dan
Jaringannya Tahun 2008,(Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat)
hal. 2
7
Freddy Tengker. Hak Pasien. (Jakarta : Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2007)
6
2009 tentang Rumah Sakit. Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Pemerintah
melakukan upaya-upaya untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan, diantaranya adalah program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin / JPKMM atau lebih dikenal dengan
program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang.
JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu
melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu
dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial. Munculnya kasus kasus serta gugatan
dari pihak pasien merupakan indikasi bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat.
Semakin sadar masyarakat akan aturan hukum, semakin mengetahui mereka akan hak dan
kewajibannya dan semakin luas pula suara-suara yang menuntut agar hukum memainkan
peranannya di bidang kesehatan. Hal ini pula yang menyebabkan masyarakat (pasien) tidak
mau lagi menerima begitu saja cara pengobatan yang dilakukan oleh pihak medis. Respons
pihak rumah sakit akhir-akhir ini terkait keluhan pasien miskin cenderung bias dan kurang
bijaksana. Pengelola rumah sakit cenderung defensif dan menyalahkan pasien yang
mengungkapkan keluhan pelayanan rumah sakit pada publik. Pasien miskin yang berani
mengungkapkan keluhan pelayanan rumah sakit justru diperlakukan diskriminatif, diabaikan
dan dipersulit dalam pelayanan rumah sakit8.
Bagaimana perlindungan pasien atas pelayanan yang kurang baik di rumah sakit?
Bagaimana kewajiban negara dalam pemenuhan hak pasien atas pelayanan kesehatan?
1.3 Tujuan
Mendeskripsikan perlindungan pasien atas pelayanan yang kurang baik di rumah sakit
Mendeskripsikan kewajiban negara dalam pemenuhan hak pasien atas pelayanan di
rumah sakit
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
8
M.Antikorupsi. Rumah Sakit arogan dan anti kritik, pasien bisa alami kematian, http//m.antikorupsi.org
7
Secara Teoritis, Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu
pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum kesehatan, khususnya pemahaman teoritis
tentang hukum kesehatan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pasienvatas hak
mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil makalah yang berfokus pada perlindungan hukum diharapkan bisa
menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan
solusi kongkrit bagi Rumah Sakit dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap
pasien di Indonesia.
8
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana Perlindungan Pasien Atas Pelayanan Yang Kurang Baik di Rumah Sakit
Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu : perlindungan
hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa.
Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada pasien diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif9. bertujuan
untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul. Perlindungan hukum yang
preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif, pemerintah terdorong
untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
Dalam garis besar, sistem hukum didunia modern terdiri atas dua sistem induk, yaitu “civil law
system” (modern Roman) dan “common law system”. Sistem hukum yang berbeda melahirkan
perbedaan mengenai bentuk dan jenis sarana perlindungan hukum bagi pasient, dalam hal ini
sarana perlindungan hukum represif.
9
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.(Surabaya: Bina Ilmu, 1987) hal.1
9
Menurut Soekidjo Notoatmodjo,10 mengatakan bahwa secara garis besar, upaya-upaya
pelayanan kesehatan masyarakat antara lain :
4) Pemberantasan vector
10) Pembinaan peran serta masyarakat dan sebagainya. Sementara itu secara garis besar usaha-
usaha kesehatan itu.
b. Pencegahan (Preventif), Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan
: Vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu, Isolasi penderita penyakit menular,
10
Soekidjo Notoatmodjo, 2007,Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni, Rineka Cipta, Jakarta. Hlm.17.
11
Indan Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Mayarakat, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 26
10
Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum maupun di tempat kerja,
Pemeriksaan kesehatan secara berkala,dan lain sebagainya.
c. Penyembuhan penyakit (Kuratif), Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati
anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan., melalui
kegiatan-kegiatan, mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal serta
mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (early diagnosis and prompt treatment) d.
Pemulihan (Rehabilitative). Rehabilitasi adalah usaha untuk mengembalikan bekas penderita
ke dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna
untuk dirinya dan masyarakat, semaksimalnya sesuai dengan kemampuannya. Usaha
pengembalian bekas penderita ini kedalam masyarakat, memerlukan bantuan dan pengertian
dari segenap anggota masyarakat untuk dapat mengerti dan memahami keaadaan mereka (fisik,
mental dan kemampuannya) sehingga memudahkan mereka dalam proses penyesuian dirinya
dalam masyarakat dalam keadan yang sekarang ini.
Mengapa warga negara harus mendapatkan perlindungan hukum dari tidakan pemerintah ? Ada
beberapa alasan, yaitu: pertama, karena dalam berbagai hal warga negara dan badan hukum
perdata terngatung pada keputusan-keputusan pemerintah, seperti keputusan terhadap izin yang
diperlukan untuk usaha perdagangan, perusahan atau pertambangan, karena itu warga negara
dan badan hukum perdata perlu mendapat perlindungan hukum, terutama untuk memperoleh
kepastian hukum dan jaminan keamanan, yamg merupakan faktor penentu bagi kehidupan
12
Wahid I.M, Nurul C. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi.(Jakarta : Penerbit Salemba Medika,
2009) hal. 143
11
dunia usaha: kedua, hubungan antara pemerintah dengan warga negara tidak berjalan dalam
posisi sejajar, warga negara sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan pemerintah:
ketiga, berbagai perselisihan warga negara dengan pemerintah itu berkenaan dengan
keputusan, sebagai instrumen pemerintah yang bersifat sepihak dalam melakukan intervensi
terhadap kehidupan warga negara. Pembuatan keputusan yang didasarkan pada kewenangan
bebas (vrije bevoegdheid), akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hak-hak warga
negara. Meskipun demikian, bukan berarti kepada pemerintah tidak diberikan perlindungan
hukum.Sebagaimana disebutkan SjachranBasah, di atas, perlindungan hukum terhadap
administrasi negara itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindakannya dengan baik dan benar
menurut hukum13. Walaupun pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat akan tetapi peran serta masyarakat tetap diperlukan sebagai upaya
pemenuhan hak-hak kesehatan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai HAM. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Pembangunan Nasional (RPJN) tahun 2005- 2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemapuan hidup sehat bagi setiap orang.Hal ini
dimaksudkan agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat
terwujud.Dalam dua puluh tahun terakhir, pembangunan kesehatan yang diselenggarakan
secara berkesinambungan, berkelanjutan, menyeluruh, terarah dan terintegrasi didasarkan pada
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang telah ditetapkan pada tahun 2009. SKN tersebut secara
nyata telah dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan yang merupakan acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan,
pedoman, arah pelaksanaan pembangunan kesehatan14. Rumah sakit menjamin perlindungan
hukum bagi dokter, tenaga kesehatan agar tidak menimbulkan kesalahan medik dalam
menangani pasien, sekaligus pasien mendapatkan perlindungan hukum dari suatu tanggung
jawab rumah sakit dan dokter/tenaga kesehatan.Peran dan fungsi rumah sakit sebagai tempat
untuk melakukan pelayanan medis yang profesional akan erat kaitannya dengan 3 (tiga) unsur
yaitu yang terdiri dari :
2) Unsur keuntungan atau manfaat yang tercermin dalam mutu pelayanan dan
13
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi. Cetakan ke-6.PT. RadjaGrafindo Persada.Jakarta,
2011.hal. 277
14
Trini Handayani, Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Perdagangan Organ Tubuh Manusia,
Cetakan Ke-l. CV. Mandar Maju, Bandung. 2012, hal. 3.
12
3) hukum yang mengatur perumahsakitan secara umum kedokteran dan/atau medik
khususnya.15 Unsur-unsur sebagaimana dimaksud akan bermafaat bagi pasien dan
dokter/tenaga kesehatan serta rumah sakit, disebabkan karena adanya hubungan yang saling
melegkapi unsur tersebut. Pelayanan kesehatan memang sangat membutuhkan kualitas, mutu
pelayanan yang baik dan maksimal, dengan mafaat yang dapat dirasakan oleh penerima jasa
pelayanan kesehatan (pasien) danpemberi jasa pelayanan kesehatan (dokter/tenaga kesehatan
dan rumah sakit)16. Pelayanan kesehatan (medis) merupakan hal yang penting yang harus
dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku, agar
masyarakat sebagai konsumen dapat merasakan pelayanan yang diberikan. Pelayanan sendiri
hakikatnya merupakan suatu usaha untuk membantu menyiapkan segala sesuatu yang
diperlukan orang lain serta dapat memberikan kepuasan sesuai dengan keinginan yang
diharapkan oleh konsumen.Terdapat tiga komponen yang terlibat dalam suatu proses
pelayanan yakni, pelayanan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan, siapa
yang melakukan layanan, dan konsumen yang menilai suatu pelayanan melalui harapan yang
diinginkannya17. Tingkat keberhasilan kualitas pelayanan kesehatan dapat dipandang dari tiga
subyek yakni pemakai, penyelenggara dan penyandang dana pelayanan kesehatan. Bagi
pemakai jasa kesehatan, kualitas pelayanan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas
memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran, komunikasi petugas dengan pasien,keprihatinan serta
keramahtamahan petugas melayani pasien.Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan kualitas
pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan/atau otonomi profesi dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sedangkan bagi penyadang dana pelayanan kesehatan,
lebih terkait dengan dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan
kesehatan dan/atau kemampuan pelayanan kesehatan menguragi kerugian penyandang dana
pelayanan kesehatan18. Dalam pelayanan di bidang medis, pasien dikenal sebagai penerima
jasa pelayanan kesehatan dan dari pihak rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan
dalam bidang perawatan kesehatan.Dari sudut pandangan sosiologis dapat dikatakan bahwa
pasien maupun tenaga kesehatan memainkan perananperanan tertentu dalam
masyarakat.Dalam hubungannya dengan tenaga kesehatan, misalnya dokter, tenaga kesehatan
mempunyai posisi yang diminan apabila dibandingkan dengan kedudukan pasien yang awam
15
Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, op.cit, hal. 4-5
16
Ibid hal 5
17
Ibid hal 11
18
Ibid hal 13
13
dalam bidang kesehatan. Pasien dalam hal ini, dituntut untuk mengikuti nasihat dari tenaga
kesehatan, yang mana lebih mengetahui akan bidang pengetahuan tersebut. Dengan demikian
pasien senatiasa harus percaya pada kemampuan dokter tempat dia menyerahkan
nasibnya.Pasien sebagai konsumen dalam hal ini, merasa dirinya bergantung dan aman apabila
tenaga kesehatan berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya.11 Keadaan demikian pada
umumnya didasarkan atas kerahasiaan profesi kedokteran dan keawaman masyarakat yang
menjadi pasien.Situasi tersebut berakar pada dasar-dasar historis dan kepercayaan yang sudah
melembaga dan membudaya di dalam masyarakat.Hingga kini pun kedudukan dan peranan
dokter relatif lebih tinggi dan terhormat.Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan
medis, dengan melihat perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, risiko yang
dihadapi semakin tinggi. Oleh karena itu, dalam hubungan antara tenaga kesehatan dengan
pasien misalnya terdapat kesederajatan. Di samping dokter, maka pasien juga memerlukan
hukum yang proporsional yang diatur dalam perundang-undangan.Perlindungan tersebut
terutama diarahkan kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa dokter melakukan kekeliruan
karena kelalaian19.
2.2 Bagaimana Kewajiban Negara Dalam Pemenuhan Hak Pasien Atas Pelayanan
Kesehatan
Menurut Nelman Kusuma, Secara umum kewajiban Negara untuk memenuhi hak atas
pelayanan kesehatan bagi warga Negara dapat digolongkan menjadi tiga tingkat yakni20:
1. To respect (menghormati)
Dalam konteks ini hal yang menjadi perhatian utama bagi Negara adalah tindakan atau
kebijakan “apa yang tidak akan dilakukan” atau “apa yang akan dihindari”. Negara wajib untuk
menahan diri serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan berdampak negatif pada
kesehatan warga binaan, antara lain : menghindari kebijakan limitasi akses pelayanan
kesehatan, menghindari diskriminasi, tidak menyembunyikan atau misrepresentasikan
informasi kesehatan yang penting, tidak menerima komitmen internasional tanpa
mempertimbangkan dampaknya terhadap hak atas kesehatan, tidak menghalangi praktek
pengobatan tradisional yang aman, tidak mendistribusikan obat yang tidak aman.
19
Ibid hal 23
20
Nelman Kusuma, 2010, Postur Sehat Dalam Perspektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia , Jurnal Ilmu Hukum
Amanna Gappa Universitas Hasanuddin, Vol. 18, Hlm. 436
14
2. To protect (melindungi)
3. To fullfil (memenuhi)
Memenuhi : Memfasilitasi dan Menyediakan (to fulfill: to facilitate and to provide) Pemerintah
berkewajiban dalam Pemenuhan secara progresif; Investasi dibidang kesehatan serta alokasi
sumberdaya untuk kemampuan masyarakat, Obligasi untuk memenuhi hak-hak masyarakat
dalam bidang kesehatan secara inheren mempunyai makna Negara atau pemerintah melakukan
upaya untuk memfasilitasi dan menyediakan hak-hak masyarakat dalam bidang kesehatan.
Implementasi dari ketiga tanggung jawab dan kewajiban Negara di atas dapat dilihat dari
political will dan good will pemerintah dalam bentuk regulasi ataupun kebijakan publik lainnya
seperti kebijakan anggaran maupun kebijakan strategis serta dalam bentuk pemenuhan secara
fisik. Secara lebih rinci lagi dalam Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
BAB IV tentang Tanggung Jawab Pemerintah21. menyebutkan bahwa tanggung jawab atau
kewajiban Pemerintah dalam upaya peningkatan dan melindungi kesehatan masyarakat antara
lain :
3. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil
dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
21
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, BAB IV
15
4. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang
setinggitingginya.
5. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Hak Asasi Manusia secara substansial telah diatur di dalam UUD NRI Tahun 1945. Salah satu
hak asasi manusia yang diatur adalah hak atas kesehatan. Pasal 28H, ayat (1) UUD Tahun 1945,
menyatakan dengan tegas bahwa “setiap orang berhak ... memperoleh pelayanan kesehatan”22.
Dengan masuknya hak kesehatan ke dalam konstitusi, maka hak atas kesehatan secara resmi
merupakan hak hukum positif yang dilindungi oleh pemerintah dan pemerintah wajib untuk
memenuhi hak kesehatan warga negaranya melalui usaha-usaha yang nyata dan kongrit. Hak
atas kesehatan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, ia tidak hanya menyangkut hak atas
individu an sich, tetapi meliputi semua faktor yang memberi konstribusi terhadap hidup yang
sehat (healthy self) terhadap individu, seperti masalah lingkungan, nutrisi, perumahan dan lain-
lain. Sementara hak atas kesehatan dan hak atas pelayanan kedokteran yang merupakan hakhak
pasien, adalah bagian yang lebih spesifik dari hak atas kesehatan. Sudah menjadi konsensus
dalam konstitusi Indonesia bahwa hak atas kesehatan merupakan hak mendasar bagi manusia.
Falsafah dasar dari jaminan hak atas kesehatan sebagai HAM merupakan raison d’etre
kemartabatan manusia (human dignity)23. Kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia.
Karena itu setiap individu, keluarga maupun masyarakat berhak memperoleh perlindungan
terhadap kesehatannya, dan pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi agar
masyarakat terpenuhi hak hidup sehatnya termasuk masyarakat miskin yang tidak mampu.
Untuk menjamin agar hak kesehatan dapat dipenuhi, UUD NRI Tahun 1945, Pasal 34 ayat (3)
22
UUD NRI Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1) : “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.
23
Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Jakarta,
2008., hlm. 152
16
menandaskan bahwa : “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan ...”24. Pasal 28H ayat (3) mengamanatkan bahwa : “Setiap orang berhak atas atas
jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat”. Ketentuan pasal 28H ayat (3) tersebut, terkait dengan Pasal 34 ayat (2) yang
berbunyi: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”. Konstitusi telah mengamanatkan bahwa penyediakan fasilitas kesehatan
merupakan tanggung jawab negara, dan negara juga bertanggung jawab untuk menjamin
masyarakat dapat menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Adanya ketentuan
mengenai kesejahteraan sosial dalam UUD NRI Tahun 1945, merupakan pengejawantahan
konsep negara kesejahteraan (welvaart staat atau welfare state), negara turut serta secara aktif
untuk kesejahteraan rakyatnya (welfare state)25 , atau dikenal dengan nama verzorgingsstaat,
atau disebutnya sociale rechsstaat (negara hukum sosial), di mana negara dituntut untuk
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya26. Dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki
komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Melalui
SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jenis
program jaminan sosial, meliputi :
a) jaminan kesehatan
24
Pasal 34 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, berbunyi: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
25
Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1982., hlm. 22-23
26
Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M.Sihombing, Tanggung Jawab Negara Dalam Pelaksanaan Jaminan
Sosial (Responsibility State in The Implementation of Social Security), Jurnal Legislasi Indonesia (Indonesian
Journal of Legislation), Vol. 9 No. 2 - Juli 2012., hlm. 168
27
Pasal 19 UU Nomor 40 Tahun 2004 tetang SJSN
17
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Pasal 4 menegaskan
bahwa : “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial”. Ketentuan
Pasal 9 ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa: Jaminan sosial dimaksudkan untuk: “menjamin
fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat
mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah
ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi”. Pasal 10 ayat (1)
berbunyi: “Asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan untuk melindungi warga negara
yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf
kesejahteraan sosialnya”. UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, telah mengamanatkan
dalam Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 52 untuk mempercepat pembentukan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial dengan undang-undang. Pada tanggal 25 November 2011 telah diundangkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( UU
BPJS). Sejak diundangkannya UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, badan
penyelenggara program jaminan sosial dilaksanakan oleh 4 (empat) badan penyelenggara,
sebagai berikut :
2. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Sipil
(TASPEN)
Jaminan kesehatan yang dikembangkan oleh Pemerintah adalah jaminan kesehatan yang
didasarkan pada UU SJSN dan UU BPJS. Jaminan kesehatan yang dirumuskan oleh UU SJSN
28
Pasal 5 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
18
adalah jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas. Pasal 19 menegaskan bahwa “Jaminan kesehatan diselenggarakan
dengan tujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan”. Kebutuhan dasar kesehatan adalah
kebutuhan akan layanan kesehatan yang memungkinkan seseorang yang sakit dapat sembuh
kembali sehingga ia dapat berfungsi normal sesuai usianya. Dalam penyelenggaraan jaminan
kesehatan perlu diperhatikan tiga unsur penting yaitu: (a) bagaimana dana dikumpulkan; (b)
bagaimana resiko ditanggung secara bersama; dan (c) bagaimana dana yang dikumpul
digunakan seefisien dan se-efektif mungkin29. Program Jaminan Kesehatan Sosial Nasional
(JKSN) ditujukan untuk memberikan manfaat pelayanan kesehatan yang cukup komprehensif,
mulai dari pelayanan preventif seperti imunisasi dan Keluarga Berencana hingga pelayanan
penyakit katastropik seperti penyakit jantung dan gagal ginjal. Baik institusi pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta dapat memberikan pelayanan untuk program tersebut
selama mereka menandatangani sebuah kontrak kerja sama dengan pemerintah30.
29
Normand, Charles and Axel Weber, Social Health Insurence; A Quidebook for Planning, Second Edition, ADB,
GTZ, ILO dan WHO, VAS, Germany, 2009, p.16., terpetik dalam Mundiharno, Peta Jalan Menuju Universal
Coverage Jaminana Kesehatan (Road Map To A Universal Health Converage, Jurnal Legislasi Indonesia
(Indonesian Journal of Legislation), Vol. 9 No. 2 - Juli 2012., hlm. 212-213
30
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_Jaminan_Sosial_Na sional?veaction=edit., diakses 22 juni 2023
19
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Perlindungan hukum atas hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
merupakanbagian dari pelaksanaan perlindungan hak-hak asasi manusia sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Masyarakat
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu dan terjangkau dan berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya dan berhak memperoleh kesempatan
dalam memanfaatkan sumberdaya kesehatan yang disediakan oleh pemerintah dan/atau
pemerintah daerah.
2. Pemenuhan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak melalui fasilitas
kesehatan di rumah sakit pemerintah dijamin dan dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau
pemerintah daerah yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di
bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan oleh
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah untuk menjamin ketersediaan
segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau. Rumah sakit
pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam keadaan darurat, untuk
kepentingan penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan dan dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka. Rumah sakit pemerintah wajib menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
3. Konsepsi tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak atas kesehatan merupakan hak
hukum positif karena itu pemerintah wajib sebagai personifikasi negara untuk memenuhi hak
kesehatan warga negara. Pengabaian hak atas kesehatan masyarakat berupa pengingkaran
terhadap perlindungan dan penyediaan pelayanan kesehatan masyarakat yang layak merupakan
pelanggaran terhadap konstitusi.
4. Kesehatan adalah hak fundamental setiap manusia, karena itu setiap individu, keluarga, dan
masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. Pemerintah bertanggung
jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal. Tanggung
jawab pemerintah dalam pemenuhan hak atas kesehatan diwujudkan dalam bentuk penyediaan
sarana dan fasilitas kesehatan yang layak, serta mudah diakses oleh masyarakat.
20
3.2 Saran
Selain menghasilkan kesimpulan di atas, tulisan ini juga menawarkan saran yang bersifat
umum sebagai kontribusi pemikiran sebagai berikut :
2. Negara memiliki tanggung jawab atas pemenuhan hak dasar kesehatan warga negara yang
dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, perlu penataan sistem pelayanan dan pembiayaan
jaminan kesehatan sehingga layanan kesehatan yang layak dapat diakses dengan mudah, adil
dan tidak diskriminatif oleh semua level masyarakat.
3. Perlindungan atas hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dalam
pelaksanaannyamemerlukan pengawasan yang efektif oleh pemerintah dan/atau pemerintah
daerah melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga non pemerintah dan masyarakat untuk
melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan mengenai pemenuhan hak-hak masyarakat
serta kendala-kendala dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
BUKU
Sri Fatimahningsih, 2006, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Di
Rumah Sakit, Jakarta, rajawali pers
Hermien Hadiati Koeswadji, 1984, Hukum dan Masalah Medik, Surabaya, Airlangga
University Press
Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Pasien,
Jakarta, Cetakan Pertama. PT. Prestasi Pustakaraya
Philipus M. Hadjon. 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, Bina Ilmu
Soekidjo Notoatmodjo, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni, Jakarta, Rineka
Cipta
Indan Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Mayarakat, Bandung, Citra Aditya Bakti
Wahid I.M, Nurul C. 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi, Jakarta,
Salemba Medika
Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Ed. Revisi. Cetakan ke-6, Jakarta, PT.
RadjaGrafindo Persada
22
Nelman Kusuma, 2010, Postur Sehat Dalam Perspektif Hukum Dan Hak Asasi Manusia
, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Universitas Hasanuddin
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM: Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya, Jakarta, Rajawali Pers
Normand, Charles and Axel Weber, Social Health Insurence; A Quidebook for
Planning, Second Edition, ADB, GTZ, ILO dan WHO, VAS, Germany, 2009, p.16., terpetik
dalam Mundiharno, Peta Jalan Menuju Universal Coverage Jaminana Kesehatan (Road Map
To A Universal Health Converage, Jurnal Legislasi Indonesia (Indonesian Journal of
Legislation), Vol. 9 No. 2 - Juli 2012., hlm. 212-213
Rudy Hendra Pakpahan dan Eka N.A.M Sihombing, 2012, Tanggung Jawab Negara
Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial Sosial (Responsibility State in The Implementation of
Social Security), Jurnal Legislasi Indonesia (Indonesian Journal of Legislation), Vol. 9
Internet
M.Antikorupsi. Rumah Sakit arogan dan anti kritik, pasien bisa alami kematian,
http//m.antikorupsi.org diakses 22 juni 2023
23