Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, satu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa. Pendidikan dapat diartikan
sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan dan kematangan.
Arti kedewasaan dalam konotasi ini sangat luas tak terbatas hanya pada usia kalender,
melainkan lebih menekankan pada mental-spritual, sikap nalar, baik intelektual maupun
emosinal.Sementara, pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik.
Tenaga pendidik meliputi guru, dosen, konselor, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Setiap
pendidik hendaknya memiliki empat kompetensidasaryang mendukung pada saat proses
belajar mengajar agar dapatmewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Empat
kompetensi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, proses pembelajaran yang dikembangkan harus menyentuh banyak
ragam dan aspek perkembangan peserta didik.Harus menyentuh dunia kehidupan
pesertadidik secara individual. Proses ini tidak cukup hanya dilakukan oleh guru mata
pelajaran, tetapi perlu bantuan profesi pendidik lain yang disebut guru bimbingan
konseling/konselor (guru BK) melalui layanan yang diberikan dan kegiatan pendukung
lainnya.
Layanan bimbingan konseling tidak akan terlaksana dan berhasil apabila tidak adanya
seorang ahli yang mengetahui cara menjalankan layanan tersebut. Konselor atau guru BK
memiliki peranyang sangat penting dalam menjalankan layanan bimbingan konseling. Guru
BK adalah pihak yang membantu klien dalam proses bimbingan konseling. Sebagai pihak
yang memahami dasar dan teknik bimbingan konseling secara luas, perannya
bertindak sebagai fasilitator, penasehat, guru, konsultan yang membantu pesertadidik
sampai menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya. Maka tidaklah berlebihan
bila dikatakan bahwa guru BK adalah tenaga profesional yang sangat berarti dalam dunia
pendidikan.
Permasalahan yang muncul saat ini banyaknya guru BK yang tidak bisa menjadi teladan bagi
peserta didiknya, dikarenakan semangat dedikasi guru BK menurun, rendah, belum
menjamin terlaksananya pelayanan profesi secara terarah dan pengakuan secara sehat dari
berbagai pihak. Sebagian guru BK menampilkan citra yang kurang professional.
Kenakalan siswa bermunculan dengan berbagai jenis. Masyarakat menilai
bahwahaltersebutsebagai akibat kurang mampunya guru BK di sekolah mentranformasikan
nilai-nilai etik dan belum bisa membentuk karakter siswa.
B. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah:
1.Mendeskripsikan bagaimana Kompetensi Guru BK di Sekolah
2.Mendeskripsikan bagaimana Pelayanan Bimbingan Konseling di Sekolah.

C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis dan praktis.
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis berupa sumbangan
informasi bagi dunia psikologi.
2. Manfaat Praktis
Kepada para siswa, bahwa keberadaan seorang guru bimbingan konseling akan sangat
membantu para siswa dalam memecahkan beberapa persoalan yang sedang dihadapinya,
dengan proses konseling yang lebih nyaman
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN / GAMBARAN UMUM

A. Uraian Permasalahan

Macam-macam problematika bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

1. Problematika Internal (Konselor)

Masalah yang timbul dari luar sebenarnya berasal dari diri konselor itu sendiri.
Pandangan para konselor yang salah tentang BK menyebabkan mereka salah langkah
dalam memberikan pelayanan BK. Beberapa pandangan menurut para konselor adalah
sebagai berikut:

a) Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan


psikiater
Dalam hal tertentu, memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan
konseling dengan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan klien/pasien
terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji
sesuai dengan bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah klien/pasien,
mendiagnosis, melakukan prognosis, ataupun penyembuhannya.
Meskipun begitu, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan
pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit,
sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat), namun sedang
mengalami masalah. Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat
reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan
konseling memberikan cara–cara pemecahan masalah secara konseptual melalui
pengubahan orientasi pribadi, penguat mental/psikis, dan modifikasi perilaku.

b) Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien


Walaupun masalah yang dihadapi klien sejenis atau sama, penyelesaiannya tetap
saja tidak bisa disamaratakan. Cara apa pun yang akan dipakai untuk mengatasi
masalah harus sesuai dengan kepribadian klien dan berbagai hal yang terkait
dengannya. Tidak ada suatu cara yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah.
Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam ternyata hakikatnya
berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Harus dipahami
bahwa setiap manusia itu berbeda dalam kepribadian dan kemampuannya sehingga
dalam penyelesaian masalah harus disesuaikan dengan keadaan klien. Bahkan, jika
seorang konselor ingin mengadopsi cara/teknik penyelesaian dari konselor lain, ia
juga harus menyesuaikan dengan kemampuan konselor itu sendiri (yang mengadopsi).
c) Bimbingan dan konseling mampu bekerja sendiri
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan
proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu,
pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor harus
bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan
masalah yang sedang dihadapi oleh klien.
Namun demikian, konselor tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau
petugas lain. sebagai tenaga profesional, konselor harus terlebih dahulu mampu
bekerja sendiri, tanpa harus bergantung pada ahli atau petugas lain.

d) Bimbingan dan konseling dianggap sebagai proses pemberian nasihat semata.


Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan berupa pemberian nasehat. Sebab,
pemberian nasehat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan
dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan
klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Misalkan, ketika
menghadapi klien yang suka mabuk, pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya
memberikan penekanan/nasehat bahwa mabuk itu tidak baik. Pelayanan yang
seharusnya adalah menggali faktor-faktor luar yang menyebabkan klien tersebut
menjadi suka mabuk

2. Problematika Dalam Dunia Pendidikan

Problematika utama dalam pelaksanaan BK di dunia pendidikan juga disebabkan


adanya kekeliruan pandangan. Berikut ini beberapa kekeliruan pandangan BK dalam
pendidikan

a) Bimbingan dan konseling hanya sebagai pelengkap kegiatan pendidikan.


Ada sebagian orang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling hanyalah
pelengkap dalam pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling. Karena dianggap sudah
implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai
pelaksana nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting
bimbingan dan konseling di sekolah.
Kendati begitu, bukan berarti BK dan pendidikan harus dipisahkan. Pada
hakikatnya dua unsur ini saling membutuhkan dan saling melengkapi. Bimbingan dan
konseling memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan, yaitu
mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal.
Perbedaannya hanya terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, yang masing-
masing memiliki karakteristik tugas, dan fungsi yang khas dan berbeda.

b) Guru bimbingan dan konseling disekolah adalah “polisi sekolah”.


Masih banyak yang beranggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi
sekolah”. Hal ini disebabkan pihak sekolah sering menyerahkan sepenuhnya masalah
pelanggaran kedisiplinan dan peraturan sekolah lainnya kepada guru bimbingan
konseling. Bahkan, banyak guru BK yang diberi wewenang sebagai eksekutor bagi
siswa yang bermasalah. Dengan demikian, banyak sekali kita temukan disekolah-
sekolah yang menganggap guru BK sebagai guru yang “killer” (ditakuti). Guru BK
bukan untuk ditakuti, tetapi untuk disegani, dicintai, dan diteladani.

c) Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.


Bimbingan dan konseling tidak hanya diperuntukkan pada siswa yang
bermasalahan atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun, bimbingan
dan konseling harus melayani seluruh siswa. Setiap siswa berhak dan mendapat
kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan
konseling yang tersedia.

Masalah utama yang dihadapi BK saat ini adalah timbulnya persepsi-persepsi


keliru dari beberapa kalangan akan arti dan hakikat bimbingan dan konseling.
Langkah selanjutnya adalah mengubah persepsi kalangan tersebut agar sesuai hakikat
bimbingan dan konseling itu sendiri. Hal ini tentunya dengan cara pemberian materi
yang lebih baik kepada konselor agar para konselor benar-benar memahami hakikat
dari BK, yang kemudian menindak lanjuti dengan bersosialisasi kepada masyarakat.
Jika pandangan masyarakat tentang BK sudah berubah, tentunya pelaksanaan BK
akan semakin mudah., bahkan menjadi salah satu kebutuhan utama, yang
keberadaannya benar-benar menjadi vital dalam suatu lingkungan (sekolah, dunia
kerja, organisasi, dan masyarakat).

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA di sekitar wilayah Sumatera Utara
yang berjumlah 50 orang.

C. Assesment Data

Memakai data kuesioner serta lewat google form dikirim pada siswa SMA sebagai
responden. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab yang dapat
diberikan secara langsung atau melalui pos atau internet.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup.
BAB lll
METODE PELAKSANAAN

A. Metode Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian, pemilihan metode yang tepat sangat berguna,karena
dengan menggunakan metode yang tepat akan membantu peneliti untuk dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif, dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan layanan BK di sasaran
layanan pendidikan. Menurut Andi Prastowo (2011: 24), penelitian kualitatif adalah
metode/jalan penelitian yang sistematis yang digunakan untuk mengkaji atau meneliti suatu
objek pada latar alamiah tanpa ada manipulasi didalamnya dan tanpa pengujian
hipotesis,dengan metode-metode yang alamiah ketika hasil penelitian yang diharapkan
bukanlah generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran kuantitas,namun makna(segikualitas)dari
fenomena yang diamati.

B. Langkah Penelitian
Adapun langkah-langkah Yang kami lakukan dalam melakukan penelitian adalah sebagai
berikut:
1.Penetapan dan pemilihan judul.
2.Menetapkan subjek penelitian.
3.mengumpulakan data melalui google form.
4.menyatukan data yang telah diperoleh.
5.Menarik kesimpulan.
6.mengevaluasi apa saja yang kurang dan perlu diperbaiki.

C. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Angket.Menurut
Sugiyono(2011:142)angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya.Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban-jawaban
atas sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang akan di isi oleh responden.Metode angket ini
digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan layanan BK di
sasaran layanan pendidikan. Angket yang dibuat peneliti di isi oleh beberapa remaja.

Anda mungkin juga menyukai