Anda di halaman 1dari 26

MENERAPKAN ASPEK

HUKUM DALAM PRAKTEK


KEBIDANAN
Oleh :
Hj. Siti Mardiyah,S.ST, M.MKes
Menerapkan Aspek Hukum
dalam Praktek Kebidanan

 Aspek hukum praktek kebidanan


 Hukum disiplin hukum dan peristilahan hukum
 Pentingnya landasan hukum dalam praktek profesi
 Peraturan dan perundang-undangan yang melandasi
tugas, fungsi dan praktek bidan

Tujuan :
Bisa melaksanakan tugas sebagai bidan berdasarkan
etik dan kode etik profesi
Fungsi Kode Etik
 Etika dalam moral ditujukan kepada profesi
 Etika secara umum dapat dibedakan atas kelompok
1. Berkaitan dengan sopan santun masyarakat
organisasi  tata tertib
2. Berkaitan dengan sikap  tindak tanduk orang dalam
menjalankan tugas profesinya
 Kode etik pengertian
tujuan
penetapan

Ad:
Pengertian :
 Berupa norma yang harus diindahkan dalam melaksanakan tugas
profesinya dalam masyarakat
 Norma berisi petunjuk dan larangan untuk menjalankan tugas
profesi, juga menyangkut tingkah laku pergaulan sehari-hari dalam
masyarakat
Tujuan :
 Khusus
 Untuk kepala anggota atau organisasi
 Umum
 Untuk menunjang tinggi martabat dan citra profesinya
 Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota
 Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesinya
 Untuk meningkatkan mutu profesinya

Penetapan :
Apabila setiap orang menjalankan suatu profesinya dan
bergabung dalam organisasi profesi; maka secara otomatis
mendapat jaminan untuk menjalankan profesinya yang murni
dan baik, oleh karena itu bila melakukan pelanggaran kode etik
dapat dikenakan sanksi
Definisi Kode Etik :
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-
nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan
pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan
tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian
profesi

Kode etik Bidan :


Pertama kali disusun tahun 1986 , disahkan KONAS IBI X
tahun 1988
Petunjuk pelaksanaan disahkan Rakernas IBI tahun 1991
Pedoman dalam berperilaku
Kode etik bidan kekuatan tertuang dalam Mukadimah dan 7
Bab
Mukadimah :
Dengan rahmat Tuhan YME dan didorong oleh keinginan
yang luhur demi tercapainya :
1. Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
2. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
3. Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap warga
negara Indonesia
Maka IBI sebagai organisasi profesi kesehatan yang menjadi
wadah persatuan dan kesatuan para bidan di Indonesia
menciptakan kode etik Bidan Indonesia yang disusun atas
dasar penekanan keselamatan klien diatas / kepentingan
lainnya

Kode Etik Bidan berdasarkan :


Pancasila dan UUD 1945 dan Garis-garis Besar Haluan
Negara sebagai landasan operasional
Kode Etik Terdiri atas 7 Bab sebagai berikut :

I. Kewajiban Bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)


II. Kewajiban Bidan terhadap tugasnya (3 butir)
III. Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan nakes (2 butir)
IV. Kewajiban Bidan terhadap profesinya (3 butir)
V. Kewajiban Bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
VI. Kewajiban Bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan
tanah air (2 butir)
VII. Penutup (1 butir)
Penjelasan
Bab I : Kewajiban bidan thd klien dan masyarakat
Setiap Bidan :
1. Menjunjung tinggi, menghayati, mengamalkan sumpah
jabatan  pengabdian
2. Tinggi harkat dan martabat  citra Bidan
3. Berpedoman  peran, tugas dan tanggungjawab sesuai
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
4. Mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien
dan menghormati nilai yang berlaku di masyarakat
5. Menjalankan tugas tersebut No 4 dengan identitas yang
sesuai kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimiliki
6. Menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugas, meningkatkan partisipasi masyarakat,
untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal
Bab II : Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1. Melaksanakan pelayanan paripurna sesuai kemampuan profesi
2. Berhak memberi pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan termasuk  konsultasi dan rujukan
3. Menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat, kecuali bila
diminta oleh pengadilan / diperlukan sehubungan dengan
kepentingan pasien

Bab III : Kewajiban bidan terhadap sejawat dan nakes


1. Harus menjalin hubungan yang baik dengan rekan sejawat 
suasana kerja yang serasi
2. Harus saling menghormati baik terhadap sejawat / nakes lainnya

Bab IV : Kewajiban bidan terhadap profesinya


1. Menjunjung tinggi citra profesi
2. Senantiasa mengembangkan diri dan tingkatkan kemampuan, ilmu
pengetahuan dan teknologi
3. Berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya
 tingkatkan mutu dan citra profesi
Bab V : Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1. Memelihara kesehatan
2. Tingkatkan pengetahuan, ketrampilan sesuai perkembangan
IPTEK

Bab VI : Kewajiban bidan terhadap Nusa, Bangsa dan Negara


1. Melaksanakan tugas, senantiasa melaksanakan ketentuan-
ketentuan Pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

Bab VII : Penutup


1. Setiap Bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
senantiasa menghayati dan mengamalkan kode etik Bidan
Indonesia
HUKUM
Pengertian Hukum :
Adalah himpunan petunjuk atas kaidah norma yang mengatur tata
tertib di dalam suatu masyarakat.
Oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang bersangkutan.

Hukum :
Hukum berhubungan erat dengan moral
Hukum membutuhkan moral
Hukum tidak berarti kalau tidak dijiwai dengan moral
Moral juga berhubungan erat dengan hukum
Moral akan menjadi abstrak tanpa adanya hukum

Contoh  mencuri  moral tidak baik



Supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat maka harus diatur
dengan hukum
Perbedaan antara Hukum dan Moral (Bertens)

Hukum Moral

1. Hukum ditulis sistematis, disusun 1. Moral bersifat subyektif, tidak


dalam kitab UU mempunyai tertulis dan mempunyai
kepastian lebih dan bersifat obyektif ketidakpastian lebih besar
2. Hukum membatasi pada tingkah 2. Moral menyangkut sikap batin
laku lahiriah saja dan hukum seseorang
meminta legalitas
3. Hukum bersifat memaksa dan 3. Moral tidak bersifat memaksa,
mempunyai sanksi sanksi moral adalah hati nurani tidak
tenang, sanksi dari Tuhan
4. Hukum didasarkan atas kehendak 4. Moral didasarkan pada norma-
masyarakat dan negara dapat norma moral yang melebihi
merubah hukum masyarakat dan negara. Masyarakat
dan negara tidak dapat merubah
Hukum tidak menilai moral moral.
Moral menilai hukum
Hukum Kesehatan :
Ketentuan hukum yang berkaitan dengan hukum kesehatan. Sedangkan
jika hanya berkaitan dengan masalah medik disebut dengan hukum medik
(Nusantara, 1996, 203)
atau
Adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan
yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik

Perumusan hukum kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian


 buku
a. Kesehatan menurut WHO
Kesehatan menurut UU Kes. No 23/1992
b. Upaya kesehatan ditingkatkan Pemerintah dan masyarakat
c. Nakes  pengetahuan, ketrampilan melalui pendidikan bidang
kesehatan
d. Nakes  sarjana, sarjana muda  pendidikan Bidan D3 dan D4
Kebidanan
e. Sarana medik  RSU, RS Khusus, RB, praktek kelompok
Sarana lain  ditetapkan Menteri Kesehatan
f. Sarana kesehatan  tempat untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
g. Transplantasi  mengganti organ dan / jaringan tubuh yang tidak
bersifat dengan baik
Hati Nurani :

 Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik/buruk


berhubungan dengan tingkah laku nyata kita

 Hati nurani memerintahkan/melarang kita untuk melakukan


seperti sekarang/di sini

 Tidak mengikuti hati nurani berarti menghancurkan integritas


kepribadian kita dan mengkhianati martabat terdalam kita

 Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia


mempunyai kesadaran
Contoh pengalaman hati nurani :
 Bidan praktek di RB klinik
 Ibu datang dengan anak perempuan remaja
 Anamnese anak perempuan hamil di luar nikah (unwanted pregnancy)
 Ibu  pengguguran  uang lebih
 Bidan  melanggar kode etik profesiBidan dan aspek legal dalam
pelayanan kebidanan
 Bidan ??? Uang banyak
 Keputusan  mengggurkan (berhasil)
 Bidan  batin gelisah, malu pada diri sendiri
batin tidak tenang ( uang banyak)

Refleksi perenungan  mengenal seperti apa hati nurani

Hati nurani bisa untuk :


 Sanksi  moral
 Retrospektif
 prospestik
 Permenkes RI No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktek Bidan
 Merupakan revisi dari Permenkes No 572/Menkes/Per/VII/1996
tentang Registrasi dan Praktek Bidan
 Kepmenkes terdiri dari : 11 Bab dan 47 pasal
 Bab I : Ketentuan umum
 Bab II : Pelaporan dan registrasi
 Bab III : Masa bakti
 Bab IV : Perizinan
 Bab V : Praktek Bidan
 Bab VI : Pencatatan dan pelaporan
 Bab VII : Pejabat yang berwenang mengeluarkan
dan mencabut izin praktek
 Bab VIII : Pembinaan dan pengawasan
 Bab IX : Sanksi
 Bab X : Ketentuan peralihan
 Bab XI : ketentuan penutup
Undang-undang tentang Aborsi

 Abortus  keuarnya hasil konsepsi sebelum janin


mampu hidup di luar rahim < 20 minggu
 Aborsi  penghentian kehamilan setelah konsepsi
sebelum usia janin 20 minggu

Macam Abortus :
a. Abortus spontaneus
b. Abortus provocatus
 Abortus provocatus therapiticua
 Abortus provocatus kriminalis
Dasar Hukum Abortus
a) HP Bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa dari :
1. KUHP pasal 299, ayat :
1) Pengguguran  hukum 4 th penjara
2) Mengambil keuntungan  4 th + sepertiga
3) Menggugurkan  profesi  penjara dan cabut haknya
2. KUHP pasal 322 : 2) Penggunaan tertentu  atas pengaduan
3. KUHP pasal 346 : Ibu sengaja menggugurkan kandungan 4 th
4. KUHP pasal 347 : Sengaja menggugurkan  kematian  15 th
+ Rp. 500.000.000.-
5. KUHP pasal 348 : Sengaja menggugurkan atas persetujuan
pasien  7 th
6. KUHP pasal 349 : Dokter/Bidan/Apoteker  membantu
kejahatan  cabut haknya
b) Undang-undang Kesehatan No 23 th 1992
1. Pasal 15 ayat 1
 Keadaan darurat  upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
janinnya  dapat dilakukan tindakan medis tertentu
2. Pasal 15 ayat 2
 Tindakan medis tertentu sebagai yang dimaksud ayat 1 hanya dapat
dilakukan :
a. Indikasi medis
b. Nakes : - keahlian dan kewenangan
- tanggungjawab profesi dan pertimbangan ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil/klien, suami/keluarga
3. Pasal 15 ayat 3  ketentuan lebih lanjut  tindakan medis tertentu
sebagaimana ayat 1 dan 2 ditetapkan dengan PP

Catatan !!!
 Penjelasan UU tersebut di atas  tindakan medis dalam bentuk apapun
Pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena
bertentangan dengan norma :
* hukum * kesusilaan
* agama * kesopanan
 Norma keadaan darurat  janin yang dikandung dapat diambil tindakan
medis tertentu
Undang-undang tentang Bayi Tabung
 Bayi tabung
 Upaya jalan pintas mempertemukan sel sperma dan sel telur di
luar tubuh (In uterus fertilization)
 Menjadi konsepsi  masuk ke rahim (trans embrio)
 Status bayi tabung
a. Inseminasi buatan dengan sperma suami
b. Inseminasi buatan dengan sperma donor
c. Inseminasi buatan dengan model titipan

Dasar hukum  bayi tabung di Indonesia  UU Kes No 23/1992


1. Pasal 16 ayat 1  kehamilan di luar cara alami  upaya terakhir
membantu suami istri  keturunan
2. Sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat dilakukan suami istri yang
sah dengan ketentuan :
a. Hasil pembuahan soerma dan ovum suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum
berasal
b. Dilakukan nakes  ahli dan kewenangan
c. Pada sarana kesehatan tertentu
3. Ketentuan dan persyaratan yang dimaksud ayat 1 dan 2
ditetapkan dengan PP :
 Benar-benar suami istri tidak dapat menperoleh
keturunan secara alami
 Pelaksanaan sesuai
 Norma hukum
 Agama
 Kesusilaan
 Sarana kesehatan yang memenuhi
 Kesopanan
 Persyaratan
Undang-undang tentang Adopsi
Adopsi  suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang lembaga
organisasi ke tangan orang lain secara sah, diatur dalam perundang-
undangan  memasukkan anak orang lain ke dalam keluarga dengan
status fungsi sama dengan anak kandung

3 Macam Hukum Perdata


1. Perdata barat
2. Perdata barat
3. Perdata sesuai agama

Hukum perdata  adopsi :


1. Hanya anak laki-laki  nilai diskriminatif dan patriakal
2. Yang dapat mengadopsi anak  pasangan suami istri, janda/duda
3. Bila tidak melahirkan keturunan laki-laki
4. Hanya anak laki-laki :
 Belum kawin
 Belum diadopsi orang lain
 Umur 10 th lebih muda dari ayah angkat
 Umur 15 th lebih muda dari ibu angkat (janda)
5. Syarat persetujuan :
 Suami istri bersangkutan
 Orangtua alami anak
 Ibu anak bila ayah meninggal
 Dari anak yang diadopsi (tidak masalah)
6. Berbentuk akta notaris
7. Akibat hukum adopsi :
 Anak  nama keturunan orangtua angkat
 Anak diangkat sah/anak kandung
 Gugur hubungan perdata dengan orangtua alami
 Adopsi tidak dapat dicabut atas persetujuan bersama
8. Pada hubungan perdata adat  tidak ada ketentuan
UU No 23/1992 tentang Ketenaga kerjaan

Bidan  Nakes Perijinan Penting


Kedudukan
Pelaku dan tujuan pembangunan sesuai
dengan harkat dan martabat
kemanusiaan

Ketenaga kerjaan  berhubungan tenaga kerja :


 Sebelum
 Selama Kerja
 Sesudah
Kaidah Unsur sebagai tenaga Kerja Bidan

a. Pasal 81 ayat 1 : buruh wanita  haid (selama 1 dan 2) 


dapat libur
b. Pasal 81 ayat 2 : ayat 1  perjanjian kerja
c. Pasal 82 ayat 1 : pekerja/buruh wanita cuti 1½ bulan
sebelum dan sesudah melahirkan
d. Pasal 82 ayat 2 : pekerja/buruh wanita  abortus  cuti 1½
bulan sesuai surat keterangan dari dokter kandungan/Bidan
e. Pasal 83 : buruh wanita  menyusui  beri kesempatan
f. Pasal 84 : buruh wanita yang menggunakan hak waktu
istirahatnya  upah/gaji penuh
UU No 23/1992 dan PP Np 32/1996
 Diletakkan dasar atas keberadaan berbagai perangkat pengatur
kegiatan tenaga kesehatan melalui :
 Standar profesi
 Lembaga perizinan
 Lembaga pengawasan dan pembinaan
 Lembaga perlindungan hukum
 Seluruh perangkat tersebut  peran dan fungsi Pemerintah sangat
besar (lebih jelas sebagai provider dan regulator)

Perlu adanya suatu badan/komite yang independen (konsul keb) 
fungsi regulator :
a. Menata laksana kehidupan profesi  praktek
b. Menilai profesionalisme  Bidan
c. Menyusun standar profesi, hukum profesi; IPTEK dan
peralatan praktek profesi
d. Memberikan masukan upaya menjaga dan meningkatkan
mutu pelayanan Bidan berkelanjutan (continuous quality
improvement)

Anda mungkin juga menyukai