Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH ASAS-ASAS DAN KODE ETIK

BIMBINGAN KONSELING
Jumat, 09 Oktober 2015
asass dan kode etik BK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan bimbingan dan konseling secara profesional di Indonesia sampai saat ini masih
terfokus pada generasi muda yang masih duduk dibangku pendidikan formal atau di sekolah.
itupun nampaknya yang paling terrealisasi hanyalah pada jenjang pendidikan sekolah menegah
dan perguruan tinggi saja. Hampir semua tenaga bimbingan konseling profesional yang telah
mendapat pendidikan formal di bidang bimbingan dan konseling, bertugas dilembaga-lembaga
pendidikan di atas jenjang pendidikan dasar.
Diantara tenaga-tenaga bimbingan dan konseling itu sebagian terbesar terlibat didalam
jenjang pendidikan menegah. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang diwujudkan
dalam suatu program bimbingan dan konseling yang terorganisasi dan terencana, sampai saat ini
lebih banyak dikembangkan untuk jenjang pendidikan ditingkat menengah. sehingga seakan-
akan ia menjadi urutan yang pertama. Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga profesional dijenjang pendidikan tinggi menempati urutan ke
dua dan kegiatan bimbingan konseling yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar
menempati urutan ketiga. Kenyataan ini hendaknya tidak harus berarti bahwa, urutan prioritas
yang terdapat dilapangan, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak dapat diubah menjadi urutan
prioritas yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja asas-asas bimbingan dan konseling?
2. Apa saja peran guru Mata Pelajaran dalam penerapan asas BK?
3. Apa yang dimaksud dengan kode etik?
4. Apa saja kode etik bimbingan dan konseling?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami asas-asas bimbingan dan konseling.
2. Dapat mengetahui peran dari guru mata pelajaran dalam penerapan asas BK.
3. Dapat mengetahui pengertian dari kode etik tersebut.
4. Dapat mengetahui kode etik bimbingan dan konseling.

D. Manfaat Penulisan
Asas-asas dan kode etik Bimbingan dan konseling sangat diperlukan oleh konselor sebagai
pedoman baginya dirinya dalam menjalankan tugas tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas-asas Bimbingan Konseling


Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling disekolah hendaknya selalu
mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas
bimbingan dan konseling.
Menurut Sukardi (2010:46) untuk mendapatkan wawasan yang memadai mengenai asas-
asas pokok bimbingan dan konseling diatas sebagai berikut:
1. Asas kerahasiaan
Secara khusus layanan bimbingan adalah melayani individu-individu yang bermasalah.
Masih banyak yang beranggapan bahawa mengalami masalah merupakan aib yang harus ditutup-
tutupi sehinggan tidak boleh seorang pun boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan sepereti
ini sangat menghambat pemanfaatan layanan bimbingan oleh masyarakat (khususnya siswa di
sekolah). Jika perlu mengetahui bahwa layanan bimbingan harus menerapkan asas-asas
kerahasiaan secara penuh. Dalam hal ini masalah yang dihadapi oleh seorang siswa tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu yang disampaikan
siswa kepada konselor misalnya akan dijaga kerahasiaannya. Demikian juga hal-hal tertentu
yang dialami oleh siswa (khususnya hal-hal yang bersifat negatif) tidak akan menjadi bahan
gunjingan. Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan
kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak
diketahui orang lain.
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan konseling. Jika asas
ini benar-benar dijalankan maka penyelenggaraa bimbingan dan konseling akan mendapat
kepercayaan dari para siswa dan layanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan secara
baik oleh siswa, dan jika sebaliknya para penyelenggara bimbingan dan konseling tidak
memperhatikan asas tersebut, layanan bimbingan dan konseling (khususnya yang benar-benar
menyangkut kehidupan siswa) tidak mempunyai arti lagi bahkan mungkin dijauhli para siswa.

2. Asas Kesukarelaan
Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada diri (calon)
terbimbing/siswa atau klien, sangat dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah
akan dengan sukarela membawa masalahnya itu kepada pembimbing untuk meminta bimbingan.
Bagaimana halnya dengan klien kiriman, apakah dalam hal ini asas kesukarelaan dilanggar?
Dalam hal ini pembimbing berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien itu
sehingga klien itu mampi menghilangkan rasa keterpaksaannya saat memberikan data dirinya
kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing/siswa atau
klien saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri penyelenggara. Para penyelenggara
bimbingan hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-BK-annya itu merupakan
suatu yang memaksa diri mereka. Lebih disukai lagi apabila para petugas itu merasa terpanggil
utnuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling.

3. Asas Keterbukaan
Bimbingan dan Konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan.
Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini
bukan hanya sekadar berarti bersedia menerima saran-saran dari luar tetapi dan hal ini lebih
penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan
masalah yang dimaksud. Dalam konseling misalnya, diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin
dan terbuka tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta
pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien menjadi mungkin. Perlu diperhatikan bahwa
keterbukaan hanya akan terjadi bila klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang
semestinya diterapkan oleh konselor. Untuk keterbukaan klien harus terus menerus membina
suasana hubungan konseling sedemikian rupa, sehingga klien yakin bahwa konselor juga
bersikap terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan memang terselenggarakan. kesukarelaan
klien tentu saja menjadi dasar bagi keterbukaannya.

4. Asas Kekinian
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah
masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan masalah yang sudah lampau, dan
juga masalah yang mungkin yang akan dialami di masa mendatang. Bila ada hal-hal tertentu
yang menyangkut masa lampau, dan/atau , masa yang akan datang perlu dibahas dalam upaya
bimbingan dan konseling yang sedang diselenggarakan, pembahasan hal itu hanyalah merupakan
latar belakang/latar depan dari masalah yang akan dihadapi sekarang sehingga masalah yang
dihadapi itu teratasi. Dalam usaha yang bersifat pencegahan punpada dasarnya pertanyaan yang
perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang
baik dimasa yang akan mendatang dapat terhindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda
pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klein atau jelas terlihat misalnya adanya siswa
yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. konselor tidak
selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Dia harus mendahulukan
kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk
tidak memberikan bantuannya kini, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa
penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien.

5. Asas Kemandirian
Seperti dikemukan terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha layanan bimbingan
dan konseling. Dalam memberika layanan para petugas hendaklah selalu berusaha
menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, jangan hendaknya orang yang
dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya para pembimbing/konselor.
Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok
mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diris esuai dengan keputusan.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan yang
dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah disesuaikan dengan tingkat


perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil
konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu baik oleh konselor
maupaun klien.

6. Asas Kegiatan
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang tidak berarti, bila
individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan.
Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu
yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan
suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.

7. Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri
individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan
tidaklah sekadar mengulang-ulang hal-hal lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan
yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju.

8. Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai asoek individu yang dibimbing,
sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaanya
tidak saling serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada
diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang
diberikan. Hendaknya, jangan aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan bertentangan
dengan aspek layanan yang lain.

9. Asas Kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha layanan bimbingan dan konseling tidak
boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma
adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini
diterapkan tehadap isis maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi
layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula proses, teknik, dan peralatan
yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan
konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar
norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkahlaku
yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.

10. Asas Keahlian


Usaha layanan bimbingan dan konseling secara teratur, sistematis, dan dengan
mempergunakan teknik serta alat yang memadai. Untuk itu para para konselor perlu mendapat
latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian
layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan
oleh tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada
kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidnag bimbingan dan konseling) , juga
kepada pengalaman. Teori dan praktik bimbingan dan konsleing perlu dipadukan. Oleh karena
itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik konselig secara baik.

11. Asas Alih Tangan


Asas ini mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling sudah
mengerahkan segenap kemampuaanya untuk membantu klien belum dapat terbantu sebagaimana
yang diharapkan, maka petugas itu mengalihtangankan klien tersebut, kepada petugas atau badan
lain yang lebih ahli. Disamping itu, asas ini juga menasihatkan petugas bimbingan dan konseling
hanya menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan,
setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.

12. Asas Tut Wuri Handayani


Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan
keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih dilingkungan sekolah, asas ini
makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi dengan ing ngarsa sung tulada, ing
madya mangun karsa. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya
dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadap pembimbing saja,
namun dilaur hubungan kerja kepembimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya
dan manfaatnya.

B. Peran guru mata pelajaran dalam penerapan asas BK


1. Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling.
2. Melakukan kerja sama dengan guru.
3. Mengalihtangankan siswa.
4. Mengadakan upaya tindaklanjut layanan bimbingan
5. Memberikan kesempatan pada siswa memperoleh layanan bimbingan dan konseling.
6. Membantu mengumpulkan informasi.
7. Berpartisipasi kegiatan pendukung seperti konferensi kasus.
8. Berpartisipasi upaya pencegahan masalah pengembangan potensi.

C. Kode Etik bimbingan dan konseling


Adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh siapa saja
yang ingin berkicimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk kebaikan. Kode
etik dalam satu jabatan bukan merupakan hal yang baru. Tiap-tiap jabatan pada umumnya
mempunyai kode etik sendiri-sendiri, sekalipun tetap ada kemungkinan bahwa kode etik itu tidak
secara formal diadakan.
Kode etik dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling
tetap dalam keadaan baik, serta diharapkan akan menjadi semakin baik, lebih-lebih di Indonesia
dimana bimbingan dan konseling masih relatif baru. Kode etik ini mengandung ketentuan-
ketentuan yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan tanpa membawa kaibat yang
menyenangkan.
Menurut Walgito (2010:37) ada beberapa kode etik bimbingan dan konseling tersebut,
antara lain:
1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling
harus memegah teguh prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang baik-
baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Oleh karena itu,
pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang dan tanggungjawab yang bukan wewenang
atau tanggung jawabnya.
3. Karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang maka
seorang pembing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat pada klien.
c. Menghargai bermacam-macam klien. Jadi, dalam menghadapi klien, pembimbing harus
menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4. Pembimbing tidak diperkenankan:
a. Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b. Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi
klien.
d. Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain diluar kemampuan dan keahliannya atau di luar
keahlian staffnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.
6. Pembimbing harus selalu menyadari tanggungjawabnya yang berat, yang memerlukan
pengabdian sepenuhnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam bimbingan dan konseling terdapat 12 asas diantaranya:
1. Asas Kerahasiaan
2. Asas Kesukarelaan
3. Asas Keterbukaan
4. Asas Kekinian
5. Asas Kemandirian
6. Asas Kegiatan
7. Asas Kedinamisan
8. Asas Keterpaduan
9. Asas Kenormatifan
10. Asas Keahlian
11. Asas Ahli Tangan
12. Asas Tut Wuri Handayani

Di sekolah guru mata pelajaran pun sangat berperan penting dalam proses bimbingan dan
konseling karena siswa yang mempunyai masalah yang terlebih dahulu mengetahuinya ialah
guru mata pelajan tersebut. Untuk itu bk bekerjasama dengan guru mata pelajaran dalam
membimbing siswa yang mempunyai masalah sesuai dengan kode etik yang ada dalam
bimbingan dan konseling tersebut.

B. Saran
Asas-asas serta kode etik bimbingan dan konseling haruslah sejalan karena tanpa mengetahui
atau memahami hal-hal tersebut seorang pembimbing belumlah disebut sebagai konselor yang
ahli dalam bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hikmawati, Fenti.2011.Bimbingan Konseling edisi Revisi.Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.
Sukardi, Dewa Ketut.2010.Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah.Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Walgito, Bimo.2010.bimbingan + Konseling (Studi & Karier). Yogyakarta:ANDI Yogyakarta.
/17/12
ASAS-ASAS DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING

ASAS-ASAS DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING

(Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling)
Dosen: Sugiyatno, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Marina Ramadani 09312241005
2. Miftakhul Riska Fathimah 09312241010
3. Andi Wibowo 09312241021
4. Duria Fikasari 09312241022
5. Leily Fatonah 09312241043
6. Dyah Ana Rahmayani 09312241044
7. Kurnia Dewi Saputri 09312241048

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling


Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar cita-cita
(perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Prinsip berarti asas (kebenaran yg menjadi
pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan dasar. (http://www.artikata.com/arti-319710-
asas.html)
Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan
dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling. (Tidjan dkk, 2000: 15)

B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan profesional itu
harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas
proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-
kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan
yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan
terselenggara dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat
dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan
konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta
profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Asas-asas yang dimaksud tersebut antara lain:
1. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien (peserta didik) kepada konselor (guru pembimbing) tidak
boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau
tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha
bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau
pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan
klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-
baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka
hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati
klien dan para calon klien. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri
mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan
bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
2. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si
terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara sukarela dan rela
tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta
mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada
konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan
kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik
keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar
bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan masing-masing pihak yang
bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang
membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang
tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai
kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.
Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas
kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai konselornya dan
benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan semakin
berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau
membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain
(konselor) dan keduanya mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan
lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan ketersediaan konselor
menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu
dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu masing-masing pihak
bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain.
4. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan
masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa yang
akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masalah lampau dan/atau masalah
yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu,
pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang
dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha
yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu
dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda
pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya
siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor
tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus
mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan
yang kuat untuk tidak memberikan batuannya kini, maka konselor harus dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien.
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak
bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah
dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan
yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan
dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi
arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu disadari baik oleh konselor maupun klien.
6. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien melakukan
sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan
konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien
sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien, sehingga klien mampu dan mau
melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang menjadi pokok
pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling multidimensional yang tidak hanya mengandalkan
transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas
kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami proses konseling dan aktif pula
melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien yang menjadi sasaran pelayanan
berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan bimbingan. Dalam hal
ini konselor perlu mendorong klien untuk aktif dalam setiap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan
konseling yang diperuntukan baginya
7. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien,
yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang
hal yang lama, yang bersifat menonton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu
pembaharuan, suatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang
dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan
menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan
(klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang, serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien.
Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya
tidak seimbang, serasi, dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan
pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.
Hendaknya aspek layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang
perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat
diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan
saling menunjang dalam upaya layanan bimbingan dan konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling
menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor dan pihak-pihak yang
berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku,
baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/ negara, norma ilmu, maupun
kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses
penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan harus sesuai dengan norma
yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari
norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling
yang dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan norma-norma
yang dimaksudkan itu.
Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling
yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma
tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang
melanggar norma itu diarahkan kepada lebih bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan
meningkatkan kemampuan klien memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma
tersebut.
10. Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik
dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang
memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu dapat
dicapai keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan
profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan
itu.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang
bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling
perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan
praktek konseling secara baik. Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan
kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alihtangan jika konselor sudah
mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, tetapi individu yang
bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat
mengirim individu kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga
mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-masalah
individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan dan setiap masalah ditangani
oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu kepada
bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya
normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari
masalah-masalah kriminal maupun perdata.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain, dan
demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/
praktik dan lain-lain.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi
(memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan,
serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap layanan
atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus
dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu.
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan
keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin
dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan ing ngarso sung tulodo, ing madya
mangun karso.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu
klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi diluar hubungan proses
bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan
bimbingan dan konseling itu.
Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan
secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu dikedepankan atau dikemudiankan dari
yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu
merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila
asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004: 114-120)
C. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling
prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan
pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam
konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan
konseling.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran
pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan
penyelenggaraan pelayanan. Beberapa prinsip bimbingan dan konseling dari berbagai sumber
antara lain: (Priyatno, 1994: 220-223)
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah peserta didik (individu-individu), baik secara
perseorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat bervariasi, misalnya dalam hal
umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya,
keterikatannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi itu
menyebabkan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-masing individu adalah
unik. Secara lebih khusus, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah
perkembangan dan perikehidupan individu, tetapi secara lebih nyata dan langsung adalah sikap
dan tingkah lakunya. Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek
kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya. Variasi dan keunikan individu,
aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta sikap dan tingkah laku individu dalam perkembangan
dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
sebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling melayani individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku,
bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk
dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan
dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu
itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu dengan berbagai kekuatan,
kelemahan, dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor
yang secara potensial mengarah kepada pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena
itu, pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu
terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan
individu.
e. Meskipun individu yang satu dengan yang lainnya adalah serupa dalam berbagai hal,
perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan
memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-
anak, remaja, ataupun orang dewasa.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu
positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap
kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah
tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul sangat bervariasi. Secara ideal
pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai
masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan
bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan hal itu adalah:
a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang
perkembangan dan kehidupan individu, tetapi bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya
pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian
dirinya dirumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan
sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah
satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam
mengentaskan masalah klien.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara insidental maupun
terprogram. Pelayanan insidental diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak
terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan
pelayanan kepada klien secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu
mereka itu datang. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Klien-
klien insidental seperti itu biasanya datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas.
Pelayanan insidental itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan praktek
pribadi.
Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan
bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya. Konselor dituntut
untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu
(misal sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbul dan
jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan unit-unit waktu yang tersedia (misalnya
caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antarpersonal
dan lembaga, kemudahan-kemudahan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga tersebut. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan
program layanan bimbingan dan konseling itu adalah seebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
pengembangan. Oleh karena itu, program pengembangan bimbingan dan konseling harus disusun
dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga
(misalnya sekolah), kebutuhan individu, dan masyarakat.
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara
berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa. Disekolah misalnya, dari
jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penialian yang teratur
untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian
antara program yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat insidental maupun
terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini, selanjutnya
diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli di bidangnya, yaitu
konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup besar (misalnya
sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan peyelenggaraan program-program bimbingan
dan konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerja sama dari berbagai pihak, baik didalam
maupun diluar tempat konselor bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip
berkenaan dengan hal tersebut adalah:
a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu. Oleh karena itu,
pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu
membimbing diri sendiri dalam menghadapai setiap kesulitan atau permasalahan yang
dihadapinya.
b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah
atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh (dan kalau
perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan
khusus tersebut.
d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Oleh karen itu, dilaksanakan oleh
tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan
konseling.
e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan
konseling. Oleh kerana itu, kerja sama antara konselor dengan guru dan orang tua sangat
diperlukan.
f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena itu, keduanya
harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan
hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin
memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian terhadap individu hendaknya
dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan
dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrument yang benar-benar dipilih
dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan
berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan dipergunakan sesuai dengan
keperluan.
h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu
dengan lingkungannya.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya diletakkan
dipundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan
bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan personal, lembaga ditempat bertugas dan
lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling.
j. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan
pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap yang berkepentingan dengan program
yang sedang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani), dan perubahan
tingkah laku klien yang pernah dilayani. (Prayitno & Erman Amti, 2004: 218-223)
Menurut Tidjan dkk, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling dapat dijabarkan menjadi prinsip-
prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip umum
a. Dasar bimbingan dan konseling tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan dan dasar negara
dimana bimbingan dan pendidikan itu berada di dasar bimbingan dan konseling adalah Pancasila,
yang merupakan dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
b. Tujuan bimbingan dan konseling tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya hingga
tujuan bimbingan adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan.
c. Fungsi bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan maupun pengajaran, sehingga
langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan langkah-langkah pendidikan.
d. Bimbingan dan konseling diperuntukkan semua individu normal tidak terbatas umur.
e. Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada individu dalam proses
perkembangannya.
f. Bimbingan lebih mengutamakan segi-segi preventif, disamping usaha-usaha yang bersifat
korektif, kuratif, maupun preservatif.
g. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
h. Bimbingan diberikan secara profesianal, yaitu diberikan oleh orang-orang yang betul-betul
ahli dibidangnya dan dilaksanakan secara ilmiah sesuai dengan prosedurnya.
i. Bimbingan diberikan untuk membantu individu untuk dapat menyatakan dirinya dan
mengaktualisasikan dirinya, sehingga akhirnya dapat membimbing dirinya sendiri.
j. Bimbingan adalah individualisasi dan sosialisasi dalam pendidikan.
k. Bimbingan diberikan sesuai dengan kode etik bimbingan dan konseling.
l. Program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian teratur untuk mengetahui sampai
dimana hasil dan manfaat yang diperoleh.
2. Prinsip-prinsip khusus
Terhadap prinsip-prinsip ini seperti yang telah digariskan oleh Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
tahun 1975 Buku III C adalah sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang dibimbing (siswa).
1) Layanan bimbingan harus diberikan kepada semua siswa.
2) Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan kepada siswa tertentu.
3) Program bimbingan harus berpusat pada siswa.
4) Pelayanan bimbingn harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan
secara serba ragam dan serba luas.
5) Keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing.
6) Individu yang mendapat bimbingan harus berangsur-angsur harus dapat membimbing dirinya
sendiri.
b. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang memberikan bimbingan
(konselor atau guru pembimbing).
1) Petugas-petugas bimbingan harus melakukan tugasnya sesuai dengan kemampuannya masing-
masing.
2) Petugas bimbingan di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian pendidikan,
pengalaman, dan kemampuannya.
3) Petugas-petugas bimbingan harus mendapat kesempatan untuk memperkembangkan dirinya
serta keahliannya melalui berbagai latihan penataran.
4) Petugas-petugas bimbingan hendaknya selalu mempergunakan informasi yang tersedia
mengenai individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan untuk membentuk
individu yang bersangkutan kearah penyesuaian diri yang lebih baik.
5) Petugas-petugas bimbingan harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi tentang
individu yang dibimbingnya.
6) Petugas-petugas bimbingan mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik yang tepat
dalam melakukan petugasnya.
7) Petugas-petugas bimbingan hendaknya memperhatikan dan mempergunakan hasil penelitian
dalam bidang, seperti minat, kemampuan, dan hasil belajar individu untuk kepentingan
perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
c. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan.
1) Bimbingan harus dilaksanakan secara kontinu.
2) Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi (cumulative record) bagi setiap
individu.
3) Program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
4) Pembagian waktu harus diatur untuk setiap petugas secara baik.
5) Bimbingan harus dilaksanakan dalam situasi individu dalam situasi kelompok, sesuai dengan
masalah dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah tersebut.
6) Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah yang menyelenggarakan
pelayanan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling pada umumnya.
7) Kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan dan perencanaan
program bimbingan. (Tidjan dkk, 2000: 15-17)

D. Pelaksanaan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah Saat Ini
Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang
dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur karena
sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang
tinggi. Para siswa yang sedang dalam tahap perkembangan memerlukan segala jenis layanan
bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya.
Namun, harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
sering kali masih tetap harapan saja. Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang
ada di sekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini, Belkin (1975)
menegaskan enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuh kembangkan pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
1. Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas dan
memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Konselor juga
memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk mengetahui program-
program yang hendak dijalankan itu.
2. Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu
keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa. Dalam hal
ini, konelor harus menonjolkan keprofesionalannya, tetapi tetap menghindari sikap elitis atau
kesombongan atau keangkuhan profesional.
3. Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor
profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata. Konselor harus juga
mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang dengan siapa akan bekerja sama
tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak
konselor.
4. Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang gagal,
yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami
permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswa yang memiliki
bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai,
serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal
sekolah lainnya.
5. Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-
siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang menderita
gangguan emosional, khususnya melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan
pengajaran di sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
6. Keenam, konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah,
memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-kecemasannya.
Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan citra bimbingan dan konseling
profesional apabila memiliki hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan
dengan kepala sekolah. (Sukmadinata, 2007: 29-30)
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakan dan penumbuhkembangan pelayan
bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor professional yang
tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya,
dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat dan personal
sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap
variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama, serta membina hubungan yang harmonis
dinamis dengan kepala sekolah. Konselor yang demikian itu tidak akan muncul dengan sendiri,
melainkan melalui pengembangan dan peneguhan sikap dan keterampilan serta wawasan dan
pemahaman professional yang mantap.
Ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan konselor dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling di sekolah, antara lain. Bimbingan dan konseling membantu peserta didik
mengembangkan kemampuannya setinggi-tingginya untuk kepentingan dirinya dan kepentingan
masyarakat.
1. Bimbingan dan konseling memberikan layanan kepada semua siswa
2. Layanan bimbingan dan konseling diberikan secara kontinu.
3. Layanan bimbingan dan konseling diberikan dengan berpusat kepada siswa.
4. Layanan bimbingan dan konseling melayani semua kebutuhn peserta didik secara meluas.
5. Proses bimbingan dilaksanakan secara demokratis dan diarahkan agar peserta didik memiliki
kemampuan untuk mencari keputusan akhir oleh peserta didik sendiri.
6. Dalam bimbingan dan konseling peserta didik dibantu untuk mengembangkan kemampuan
membimbing diri sendiri.
7. Kepribadian, keahlian, dan pengalaman konselor sangat memegang peranan penting dalam
keberhasilan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa.
8. Faktor-faktor lingkungan siswa, baik lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat
hendaknya diperhatikan dalam membimbing siswa.
9. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor hendaknya menggunakan teknik bimbingan
dan konseling yang bervariasi
10. Pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan kerjasama yang erat dengan seluruh
staf sekolah, orang tua, maupun lembaga-lembaga sekolah.
Holins dan Hollins (dalam Laksmi, 2003: 3-4) mengemukakan beberapa prinsip bimbingan yang
disebutnya sebagai principles of guidance philosophy (prinsip-prinsip filsafat bimbingan), yaitu:
1. Penghargaan terhadap individu merupakan yang paling utama.
2. Tiap individu berbeda dari individu yang lainnya.
3. Perhatian pertama dari bimbingan adalah individu dalam konteks sosial.
4. Sikap dan persepsi pribadi dari individu merupakan dasar dari perbuatan individu.
5. Individu umumnya berbuat untuk memperkuat gambaran pribadinya.
6. Individu memiliki kemampuan bawaan untuk dan dapat dibantu dalam melakukan pilihan
yang akan menuntunnya kepada pengarahan diri yang sejalan dengan penyempurnaan sosial.
7. Individu membutuhkan proses bimbingan sejak masa kanak-kanak sampai usia dewasa.
8. Tiap individu pada suatu saat membutuhkan bantuan yang bersifat informasi dan pribadi yang
diberikan oleh ahli yang profesional.

E. Penerapan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling oleh Guru IPA dalam Kegiatan Belajar
Mengajar di Kelas
Sebagai seorang guru IPA yang baik, pemenuhan atas asas dan prinsip Bimbingan Konseling
merupakan hal yang penting dan tidak boleh ditinggalkan. Apabila asas dan prinsip bimbingan
dan konseling tidak dijalankan dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar di kelas akan
kurang optimal. Pemenuhan atas asas-asas itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau
bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi keoptimalan pembelajaran.
Penerapan dari asas-asas bimbingan konseling dalam kegiatan belajar mengajar di kelas antara
lain:
1. Penerapan Asas Kerahasiaan
Guru IPA ikut menjaga kerahasiaan segenap data dan keterangan tentang konseli (peserta didik)
yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui oleh orang lain. Dalam pembelajaran IPA, data mengenai perilaku peserta didik,
catatan mengenai latar belakang peserta didik, dan hal lain yang menunjang untuk diagnosis
dalam layanan bimbingan dan konseling serta segenap data yang tidak layak diketahui orang lain
cukup menjadi catatan bagi guru untuk lebih mengetahui karakter peserta didik dan menyiapkan
pembelajaran yang sesuai untuknya.
2. Penerapan Asas Kesukarelaan
Sebagaimana asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
peserta didik mengikuti pelayanan dan kegiatan yang diperlukan baginya, maka guru IPA dalam
pembelajarannya pun juga perlu mengedepankan stimulus untuk peserta didik agar tercipta rasa
suka dan rela dalam mengikuti pembelajaran dan menanamkan rasa butuh dan perlu terhadap
keilmuan IPA bagi kehidupannya. Guru IPA sedapat mungkin mengkondisikan situasi belajar
yang inovatif dan kreatif dalam setiap pertemuan.
3. Penerapan Asas Keterbukaan
Guru IPA menerapkan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bersifat terbuka dan
tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam
menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Pengembangan karakter keterbukaan ini dapat dilakukan mengenai pelatihan pembuatan laporan
praktikum dimana siswa dituntut untuk mengkomunikasikan hasil praktikum dan diskusi dalam
kelompoknya dan memaparkannya di depan kelas.
4. Penerapan Asas Kegiatan
Dalam hal ini, guru IPA perlu mengkondisikan peserta didik untuk aktif dalam setiap kegiatan di
kelas yang diperuntukkan baginya. Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA dapat dilatih
melalui metode-metode pembelajaran yang sekarang ini sedang berkembang, misalnya model
cooperative jigsaw.
5. Penerapan Asas Kemandirian
Sesuai dengan asas ini, guru IPA hendaknya mampu mengarahkan kegiatan pembelajaran IPA
yang memungkinkan berkembangnya kemandirian peserta didik, yaitu peserta didik sebagai
sasaran pembelajaran diharapkan menjadi siswa yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan
menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Pelatihan mengenai karakter ini dapat dilakukan dengan pemberian
tugas individu misalnya praktikum mandiri di rumah, kemudian secara individu pula
mengumpulkan laporan tentang penelitian tersebut.
6. Penerapan Asas Kekinian
IPA merupakan ilmu yang terus mengalami dinamika dan perkembangan, maka perlu
menyajikan fenomena aktual untuk pembahasan tematik di kelas. Sesuai dengan asas kekinian,
yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan
peseta didik dalam kondisinya sekarang, maka pembelajaran IPA selain bertumpu pada kekinian
fenomena juga pada kekinian peserta didik. Dua hal ini perlu menjadi perhatian karena peserta
didik merupakan subjek didik yang mengalami perubahan dan tidak menentu kondisi psikisnya.
Pelayanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau pun dilihat dampak
dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang untuk dapat
membantu peserta didik dalam mengoptimalkan pencapaian pembelajaran IPA yang baik.
7. Penerapan Asas Kedinamisan
Sebagai mana dalam bimbingan konseling menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran
pelayana yang sama kehendaknya selalu bergerak dan dinamis, maka seorang guru IPA juga
perlu menerapkan sebuah pembelajaran yang selalu maju, tidak monoton, dan terus berkembang
dengan menghadirkan metode-metode yang beragam dalam tiap pertemuan. Misalnya, pekan
pertama siswa dilatih dengan eksperimen, pekan kedua dengan metode diskusi kelas, pekan
ketiga dengan model jigsaw, dan pekan ke empat dengan metode team game tournament.
8. Penerapan Asas Keterpaduan
Guru IPA dalam pembelajarannya sedapat mungkin menciptakan situasi belajar yang saling
menunjang, harmonis, dan terpadu. IPA sendiri yang merupakan ilmu yang terpadu mengandung
keterkaitan dalam aspek biologi, fisika, dan kimia, mampu tersaji dalam konsep ilmu IPA.
Sebagaimana konsep keterpaduan itu, pembelajaran IPA sebagai penunjang keberhasilan
pelayanan BK juga perlu diterapkan oleh guru IPA menjadi pembelajaran yang harmonis dan
terpadu, misalnya dengan lebih aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
9. Penerapan Asas Keharmonisan
Sebagaimana bimbingan dan konseling menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma
yang ada, maka dalam pembelajarannya seorang guru IPA mempunyai tanggung jawab dalam hal
peningkatan kemampuan peserta didik memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan
norma yang ada. Sebagai contoh, dalam prosedur ilmiah telah tertata urutan-urutan yang
sistematis mengenai cara pembuktian maupun pemecahan masalah. Dalam hal ini, nilai-nilai
yang diterapkan di dalamnya antara lain nilai kejujuran, kedisiplinan, kehati-hatian, saling
membantu, dan kekompakan kelompok. Nilai-nilai tersebut dimasukkan sebagai pengembangan
karakter peserta didik dalam pembelajaran IPA dan termasuk esensi dalam aspek penilaian
seorang guru yaitu aspek afektif dan psikomotor.
10. Penerapan Asas Keahlian
Seorang guru IPA dalam pembelajarannya tentu tidak lepas dari unsur keprofesionalan. Dalam
hal ini, seorang guru IPA hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang ilmu
pengetahuan alam. Keprofesionalan guru IPA ini tercermin dari kemampuan menyampaikan
materi pembelajaran yang dapat membimbing siswa menemukan konsep ilmu IPA pada setiap
kajiannya.
11. Penerapan Asas Alih Tangan Kasus
Dalam pembelajaran IPA, apabila seorang guru IPA menemui permasalahan peserta didik (baik
individu maupun kelompok), sebisa mungkin mendiagnosis permasalahan tersebut dan mencoba
mencari solusi atas permasalahan itu. Jika dalam sebuah kasus ternyata disadari bahwa
permasalahan tersebut tidak dapat secara intensif terselesaikan, maka wajib bagi seorang guru
IPA untuk mengalihtangankan kasus tersebut kepada pihak yang benar-benar lebih mampu,
dalam hal ini yaitu guru pembimbing BK. Alih tangan kasus ini tidak sepenuhnya berhenti di sini
karena dalam penyelesaian masalah tersebut nantinya sangat dipengaruhi bagaimana peserta
didik kemudian dikondisikan lagi dalam ruang pembelajaran yang lebih kondusif dan
pengurangan terhadap beban psikisnya, sehingga mampu kembali berkonsentrasi dalam
pembelajaran sebagaimana teman-teman sekelasnya.
12. Penerapan Asas Tut Wuri Handayani
Guru IPA perlu untuk menciptakan sebuah suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan, dan dorongan serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju. Pemanfaatan asas ini merupakan peluang bagi
guru BK pula dalam menerapkan sistem pelayanan terhadap siswa berprestasi, maupun dalam
pengembangan potensi siswa prestasinya yang di bawah rata-rata. Diharapkan pembelajaran IPA
mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju, melalui
metode belajar yang menekankan inquiry dan discovery, sehingga peran guru sebagai fasilitator
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. (Ade Sanjaya, 2011)
Selain menerapkan asas-asas dalam bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan bimbingan dan konseling juga menjadi hal yang penting dalam pembelajaran IPA. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan seorang guru terhadap pribadi masing-masing
peserta didik dalam pembelajarannya. Penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling ini
antara lain:
1. Seorang guru IPA hendaknya melayani semua peserta didik tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi. Guru IPA juga harus memiliki kesadaran akan
pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis. Diharapkan dalam pembelajaran IPA di
kelas memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu. Oleh karena
itu, guru IPA harus mampu memberikan perhatian kepada perbedaan individual peserta didiknya.
Penerapan prinsip ini dapat dilatihkan pada siswa dengan pemberian tugas mandiri berupa
perancangan eksperimen, sehingga masing-masing individu dapat menunjukkan keunikannya
masing-masing.
2. Seorang guru IPA hendaknya memperhatikan masalah-masalah yang berkenaan dengan
kondisi mental maupun fisik individu atau kelompok subjek didik terhadap penyesuaian dirinya
dalam masalah kesenjangan sosial, ekonomi, maupun kebudayaan. Seorang siswa sangat
mungkin memiliki rasa kurang percaya diri maupun masalah keterisoliran dalam kelompoknya
karena suatu kesenjangan. Dalam pembelajaran IPA, guru perlu menciptakan situasi belajar yang
mendorong leburnya perbedaan dan kesenjangan antarindividu peserta didik. Metode belajar
yang menerapkan sistem cooperative learning penting untuk dikembangkan dalam rangka
meningkatkan kekompakan, kepedulian, rasa kekeluargaan, dan saling membantu antarpeserta
didik, sehingga pelaksanaan pembelajaran IPA dapat optimal dan memiliki daya dukung berupa
keharmonisan hubungan sosial dalam suatu kelas.
3. Pembelajaran IPA perlu diselaraskan dan dipadukan dengan program bimbingan dan konseling
dalam hal pengembangan peserta didik. Pembelajaran IPA juga harus fleksibel sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan (kurikulum) tingkat satuan pendidikan serta disusun secara berkelanjutan,
teratur, dan terarah. Sebagai sorang guru IPA, penting memperhatikan prinsip pertimbangan akan
adanya tahap perkembangan individu, sehingga dalam menyiapkan metode pembelajarannya
dapat tersaji sesuai dengan kondisi peserta didik. Selain itu, perlu pula mengadakan penilaian
hasil belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar IPA di kelas, guru harus mampu mengarahkan untuk
pengembangan peserta didik yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi
permasalahan. Dalam proses pengambilan keputusan yang diambil dan akan dilaksanakan oleh
peserta didik hendaknya atas kemampuan peserta didik itu sendiri bukan karena kemauan atau
desakan dari guru IPA atau guru pembimbing. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga
ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, kerjasama
antara guru IPA, guru pembimbing, guru lain, dan orang tua yang akan menentukan keoptimalan
hasil belajar. (Putu Sutrisna, 2010 )

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip bimbingan dan
konseling merupakan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan
konseling.
2. Asas-asas Bimbingan dan Konseling, antara lain:

a. Asas Kerahasiaan
b. Asas Kesukarelaan
c. Asas Keterbukaan
d. Asas Kekinian
e. Asas Kemandirian
f. Asas Kegiatan
g. Asas Kedinamisan
h. Asas Keterpaduan
i. Asas Kenormatifan
j. Asas Keahlian
k. Asas Alih Tangan
l. Asas Tut Wuri Handayani
3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling, antara lain:
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan.
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu.
c. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan.
4. Pelaksanaan asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling di sekolah saat ini, yaitu penegakan
dan penumbuhkembangan pelayan bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan
oleh konselor professional yang tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat
dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan
hubungan dengan sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan
untuk membantu siswa dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama, serta
membina hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah.
5. Penerapan asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling oleh guru IPA dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas, yaitu apabila asas dan prinsip bimbingan dan konseling tidak dijalankan
dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar di kelas akan kurang optimal. Pemenuhan atas
asas-asas dan prinsip-prinsip itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin
keberhasilan kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan
menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi keoptimalan pembelajaran.

B. Saran
Bimbingan dan konseling baik sebagai konsep maupun proses merupakan bagian integral dari
program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling haruslah dirancang
untuk melayani semua siswa, bukan hanya siswa yang bermasalah atau siswa yang berbakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Asas dan Prinsip. Diakses pada tanggal 24 November 2011 dari,
http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html.

Priyatno dan Erman Anti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Ade. 2011. Prinsip dan Asas Bimbingan Konseling. Diakses pada tanggal 26 November
2011 dari, http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/prinsip-dan-asas-bimbingan-konseling.html.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung :
Maestro.

Sutrisna, Putu. 2010. Fungsi Bimbingan dan Konseling. Diakses pada tanggal 26 November
2011 dari, http://putusutrisna.blogspot.com/2010/11/fungsi-bimbingan-dan-konseling.html.

Tidjan, dkk. 2000. Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah. Yogyakarta: UNY Press.
MAKALAH ASAS-ASAS DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

di 9:10 AM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling merupakan pekerjaan pelayanan yang professional, yang
menguraikan kefahaman, penanganan dan penyikapan tentang keadaan seseorang yang meliputi
unsur kognisi, afeksi, dan psikomotori. Pekerjaan ini sangat penting sekali dalam dunia
pendidikan, agar tercipta keserasian atau keharmonisan antara guru dengan siswa. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1
dan 6 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh kaidah-kaidah
yang berlaku atau dalam kata lain disebut asas. Asas-asas bimbingan dan konseling adalah
merupakan rukun yang harus dipegang teguh dan dikuasai oleh seorang guru pembimbing/
konselor dalam menjalankan pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling. Asas-asas
tersebut adalah sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan
konseling.Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan
dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan asas bimbingan dan konseling?
2. Apa saja asas-asas dalam pelayanan bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana Deskripsi asas-asas bimbingan dan konseling tersebut?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian asas bimbingan dan konseling.
2. Untuk mengetahui asas-asas dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
3. Untuk dapat memahami asas-asas bimbingan dan konseling.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam kamus besar bahasa Indonesia asas berarti Dasar. Tetapi asas dalam pengertian disini
adalah bukan dasar tetapi Rukun. Jadi asas bimbingan dan konseling berarti Rukun yang
harus dipegang teguh dan dikuasai oleh seorang guru pembimbing atau konselor dalam
menjalankan pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling. Setiap kegiatan kadang-kadang
ada asas yang dijadikan pegangan dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
Demikian pula dalam layanan/ kegiatan bimbingan dan konseling, ada asas yang dijadikan
pegangan dalam menjalankan kegiatan itu. Menurut Prayitno ada dua belas asas yang harus
menjadi dasar pertimbangan dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan koseling. Asas-asas
bimbingan dan konseling itu adalah : Asas kerahasiaan, Asas Kesukarelaan, Asas Keterbukaan,
Asas kekinian, Asas Kemandirian, Asas Kegiatan, Asas Kedinamisan, Asas Keterpaduan, Asas
Kenormatifan, Asas Keahlian, Asas Alih Tangan, Asas Tut Wuri Handayani.
B. Asas Asas Bimbingan Konseling
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas
dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan
dengan baik, penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau
bahkan terhenti sama sekali.
1. Asas Kerahasiaan
Asas yang menuntut dirahasiakannyasegenap data dan keterangan siswa (klien) yang
menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui
orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga
semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2. Asas Kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan siswa (klien)
mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya.Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan
Asas yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan
bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan
keterbukaan siswa (klien). Agar siswa (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih
dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas
kerahasiaan dan kesukarelaan.
4. Asas Kegiatan
Asas yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat
berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru pembimbing (konselor)
harus mendorong dan memotivasi siswa untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang
diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu siswa (klien)
sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu
yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing (konselor)
hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi
berkembangnya kemandirian siswa.
6. Asas Kekinian
Asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan konseling , yakni
permasalahanyang dihadapi siswa/klien adalah dalam kondisi sekarang. Adapun kondisi masa
lampau dan masa depa dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada
dan diperbuat siswa (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layana (siswa/klien)
hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan
sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling,
baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan
terpadu. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan
bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
Asas yang menghendaki agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum,peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan,lebih jauh lagi, layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan siswa (klien) dalam
memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya merupakan tenaga yang benar-benar
ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus
terwujud, baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
maupun dalam penegakkan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan
bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan siswa(klien) dapat
mengalihtangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor ) dapat menerima
alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru
pembimbing (konselor), dapat mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten,
baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan
dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa
(klien) untuk maju.
Kedua belas asas bimbingan dan konseling tersebut pada dasarnya menegaskan bahwa
para konselor merupakan para ahli yang memiliki kemampuan untuk membimbing kliennya,
baik secara ikhlas maupun profesional sehingga mereka mampu meningkatkan taraf
kehidupanny yang lebih baik, terutama berkaitan dengan persoalan mentalitas klien, baik dalam
menghadapi lingkungannya maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Asas-asas bimbingan dan konseling adalah merupakan subuah dasar yang dijadikan
pedoman dalam melaksanakan pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Prayitno
ada dua belas asas yang mendasari layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, asas-asas
tersebut sesuai dengan apa yang sudah dikemukakan di atas.
Kedua belas asas bimbingan dan konseling tersebut pada dasarnya menegaskan bahwa
para konselor merupakan para ahli yang memiliki kemampuan untuk membimbing konselinya,
baik secara ikhlas maupun profesional sehingga mereka mampu meningkatkan taraf
kehidupannya yang lebih baik, terutama berkaitan dengan persoalan mentalitas konseli, baik
dalam menghadapi lingkungannya maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Demikianlah beberapa asas-asas penting yang dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
B. Saran
Dari uraian tersebut di atas, asas bimbingan dan konseling merupakan hal yang sangat
penting yang harus dipegang teguh oleh para konselor/ guru pembimbing dalam memberikan
pelayanan pada konseli/ siswa. Maka dari itu penulis dapat memberikan saran kepada semua
pihak yang terlibat sebagai pelaksana pendidikan atau bisa disebut sebagai seorang guru
(pembimbing) dan calon guru (mahasiswa jurusan pendidikan), agar tetap selalu
bertanggungjawab atas keberhasilan siswa dalam rangka mencetak kepribadian yang luhur. Dan
bagi calon guru diharapkan mencari refrensi lain yang berkaitan dengan bimbingan dan
konseling, karena kami (penulis) merasa isi makalah ini ada kekurangan.


DAFTAR PUSTAKA
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed. , Drs.Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling. Jakarta; PT. Rineka Cipta.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia dan khususnya yang berkenaan dengan masalah siswa mempunyai
permasalahan yang mesti memerlukan jalan keluarnya agar kembali normal. Namun tugas
seorang guru konseling di lingkungan sekolah atau bahkan konselor di tengah lingkungan
masyarakat banyak bukan berarti hanya mengatasi kepada siswa atau orang yang bermasalah
namun bagi yang normal pun butuh akan bimbingan agar memdapatkan pengarahan atau
bimbingan agar lebih baik. Azaz-azaz yang ada dalam bimbingan konseling itu tidak bisa
dihilangkan karena jika tidak ada maka tidak akan bisa mengatasi suatu masalah siswa dengan
baik.

B. Rumusan Masalah
B.I. Pentingnya azaz-azaz Bimbingan Konseling
B.II. Bagian azaz-azaz Bimbingan Konseling
C. Tujuan Pembahasan
C.I. Menjelaskan pentingnya azaz-azaz Bimbingan Konseling
C.II. Menjelaskan bagian azaz-azaz Bimbingan Konseling

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pentingnya Azaz-Azaz Bimbingan Konseling


Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati
oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah
asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat
atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas
dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan
dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat
atau bahkan terhenti sama sekali.

B. Bagian aAaz-Azaz Bimbingan Konseling


Bagian dari azaz Bimbingan Konseling itu banyak yang harus ada agar berjalan dengan
yang diharapkan. Maka azaz-azaz dari Bimbingan Konseling ialah sebagai berikut:
a. Asas kerahasiaan, yaitu asas BK yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi
sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak
layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru BK/Konselor berkewajiban
penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga
kerahasiannya benar-benar terjamin. Contoh: konseli memiliki masalah telah
diperkosa, rahasia ini harus dijaga oleh konselor dan tidak boleh sampai
bocor.
b. Asas kesukarelaan, yaitu asas BK yang menghendaki adanya kesukaan
dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalankan layanan/kegiatan
yang diperuntukkan baginya. Dalam hal ini guru BK/Konselor berkewajiban
membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu. Contoh: konseli
sakit hati karena dikirim oleh waka kesiswaan ke bk, dalam hal ini konseli
masih dalam keadaan terpaksa, dan sebisa mungkin sebelum proses
konseling konseli ini harus sukarela dulu mau di konseling, ridak boleh
terpaksa. Konselornya pun harus sukarela.
c. Asas keterbukaan, yaitu asas BK yang menghendaki agar peserta didik
yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-
pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun
dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru BK/Konselor berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (Konseli). Keterbukaan ini amat
terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan
pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta
didik dapat terbuka, guru BK/Konselor terlebih dahulu harus bersikap
terbukadan tidak berpura-pura. contoh: konseli yang punya masalah
teraniaya harus jujur mengatakan bahwa dia teraniaya tidak berbohong
mengalami masalah lain
d. Asas kegiatan, yaitu asas BK yang menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatan BK. Dalam hal ini guru BK perlu
mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan BK yang
diperuntukkan baginya. Contoh: konseli aktif menjawab pertanyaan dari
konselor, melaksanakan konseling dengan aktif, dan konseli melaksanakan
hasil konseling
e. Asas kemandirian, yaitu asas BK yang menunjuk pada tujuan umum BK,
yaitu: peseta didik sebagai sasaran layanan BK diharapkan menjadi individu-
individu yang mandiri dengan ciriciri mengenal dan menerima diri sendiri
dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Guru BK hendaknya mampu mengarahkan layanan
BK yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta
didik. Contoh: konseli yang mengalami masalah broken home, setelah proses
konseling dapat mengatasi masalahnya sendiri, bisa mengambil keputusan,
apa yang harus dia lakukan, dapat mengenal lingkungan, dst.
f. Asas kekiknian, yaitu asas bimbingan yang menghendaki agar objek
sasaran layanan BK ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam
kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa depan atau
kondisi masa lampau dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi
yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang. Contoh: misal konseli saat
ini mengalami masalah kesulitan belajar, ya masalah konseli sekaranglah
yang dibadas(kesulitan belajar) bukan menyelesaikan masalah konseli yang
telah lampau.
g. Asas kedinamisan, yaitu asas BK yang menghendaki agar isi layanan
terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
Contoh: konseli yang mengalami masalah sering tidut saat pelajaran,
setelah proses konseling, konseli dapat berubah kearah yang lebih baik.
(tidak lagi tidur di kelas)
h. Asas keterpaduan, yaitu asas BK yang menghendaki agar berbagai
layanan dan kegiatan BK, baik yang dilakukan oleh guru BK/Konselor maupun
pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Untuk inikerjasama
antara guru BK dan pihak-pihak yang berperanan dalam penyelenggaraan
pelayanan BK perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
layanan/kegiatan BK itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Contoh:
memadukan lingkungan, keluarga, pergaulan konseli dengan masalah
konseli.
i. Asas kenormatifan, yaitu asas BK yang menghendaki agar segenap
layanan dan kegiatan BK didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan
dengan nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama, hukum
dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
Layanan dan kegiatan BK harus dapat meningkatkan kemampuan peserta
didik (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkannorma-norma
tersebut. Contoh: jika dilingkungan konseli tidak melarang berboncengan
dengan lawan jenis, maka pelayanan bimbingan konseling tidak boleh
melarang hal itu.
j. Asas keahlian, yaitu asas BK yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
BK diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Keprofesionalan
guru BK harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan
kegiatan BK. Contoh: konselor adalah konselor ahli(lulusan s1, s2, s3
bimbingan konseling)
k. Asas alih tangan, yaitu asas BK yang menghendaki agar pihak-pihak yang
tidak mampu menyelenggarakan layanan BK secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalihtangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru BK/Konselor dapat
menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain,
selain juga dapat mengalihtanagankan kasus kepada guru
matapelajaran/praktik dan ahli-ahli lain. Contoh: seseorang yang mengalami
masalah kriminal, ya diserahkan ke kepolisian tidak dibina oleh konselor lagi.
l. Asas tut wuri handayani, yaitu asas BK yang menghendaki agar
pelayanan BK secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik (konseli) untuk maju. Segenap asas perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu yang satu tidak perlu
didahulukan atau dikemudiankan dari yang lain. Contoh: konselor dimata
pihak sekolah adalah contoh teladan yang baik, yang bisa ditiru oleh siswa.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asas-asas bimbingan apabila dipenuhi akan memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, dan pengingkarannya akan dapat menghambat atau
bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu sendiri. Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini
sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan
konseling.

B. Saran
Setelah mengetahui akan bagian-bagian azaz bimbingan dan kegunaannya, diharapkan bagi
seorang guru Bimbingan dan Konseling diharapkan dapat menerapkan semuanya agar tercipta
keberhasilan suatu layanan atau kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

http://belajarpsikologi.com/asa-bimbingan-konseling/
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/fungsi-prinsip-dan-asas-bimbingan-dan-
konseling/.

Anda mungkin juga menyukai