Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Aspek Hukum Perdata Dalam Kesehatan


(Civil Malpraktik)

Disusun oleh :
KELOMPOK 9

1. Hany Adeliana Muthia


2. Herlina Eka Astuti
3. Hermawati Panjaitan
4. Ida Ari Murti
5. Iin Tiara Putri
6. Iis Yulyati
7. Ika Sari Dewi Ginting
8. Imas Wulandari

Dosen Pembimbing : Lili Anggraini SST, M.Kes


Mata Kuliah : Hukum Kesehatan

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN ALIH JENJANG


UNIVERSITAS ABDI NUSANTARA JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah tentang
ASPEK HUKUM PERDATA DALAM KESEHATAN (CIVIL MALPRAKTIK) yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kesehatan dapat selasai tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti - natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Lili Anggraini SST,M.Kes Dosen mata kuliah Hukum
Kesehatan yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya dan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat disusun dengan baik.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah
disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan demi kesempurnaan proposal ini. Demikian makalah ini penulis selesaikan dan terima kasih

Bekasi, 28 Februari 2023

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................................................ ii


Daftar Isi .................................................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan ............................................................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................................ 5
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Hukum Perdata ................................................................................................................................ 6
2.2 Pengertian Malpraktik …………....................................................................................................................... 6
2.3 Contoh-contoh Malpraktik ………………..........................................................................................................7
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................................................... 8
3.2 Saran ……………………….................................................................................................................................8
Daftar Pustaka ……................................................................................................................................................... 9

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan modal utama dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa dan mempunyai peranan
penting dalam pembentukan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan
umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar1945. Kesehatan juga merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana dengan keadaan yang
sehat, manusia bisa hidup dengan produktif untuk menghasilkan sesuatu hal yang bermanfaat bagi hidupnya. Oleh karena
itu kesehatan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa diganggu gugat.
Pelayanan kesehatan secara umum diketahui adanya pemberi pelayanan dalam hal ini dokter dan yang menerima
pelayanan atau melakukan upaya kesehatan dalam hal ini adalah pasien. Sejak dahulu dikenal dengan adanya hubungan
kepercayaan yang disebut dengan transaksi teraupetik, dimana transaksimerupakan hubungan timbal balik yang dihasilkan
melalui komunikasi, sedangkan teraupetik diartikan sebagai sesuatu yang mengandung unsur atau pengobatan. Secara
yuridis transaksi teraupetik diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara
profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang kedokteran, pelayanan
yang diberikan bersifat pemberian pertolongan atau bantuan yang didasarkan kepercayaan pasien terhadap dokter.
Bidan merupakan salah satu komponen pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang
sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kepada para ibu di
Indonesia. Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan yang berperan dalam upaya penurunan angka kematian ibu(AKI) dan
angka kematian bayi(AKB). Pelayanan yang dilakukan oleh bidan meliputi pelayanan yang berkesinambungan dan
paripurna maknanya di pokuskan pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan
masyarkat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya (kepmenkes RI no 938/ menkes/sk/VIII/2007 tentang standar
asuhan bidan)
Pada hakekatnya kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan dalam melaksanakan suatu profesi medis,
merupakan bentuk interpretasi yang amat penting untuk diulas secara bersama - sama, hal ini dipengaruhi karena
timbulnya kesalahan dan kelalaian yang mengindikasikan dampak merugikan. Selain tercela dan mengurangi bentuk
Amanah masyarakat terhadap petugas kesehatan, juga menimbulkan suatu kerugian terhadap pasien. Seyogyanya di
dalam menginterpretasikan suatu eksistensi pelaksanaan profesi harus diletakkan terlebih dahulu, kesalahan dan
kelalaian pengimplementasian profesi dengan berhadapan pada kewajiban profesi. Oleh karena itu se eloknya harus juga
memperhatikan indikator – indikator seperti aspek hukum yang mendasari terjadinya suatu hubungan hukum antara
dokter dan pasien yang bersumber pada perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik. Mengingat upaya kesehatan harus
dilaksanakan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat, sudah barang tentu pemerintah diharapkan
lebih mampu menghadapi tugasnya agar dapat mengatur secara baik masalah yang menyangkut dengan kesehatan.
Untuk itu masalah organisasi dan manajemen kesehatan harus selalu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Pedoman standar profesi medis bertujuan agar tenaga medis dalam melakukan pekerjaanya sesuai dengan
Standar Profesi dan Standar Operasional Prosedur, erat kaitannya dengan penilaian etis, tetapi penerapannya tetap
menggunakan prinsip hukum. Misalnya, ketentuan etik masyarakat menetapkan standar tertinggi bagi praktik profesi
dokter. Jadi, tidak wajib dokter yang pandai melainkan yang telah menamatkan pendidikan kedokteran, dan berhak
menggunakan gelar dokter serta mempunyai kewenangan untuk praktik.
Malpraktik yuridis terdiri dari malpraktik perdata, malpraktikpidana dan malpraktik administratif8 :
a.Perdata (civil malpractice)
terjadi apabila terdapat hal – hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam transaksi
terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perubahan melanggar hukum sehingga menimbulkan
kerugian pada pasien.
b. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)
terjadi apabila pasien meninggal dunia atau cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atau
kurang cermat dalam upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat.
c. Malpraktik Administratif (administrative malpractice)
terjadi apabila dokter dan / atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku, misalnya menjalankan praktik dokter tanpa lisensi atau izinnya, menjalankan praktik dengan izin yang sudah
kadaluwarsa dan menjalankan praktik tanpa membuat cacatan medik.
Malpraktik Pidana terjadi apabila seorang dokter yang tidak melakukan pekerjannya sesuai dengan standar
operasional kedokteran dan standar prosedur tindakan medik berarti telah melakukan kesalahan dan kelalaian, yang
dapat ditunutut secara hukum pidana,. Penuntutan pertanggungjawaban pidana hanya dapat dilakukan jika pasien
menderita cacat permanen atau meninggal dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Bagaimana pertanggung jawaban bidan terhadap malpraktik yg digunakan?

4
1.4 Upaya apay g dilakukan oleh bidan untuk mencegah terjadinya malpraktik?

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Bagimana pertanggungjawaban pidana bidan terhadap mal praktik yg digunakan dan bagaimana upaya
bidan untuk mencegahnya mal praktik yang telah dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a. Umtuk mengetahui pertanggung jawab budan terhadap mal praktik yg digunakan
b. Untuk mengetahui upaya bidan untuk mencegah mal praktik yang telah dilakukan

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Perdata


Hukum perdata dalam arti yang lebih luas adalah hal-hal hukum dalam arti hukum perdata (BW), yaitu semua
hukum dasar yang mengatur kepentingan individu. Hukum perdata dalam arti sempit adalah hukum perdata dalam
pengertian Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW). Subekti mengatakan hukum perdata dalam arti yang lebih
luas mencakup semua hukum privat yang substantif, yaitu semua hukum dasar yang mengatur kepentingan individu.
Hukum perdata kadang-kadang digunakan dalam arti yang lebih sempit sebagai lawan dari hukum komersial.
Sumber-sumber hukum perdata
1. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB).
2. Burgelik Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketetapan produk hukum dari Hindia Belanda
yang berlaku di Indonesia berdasarkan asas concordantie.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK).
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Keberadaan UU ini mencabut berlakunya Buku II
KUHP yang berkaitan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek. Undang-undang Agraria secara umum mengatur
mengenai hukum pertanahan yang berlandaskan hukum adat.
5. UUg Nomor 16 Tahun 2019 jo No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
6. UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan terhadap tanah dan benda berhubungan dengan tanah.
7. UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
8. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Jaminan Simpanan.
9. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
2.2 Pengertian Malpraktek
Berbagai isilah yang sering kita dengar di Indonesia misalnya malpraktek, malapraktek, malpraktik, malapraktik
dan sebagainya. Akan tetapi, istilah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “malapraktik”, sedangkan menurut
kamus kedokteran “malapraktek”, tetapi jika menurut kamus hukum disebut dengan “malpraktek”, di sini malpraktek
atau istilah asingnya yang memiliki artinya : “Malpractice” menurut Peter Salim dalam “The Contemporary English
Indonesia Dictionary” berarti perbuatan atau tindakan yang salah, malpractice juga berarti praktek buruk”
Malpraktik Medik mempunyai arti yang lebih komprehensif dibandingkan kelalaian. Istilah malpraktik medik
memang tidak diketahui secara sempurna dalam suatu aturan Hukum Positif Indonesia. Dalam malpraktik medik pun
terdapat suatu pelayanan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan oleh sebab itu berimplikasi terjadinya suatu aturan
ketentuan Undang – undang yang terlanggar, sedangkan arti kelalaian lebih menitikberatkan kepada ketidaksengajaan
(culpa), kurang hati-hati, kurang teliti, acuh tak acuh, sembrono, tak peduli terhadap kepentingan orang lain, namun
akibat yang timbul memang bukanlah tujuannya. Malpraktik medik tercipta untuk menurunkan sistem pembangunan
kesehatan medis pada bagian Standar Operasional Prosedur (SOP), Standar Profesi Kedokteran (SPK) dan Informed
Consent.
Terjadinya malpraktek atau tidak bukan hanya didasarkan pada hasil “buruk” yang terjadi setelah praktek
kedokteran dilakukan terhadap pasien namun berdasarkan prosedur atau bagaimana tindakan medis dilaksanakan. Pada
peraturan perundangan-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian mengenai malpraktek
yang jelas. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktek justru didapat di Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun
1963 Tentang Kesehatan (“UU Tenaga Kesehatan”) yang berisi :
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan didalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Peraturan-peraturan
lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan-tindakan admistrasif dalam hal sebagai berikut:
1. Melalaikan kewajiban;
2. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah
jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan,
4. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-Undang ini.
Tetapi sekarang telah dinyatakan dihapus dan digantikan oleh UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Oleh
karena itu secara perundang-undangan, menurut Syahrul Machmud ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga
Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktek yang mengindenfikasikan malpraktek dengan melalaikan
kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Aspek pidana dalam suatu malpraktik medik
dapat ditemui ketentuannya dalam KUHP, Undang-Undang Kesehatan, dan UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik
6
Kedokteran (UU PK). Contoh pasal-pasal KUH Pidana yang menentukan macam-macam malpraktik medik yang
diancam pidana bagi pelakunya : Menipu pasien (Pasal 378); Tindakan pelanggaran kesopanan (Pasal 290, 294, 285,
286); pengguguran kandungan tanpa indikasi medik (Pasal 299, 348, 349, dan Pasal 345); sengaja membiarkan pasien
tak tertolong (Pasal 322); membocorkan rahasia medik (Pasal 322); lalai sehingga mengakibatkan kematian atau luka-
luka (Pasal 359, 360, 361); memberikan atau menjual obat palsu (Pasal 386); membuat surat keterangan palsu (Pasal
263, 267); dan melakukan eutanasia (Pasal 344).
Contoh pasal-pasal pidana dalam UU PK: praktik tanpa surat tanda registrasi (Pasal 75 Ayat 1); praktik tanpa
surat izin praktik (Pasal 76); praktik menggunakan gelar yang tak tepat atau palsu (Pasal 77).
Dalam praktiknya banyak sekali hal yang dapat diajukan sebagai malpraktik, seperti salah diagnosis atau terlambat
diagnosis karena kurang lengkapnya pemeriksaan, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman, kesalahan teknis
waktu melakukan pembedahan, salah dosis obat, salah metode tes atau pengobatan, perawatan yang tidak tepat, kelalaian
dalam pemantauan pasien, kegagalan komunikasi, dan kegagalan peralatan. Malpraktik medik adalah kelalaian seorang
dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan
dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di Iingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan
kelalaian di sini ialah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seorang dengan sikap hati-hati lidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran di bawah standar
pelayanan medik. Dengan demikian malapraktek tidak saja hanya terjadi pada saat menjalankan operasi saja, tetapi dapat
terjadi sejak diagnosa sampai dengan sesudah dilakukan perawatan sampai sembuhnya pasien.
Contoh-contoh malpraktek medik adalah ketika seseorang dokter atau tenaga kesehatan:
1. Meninggalkan kain kasa didalam rahim pasien.
2. Melupakan keteter di dalam perut pasien.
3. Menunda persalinan sehigga janin meninggal di dalam kandungan ibunya.
4. Menjahit luka operasi dengan asal-asalan sehingga pasien terkena infeksi berat.
5. Tidak mengikuti standar profesi dan standar prosedur operasional. Jadi secara umum
dalam dunia kesehatan istilah malpraktek medik bukan hanya ditujukan pada profesi seorang dokter tetapi juga dapat
dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di bidang pelayanan kesehatan atau bisa disebut tenaga kesehatan.
Didalam PP No.32/1996 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu dalam Pasal 2 ayat 1 ditentukan bahwa tenagakesehatan
terdiri dari:
1. Tenaga medis
2. Tenaga keperawatan
3. Tenaga kefarmasian
4. Tenaga kesehatan masyarakat

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada hakekatnya kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan dalam melaksanakan suatu profesi medis, merupakan
bentuk interpretasi yang amat penting untuk diulas secara bersama - sama, hal ini dipengaruhi karena timbulnya
kesalahan dan kelalaian yang mengindikasikan dampak merugikan. Selain tercela dan mengurangi bentuk Amanah
masyarakat terhadap petugas kesehatan, juga menimbulkan suatu kerugian terhadap pasien. Seyogyanya di dalam
menginterpretasikan suatu eksistensi pelaksanaan profesi harus diletakkan terlebih dahulu, kesalahan dan kelalaian
pengimplementasian profesi dengan berhadapan pada kewajiban profesi

3.2 Saran
1. Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan, kemampuan pelayanan terhadap semua pasien yg di layani untuk
memaksilakan pelayanan Kesehatan.
2. Memiliki kesadaran kepada semua pihak jika adanya malpraktik/tidak adanya surat perizinan kepada pihak yg
berwewenang.

8
Daftar Pustaka
Bahder Johan Nasution, 2013, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, Rineka Cipta
Muhamad Sadi Is, 2015, Etika Hukum Kesehatan Teori dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta,
https://umsu.ac.id/hukum-perdata-menurut-para-ahli/
Ninik Mariyanti, Malapraktek Kedokteran, PT.Bina Aksara, Jakarta, 1988
http://hukum.kompasiana.com/2013/11/28/kasus-dr-ayu-cs-malpraktik-atau-kriminal-murni-
Sutarno, Hukum Kesehatan Eutanasia dan Hukum Positif di Indonesia, Malang, SETARA Press.
Alexandra Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta, Pustaka

Anda mungkin juga menyukai