Oleh : Kelompok 5
Seksi 18 BB 03
3. Asas Keterbukaan
Bimbingan dan Konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana
keterbukaan. Baik yang dibimbing/ dikonsel maupun pembimbing/ konselor
bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar berarti “bersedia
menerima saran-saran dari luar” tetapi dan hal ini lebih penting masing-masing
yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan
masalah yang dimaksud. Dalam konseling misalnya, diharapkan dapat berbicara
sejujur mungkin dan terbuka tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini
penelaahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien
menjadi mungkin. Perlu diperhatikan bahwa keterbukaan hanya akan terjadi bila
klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan yang semestinya diterapkan oleh
konselor. Untuk keterbukaan klien harus terus menerus membina suasana
hubungan konseling sedemikian rupa, sehingga klien yakin bahwa konselor juga
bersikap terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan memang terselenggarakan.
kesukarelaan klien tentu saja menjadi dasar bagi keterbukaannya.
4. Asas Kekinian
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan
konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan
masalah yang sudah lampau, dan juga masalah yang mungkin yang akan dialami
di masa mendatang. Bila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau,
dan/atau , masa yang akan datang perlu dibahas dalam upaya bimbingan dan
konseling yang sedang diselenggarakan, pembahasan hal itu hanyalah merupakan
latar belakang/latar depan dari masalah yang akan dihadapi sekarang sehingga
masalah yang dihadapi itu teratasi. Dalam usaha yang bersifat pencegahan
punpada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu
dilakukan sekarang, sehingga kemungkinan yang kurang baik dimasa yang akan
mendatang dapat terhindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh
menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klein atau jelas
terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor
hendaklah segera memberikan bantuan. konselor tidak selayaknya menunda-
nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Dia harus mendahulukan
kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan
yang kuat untuk tidak memberikan bantuannya kini, maka dia harus dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk
kepentingan klien.
5. Asas Kemandirian
Seperti dikemukan terdahulu kemandirian merupakan tujuan dari usaha
layanan bimbingan dan konseling. Dalam memberika layanan para petugas
hendaklah selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang
dibimbing, jangan hendaknya orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada
orang lain, khususnya para pembimbing/konselor.
Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan
ciri-ciri pokok mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diris esuai dengan keputusan.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan
kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses
konseling, dan hal itu baik oleh konselor maupaun klien.
6. Asas Kegiatan
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang
tidak berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam
mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta
dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para
pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana
individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.
7. Asas Kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya
perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku
kearah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekadar mengulang-ulang hal-hal
lama yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu
pembaruan, sesuatu yang lebih maju.
8. Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai asoek individu
yang dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki
berbagai segi kalau keadaanya tidak saling serasi dan terpadu justru akan
menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri individu yang
dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.
Hendaknya, jangan aspek layanan yang satu tidak serasi atau bahkan
bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
9. Asas Kenormatifan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, usaha “layanan bimbingan dan
konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik
ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu,
maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan tehadap isis
maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan
harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula proses, teknik, dan
peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi
bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien
mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan
pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkahlaku yang melanggar norma itu
diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.
b. Kode Etik BK
Menurut Walgito (2010:37) ada beberapa kode etik bimbingan dan konseling
tersebut, antara lain:
1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang
bimbingan dan konseling harus memegah teguh prinsip bimbingan dan
konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil
yang baik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau
wewenangnya. Oleh karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri
wewenang dan tanggungjawab yang bukan wewenang atau tanggung
jawabnya.
3. Karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan
pribadi orang maka seorang pembing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-
baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat pada klien.
c. Menghargai bermacam-macam klien. Jadi, dalam menghadapi klien,
pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4. Pembimbing tidak diperkenankan:
a. Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b. Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan hal-
hal yang tidak baik bagi klien.
d. Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain diluar kemampuan dan
keahliannya atau di luar keahlian staffnya yang diperlukan dalam bimbingan
dan konseling.
6. Pembimbing harus selalu menyadari tanggungjawabnya yang berat, yang
memerlukan pengabdian sepenuhnya.
Rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dikemukakan oleh Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1982),
yaitu :
1) Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas,dan keyakinan
klien.
2) Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien diatas kepentingan
pribadi pembimbing/konselor sendiri.
3) Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna
kulit, kepercayaan atau status social ekonomi.
4) Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk
mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada
dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan
diberikan serta merugikan klien.
5) Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah
hati, sederhana, sabar, tertib, percaya pada paham hidup sehat.
6) Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pendapat yang diberikan
kepadanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku
professional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan
konselor.
7) Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga
dan orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
8) Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam
hal ini dia perlu menguasai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan
prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
9) Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadrai tentang
hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan
bimbingan guna memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
10) Seluruh catatan tentang diri klien informasi yang bersifat rahasia, dan
pembimbing menjaga kerahasianan ini. Data ini hanya dapat disampaikan
kepada yang berwenang menafsirkan dan mengunakannya, dan hanya dapat
diberikan atas dasar persetujuan klian
11) Sesuatu tes hanaya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang mengunakan
menafsirkan hasilnya
12) Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan
lainyang membutuhkan data tentang sifat atauu diri kepribadian serta taraf
inteligensi, minat, bakat dan kecenderungan dalam diri pribadi diri seseorang
13) Data hasil tes psikologi harus di intergransikan dalam informasi lainnya dari
diperolehsumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi
lainnya itu
14) Konselor memberikan orientasi yang dapat tepat kepada kien mengenai alasan
digunakannya tes psiologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi
klien.
15) Hasil tes psikologi diberitahukan kepada klien dengan disertai dengan alasan-
alasan tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak
lain, sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan
pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.