Anda di halaman 1dari 8

MENGANALISIS ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING

OLEH :

MULYA ADE ALFITRI

NIM: 22029028

DOSEN PENGAMPU :

DR.YENI KARNELI,M.PD,KONS

DEPARTEMEN MATEMATIKA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Asas berarti merujuk pada fondasi atau landasan yang menjadi pijakan dalam
berpikir atau berpendapat, mencakup dasar dari sebuah tujuan atau ideal, serta
prinsip-prinsip hukum yang mendasar.
Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah- kaidah
tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-
ketentuan yang harus ditetapkan dalam penyelengraan pelayanan (Prayitno dan Erman
Amti, 2004). Asas-asas bimbingan dan konseling adalah pedoman yang harus
dipatuhi dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling.
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional yang
harus dilakukan dengan mematuhi prinsip-prinsip yang menjamin efisiensi dan
efektivitas baik dalam proses maupun hasilnya. Prinsip-prinsip ini dikenal sebagai
asas-asas bimbingan dan konseling, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
dijalankan dalam penyelenggaraan pelayanan tersebut. Kepatuhan terhadap asas-asas
ini diharapkan dapat mengarahkan proses pelayanan menuju pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Namun, jika asas-asas ini diabaikan atau dilanggar, dapat berpotensi
mengakibatkan kegiatan yang bertentangan dengan tujuan bimbingan dan konseling,
bahkan dapat merugikan pihak yang terlibat dalam pelayanan serta merusak citra
profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Oleh karena itu, sangat penting bagi para
praktisi untuk mematuhi dan menerapkan asas-asas tersebut dengan baik guna
menjaga integritas dan efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling.Asas-asas yang
dimaksud antar lain:
a. Asas Kerahasiaan
Mengharuskan penjagaan rapi terhadap semua informasi dan data terkait
peserta didik atau klien yang menjadi fokus layanan. Guru pembimbing memiliki
tanggung jawab utama untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan penuh terhadap
seluruh data dan keterangan tersebut.

Contoh:
Dalam konteks pendidikan, guru pembimbing memiliki kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan informasi sensitif, seperti data kesehatan, catatan akademis, dan
2
masalah pribadi siswa. Tindakan ini menciptakan lingkungan yang terjamin
keamanannya, memastikan bahwa peserta didik merasa nyaman berbagi tanpa takut
data mereka akan diungkapkan atau disalahgunakan.

b. Asas Kesukarelaan
Mendorong inisiatif siswa atau klien untuk secara sukarela berinteraksi dengan
pembimbing demi memperoleh bimbingan, sejalan dengan prinsip kerahasiaan yang
telah diterapkan.

Contoh:
Dalam sebuah lembaga konseling sekolah, prinsip kesukarelaan tercermin
ketika seorang siswa yang mengalami tekanan emosional merasa nyaman untuk
menghubungi guru pembimbing tanpa rasa takut akan penyebaran informasi pribadi.
Dengan demikian, siswa tersebut dapat dengan bebas mencari pertolongan dan
bimbingan untuk mengatasi masalahnya.

c. Asas Keterbukaan
Keterbukaan menjadi landasan utama untuk bimbingan dan konseling yang
efektif. Baik klien maupun konselor harus mempraktikkan sikap terbuka, yang tidak
hanya berarti menerima saran dari pihak eksternal, tetapi lebih penting lagi, membuka
diri untuk mencapai pemecahan masalah yang diinginkan.
Contoh:
Dalam konteks konseling, keterbukaan mencakup kemampuan konselor untuk
mendengarkan tanpa prasangka, serta klien yang bersedia berbagi pengalaman dan
perasaan mereka tanpa takut dihakimi. Sebagai contoh, seorang remaja yang
mengalami kesulitan emosional dapat merasa lebih nyaman membicarakan
masalahnya ketika konselor menunjukkan keterbukaan dan empati, menciptakan
ruang yang aman untuk pengungkapan diri tanpa rasa malu.

d. Asas Kekinian
Fokus pada penyelesaian masalah yang sedang dialami oleh individu, bukan
masalah masa lalu atau yang akan datang, serta menekankan perlunya tindakan cepat
tanpa penundaan untuk memenuhi kebutuhan klien.

3
Contoh:
Dalam konteks konseling, prinsip kekinian mencerminkan pendekatan proaktif
konselor untuk menanggapi masalah yang tengah dihadapi oleh klien. Sebagai contoh,
jika seorang siswa mengalami kecemasan sekarang, konselor harus segera
menanggapi dan memberikan bantuan, bukan menunda-nunda penanganan hingga
waktu yang tidak tepat. Hal ini mencerminkan kesadaran akan urgensi penyelesaian
masalah klien dalam situasi saat ini.

e. Asas Kemandirian
Layanan pembimbingan harus mengutamakan pengembangan kemandirian
individu yang dibimbing, sehingga mereka tidak bergantung secara berlebihan pada
pembimbing atau konselor.
Contoh:
Dalam konteks layanan pembimbingan, prinsip kemandirian menekankan
pentingnya memberdayakan individu yang dibimbing untuk dapat mengambil
langkah-langkah mandiri dalam menghadapi masalah dan tantangan mereka. Sebagai
contoh, seorang konselor harus mengarahkan klien untuk mengembangkan
keterampilan dan strategi yang memungkinkan mereka mengatasi kesulitan secara
mandiri, sehingga mereka dapat menjadi lebih percaya diri dan mandiri dalam
menghadapi masa depan mereka.

f. Asas Kegiatan
Efektivitas layanan bimbingan dan konseling hanya dapat tercapai apabila
individu yang menerima bimbingan aktif terlibat dalam kegiatan yang bertujuan
mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil positif dari proses bimbingan tidak dapat
dicapai secara otomatis, melainkan harus diperoleh melalui usaha dan partisipasi aktif
dari individu yang bersangkutan.
Contoh:
Dalam konteks layanan bimbingan dan konseling, penting bagi individu yang
sedang dibimbing untuk secara aktif terlibat dalam proses mencapai tujuan-tujuan
mereka. Sebagai contoh, seorang siswa yang sedang menerima bimbingan akademis
perlu melakukan tindakan konkret seperti mengikuti rencana belajar yang disusun

4
bersama dengan konselor, mengikuti bahan-bahan bacaan tambahan, atau mengikuti
program pelatihan keterampilan yang relevan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

g. Asas Kedinamisan
Layanan bimbingan dan konseling berkomitmen untuk memfasilitasi
perubahan positif dalam perilaku individu yang dibimbing, mengarahkan mereka ke
arah yang lebih baik dan lebih maju. Perubahan yang diupayakan bukanlah sekadar
pengulangan rutin yang monoton, melainkan transformasi yang berkelanjutan menuju
inovasi dan kemajuan yang lebih tinggi.
Contoh:
Dalam praktik kedinamisan, seorang konselor dapat menggunakan pendekatan
yang kreatif dan adaptif untuk membantu klien mengeksplorasi solusi baru, mengubah
pola pikir yang tidak produktif, dan mencapai perkembangan yang signifikan. Proses
ini tidak hanya melibatkan perbaikan masalah saat ini tetapi juga membuka peluang
bagi pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang.

h. Asas Keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling mengintegrasikan berbagai aspek dari
individu yang dibimbing, mengakui bahwa individu tersebut memiliki dimensi-
dimensi yang saling terkait. Keselarasan dan keterpaduan antara aspek-aspek tersebut
merupakan kunci untuk menghindari timbulnya masalah.
Contoh:
Dalam konteks keterpaduan, seorang konselor tidak hanya memperhatikan
satu aspek dari kehidupan klien, tetapi mempertimbangkan hubungan antara aspek-
aspek tersebut. Misalnya, dalam membantu seorang klien mengatasi stres, konselor
tidak hanya memperhatikan faktor-faktor eksternal seperti lingkungan kerja, tetapi
juga faktor-faktor internal seperti kondisi kesehatan dan kehidupan pribadi. Dengan
memadukan semua aspek ini secara holistik, konselor dapat memberikan dukungan
yang lebih efektif bagi klien mereka.

i. Asas Kenormatifan
Layanan bimbingan dan konseling harus berada sejalan dengan norma-norma
yang berlaku, termasuk norma agama, norma budaya, hukum, norma ilmu, dan
5
praktik sehari-hari. Asas kenormatifan ini harus menjadi pedoman dalam konten
maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling.
Contoh:
Dalam praktek kenormatifan, seorang konselor harus memastikan bahwa saran
atau panduan yang diberikan tidak bertentangan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip
yang dipegang oleh individu atau masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, dalam
memberikan nasihat tentang keputusan moral, konselor harus mempertimbangkan
nilai-nilai agama atau budaya klien untuk memastikan bahwa saran yang diberikan
sesuai dengan kerangka normatif yang ada. Dengan demikian, prinsip kenormatifan
memastikan bahwa layanan bimbingan dan konseling tidak hanya efektif, tetapi juga
etis dan sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh individu dan masyarakat.

j. Asas Keahlian
Layanan bimbingan dan konseling harus dilakukan secara teratur, sistematis,
dan menggunakan teknik serta alat yang sesuai. Oleh karena itu, konselor perlu
menjalani pelatihan yang memadai agar dapat memberikan layanan dengan efektif.
Contoh:
Dalam menjalankan asas keahlian, konselor harus terus menerus
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka melalui pelatihan yang
relevan. Misalnya, mereka dapat mengikuti kursus-kursus pengembangan profesional,
menghadiri seminar-seminar terbaru, atau terlibat dalam program mentoring dengan
praktisi berpengalaman. Dengan demikian, konselor akan dapat memberikan layanan
yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan individu yang dibimbing.

k. Asas Alih Tangani


Asas ini menekankan bahwa ketika seorang profesional bimbingan dan
konseling telah melakukan upaya maksimal untuk membantu klien namun hasilnya
belum sesuai harapan, maka profesional tersebut akan mengarahkan klien kepada ahli
atau lembaga lain yang memiliki keahlian lebih sesuai.
Contoh:
Dalam menerapkan asas alih tangani, seorang konselor yang menyadari
batasan keahliannya mungkin akan merujuk klien kepada spesialis yang memiliki
pengetahuan atau pengalaman yang lebih sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
6
klien. Misalnya, jika ada kebutuhan medis atau hukum yang melibatkan bidang yang
di luar jangkauan keahlian konselor, prinsip ini akan mendorong konselor untuk
mengarahkan klien kepada profesional terkait yang dapat memberikan bantuan yang
lebih efektif.

l. Asas Tutwuri Handayani


Asas ini menekankan pentingnya menciptakan atmosfer yang kondusif dalam
hubungan keseluruhan antara pembimbing dan individu yang dibimbing.
Contoh:
Dalam praktik tutwuri handayani, seorang pembimbing akan berusaha
menciptakan lingkungan yang mendukung, terbuka, dan penuh penghargaan bagi
individu yang dibimbing. Hal ini dapat tercermin dalam pendekatan komunikatif yang
empatik, penggunaan bahasa tubuh yang mendukung, serta sikap yang membangun
kepercayaan dan kerjasama antara pembimbing dan individu yang dibimbing. Dengan
demikian, prinsip ini membantu menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan
dan pengembangan yang berkelanjutan dalam proses bimbingan dan konseling.

7
Sumber:
https://drive.google.com/drive/folders/1xFOZsndEVXrA4OTsHhevPmuGayPxB9i6

Anda mungkin juga menyukai